membekas pada siswa. Experiential learning merupakan pendekatan dari pengalaman konkrit yang dapat dilakukan dengan cara, bermain, bermain peran,
simulasi, diskusi kelompok yang diharapkan agar terjadi suatu kombinasi antara mendengar, melihat dan mengalami.
Berdasarkan pengertian experiential learning di atas, dapat dilihat bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam experiential learning adalah: 1 keterlibatan
siswa secara personal, 2 mengalami apa yang dipelajari 3, membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung, 4
Pengetahuan perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman Dengan memperhatikan unsur-unsur experiential learning di atas, penulis
dapat menyimpulkan bahwa experiential learning adalah keterlibatan siswa secara personal dalam proses belajar sehingga siswa mengalami apa yang mereka
pelajari yang diharapkan dapat membangun pengetahuan yang diperoleh dari perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman.
2.3.2 Tujuan Model Experiential learning
Baharudin dan Wahyuni 2012:165 menyatakan bahwa tujuan dari model
ini adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu:
1 Mengubah struktur kognitif siswa, 2 Mengubah sikap siswa
3 Memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada.
Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan memengaruhi seara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada,
maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif. Model experiential learning memberi kesempatan kepada siswa untuk
memutuskan pengalaman apa yang menjadi fokus mereka, keterampilan- keterampilan apa yang mereka ingin kembangkan, dan bagaimana cara mereka
membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami tersebut. Hal ini berbeda dengan pendekatan belajar tradisional di mana siswa menjadi pendengar pasif dan
hanya guru yang mengendalikan proses belajar tanpa melibatkan siswa.
2.3.3 Proses Experiential Learning
Experiential learning adalah suatu proses dimana siswa mengkonstuksi atau menyusun pengetahuan keterampilan dan nilai dari pengalaman langsung.
Tahapan pembelajaran pembelajaran dalam experiential learning terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
1 Tahap pengamalan konkrit atau nyata Concrete Experience
2 Tahap pengalaman aktif dan Reflektif Reflection Observation
3 Tahap Konseptualisasi Abstract Conseptualization
4 Tahap Eksperimentasi Aktif Active Experimentation
Tahap tersebut dapat digambarkan dalam bentuk siklus empat langkah dalam experiential learning sebagai berikut:
Gambar 2.1 Siklus empat langkah dalam
experiential learning Baharudin dan Wahyuni 2012:165
Proses belajar dimulai dari pengalaman nyata yang dialami seseorang. Pengalaman kemudian direfleksikan atau memikirkan pengalaman dari berbagai
segi. Dalam proses refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi dan apa yang dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar konseptualisasi atau
menciptakan konsep-konsep yang mendasari pengalaman yang dialami.Kemudian Siswa berupaya melakukan eksperimen secara aktif, dan mampu mengaplikasikan
konsep, teori ke dalam situasi nyata untuk memecahkan masalah-masalah dan mengambil keputusan.
pengamalan konkret
Refleksi Konseptualisasi
berfikir abstrak
Pengalaman aktif
penerapan
.
Kemampuan siswa dalam proses belajar experiential learning menurut Nasution dalam Baharudin dan Wahyuni 2012:167 digambarkan dalam bentuk
tabel sebagai berikut:
Tabel 2.2 Kemampuan Siswa Dalam Proses Belajar
Experiential Learning No
Kemampuan Uraian
Kemampuan 1.
Tahap pengamalan konkrit atau nyata
Concrete Experience Siswa melibatkan diri sepenuhnya
dalam pengalaman baru Feeling
perasaan
2. Tahap pengalaman aktif
dan Reflektif Reflection Observation
Siswa mengobservasi dan merefleksikan atau memikirkan
pengalaman dari berbagai segi Watcing
mengamati
3. Tahap Konseptualisasi
Abstract Conseptualization
Siswa menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan
observasinya menjadi teori yang sehat
Thinking berpikir
4. Tahap Eksperimentasi
Aktif
Active Experimentation
Siswa berupaya melakukan eksperimen secara aktif, dan
mampu mengaplikasikan konsep, teori ke dalam situasi nyata untuk
memecahkan masalah-masalah dan mengambil keputusan
Doing berbuat
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar dalam experiential learning merupakan merupakan suatu proses bagaimana pengetahuan diciptakan
melalui pengalaman yang dialami siswa.
2.3.4 Gaya Belajar Experiential Learning
Experiential learning memperhatikan perbedaan atau keunikan yang dimiliki siswa, karenanya model ini memiliki tujuan untuk mengakomodasi
perbedaan dan keunikan yang dimiliki masing-masing individu. Dengan mengamati inventori gaya belajar learning style inventory yang dikembangkan
masing-masing siswa, Kolb dalam Baharudin dan Wahyuni 2012:168 mengklasifikasikan gaya belajar seseorang menjadi empat kategori sebagai
berikut: 1
Converger. Tipe ini lebih suka belajar jika menghadapi soal yang mempunyai jawaban tertentu. Orang dengan tipe ini tidak
emosional dan lebih suka menghadapi benda daripada manusia. Mereka tertarik pada ilmu pengetahuan alam dan teknik.
2 Diverger. Tipe ini memandang sesuatu dari berbagai segi dan
kemudian menghubungkannya menjadi suatu kesatuan yang utuh. Orang dengan tipe ini lebih suka berhubungan dengan manusia.
mereka lebih suka mendalami bahasa, kesusastraan, sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
3 Assimilation. Tipe ini lebih tertarik pada konsep-konsep yang
abstrak. Orang dengan tipe ini tidak terlalu memperhatikan penerapan praksis dari ide-ide mereka. Bidang studi yang diminati
adalah bidang keilmuan science dan matematika.
4 Accomodator. Tipe ini berminat pada penngembangan konsep-
konsep. Orang dengan tipe ini berminat pada hal-hal yang konkret dan eksperimen. Bidang studi yang sesuai untuk tipe ini adalah
lapangan usaha dan teknik sedangkan pekerjaan yang sesuai antara lain penjualan dan pemasaran.
2.4 Outbound
Outbound merupakan media pengajaran yang sangat menantang dan menyenangkan karena mampu merangsang minat dan keinginan siswa untuk
belajar dan meningkatkan potensi dirinya. Program pengembangan sosial dan kemandirian melaui outbound dimaksudkan untuk membina anak agar dapat
mengendalikan emosinya secara wajar karena dalam aktivitas bermain, yang di kemas secara edukatif, pada dasarnya individu sedang belajar banyak. Di samping
itu, program pengembangan sosial agar individu dapat berinteraksi dengan