Keaslian Penulisan Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan

Yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang relevan seperti buku- buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, putusan, yurisprudensi, koran, karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan materi yang diteliti c. Bahan hukum tersier Yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keterangan- keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensklopedi dan sebagainya. 3. Teknik pengumpulan data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis digunakan buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 4

F. Keaslian Penulisan

4. Analisis data Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang deskriptif, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh. Penulisan dalam skripsi yang berjudul “Analisis Putusan Pailit Nomor 08Pailit 2013PN.NiagaMedan Tentang Pelaksanaan PerjanjianKerjasama Dengan Adanya Penambahan Addendum Diluar Dari Kontrak Borongan” adalah 4 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Jakarta: UI Press, 1986, hlm. 24 Universitas Sumatera Utara hasil pemikiran sendiri.Skripsi ini menurut sepengetahuan, belum pernah ada yang membuat.Kalaupun ada seperti beberapa judul skripsi yang hampir mirip dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan ilmiah. Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara juga telah dilakukan dan dilewati, maka ini juga dapat mendukung tentang keaslian penulisan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan menguraikan pembahasan masalah skripsi ini, maka penyusunannya dilakukan secara sistematis. Skripsi ini terbagi dalam 5 lima BAB, yang gambarannya sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN BORONGAN Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang pengertian dan pengaturan tentang perjanjian pemborongan, pihak-pihak dalam perjanjian pemborongan, asas dalam perjanjian perjanjian borongan, jenis perjanjian pekerjaan borongan, addendum penambahan dalam perjanjian borongan, syarat sahnya perjanjian, jangka waktu perjanjian pemborongan pekerjaan, wanprestasi dan akibat hukumnya BAB III TINJAUAN UMUM KEPAILITAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengertian pailit dan kepailitan, syarat-syarat untuk dinyatakan pailit, pihak- pihak yang dapat mengajukan pailit, pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit, perkembangan pengaturan hukum kepailitan di indonesia. Universitas Sumatera Utara BAB IV ANALISIS PUTUSAN PAILIT NOMOR 08PAILIT 2013 PN.NIAGAMDN TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIANKERJASAMA DENGAN ADANYA PENAMBAHAN ADDENDUM DILUAR DARI KONTRAK BORONGAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kedudukan para pihak dalam perjanjian kontrak borongan, ketentuan penambahan prestasi addendum diluar kontrak borongan, analisis Putusan Pailit Nomor 08Pailit2013 PN.NiagaMdn tentang pelaksanaan perjanjian kerjasama dengan adanya penambahan addendum diluar dari kontrak borongan baik dalam hal kronologis perkara, analisis pertimbangan hakim, dan analisis amar putusan dalam perkara kepailitan ini. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang dibahas. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN BORONGAN

I. Pengertian Dan Pengaturan Tentang Perjanjian Pemborongan 1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, dalam Pasal 1313 KUHPerdata dinyatakan suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian atau persetujuan overeenkomst yang dimaksud dalam Pasal 1313 KUHPerdata hanya terjadi atas izin atau kehendak toestemming dari semua mereka yang terkait dengan persetujuan itu, yaitu mereka yang mengadakan persetujuan atau perjanjian yang bersangkutan. 5 Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas. 6 Menurut R. Wirjono Projodikoro, suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja.Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur di dalam KUH Perdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materil, dengan kata lain dinilai dengan uang. 5 Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, Cetakan 2, Bandung: Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, 1990, hlm. 430 6 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya , Bandung: Alumni, 1993, hlm. 65 Universitas Sumatera Utara janji itu. 7 R. Wirjono Prodjodikoro, juga mendefinisikan perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 8 Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 9 Pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain hubungan hukum rechtbetrekking yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang persoon atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Kalau demikian, perjanjianadalah hubungan hukum rechtbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara perseoranganperson adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum.Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam harta benda.Salah satu sumber perikatan adalah perjanjian.Perjanjian melahirkan perikatan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam perjanjian tersebut. 10 7 R. Wirjono Prodjodikoro 1 , Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertulis, Bandung: Subur,1991, hlm.1 8 R. Wirjono Prodjodikoro 2 , Asas-asas Hukum Perjanjian, Bandung: Subur, 1991, hlm. 9 9 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1994, hlm. 1 10 Karitini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta :RajaGrafindo Perkasa, hlm. 92 Ini berarti suatu perjanjian menimbulkan kewajiban atau prestasi dari satu orang kepada orang lainnya yang berhak atas pemenuhan prestasi tersebut. Dengan kata lain, bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana pihak yang satu wajib untuk memenuhi suatu prestasi dan pihak lain berhak atas prestasi tersebut.Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa perjanjian menimbulkan prestasi terhadap para pihak dalam perjanjian tersebut. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh salah satu pihak debiturkepada pihak lain kreditur yang ada dalam perjanjian. Universitas Sumatera Utara Prestasi terdapat baik dalam perjanjian yang bersifat sepihak atau unilateral agreement , artinya prestasi atau kewajiban tersebut hanya ada pada satu pihak tanpa adanya suatu kontra prestasi atau kewajiban yang diharuskan dari pihak lainnya. 11 Prestasi juga terdapat dalam perjanjian yang bersifat timbal balik atau bilateral or reciprocal agreement, dimana dalam bentuk perjanjian ini masing- masing pihak yang berjanji mempunyai prestasi atau kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pihak yang lainnya. 12 a. Membuat atau tidak membuat perjanjian Pengaturan hukum perikatan menganut sistem terbuka.Artinya setiap orang bebas melakukan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun belum diatur.Dalam Pasal 1338 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaiundang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk: b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. 13 Sedangkan unsur-unsur perjanjian adalah sebagai berikut: 1 Ada beberapa para pihak 2 Ada persetujuan antara para pihak 3 Adanya tujuan yang hendak dicapai 4 Adanya prestasi yang akan dilaksanakan 5 Adanya bentuk tertentu lisan atau tulisan 6 Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian. 14 11 Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata Suatu Pengantar, Jakarta: Gitama Jaya, 2005, hlm. 150 12 Ibid . 13 Martin Roestamy Aal Lukmanul Hakim, Bahan Kuliah Hukum Perikatan, Fakultas Hukum Universitas Djuanda Bogor, hlm. 5 Universitas Sumatera Utara

