Nusantara maupun mancanegara dan menampilkan sikap aprsiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik karya seni rupa murni atau pun terapan baik wilayah
Nusantara maupun mancanegara. Siswa dianggap memiliki kemampuan apresiasi jika dapat melakukan
identifikasi dan menunjukkan sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik dalam karya seni rupa. Kemampuan mengidentifikasi keunikan dan
gagasan seni rupa dapat dilihat melalui tahap identifikasi subjek, media berkarya, unsur-unsur rupa dan prinsip komposisi. Sementara itu, kemampuan menampilkan
sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik karya seni rupa dapat dilihat melalui tahap menemukan pesan yang terkandung di dalamnya,
memberikan penilaian, dan penghargaan. Untuk melakukan kegiatan apresiasi dapat dilakukan dengan berbagai
cara, salah satunya adalah melalui kegiatan pameran. Pameran dapat digunakan sebagai media apresiasi karena di dalamnya menampilkan berbagai jenis karya
seni rupa. Hal tersebut dapat memberikan pengetahuan siswa tentang berbagai corak, gaya, dan teknik karya seni rupa yang dipajang dalam kegiatan pameran.
2.2. Fenomena Pameran Seni Rupa sebagai Media Apresiasi
2.2.1. Pameran Seni Rupa
Pameran diartikan dari bahasa Inggris yakni “exhibition” ekshibisi yang mendapat padanan dan diartikan dengan berbagai perangai, seperti konvensi,
eksposisi, forum, pameran, display, atau pertemuan dan sebagainya Susanto 2004:8. Lebih lanjut, menurut Henrietta Lidchi dalam Susanto: 2004 pameran
dianggap sebagai sebuah peristiwa yang memiliki ciri-ciri tersendiri dengan mengartikulasi atau memikirkan objek-objek, teks-teks, representasi-representasi
visual, juga rekonstruksi-rekonstruksi, dan bahkan suara-suara yang dikreasikan melalui sistem representasional yang rumit dan terbatas.
Ferguson dalam Susanto 2004:11 menjelaskan pengertian pameran secara rinci sebagai berikut.
“Pameran merupakan sebuah sistem strategi representasi. Sebuah sistem mengorganisasi pameran yang merupakan representasi penggunaan akan
segala hal secara baik dan menarik, mulai dari arsitektur yang selalu
“political”ia memadankan dengan “art as political”, juga “mewarna tembok” baca: memasang atau mendisplay karya yang penuh dengan
maksud psikologis, juga label-label karya yang selalu bersifat mendidik, juga menyuguhkan artistik yang penuh kekuatan ideologis dan struktural
dalam pengakuan-pengakuan terbatas mereka, juga tata lampu yang selalu dramatis, juga sistem pengamanan yang selalu merupakan sebuah bentuk
dari jaminan sosial, juga premis-premis kuratorial yang selalu dogmatis professional, juga brosur-brosur, katalog-katalog, dan video yang selalu
menajamkan mata publik dan berhubungan dengan pendidikan, juga mengusung estetika yang selalu bersejarah, sampai ke tempat presentasi
dan munculnya saat-saat individu berkarya seni, dengan kata lain di sana ada sebuah rencana, sebuah keinginan, atau kepercayaan hierakis dari
pengertian-
pengertian, yang di dalamnya arus terpendam yang dinamis”. Masih menurut Ferguson,
“Pameran selain sebagai sebuah sistem strategis representasi, juga berfungsi strategis lain yang bertujuan sebagai usaha melakukan
percakapan denganantara penonton yang diatur untuk menentukan nilai- nilai, hingga mengubah hubungan-hubungan sosial. Juga pameran
merupakan sebuah manajemen maksud-maksud, agar memelihara identitas-
identitas esensial atau mengacaukannya”.
Jadi, aksi merencanakan, menata, merancang, mengatur, merekayasa, menyusun berbagai unsur yang ada dalam kegiatan kesenirupaan adalah
seperangkat tindakan atau sistem representasi untuk mengupayakan, mewujudkan, menggagas pameran. Pameran seni rupa merupakan serangkaian kegiatan untuk
menyampaiakan ide, konsep, dokumenter, produk, karya seni dan lainnya yang berhubungan dengan seni dan desain ke khalayak umum, kelompok, atau target
tertentu sebagai sasaran tujuan. Hal tersebut sejalan dengan definisi yang diberikan Galeri Nasional bahwa pameran seni rupa adalah suatu kegiatan
penyajian karya seni rupa untuk dikomunikasikan sehingga dapat diapresiasi oleh masyarakat luas http:www.galeri-nasional.or.id.
Susanto 2004:12 berpendapat bahwa pameran seni rupa disadari adalah sebentuk alat sajian pertanggungjawaban bagi perupa seusai melakukan atau
untuk menunjukkan kerja kreatif seninya pada khalayak, sedangkan bagi non perupa, pameran juga dianggap sebagai cara untuk menggali berbagai kemampuan
dan kebutuhan yang ingin disampaikan pada orang lain. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan pameran seni rupa
sebagai sebentuk alat sajian pertanggungjawaban bagi perupa maupun kurator seusai melakukan atau untuk menunjukkan kerja kreatif berupa penyampaian
ide, konsep, dokumenter, produk, karya seni rupa pada khalayak melalui sistem strageis untuk melakukan percakapan denganantar penonton yang diatur untuk
menentukan nilai-nilai, hingga mengubah hubungan-hubungan sosial. Pameran merupakan bagian integral dari suatu proses penciptaan seni. Di
lingkungan pendidikan seni, dikenal pendapat Dawey dalam Soehardjo 2011:318 tentang impuls artistik sebagai salah satu dari empat impuls manusia
yang perlu dikembangkan oleh pendidikan. Impuls artistik itu mencakup dua sub impuls, yakni impuls membangun construction dan impuls memberi sumbangan
sharing. Impuls membangun yaitu dalam bentuk mencipta karya seni, sedangkan impuls memberi sumbangan adalah dalam bentuk pameran atau pagelaran.
2.2.2. Jenis Pameran Seni Rupa