EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 GEDONG TATAAN TAHUN PELAJARAN 2013-2014

(1)

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS

SMA NEGERI 1 GEDONG TATAAN TAHUN PELAJARAN 2013-2014

Oleh

Mide Rara Emirilda

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Pada

Jurusan Pendidikan IPS Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS

SMA NEGERI 1 GEDONG TATAAN TAHUN PELAJARAN 2013-2014

Oleh

Mide Rara Emirilda

Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving dan kelas yang diberi metode ceramah. Untuk mengetahui rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah. Untuk mengetahui gain (peningkatan) hasil belajar geografi pada kelas akan yang diberi metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah. Untuk mengetahui metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong Tataan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Eksperimen Semu (quasi eksperimen). Jumlah sampel sebanyak 45 siswa. Analisis data yang digunakan adalah uji t independent samples test.

Hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa: Terdapat perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode Problem Solving dan pada kelas yang diberi metode ceramah. Rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan kelas yang diberi metode ceramah. Rata-rata gain hasil belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah. Metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong Tataan.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Kegunaan Penelitian ... 8

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Pembelajaran Geografi ... 11

2. Hakekat Belajar ... 12

3. Hakekat Pembelajaran ... 13

4. Hakekat Efektivitas pembelajaran... 14

5. Teori Belajar Yang Mendukung Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah ( Problem Solving)... 15

a. Teori Perkembangan Kognitif Piaget ... 16

b. Teori Belajar Konstruktivisme ... 17

c. Teori Bruner ... 18

6. Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) ... 20


(7)

7. Hasil Belajar ... 24

B. Kerangka Pikir ... 30

C. Hipotesis ... 32

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 34

B. Desain Penelitian ... 34

C. Prosedur Penelitian ... 35

D. Rancangan Pembelajaran ... 36

E. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

F. Populasi dan Sampel ... 37

G. Variabel Penelitian ... 38

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 39

I. Teknik Pengumpulan Data dan Uji Persyaratan Instrumen ... 41

J. Teknik Analisis Data ... 41

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47

1. Sejarah Singkat ... 47

2. Lokasi SMA Negeri Gedong Tataan ... 47

3. Keadaan SDM ... 48

4. Sarana dan Prasarana SMAN I Gedong Tataan ... 50

5. Visi dan Misi SMAN I Gedong Tataan ... 54

B. Uji Persyaratan Instrumen ... 54

1. Uji Validitas ... 55

2. Uji Reliabilitas ... 56

3. Uji Daya Beda ... 57

4. Uji Taraf Kesukaran ... 58

C. Teknik Analisis Data ... 60

1. Uji Gain (Peningkatan) Hasil Belajar ... 60

2. Uji Normalitas ... 64

3. Uji Homogenitas ... 71

4. Uji Hipotesis ... 71

D. Pembahasan ... 84

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 91

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Beberapa prinsip pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran adalah yang berpusat pada pendidik, yakni pengelolaan pembelajaran yang membuat siswa belajar dengan gaya dan sesuai karakteristik yang dimilikinya lalu belajar dengan melakukannya sendiri, yaitu pembelajaran yang diupayakan bisa memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik untuk menerapkan konsep, kaidah, rumus, hukum, dan dalil ke dalam dunia nyata.

Untuk tercapai berhasilnya sebuah pembelajaran, pendidik memiliki peran yang sangat penting. Pendidik harus memiliki berbagai macam kemampuan. Berkaitan dengan penjelasan tersebut maka Yusuf & Anwar, (2005:2) menjelaskan bahwa:

“Dalam upaya pencapaian pendidikan maka setiap tenaga pendidik perlu membekali diri dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, keterampilan, serta mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, penggunaan media, menguasai landasan pendidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa, melayani bimbingan dan penyuluhan serta memilih metode belajar mengajar yang tepat.

Kemampuan tenaga pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran sangat penting sebagai upaya untuk memberikan pemahaman kepada siswa, salah satu yang dapat dilakukan tenaga pendidik adalah dengan menerapkan beberapa alternatif metode pembelajaran karena metode pembelajaran merupakan salah


(9)

satu komponen pendidikan yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pembelajaran. Oleh sebab itu diperlukan potensi dari tenaga pendidik yang memiliki potensi yang baik dalam bidangnya, adapun faktor tersebut antara lain adalah motivasi, konsentrasi, reaksi, organisasi, pemahaman dan ulangan.

Untuk mencapai hal tersebut, pendidik harus berusaha mengurangi metode yang monoton yang biasa dipakai saat ini, sehingga diperlukan ide baru guna tercapainya metode pembelajaran yang lebih efektif guna meningkatkan hasil belajar anak didiknya. Metode yang saat ini berjalan dalam dunia pendidikan adalah metode konvensional, sehingga diperlukan pengembangan metode lain yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Kegiatan belajar akan aktif apabila peserta didik melakukan kegiatan belajar yang harus dilakukan. Mereka menggunakan otak mereka untuk mempelajari gagasan-gagasan memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari.

Ahmadi Abu & Prasetyo, (2005:92) berpendapat bahwa:

“Belajar aktif dapat dilihat dari dua segi, yakni dari segi siswa yang berarti bahwa belajar aktif merupakan proses kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka belajar. Aktivitas ini dapat berupa aktivitas fisik, mental, maupun keduanya. Ada juga yang lebih menekankan pada keaktifan mental, meskipun untuk mencapai maksud ini dipersyaratkan keterlibatan langsung berbagai keaktifan fisik”.

Pembelajaran aktif merupakan suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif sehingga melibatkan tenaga pendidik dan juga anak didik untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok,


(10)

memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.

Kebanyakan tenaga pendidik sudah menjalankan metode pembelajaran aktif, inovatif kreatif, efektif, dan menyenangkan (paikem). Tenaga pendidik yang baik adalah yang berani mencoba metode-metode yang baru, yang dapat membantu meningkatkan kegiatan pembelajaran dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Agar siswa belajar dengan aktif, maka metode yang digunakan harus tepat dan seefektif mungkin.

Salah satu metode yang diperkenalkan pada dunia pendidikan adalah metode pemecahan masalah (Problem Solving). Metode pemecahan masalah merupakan bentuk pembelajaran berdasarkan teori pembelajaran baru (discovery learning). Metode pemecahan masalah (Problem Solving) merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu pemasalahan (Suyatno, 2009: 66 ).

Dalam hal ini peran pendidik yang dimaksud yaitu dengan cara memperjelas tujuan kompetensi yang ingin dicapai, membantu siswa mencari sumber-sumber bahan, dan membangkitkan minat siswa. Bimbingan dan arahan pendidik ini juga terkait dengan keefektifan penggunaan metode Problem Solving dalam pembelajaran.

Objek yang dipilih pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS di SMA Negeri I Gedong Tataan, penentuan objek tersebut dikarenakan siswa pada semester ini


(11)

sedang melaksanakan proses pembelajaran untuk mata pelajaran geografi dalam rangka menghadapi ujian semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014. Pada penelitian ini peneliti akan memberikan perlakukan kepada siswa tentang materi biosfer. Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi masih rendah karena sebagian besar nilainya berada di bawah standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 78. Distribusi nilai mata pelajaran Geografi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1. Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Mid Semester Genap Tahun Pelajaran 2012-2013.

No NILAI KKM Siswa

F %

1 2

≥78 <78

27 49

35.5 64,5

Jumlah 76 100%

Sumber: Dokumentasi Guru Mata Pelajaran Geografi Kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2012-2013.

Tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam mata pelajaran geografi secara umum tergolong rendah yaitu dari 76 siswa hanya 27 (35,5%) siswa saja yang mendapatkan nilai ≥78 sedangkan siswa yang mendapat nilai <78 sebanyak 49 (64,5%) orang. Artinya secara persentase siswa kelas XI IPS di SMA Negeri I Gedong Tataan lebih banyak yang mendapatkan nilai <78.