2. Pengertian Perjanjian Pemborongan

Dalam KUH Perdata, perjanjianpemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan.Menurut Pasal 1601 b KUH Perdata pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan mana pihakyang satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelesaikansuatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan,dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Dari rumusan pasal tersebut dapat dilihat bahwa adanya perjanjian antara pemborong dengan pemberi pekerjaan untuk menyelasikan pekerjaan pihak lain. Perjanjian dimana suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya sebagai bentuk perjanjian tertentu, maka perjanjian pemborongan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan umum perjanjian yang diatur dalam title I sampai dengan IV Buku III KUHPerdata. Dalam Buku III KUHPerdata, diatur mengenai ketentuan- ketentuan umum yang berlaku terhadap semua perjanjian yaitu perjanjian- perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata maupun jenis perjanjian baru yang belum ada aturannya dalam undang-undang. Menurut Subekti, pemborongan pekerjaan aanneming van werk ialah suatu perjanjian, dimana satu pihak menyanggupi untuk keperluan pihak lainnya, melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah yang ditentukan pula. 15 14 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti,1990, hlm. 80 15 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Bandung: Intermasa, 1987, hlm. 174 Pemborongan pekerjaan merupakan persetujuan antara kedua belah pihak yang menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lainnya, atas pembayaran sejumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan. Disini tidaklah penting bagi pihak yang memborongkan pekerjaan bagaimana pihak yang memborong pekerjaan mengerjakannya, karena yang dikehendaki adalah hasil dari pekerjaan tersebut, yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik mutu dan kwalitaskwantitas dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Universitas Sumatera Utara Ketentuan pemborongan pada umumnya diatur dalam Pasal 1601 sampai dengan Pasal 1617 KUHPerdata. Perjanjian pemborongan bangunan juga memperhatikan berlakunya ketentuan-ketentuan perjanjian untuk melakukan pekerjaan, khususnya bagi bangunan yang diatur dalam KUH Perdata yang berlaku sebagai hukum pelengkap peraturan tersebut pada umumnya mengatur tentang hak-hak dan kewajiban pemborong yang harus diperhatikan baik pada pelaksanaan perjanjian, dan berakhirnya perjanjian. Pemborong bertanggungjawab dalam jangka waktu tertentu, pada masa ini pemborong wajib melakukan perbaikan jika terbukti adanya cacat ataupun kegagalan bangunan.Dalam prakteknya pemborong bertanggungjawab sampai masa pemeliharaan sesuai dengan yang tertulis dikontrak. Undang-Undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaandalam tiga macam, yaitu: a. perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu b. perjanjian kerja atau perburuhan dan c. perjanjian pemborongan pekerjaan. 16 Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu adalah suatu perjanjian dimana suatu pihak menghendaki dari pihak lawannyauntuk dilakukannya suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan,dimana ia bersedia membayar upah sedangkan apa yang akandilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, sama sekali terserahkepada pihak lawan itu. Biasanya pihak lawan ini adalah seorang ahlidalam melakukan pekerjaan tersebut dan biasanya ia juga sudahmemasang tarif untuk jasanya itu. 17 16 R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet.10, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995, hml. 57-58 17 Ibid., hlm. 58 Perjanjian perburuhan adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan. Perjanjian tersebut ditandai oleh ciri-ciriadanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanyasuatu hubungan diperatas yaitu suatu hubungan berdasarkan manapihak yang satu majikan berhak memberikan perintah-perintahyang harus ditaati oleh yang Universitas Sumatera Utara lain. 18 Sedangkan yang dinamakan perjanjian pemborongan pekerjaanadalah suatu perjanjian antara seorang pihak yang memborongkanpekerjaan dengan seorang lain pihak yang memborong pekerjaan,dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yangdisanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah uangsebagai harga pemborongan. Bagaimana caranya pemborongmengerjakannya tidaklah penting bagi pihak pertama tersebut, karenayang dikehendaki adalah hasilnya, yang akan diserahkan kepadanyadalam keadaan baik, dalam suatu jangka waktu yang telah diterapkandalam perjanjian. 19 Ketiga Perjanjian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan.Persamaannya yaitu bahwa pihak yang satu melakukan pekerjaanbagi pihak yang lain dengan menerima upah. Sedangkan perbedaanantara ketiga perjanjian tesebut, yaitu dalam perjanjian kerja terdapatunsur subordinasi, sedangkan pada perjanjian untuk melakukan jasadan perjanjian pemborongan terdapat koordinasi.Perihal perbedaanperjanjian pemborongan dengan perjanjian untuk melakukan jasa, yakni dalam perjanjian pemborongan berupa mewujudkan suatukarya tertentu sedangkan perjanjian untuk melakukan jasa berupamelaksanakan tugas tertentu yang ditentukan sebelumnya. 20 Mengenai perbedaan antara perjanjianpemborongan dengan perjanjian jual beli harus lebih diperhatikan letak perbedaannya, karena kedua perjanjianhampir tidak jelas batasnya.Berdasarkan pendapat C. Smith, jikaobyek dari perjanjian atau setidak-tidaknya obyek pokoknya adalahsuatu karya maka itu adalah perjanjian pemborongan.Sedangkan jikaobyeknya berupa penyerahan dari suatu barang, sekalipun padawaktu perjanjian dibuat barangnya masih harus diproduksi, maka ituadalah perjanjian jual beli. 21