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di SMAN 1 Gedong Tataan untuk mata pelajaran geografi adalah sebesar 78. Berdasarkan standar tersebut maka siswa Kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan lebih banyak yang memiliki nilai yang tidak sesuai standar KKM dibandingkan dengan siswa yang telah memenuhi standar KKM. Jadi, jelas bahwa ada hambatan-hambatan yang


(12)

membuat hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran geografi rendah dan siswa belum dapat meningkatkan hasil belajarnya.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada siswa pada tanggal 15 Desember 2012 diketahui beberapa siswa menyatakan bahwa sistem pembelajaran yang diberikan sudah menggunakan sistem pembelajaran paikem akan tetapi belum menerapkan metode pembelajaran Problem Solving, sistem pembelajaran yang diberikan hanya sebatas pembelajaran kelompok, ceramah dan penugasan (resitasi). Beberapa siswa menyatakan mereka bosan dengan sistem pembelajaran yang diberikan sehingga mereka mempelajari materi pelajaran hanya dilakukan saat menjelang ujian saja, artinya sedikit yang mau belajar secara teratur dan terjadwal. Siswa juga menyatakan belum pernah mendengar metode pembelajaran Problem Solving khususnya pada mata pelajaran geografi. Metode Probrem Solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam metode Problem Solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan (Djamarah & Zain, 2010:91).

Problem Solving adalah sebuah metode pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai metode pembelajaran, dalam hal ini penerapan metode pembelajaran Problem Solving dapat diterapkan dengan menggunakan lembar kerja siswa (LKS) yang membahas tentang mata pelajaran geografi pada materi biosfer dalam berbentuk esai, dengan hal tersebut diharapkan dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan hasil belajar.


(13)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih detail efektivitas metode pembelajaran Problem Solving terhadap hasil belajar geografi karena menurut Gagne dalam Suyatno (2009:9) mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang paling tinggi. Menurut penelitian, masalah yang dipecahkan sendiri, yang ditemukan sendiri tanpa bantuan khusus, memberi hasil yang lebih unggul, yang digunakan atau di-transfer dalam situasi-situasi lain (Nasution, 2008:173).

Memecahkan masalah mengharuskan siswa menemukan jawabannya tanpa bantuan khusus. Dengan memecahkan masalah siswa menemukan aturan baru yang lebih tinggi tarafnya sekalipun ia tidak dapat merumuskan secara verbal. Jadi, penerapan metode pemecahan masalah (Problem Solving) menurut penelitian yang selama ini telah dilakukan ternyata terbukti efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan pembahasan dan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang mengangkat judul; ”Efektivitas Metode Pembelajaran Problem Solving terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2013-2014”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, dapat diidentifikasi permasalahan dalam penelitian ini:

1. Guru geografi belum menggunakan metode pembelajaran Problem Solving pada mata pelajaran geografi.


(14)

2. Penggunaan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi tidak dapat menarik perhatian siswa.

3. Hasil belajar geografi masih rendah, yaitu di bawah KKM.

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian sangatlah penting hal ini dikarenakan agar masalah yang diteliti menjadi lebih terarah sehingga kesalahan yang terjadi dapat diminimalisir, maka dalam penelitian ini dibatasi pada hasil belajar geografi siswa yang diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving pada materi biosfer.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving dan kelas yang diberi metode ceramah?

2. Apakah rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah?

3. Apakah gain (peningkatan) hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah?

4. Apakah metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong Tataan?


(15)

E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving dan kelas yang diberi metode ceramah.

2. Untuk mengetahui rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah.

3. Untuk mengetahui gain (peningkatan) hasil belajar geografi pada kelas akan yang diberi metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah.

4. Untuk mengetahui metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong Tataan.

F. Kegunaan penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Secara Praktis a. Bagi Siswa

1) Dengan diterapkannya metode pembelajaran Problem Solving diharapkan dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan untuk


(16)

berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan siswa lain sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.

2) Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung dengan metode pembelajaran Problem Solving yang diharapkan dapat meningkatkan rasa senang, meningkatkan kemampuan bersosialisasi, tanggung jawab, dan percaya diri.

b. Bagi Guru

Sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi guru mengenai variasi metode pembelajaran yang dapat digunakan sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan materi pembelajaran. c. Bagi Sekolah

Diharapkan dapat bermanfaat bagi lulusan (output) yang dihasilkan, sehingga kualitas lulusan lebih bermutu dan meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Sebagai ruang lingkup kajian penelitian ini adalah mencakup hal-hal berikut: 1. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah hasil belajar geografi dengan menggunakan metode pembelajaran Problem Solving.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Gedong Tataan.


(17)

Tempat penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Gedong Tataan, dengan alamat Jalan Swadaya, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran.

4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014. 5. Ruang Lingkup Ilmu adalah Pendidikan Geografi

Pendidikan geografi adalah disiplin ilmu sosial yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Geografi

Perkataan geografi berasal dari bahasa Yunani yaitu geo berarti bumi dan graphein berarti tulisan. Jadi secara harfiah, geografi berarti tulisan tentang bumi. Geografi merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di tingkat sekolah dasar maupun di tingkat sekolah menengah.

Menurut pakar geografi pada seminar dan lokakarya tahun 1988, definisi geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan (Sumaatmadja, 2001:11). Sedangkan menurut Bintarto dalam Sumarmi (2012:7) memberikan definisi bahwa geografi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari kaitan sesama antara manusia, ruang, ekologi, kawasan, dan perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dan kaitan sesama tersebut.

Berdasarkan konsep yang dikemukakan diatas, jelas bahwa geografi tidak hanya terbatas sebagai suatu deskripsi tentang bumi atau permukaan bumi, melainkan meliputi juga analisis hubungan antara aspek fisik dengan aspek manusia.


(19)

Adapun ruang lingkup pelajaran geografi meliputi:

a. alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan manusia. b. penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya.

c. interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di permukaan bumi. d. Kesatuan regional yang merupakan perpaduan matra darat, perairan, dan

udara di atasnya (Sumaatmadja, 2001:12-13).

Dengan demikian, bidang kajian pada studi geografi tidak hanya ditujukan pada alam lingkungan, melainkan juga berkenaan dengan umat manusia serta hubungan diantara keduanya, sekaligus mengkaji faktor alam dan faktor manusia yang membentuk integrasi keruangan di wilayah yang bersangkutan.

Mata pelajaran geografi membangun dan mengembangkan pemahaman peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat, tempat dan lingkungan pada muka bumi. Peserta didik didorong untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik, dan persebaran spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah.

2. Hakekat Belajar

Ernes ER.Hilgard dalam Riyanto (2010:4), mendefinisikan belajar sebagai berikut: “Learning is the process by which an activity originates or is charged throught training procedures (whetherin the laboratory or in the natural environments) as distinguished from changes by factor not attributable to training”. Artinya, seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan


(20)

berubah.Sedangkan menurut Hamalik (2004:154) belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.

Menurut Slameto (2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Selanjutnya Wingkel dalam Riyanto (2010:61) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dengan lingkungan.

Berdasarkan pendapat para tokoh diatas definisi belajar dapat berbeda-beda namun memiliki esensi yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi antara individu dengan individu dengan lingkungan berkat pengalaman dan latihan yang akan memberi suatu dampak perubahan bagi kehidupannya.

3. Hakekat Pembelajaran

Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar (Riyanto,2010 :131). Menurut Muhaimin dalam Riyanto (2010:131) kegiatan pembelajaran akan melibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efesien. Sedangkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas


(21)

menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan sumber belajar.

Selanjutnya menurut Sanjaya (2009:26) pembelajaran merupakan proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang memungkinkan guru dapat mengajar dan siswa dapat menerima materi pelajaran yang diajarkan oleh guru secara sistematik dan saling mempengaruhi dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada suatu lingkungan belajar.

Tujuan pembelajaran pada hakikatnya tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Tujuan masing-masing perilaku dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotorik adalah berbeda-beda, maka selanjutnya memerlukan desain perencanaan pembelajaran yang berbeda juga (Sanjaya, 2009:28).

4. Hakekat Efektivitas Pembelajaran

Efektif adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektif juga dapat diartikan sebagai pengukuran keberhasilandalam


(22)

pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Abdurahmat (2003:92) “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya”. Sementara itu Sondang P. Siagian (2001:24) memberikan definisi sebagai berikut: “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetepkan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana yang ditetapkan sebelumnya agar tercapai sasaran yang telah ditetapkan.

5. Teori Belajar Yang Mendukung Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Berlangsungnya bagaimana proses belajar dijelaskan dalam berbagai teori belajar. Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi di proses di dalam pikiran siswa. Tiap teori memberi penjelasan tentang aspek belajar tertentu dan tidak sesuai dengan segala macam bentuk belajar (Nasution, 2008:132).

Dalam penelitian ini membahas tentang metode pembelajaran Problem Solving. Terdapat beberapa teori belajar yang mendukung metode pembelajaran Problem Solving diantaranya adalah teori perkembangan kognitif Piaget, teori belajar konstruktivisme, dan teori Bruner.


(23)

a. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Teori perkembangan kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap konsep kecerdasan.

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar itu sendiri (Riyanto, 2010:9). Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.

Menurut Piaget yang dikutip dari Trianto (2010:70), seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lain lahir dan dewasa, yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, operasi kongkrit, dan operasi formal. Tahap-tahap perkembangan tersebut dapat dilihat di tabel 2.1

Tabel 2.1. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget.

Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-Kemampuan

Utama Sensorimotor Lahir sampai 2 tahun Terbentuknya konsep

“kepermanenan obyek” dan kemajuan gradual dari perilaku yang mengarah kepada tujuan

Praoperasional 2 sampai 7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan obyek-obyek dunia. Pemikiran egosentris dan sentrasi Operasi

kongkrit

7 sampai 11 tahun Perbaikan dalam

kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-operasi


(24)

yang dapat balik.Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.

Operasi formal 11 tahun sampai dewasa

Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui

penggunaan ekperimentasi sistematis.

Sumber : Nur, M. (1998b:1) dikutip dari Trianto (2010:71).

Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa guru harus dapat menciptakan suasana belajar mandiri kepada siswa. Artinya, guru sebagai fasilitator yang mampu membuat siswa mampu belajar dan terlibat aktif dalam belajar, bukan hanya sekedar memberikan materi pelajaran kepada siswa secara utuh.

b. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi (Trianto, 2010:74).

Tujuan pembelajaran konstruktik ini ditentukan pada bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata yang mendorong si belajar untuk berpikir dan berpikir ulang lalu mendemonstrasikan (Riyanto, 2010:144). Hal ini senada dengan Slavin (1994) dikutip dari Trianto (2010:74) bagi siswa


(25)

agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa teori belajar konstruktivisme yaitu guru tidak hanya sekedar memberi pengetahuan pada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan ide-ide nya untuk belajar dengan memberikan suatu permasalahan yang kompleks untuk dipecahkan kemudian guru memberikan bimbingan agar siswa dapat memperoleh keterampilan dasar.

Pada dasarnya ada beberapa tujuan konstruktivisme yang ingin diwujudkan antara lain:

1) Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri

2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya

3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap

4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri (Riyanto,2010:146-147)

c. Teori Bruner

Teori Bruner merupakan teori perkembangan dari piaget. Menurut Riyanto (2010:12-13) yang menjadi dasar ide J.Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.


(26)

Teori Bruner yang selanjutnya disebut pembelajaran penemuan (inkuiri) adalah suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi (ide kunci) dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya, dan nilai dari berfikir secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi) (Trianto, 2010:79).

Selain teori inkuiri teori ini disebut juga dengan Discovery Learning. Banyak pendapat yang mendukung Discovery Learning itu diantara nya J.Dewey(1993) dengan Art Reflective Activity atau dikenal dengan Problem Solving. Ide Bruner ini ditulis dalam bukunya Process of Education (Riyanto, 2010:13).

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa teori Bruner menitikberatkan bahwa siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi atau menjadi problem solver, dimana siswa dapat mempelajari konsep-konsep yang bisa dimengerti sendiri dan guru hanya memberikan informasi yang disesuaikan dengan struktur materi yang akan dipelajari.

Aplikasi ide-ide Bruner dalam pembelajaran menurut Woolfolk, (1997:320) dikutip dari Trianto (2010:80) digambarkan sebagai berikut: 1) Memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep yang akan

dipelajari.

2) Membantu siswa mencari hubungan antara konsep.

3) Mengajukan pertanyaan dan membiarkan siswa mencoba sendiri menemukan jawabannya.


(27)

6. Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) a. Pengertian Problem Solving

Metode pemecahan masalah adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong peserta didik untuk mencari dan memecahkan suatu masalah/persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Metode ini diciptakan seorang ahli didik berkebangsaan Amerika yang bernama John Dewey. Metode ini dinamakan Problem Method. Sedangkan Crow&Crow dalam bukunya Human Development and Learning, mengemukakan nama metode ini dengan Problem Solving Method (Depag. RI, 2002:2).

Metode Probrem Solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam metode Problem Solving dapat menggunakan metode-metode lainya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan (Djamarah & Zain, 2010:91).

Menurut Nasution (2008:170) memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses di mana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru.

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode Problem Solving merupakan metode yang mengajak siswa untuk berpikir, bukan hanya sekedar mendengarkan, tetapi mencari solusi untuk memecahkan masalah dalam proses pembelajaran. Metode pemecahan masalah ini lebih


(28)

baik jika dilakukan secara individu tetapi juga bisa dilakukan secara kelompok. Dengan adanya metode ini siswa akan menjadi aktif dan termotivasi untuk melakukan suatu kegiatan di sekolah. Selain itu metode ini juga dapat diartikan suatu metode untuk memperoleh berbagai macam ide dari sekelompok siswa.

Untuk memecahkan suatu masalah John Dewey dalam Sumiati & Asra, (2008:64) mengemukakan sebagai berikut:

1) Mengemukakan persoalan/masalah. Guru menghadapkan masalah yang akan dipecahkan kepada peserta didik.

2) Memperjelas persoalan/masalah. Masalah tersebut dirumuskan oleh guru bersama peserta didiknya.

3) Melihat kemungkinan jawaban peserta didik bersama guru mencari kemungkinan-kemungkinan yang akan dilaksanakan dalam memecahkan persoalan.

4) Mencobakan kemungkinan yang dianggap menguntungkan. Guru menetapkan cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat. 5) Penilaian cara yang ditempuh dinilai, apakah dapat mendatangkan hasil

yang diharapkan atau tidak.

Selain itu Boud & Feletti (1991) dan Shepherd & Cosgriff (1998) dalam Sumarmi (2012:154), menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah membuat:

1) Siswa mampu mempresentasikan problem-problem autentik 2) Siswa mampu menyampaikan permasalahan secara lisan


(29)

3) Siswa mempunyai keterampilan dalam mengumpulkan dan menganalisis data.

4) Siswa dapat meringkas sekaligus menemukan segala sesuatu kemungkinan.

b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving) adalah sebagai berikut:

Tahap Persiapan

1) Bahan-bahan yang akan dibahas terlebih dahulu disiapkan oleh guru. 2) Guru menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan sebagai bahan pembantu

dalam memecahkan persoalan.

3) Guru memberikan gambaran secara umum tentang cara-cara pelaksanaannya.

4) Problem yang disajikan hendaknya jelas dapat merangsang peserta didik untuk berpikir.

5) Problem harus bersifat praktis dan sesuai dengan kemampuan peserta didik

Tahap Pelaksanaan

1) Guru menjelaskan secara umum tentang masalah yang dipecahkan. 2) Guru meminta kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan

tentang tugas yang akan dilaksanakan.

3) Peserta didik dapat bekerja secara individual atau berkelompok.

4) Mungkin peserta didik dapat menemukan pemecahannya dan mungkin pula tidak.


(30)

5) Kalau pemecahannya tidak ditemukan oleh peserta didik kemudian didiskusikan mengapa pemecahannya tidak ditemui.

6) Pemecahan masalah dapat dilaksanakan dengan pikiran.

7) Data diusahakan mengumpulkan sebanyak-banyaknya untuk analisa sehingga dijadikan fakta.

8) Membuat kesimpulan (Djamarah & Zain, 2010:67).

Tabel 2.2. Keuntungan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving).

Sumber: Roestiyah (2008:75).

No Keuntungan Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)

KelemahanMetode Pemecahan Masalah (Problem Solving) 1 2 3 4 5 6 7

Anak didik menjadi aktif berfikir dan menyatakan pendapat.

Melatih siswa untuk cepat dan tersususun logis.

Merangsang siswa untuk selalu siap berpendapat yang berhubungan dengan masalah yang diberikan oleh guru. Meningkatkan partisipasi siswa dalam menerima pelajaran.

Siswa yang kurang aktif mendapat bantuan dari temannya yang pandai atau guru.

Anak merasa bebas dan gembira.

Suasana demokrasi dan disiplin dapat ditumbuhkan.

Memerlukan waktu yang lama

Murid yang pasif dan malas akan tertinggal.

Sukar sekali untuk

mengorganisasikan bahan pelajaran.

Sukar sekali menentukan masalah yang benar-benar cocok dengan tingkat kemampuan siswa. Siswa tidak segera tahu apakah pendapatnya itu betul atau salah.


(31)

7. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu usaha atau kegiatan anak untuk menguasai bahan-bahan pelajaran yang diberikan guru di sekolah. Hasil belajar adalah istilah yang telah dicapai individu sebagai usaha yang dialami secara langsung serta merupakan aktivitas yang bertujuan untuk memperoleh inti pengetahuan, ketrampilan, kecerdasan, kecakapan dalam situasi dan kondisi tertentu (Depdikbud, 1997:209).

Hasil belajar adalah sebagai hasil atas kepandaian atau keterampilan yang dicapai oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksinya dengan lingkungan (Hamalik, 2011:152).

Menurut Suprijono dalam Thobroni & Mustofa (2011:22) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Hasil belajar dan prestasi belajar adalah dua hal yang saling berkaitan, namun memiliki makna yang berbeda. Menurut Winkel (2004:110) berpendapat bahwa prestasi belajar adalah suatu kemampuan internal (capability) siswa yang telah dimiliki secara pribadi dan memungkinkan siswa melakukan sesuatu atau memperoleh prestasi tertentu.

Menurut Gagne dalam Thobroni (2011:23) menyatakan bahwa hasil belajar terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap, dan strategi kognitif. Berikut uraiannya :

a. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merenspon


(32)

secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol. Pemecahan masalah, maupun penerapan aturan.

b. Keterampilan intelektual adalah kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri atas kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep, dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

c. Strategi kognitif adalah kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan

penilaian terhadap obyek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai.

Menurut Thobroni (2011:22) secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar bagi peserta didik, dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar. Adapun kedua faktor tersebut adalah:

a. Faktor yang ada pada diri organisme atau faktor internal

Yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi yaitu faktor kematangan atau pertumbuhan, faktor


(33)

kecerdasan atau intelegensi, faktor latihan dan ulangan, faktor motivasi, faktor pribadi.

1) Faktor kematangan atau pertumbuhan

Faktor ini berkaitan dengan kematangan atau tingkat pertumbuhan organ-organ tubuh manusia, misalnya anak usia enam bulan dipaksa untuk belajar jalan, meskipun dipaksakan maka tidak akan dapat melakukannya. Hal tersebut dikarenakan untuk dapat berjalan anak memerlukan kematangan pada potensi jasmaniah dan rohaniahnya. 2) Kecerdasan atau Intelegensia Siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya.

3) Faktor Ulangan dan latihan

Dengan rajin berlatih, sering melakukan hal yang berulang-ulang kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki menjadi semakin dikuasai dan makin mendalam. Selain itu dengan seringnya berlatih akan timbul minat terhadap sesuatu yang dipelajari itu. Semakin besar minat, maka semakin besar pula perhatiannya sehingga memperbesar hasrat untuk mempelajarinya.

4) Motivasi

Motif mendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu. Seseorang tidak akan mau berusaha mempelajari sesuatu dengan


(34)

sebaik-baiknya jika ia tidak mengetahui pentingnya dan faedahnya dari hasil yang akan dicapai dari belajar.

5) Faktor pribadi

Setiap manusia memiliki sifat kepribadian masing-masing yang berbeda dengan manusia yang lainnya. Ada orang yang mempunyai sifat keras hati, halus perasaan, kemauan keras tekun dan sifat sebaliknya sifat-sifat kepribadian tersebut turut berpengaruh dengan hasil belajar yang dicapai termasuk kedalam sifat-sifat kepribadian ini adalah faktor fisik kesehatan dan kondisi badan.

b. Faktor-Faktor Eksternal

Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Antara lain faktor keluarga dan keadaan rumah, suasana keadaan keluarga, guru dan cara mengajar, alat yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, faktor motivasi sosial.

1) Faktor keluarga atau keadaan rumah tangga

Faktor suasana dan keadaan keadaan keluarga yang bermacam-macam turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami anak-anak. Ada keluarga yang memiliki cita-cita tinggi bagi anak-anaknya, tetapi ada pula yang biasa-biasa saja. Ada keluarga yang diliputi suasana tentram dan damai, tetapi adapula yang sebaliknya. Termasuk dalam faktor keluarga yang juga turut berperan adalah ada tidaknya atau ketersediaan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam belajar.


(35)

2) Faktor guru dan cara mengajarnya

Saat anak belajar di sekolah faktor guru dan cara mengajarnya sangat penting. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru bagaimana cara guru mengajarkan pengetahuan tersebut kepada peserta didiknya turut menentukan hasil belajar yang dicapai.

3) Faktor alat yang digunakan dalam belajar mengajar

Faktor guru dan cara mengajarnya berkaitan erat dengan ketersediannya alat-alat pelajaran yang tersedia disekolah sekolah yang memiliki perlengkapan peralatan yang diperlukan dalam belajar ditambah dengan guru yang berkualitas akan mempermudah dan mempercepat belajar anak-anak.

4) Faktor lingkungan dan kesempatan yang tersedia

Seorang anak yang memiliki intelegensi yang baik, dari keluarga yang baik, di sekolah yang keadaan guru-gurunya dan fasilitasnya baik belum tentu pula dapat belajar dengan baik. Ada faktor yang mempengaruhi hasil belajarnya seperti kelelahan karena jarak sekolah dengan rumah cukup jauh, tidak ada kesempatan karena sibuk bekerja, serta pengaruh lingkungan yang terjadi diluar kemampuannya.

5) Faktor motivasi sosial.

Motivasi sosial dapat berasal dari orang tua yang selalu mendorong anaknya untuk rajin belajar, motivasi dari orang lain, seperti dari tetangga sanak saudara, dan teman-teman sekolah. Pada umumnya


(36)

motivasi semacam ini diterima anak tidak dengan sengaja bahkan tidak sadar.

Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila memenuhi tujuan pembelajaran. Hal ini didukung oleh Djamarah & Zain (2010:105) yang mengatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:

a) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.

b) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran yang telah dicapai, baik secara individual maupun kelompok.

Untuk menilai sebuah pembelajaran dapat digunakan latihan atau evaluasi dari materi yang diajarkan dalam bentuk tes. Penilaian ini digunakan untuk memperoleh informasi keberhasilan atau ketercapaian hasil belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran yang telah dilakukan. Dari proses penilaian yang telah dilakukan ini berfungsi untuk mengetahui kualitas pembelajaran dari apa yang telah disampaikan. Jenis-jenis tes yang biasa digunakan dapat bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Beberapa contoh tes yang sering digunakan oleh guru seperti uji blok, pretes dan postes ketika pembelajaran sedang berlangsung. Hasil dari tes digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan program pembelajaran.


(37)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar geografi adalah suatu tingkat keberhasilan siswa dengan munculnya perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran geografi sesuai tujuan pembelajaran yang ingin direncanakan dan diukur dengan tes.

B. Kerangka Pikir

Kemampuan tenaga pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran. Untuk mencapai hal tersebut, pendidik harus berusaha mengurangi metode konvensional yang biasa dipakai saat ini, sehingga diperlukan ide baru guna tercapainya metode pembelajaran yang lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar anak didiknya.

Dalam pembelajaran konvensional, guru menjadi sumber informasi utama dan sebagai pusat utama dari proses pembelajaran sehingga peranan guru akan menjadi sangat dominan dan membuat siswa menjadi obyek pembelajaran, bukan subjek dalam proses pembelajaran. Hal ini yang menyebabkan siswa menjadi kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Seharusnya pembelajaran yang baik dapat mengajak siswa untuk belajar secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Salah satu metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dan tidak menjadikan siswa menjadi objek pembelajaran serta guru sebagai sumber utama dalam proses pembelajaran adalah metode Problem Solving. Dalam metode ini siswa diajak


(38)

untuk berpikir, bukan hanya sekedar mendengarkan, tetapi mencari solusi untuk memecahkan masalah dalam proses pembelajaran. Dengan adanya metode ini siswa akan menjadi aktif dan termotivasi dalam kegiatan belajar mengajar guna mencapai hasil belajar yang baik.

Dalam penerapan proses pembelajaran pada penelitian ini, dimulai dengan menyampaikan materi biosfer, kemudian guru memberikan tes awal (pretes) untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas yang akan diberi perlakuan metode Problem Solving dan kelas yang diberi metode ceramah. Selanjutnya pada kelas yang akan diberi perlakuan metode Problem Solving guru memberikan LKS tentang materi biosfer. Sebaliknya pada kelas yang akan diberi metode ceramah tidak digunakan LKS materi biosfer melainkan menjelaskan materi secara lisan. Setelah itu diberikanlah tes akhir (postes) pada kelas yang diberi perlakuan metode Problem Solving dan kelas yang diberi perlakuan metode ceramah.

Untuk mengetahui bagaimana efektivitas metode Problem Solving akan dilihat dari perbandingan nilai pretes dan postes hasil belajar kelas yang diberikan perlakuan metode Problem Solving dengan kelas yang diberi perlakuan metode ceramah. Jika pelaksanaan metode Problem Solving dalam pembelajaran geografi baik maka kemungkinan hasil belajar siswa untuk mata pelajaran geografi juga baik, namun jika pelaksanaan metode Problem Solving dalam pembelajaran geografi tidak baik maka kemungkinan besar hasil belajar siswa juga tidak maksimal.


(39)

Berdasarkan uraian tesebut, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.1. Kerangka Pikir

C. Hipotesis Penelitian

Nasution (2008:38), mengatakan bahwa hipotesis adalah pernyataan tentang suatu hal yang bersifat sementara yang belum dibuktikan kebenarannya secara empiris. Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dirumuskan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving dan kelas yang diberi metode ceramah.

Kelas XI IPS 3

Pretes

Kelas XI IPS 2

Postes

Metode Ceramah (X2) Metode Problem Solving

(X1)

Postes

Hasil Belajar (Y1)

Hasil Belajar (Y2)

Perbandingan (Y1 > Y2)


(40)

2. Rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah.

3. Gain (peningkatan) hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah.

4. Metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong Tataan.


(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Eksperimen Semu (quasi eksperimen) yaitu metode yang membandingkan pengaruh pemberian suatu perlakuan (treatment) pada suatu objek (kelompok eksperimen) serta melihat besar pengaruh perlakuannya (Arikunto, 2010:47).

B. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest - Posttest Control Group Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok, kemudian kedua kelompok diberi pretes. Selanjutnya, kelompok eksperimen diberi perlakuan (X1) metode Problem Solving dan kelas yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol (X2) metode ceramah (Sugiyono, 2012:76). Bentuk desain penelitian ini adalah tergambar pada Tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1. Desain Penelitian.

Kelompok Pre-Test Perlakuan

(treatmen) Post-Test Eksperimen

Kontrol

Y1 Y1

X1 X2

Y2 Y2


(42)

Keterangan:

Y1 : Tes awal (pretes) sebelum perlakuan diberikan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

X1, : Perlakuan (treatment) pembelajaran dengan metode pembelajaran

//Problem Solving untuk kelas eksperimen

X2, : Perlakuan (treatment) pembelajaran dengan metode pembelajaran

//ceramah untuk kelas kontrol.

Y2 : Tes akhir (postes) setelah diberikan perlakuan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan survey awal ke sekolah untuk mengetahui jumlah kelas dan siswa yang akan dijadikan subjek penelitian.

2. Menentukan kelas belajar yang akan dijadikan subjek penelitian. 3. Memberikan (pretes) tes pada awal sebelum diberikan perlakuan.

4. Memberikan (postes) setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan metode pembelajaran Problem Solving.

5. Membandingkan pretes dan postes untuk menentukan seberapa besar efektivitas yang timbul sebagai akibat dari digunakannya variabel bebas. 6. Data-data yang diperoleh dianalisis dengan statistik menggunakan uji t. 7. Menarik kesimpuan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(43)

D. Rancangan Pembelajaran 1. Tahap Perencanaan

a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bersama dengan guru mata pelajaran geografi.

b. Membuat soal pretes tentang materi biosfer yang akan diberikan kepada siswa.

c. Menyusun Lembar Kerja Siswa tentang materi biosfer yang akan diberikan kepada siswa dalam kelas eksperimen.

d. Membuat soal postes untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan soal pretes kepada siswa pada kelas ekperimen dan kelas kontrol.

b. Prosedur pelaksanaan pembelajaran diberikan perlakuan dengan menggunakan metode pembelajaran Problem Solving di kelas XI IPS3. c. Prosedur pelaksanaan pembelajaran diberikan perlakuan dengan

menggunakan metode pembelajaran ceramahdikelas XI IPS 2.

d. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk membandingkan nilai yang diperoleh.

3. Tahap Evaluasi

a. Mengambil nilai hasil tes pokok bahasan sebelumnya (pretes).

b. Mengambil nilai hasil tes pokok bahasan setelahnya diberikan perlakuan (postes).


(44)

c. Menyimpulkan nilai untuk mengetahui perbandingan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

E. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, Lampung.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Juli 2013.

F. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Sugiyono (2012:117) mendefinisikan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Oleh karena itu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2013-2014 yang terdiri dari tiga (3) kelas yaitu sebanyak 76 siswa.


(45)

Tabel 3.2. Jumlah siswa kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2013-2014.

No Kelas Jumlah

1 2 3

Kelas XI IPS 1 Kelas XI IPS 2 Kelas XI IPS 3

31 23 22

Jumlah 76

Sumber: Data Dokumentasi Siswa Kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Kabupaten

Pesawaran tahun 2013-2014.

2. Sampel

Sampel penelitian ini menggunakan teknik random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dari masing-masing kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Gedong Tataan dengan cara mengundi dari masing-masing kelas sehingga diperoleh kelas XIIPS 3 sebagai kelas eksperimen dan kelas XIIPS 2 sebagai kelas kontrol di SMA Negeri 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2013-2014.

G. Variabel Penelitian

Variabel penelitian menurut Sugiyono (2012:61) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).

1. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono, 2012:61). Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran pemecahan masalah (Problem Solving) dan metode ceramah.


(46)

2. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012:61). Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah hasil belajar geografi kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2013-2014.

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Metode Pembelajaran Problem Solving

Penerapan metode Problem Solving dilakukan di kelas eksperimen yaitu kelas XI IPS 3. Pada pertemuan pertama siswa diberi pretes. Pretes berjumlah 35 soal pilihan jamak yang telah diuji coba sebelumnya dan telah memenuhi uji persyaratan instrumen.

Setelah itu, guru menerapkan metode Problem Solving dengan LKS. Ada tiga tahap dalam memberikan metode Problem Solving, pada tahap pertama siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing berjumlah 4 sampai 5 orang, dan diberi LKS I yaitu mengenal biosfer kemudian perwakilan kelompok membahas dan mempersentasikan ke depan. Tahap kedua, guru memberikan memberikan LKS 2 yaitu persebaran flora dan fauna kemudian perwakilan kelompok membahas dan mempersentasikan ke depan. Tahap ketiga, guru memberikan memberikan LKS 3 yaitu upaya pelestarian flora dan fauna kemudian perwakilan kelompok membahas dan mempersentasikan ke depan. Pada pertemuan ketiga, guru mengulas kembali secara singkat materi yang telah disampaikan pada dua pertemuan sebelumnya. Siswa dan guru bersama-sama


(47)

menarik kesimpulan dari keseluruhan materi biosfer, kemudian siswa diberi postes. Soal postes berjumlah 35.

2. Metode Pembelajaran Ceramah

Pembelajaran dengan metode ceramah diterapkan selama tiga kali pertemuan di kelas kontrol yaitu kelas XI IPS 2 yang membahas tentang persebaran biosfer. Pada pertemuan pertama, guru memberikan pretes kepada siswa. Soal pretes berjumlah 35.

Setelah pretes dilakukan, selanjutnya guru menjelaskan materi dengan menggunakan metode ceramah. Pertemuan kedua pun dilaksanakan dengan menggunakan metode ceramah. Pada pertemuan ketiga, guru mengulas kembali secara singkat tentang materi yang telah disampaikan selama dua pertemuan terakhir. Di akhir pembelajaran, guru memberikan postes kepada siswa. Soal pretes dan postes yang diberikan di kelas XI IPS 3 sama dengan soal pretes dan postes yang diberikan di kelas XI IPS 2, hal ini dilakukan untuk mengukur perbedaan hasil belajar kedua kelas tersebut.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan pencapaian dalam penguasaan kompetensi atau materi setelah melalui proses belajar mengajar berupa nilai yang diukur menggunakan tes. Nilai dapat diperoleh dari jawaban siswa yaitu dengan menjumlahkan banyaknya soal yang dijawab benar dibagi dengan jumlah soal dikalikan seratus sehingga diperoleh hasil belajar. Kriteria efektif jika ketuntasan belajar siswa lebih dari atau sama dengan 85% maka pembelajaran dikatakan efektif. Jika


(48)

ketuntasan belajar siswa kurang dari 85% maka pembelajaran dikatakan tidak efektif.

I. Teknik Pengumpulan Data dan Uji Persyaratan Instrumen 1. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Tes Hasil Belajar

Tes digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran. Pembelajaran berlangsung dalam tiga kali pertemuan pembelajaran. Sedangkan tes dilakukan dua kali pada pertemuan pertama dan pertemuan ketiga, bentuk tes dengan yang diberikan pada saat uji coba adalah tes dalam bentuk pilihan jamak. Jumlah butir soal tes adalah 40 soal dengan materi yang diujikan adalah materi biosfer. Tes dilakukan setelah instrumen tes diujicoba dengan menggunakan ANATES 4.0.9 sehingga diperoleh jumlah tes yang digunakan adalah sebanyak 35 soal. b. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai geografi siswa kelas XI SMAN 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2013-2014.

2. Uji Persyaratan Instrumen a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010:160). Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak


(49)

diukur. Proses input dan pengolahan data validitas uji coba soal dilakukan menggunakan program ANATES 4.0.9.

Suatu soal dikatakan memiliki validitas yang baik apabila mempunyai nilai korelasi yang tinggi. Untuk mengklasifikasikan tingkat validitas maka digunakan kriteria seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.3. Interpretasi Nilai r.

Nilai r Interpretasi

0,00-0,199 Sangat rendah

0,20-0,399 Rendah

0,40-0,599 Sedang

0,60-0,799 Tinggi

0,80-1,000 Sangat Tinggi

Sumber: Sugiono (2012:257).

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam mengukur apa yang diukurnya (Sudjana & Ibrahim, 2012:120) . Suatu tes dikatakan reliabel jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap terhadap subjek yang sama. Proses input data menggunakan program ANATES 4.0.9.

Untuk mengklasifikasikan tingkat reliabilitas digunakan kriteria seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini:


(50)

Tabel 3.4. Kriteria Reliabilitas Soal.

No Nilai Tes Keterangan

1 0,801 - 1,00 Sangat tinggi

2 0,600 - 0,799 Tinggi

3 0,400 – 0,599 Cukup

4 0,200 – 0,399 Rendah

5 0,000 – 0,199 Sangat rendah

Sumber: Arikunto (2010:75).

c. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang memperoleh nilai tinggi (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang memperoleh nilai rendah (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2010:211). Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang memiliki indeks diskriminasi 0,41 - 0,7 atau 41% sampai 70%. Proses input data menggunakan program ANATES 4.0.9. Untuk mengklasifikasikan tingkat daya pembeda digunakan kriteria pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.5. Kriteria Daya Pembeda Soal.

No Indeks Daya Pembeda Keterangan

1 < 0 Soal jelek sekali

2 0 – 20% Soal jelek

3 21 – 40% Soal cukup

4 41 – 70% Soal baik

5 71% - 100% Soal baik sekali

Sumber: Arikunto (2010:218).

d. Taraf Kesukaran

Suatu soal yang baik adalah jika soal itu tidak terlalu mudah atau terlalu sukar. Taraf kesukaran soal yang baik jika memiliki taraf kesukaran sedang. Teknik yang digunakan untuk menghitung taraf kesukaran soal


(51)

adalah membagi banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar dengan jumlah seluruh siswa. Proses input data menggunakan program ANATES 4.0.9. Untuk mengklasifikasikan tingkat taraf kesukaran soal, digunakan kriteria pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.6. Kriteria Taraf Kesukaran Soal.

No Tingkat Kesukaran Keterangan

1 > 70% Soal mudah

2 30% - 70% Soal sedang

3 < 30% Soal sukar

Sumber: Arikunto (2010:210).

J. Teknik Analisis Data 1. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data sampel yang akan dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Kelompok yang akan diuji normalisasinya berjumlah dua kelompok, yang terdiri dari kelompok siswa yang diberi perlakuan metode Problem Solving (kelompok eksperimen) dan kelompok siswa yang diberi perlakuan metode ceramah (kelompok kontrol). Perhitungan mengenai normalitas yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan program Statistical Product and Service Solution. (SPSS -18.0).

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua data yang diperoleh dari kedua kelompok tersebut memiliki varians yang sama atau sebaliknya (Arikunto, 2010:136). Perhitungan mengenai homogenitas dalam penelitian ini menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS -18.0).


(52)

3. Uji Hipotesis dengan Uji t

Teknik yang digunakan untuk melihat perbedaan pembelajaran geografi dengan menggunakan metode pembelajaran Problem Solving adalah independent sample test dengan bantuan program Statistical Product and Service Solution (SPSS. 18.0). Untuk dapat menguji dengan uji beda mean (uji t) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data siswa masing-masing kelompok.

b. Menskor setiap data siswa sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat lebih dulu. Merangkum data siswa dalam bentuk tabel.

c. Menentukan skor rata-rata dan standar deviasi dari data yang diperoleh dari masing-masing kelompok dalam bentuk tabel.

d. Uji hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji beda mean (uji t) dalam perhitungan digunakan program SPSS 18.0 dengan kriteria apabila nilai thitung > nilai ttabel maka Ha diterima dan Ho ditolak, dan sebaliknya jika thitung < nilai ttabel maka Ha tolak dan Ho diterima.

4. Uji Gain (Peningkatan) Hasil Belajar

Uji gain adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah dilaksanakan kegiatan belajar mengajar, adapun rumus gain adalah:

Keterangan : g = gain


(53)

= pretes

= nilai maksimum

Klasifikasi peningkatan (gain) hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.7. Klasifikasi Gain.

No Nilai Gain (g) Keterangan

1 > 0,7 Tinggi

2 0,3 – 0,7 Sedang

3 < 0,3 Rendah

Sumber : Meltzer dalam Nurdin (2012:54).

5. Uji Efektivitas Pembelajaran

Untuk efektivitas pembelajaran dapat dikatakan efektif jika memenuhi syarat ketuntasan belajar (ketuntasan klasikal) yaitu jika dalam suatu kelas terdapat

≥85% yang telah tuntas belajarnya (Trianto, 2011:241).

Keterangan: % : Persentase

n :Jumlah siswa yang tuntas belajar N : Jumlah seluruh siswa dalam satu kelas

Dengan kriteria jika dalam suatu kelas terdapat ≥85% siswa yang telah tuntas

belajarnya maka pembelajaran tersebut dikatakan efektif. Begitu pula jika terdapat ≤ 85% siswa yang telah tuntas belajarnya maka pembelajaran tersebut dikatakan tidak efektif.

%

100

%

x

N

n


(54)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pengujian hipotesis maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode Problem Solving dan pada kelas yang diberi metode ceramah.

2. Rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan kelas yang diberi metode ceramah.

3. Rata-ratagain hasil belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah.

4. Metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong Tataan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penerapan metode pembelajaran Problem Solvingdan ceramah maka saran yang dapat dikemukakan penulis yaitu:


(55)

1. Bagi Siswa

a. Dengan diterapkannya metode pembelajaran diharapkan dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan siswa lain sehingga meningkatkan hasil belajar siswa. b. Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung dengan

metode pembelajaran Problem Solving yang diharapkan dapat meningkatkan rasa senang, meningkatkan kemampuan bersosialisasi, tanggung jawab, dan percaya diri.

2. Bagi Guru

Sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi guru mengenai variasi metode pembelajaran yang dapat digunakan sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan materi pembelajaran.

3. Bagi Sekolah

Diharapkan dapat bermanfaat bagi lulusan (output) yang dihasilkan, sehingga kualitas lulusan lebih bermutu dan meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Prasetyo. 2005. Strategi Belajar Mengajar untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Pustaka Setia. Bandung.

Depdikbud. 2007. Permendiknas No.24 Tahun 2007 Standar Sarana dan. Prasarana. Jakarta

Djamarah & Zain.2010.Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta. Jakarta. Getut Pramesti. 2011. SPSS 18.0 Dalam Rancangan Percobaan. Gramedia.

Jakarta.

Muhammad Thobroni & Arif Mustofa. 2011. Belajar Dan Pembelajaran Pengembangan Wacana Dan Praktik Pembelajaran Dalam Pembangunan Nasional. Ar Ruz Media. Yogyakarta.

Nana Sudjana, & Ibrahim. 2012. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Sinar Baru Algesindo Offset. Bandung.

Nasution. 2008. Metode Research. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Nasution. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar.PT Bumi Aksara. Jakarta.

Nursyid Sumaatmadja. 2001. Metodologi Pengajaran Geografi. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Oemar Hamalik. 2004. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Oemar Hamalik. 2011. Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Tarsito. Bandung.

Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Suharsimi Arikunto. 2010. Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. PT Rineka Cipta. Jakarta.


(57)

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Sumarmi./2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Aditya Media Publishing. Malang.

Sumiati dan Asra. 2008. Pembelajaran. CV Wacana Prima. Bandung

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Masmedia. PT Buana Pustaka. Sidoarjo Jawa Timur.

Sondang. P. Siagian. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.

Tedi Rusman. 2011. Modul Aplikasi Statistik Penelitian dengan SPSS. Bandar Lampung.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

WS Winkel. 2004. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. PT Gramedia. Jakarta.

Wina Sanjaya. 2009. Perencanaan dan desain Sistem Pembelajaran. Kencana Renada Media Group. Jakarta

Yatim Riyanto. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Yusuf & Anwar. 2005. Motivasi Dalam Belajar. P2LPTK. Jakarta.

Karya Ilmiah

Muhammad Nurdin.2012.Perbedaan Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Siswa Dengan Kemapuan Awal Berbeda Melalui Pembelajaran Kooperatif Di SMA Negeri 1 Purbolinggo Lampung Timur Tahun Pelajaran 2011-2012. (Tesis) Teknologi Pendidikan Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(58)

Internet

Abdurahmat. 2003. Pengertian Tentang Efektivitas. http://othenk.blogspot.com/2008.

Depag. RI. 2002. Pengertian Metode Pembelajaran Problem Solving. http://ainamulyana.blogspot.com.


(59)

MATERI BIOSFER

1. Pengertian Biosfer

Menurut etimologi, biosfer berasal dari kata bios yang berarti hidup dan sphere yang berarti lapisan. Jadi, biosfer adalah lapisan tempat tinggal makhluk hidup atau seluruh ruang hidup yang ditempati organisme.

Gambar Komponen Biosfer

Berdasarkan gambar di atas biosfer terdiri dari beberapa komponen yaitu :

1. Atmosphere berasal dari kata atmo yang berarti udara dan sphere yang artinya lapisan.Jadi atmosphere adalah lapisan udara yang menyelimuti bumi. Atmosphere terdiri dari empat lapisan yaitu :

a. Lapisan troposfer yaitu merupakan lapisan atmosphere yang paling bawah dan dekat dengan permukaan bumi.Dengan ketinggian 0 sampai 12 km dari permukaan air laut.

b. Lapisan stratosfer yaitu lapisan kedua dari permukaan bumi yang memiliki ketinggian dari 12 sampai 50 km dari atas permukaan laut.

c. Lapisan mesosfer yaitu lapisan ketiga atmosphere yang memiliki kettinggian 50 sampai 80 km dari atas permukaan laut.


(60)

d. Lapisan termosfer/ionosfer yaitu lapisan yang panas dengan ketinggian antara 80 sampai 700 km dari atas permukaan laut.

2. Lithosphere berasal dari kata lithos yang berarti batuan, dan sphere yang artinya lapisan.Jadi lithosphere adalah lapisan kulit bumi yang paling luar dengan ketebalan 1200 km dan memiliki berat jenis rata-rata 2,8 gram/cm3. Lithosphere tersusun dari bebrapa lapisan yaitu :

a. Lapisan sial (silisium dan aluminium) yaitu lapisan yang terdapat batuan sedimen, granit, dan batuan lain yang terdapat di daratan benua.

b. Lapisan sima (silisium magnesium) yaitu lapisan yang bersifat elastis dan mempunyai ketebalan rata-rata 65 km.

3. Hydrosphere berasal dari kata hidros yang berarti air dan sphere yang berarti lapisan. Hydrosphere di permukaan bumi meliputi danau, sungai, laut, samudera, air tanah dan uap air yang terdapat dilapisan udara.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persebaran Flora dan Fauna Setelah dijelaskan tentang komponen-komponen yang terdapat di biosfer dapat kita simpulkan bahwa biosfer meliputi tanah, air dan udara. Biosfer merupakan sistem kehidupan paling besar karena terdiri atas gabungan ekosistem yang ada di bumi. Selain manusia, mahkluk hidup yang mendiami bumi adalah binatang (fauna) dan tumbuh-tumbuhan (flora).Namun seperti yang telah kita ketahui persebaran makhluk hidup dipermukaan bumi tidak merata, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persebaran flora dan fauna adalah :

A. Faktor Abiotik

Faktor abiotik terdiri dari faktor klimatik (iklim), faktor edafik (tanah), dan faktor fisiografi (ketinggian tempat dan bentuk lahan).


(61)

Faktor klimatik/iklim, yang mempengaruhi kehidupan antara lain yaitu suhu, kelembapan, angin, dan curah hujan. Kondisi iklim merupakan

salah satu faktor dominan yang mempengaruhi pola persebaran flora dan

fauna. Wilayah-wilayah dengan pola iklim yang ekstrim, seperti daerah kutub yang senantiasa tertutup salju dan lapisan es abadi, atau gurun yang gersang, sudah tentu sangat menyulitkan bagi kehidupan suatu organisme.

Oleh karena itu, persebaran flora dan fauna pada kedua wilayah ini sangat

minim baik dari jumlah maupun jenisnya. Sebaliknya, daerah tropis

merupakan wilayah yang optimal bagi kehidupan flora dan fauna. Faktor -faktor iklim yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk hidup di permukaan bumi ini, antara lain suhu, kelembapan udara, angin, dan tingkat curah hujan.

1) Suhu

Permukaan bumi mendapatkan energi panas dari radiasi matahari dengan intensitas penyinaran yang berbeda-beda di setiap wilayah. Daerah-daerah yang berada pada zona lintang iklim tropis, menerima penyinaran matahari setiap tahunnya relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya. Selain posisi lintang, faktor kondisi geografis lainnya yang mempengaruhi tingkat intensitas penyinaran matahari antara lain kemiringan sudut datang sinar matahari, ketinggian tempat, jarak suatu wilayah dari permukaan laut, kerapatan penutupan lahan dengan tumbuhan, dan kedalaman laut. Perbedaan intensitas penyinaran matahari menyebabkan variasi suhu udara di muka bumi.

Kondisi suhu udara sangat berpengaruh terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan, karena berbagai jenis spesies memiliki persyaratan suhu lingkungan hidup ideal atau optimal, serta tingkat toleransi yang

berbeda-beda di antara satu dan lainnya. Misalnya, flora dan fauna yang hidup di kawasan kutub memiliki tingkat ketahanan dan toleransi yang lebih tinggi terhadap perbedaan suhu yang tajam antara siang dan malam jika


(62)

Pada wilayah-wilayah yang memiliki suhu udara tidak terlalu dingin atau panas merupakan habitat yang sangat baik atau optimal bagi sebagian besar kehidupan organisme, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Hal ini disebabkan suhu yang terlalu panas atau dingin merupakan salah satu kendala bagi makhluk hidup.

Khusus dalam dunia tumbuhan, kondisi suhu udara adalah salah satu faktor pengontrol persebaran vegetasi sesuai dengan posisi lintang,

ketinggian tempat, dan kondisi topografinya. Oleh karena itu, sistem penamaan habitat flora seringkali sama dengan kondisi iklimnya, seperti vegetasi hutan tropis, vegetasi lintang sedang, vegetasi gurun, dan vegetasi pegunungan tinggi.

Berdasarkan faktor suhu, maka kita mengenal dua kelompok vegetasi, yaitu :

a. Kelompok vegetasi annual, yaitu kelompok tumbuhan yang hanya berkembang pada saat-saat tertentu saja terutama pada musim panas. Sedangkan dimusim dingin, tumbuhan jenis ini tidur karena berada dibawah lapisan es yang ketebalannya bervariasi. Umumnya tumbuhan annual adalah tumbuhan kecil atau bunga-bungaan di daerah beriklim dingin.

b. Kelompok vegetasi perennial, yaitu kelompok tumbuhan yang mempunyai mekanisme melindungi diri dari suhu yang sangat rendah di musim dingin secara bergantian, sehingga dapat berkembang terus-menerus. Kemampuan inilah menyebabkan kelompok vegetasi perennial dapat berumur lebih dari satu tahun.

2) Kelembapan Udara

Selain suhu, faktor lain yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk hidup di muka bumi adalah kelembapan. Kelembapan udara yaitu banyaknya uap air yang terkandung dalam massa udara. Tingkat kelembapan udara berpengaruh langsung terhadap pola persebaran


(63)

tumbuhan di muka bumi. Beberapa jenis tumbuhan sangat cocok hidup di wilayah yang kering, sebaliknya terdapat jenis tumbuhan yang hanya dapat bertahan hidup di atas lahan dengan kadar air yang tinggi. Berdasarkan tingkat kelembapannya, berbagai jenis tumbuhan dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok utama, yaitu sebagai berikut.

a. Xerofit, berasal dari kata xero yang artinya kering dan phytos yang berarti tumbuhan. Jadi xerofit merupakan kelompok tumbuhan yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang kekurangan air atau kering. Daerah persebarannya terutama dikawasan gurun ( kawasan arid ). Contohnya kaktus.

b. Hidrofit, berasal dari kata hydros yang artinya basah atau berair. Jadi hidrofit adalah kelompok tumbuhan yang khusus beradaptasi pada lingkungan yang berair atau basah. Ciri khas vegetasi ini adalah cenderung mempunyai sistem perakaran yang dangkal, namun daunnya lebar-lebar dengan ruang renik ( stomata ), mempunyai lapisan-lapisan kulit luar dan daun-daunnya mengarah kearah datangnya sinar matahari. Contohnya teratai, enceng gondok, paku-pakuan, selada air, kangkung dan sebagainya.

c. Mesofit, berasal dari kata meso yang artinya antara atau pertengahan. Jadi mesofit merupakan kelompok vegetasi yang hidup pada daerah-daerah lembab tetapi tidak sampai tergenang air. Tumbuhan kelompok ini banyak terdapat di daerah lintang rendah ( tropis ) dengan curah hujan yang tinggi dan relatif merata sepanjang tahun, Contohnya anggrek dan beberapa jenis jamur

d. Tropofit yaitu kelompok tumbuh-tumbuhan yang mampu beradaptasi pada lingkungan dengan kondisi yang berubah-ubah ( menguntungkan dan tidak menguntungkan ) . Vegetasi kelompok ini dapat hidup dengan perubahan musim yang jelas yaitu musim panas dan musim dingin. Pada umumnya tumbuhan tropofit berupa tumbuhan yang besar-besar, berdaun lebat dengan cabang-cabang yang banyak dan dikategorikan sebagai belukar atau pohon-pohon. Berdasarkan ciri


(1)

119

3. Psikomotor

Menunjukkan persebaran hewan dan tumbuhan dari peta Indonesia C. Tujuan Pembelajaran

1. Kognitif

Kognitif Produk

 Siswa dapat mengidentifikasikan sebaran hewan dan tumbuhan di permukaan bumi

 Siswa dapat menganalisis persebaran hewan dan tumbuhan di Indonesia  Siswa dapat mencontohkan jenis persebaran hewan dan tumbuhan di Indonesia  Siswa dapat menyimpulkan hubungan sebaran hewan dan tumbuhan

Kognitif Proses

 Siswa dapat mengidentifikasikan sebaran hewan dan tumbuhan di permukaan bumi

 Siswa dapat menganalisis persebaran hewan dan tumbuhan di Indonesia  Siswa dapat mencontohkan jenis persebaran hewan dan tumbuhan di Indonesia  Siswa dapat menyimpulkan hubungan sebaran hewan dan tumbuhan

2. Afektif Karakter

Dalam proses pembelajaran dapat melatih siswa agar memiliki rasa hormat dan perhatian sehingga memiliki tanggung jawab dan tekun dalam menganalisis persebaran hewan dan tumbuhan

Keterampilan Sosial

Dalam proses pembelajaran siswa diharapkan dapat mampu mengajukan pendapat ketika guru menjelaskan materi pelajaran yang kurang dimengerti serta bertanggung jawab ketika diberikan suatu tugas.

3. Psikomotor

Siswa dapat menunjukkan persebaran hewan dan tumbuhan dari peta Indonesia D. Materi Pembelajaran

1. Persebaran hewan dan tumbuhan di dunia 2. Persebaran hewan dan tumbuhan di Indonesia


(2)

120

E. Metode Pembelajaran

Model : Model Pembelajaran Based Learning

Metode : Metode Problem Solving

F. Langkah-Langkah Pembelajaran Pertemuan III

No. Kegiatan Guru dan Siswa Waktu Karakter

1. Kegiatan Pendahuluan Salam tegur sapa

Guru melakukan absensi kelas Guru melakukan apersepsi

Guru memberikan motivasi kepada siswa sebelum memulai materi

Guru menyampaikan tujuan atau kompetensi dasar dan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa Guru menginformasikan cara belajar yang akan

ditempuh ( metode Problem Solving)

Siswa mencermati penjelasan yang diberikan oleh guru, dan aktif bertanya

Guru sekilas menginformasikan materi pembelajaran 10’ Gemar Membaca Kreatif Rasa Ingin Tahu

2. Kegiatan Inti a. Eksplorasi

Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok b. Elaborasi

Guru membagikan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) tentang materi biosfer kepada setiap kelompok untuk dikerjakan secara bersama-sama

Masing-masing kelompok mengerjakan LKS yang diberikan guru(penyelesaian masalah) sesuai dengan hasil temuan pada saat diskusi kelompok Salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi

Kelompok lain yang menjadi audensi yang mempunyai hak bertanya, menyanggah, dan menjawab pertanyaan dari teman

Guru sebagai fasilitator dengan memfasilitasi tanya jawab materi yang didiskusikan

c. Konfirmasi

Guru memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya kembali mengenai materi yang kurang dimengerti

Guru menyimpulkan hasil diskusi dari pendapat

70’ Kreatif Rasa Ingin Tahu Bersilang Pendapat Mengajukan Pendapat Tanggung jawab


(3)

121

siswa yang belum tepat agar terdapat presepsi yang sama

Guru memberikan tes akhir (postes) kepada siswa Siswa secara individu mengerjakan tes yang diberikan oleh guru

3. Penutup

Dengan melibatkan siswa menutup pelajaran dengan menyimpulkan ide-ide penting pelajaran hari ini.

Guru memberikan pekerjaan rumah dan menutup pelajaran dengan salam dan doa

10’

E.SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN  Sumber Belajar

1. Buku paket Geografi kelas XI semester 1 yang relevan 2. Buku penunjang lain yang relevan

3. Sumber gambar dari internet  Alat/Bahan

Gambar sesuai dengan materi pelajaran, laptop, LCD, media IT (powerpoint). F. PENILAIAN

1. Kognitif

 Teknik : Tes

 Jenis Tagihan : Tugas individu dan kelompok

 Bentuk tagihan : Tes akhir (postes) dan laporan kelompok 2. Afektif

 Teknik : Pengamatan

 Bentuk Tagihan : Pengamatan Perilaku

 Instrumen Penilaian : Karakter dan Keterampilan Sosial 3. Psikomotor

 Teknik : Tes

 Jenis Tagihan : Tugas kelompok  Bentuk Tagihan : Laporan kelompok

Pesawaran, Juli 2013 Peneliti

Mide Rara Emirilda NPM 0913034053


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA FOTOGRAFI TERHADAP PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS SMA MUHAMMADIYAH 1 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012-2013

0 12 53

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWAKELAS X SMA NEGERI 1 SUMBERJAYA LAMPUNG BARAT TAHUN PELAJARAN 2013-2014

1 12 123

PENGGUNAAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

20 71 72

PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN DAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 NATAR TAHUN AJARAN 2013/2014

3 16 92

Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving dengan Bantuan Macromedia Flash terhadap Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Cepiring Kendal Tahun Ajaran 2010 2011

0 18 197

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DOUBLE LOOP PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI 6 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016.

14 81 30

Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Melalui Metode Problem Solving Pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Bangsri Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011.

0 0 1

EFEKTIVITAS METODE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DENGAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015.

0 0 20

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN NHT DAN STAD TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI PESERTA DIDIK KELAS XI IPS SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014.

0 0 19

Efektivitas Metode Pembelajaran NHT dan STAD Terhadap Hasil Belajar Geografi Peserta Didik Kelas XI IPS SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2013 2014 | Javanica Rubiyanto | Pendidikan Geografi 4360 10145 1 PB

0 0 13