3. Peraturan Yang Mengatur Perjanjian Borongan

Mengenai perjanjian pemborongan diatur dalam Bab 7A Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1601 b, kemudian pasal 1604 sampai dengan Pasal 1616. Selain diatur dalam KUH Perdata, perjanjian pemborongan juga diatur 18 Ibid. 19 Ibid. 20 F.X. Djumialdji, Hukum Bangunan, cet. 1, Jakarta: Rineka Cipta, 1996, hlm. 5 21 Ibid. Universitas Sumatera Utara dalam Keputusan Presiden Tahun 1994 tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara dan A.V Algemene Voorwarden voor de uitvoering bij aanmening van openbare werken in Indonesia 1941tentang syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pmborongan pekerjaan umum di Indonesia. A.V 1941 merupakan peraturan standar atau baku bagi perjanjian pemborongan di Indonesia khususnya untuk proyek-proyek Pemerintah. Kemudian diatur pula dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah. Di dalam KUH Perdata, ketentuan- ketentuan perjanjian pemborongan berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek swasta maupun pada proyek-proyek Pemerintah. Perjanjian pemborongan pada KUH Perdata bersifat pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan dalam KUH Perdata dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asalkan tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan seperti yang diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata.

J. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan

Dengan adanya perjanjian pemborongan selalu ada pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan. Adapun pihak-pihak yang terlibat adalah: 1. Pemberi tugas bouwheer Pemberi tugas dapat berupa perorangan, badan hukum, instansi pemerintah ataupun swasta. Sipemberi tugaslah yang mempunyai prakarsa memborongkan bangunan sesuai dengan kontrak dan apa yang tercantum dalam bestek dan syarat- syarat. Dalam pemborongan pekerjaan umum dilakukan oleh instansi pemerintah, direksi lazim ditunjuk dari instansi yang berwenang, biasanya dari instansi pekerjaan umum atas dasar penugasan ataupun perjajian kerja.Adapun hubungan antara pemberi tugas dengan perencana jika pemberi tugas adalah pemerintah dan perencana juga dari pemerintah maka terdapat hubungan kedinasan.Jika pemberi tugas dari pemerintah dan atau swasta, perencana adalah pihak swasta yang bertindak sebagai penasihat pemberi tugas, maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian melakukan Universitas Sumatera Utara jasa-jasa tunggal.Sedangkan apabila pemberi tugas dari pemerintah atau swasta dengan perencana dari pihak swasta yang bertindak sebagai wakil pemberi tugas sebagai direksi maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa yang terdapat dalam Pasal 1792 sampai 1819 KUH Perdata. 2. Pemborong kontraktor Pemborong adalah perseorangan atau badan hukum, swasta maupun pemerintah yang ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan pemborongan bangunan sesuai dengan bestek. 22 3. Perencana arsitek Penunjukan sebagai pelaksana bangunan oleh pemberi tugas dapat terjadi karena pemborong menang dalam pelelangan atau memang ditetapkan sebagai pelaksana oleh pemberi tugas. Dalam perjanjian pemborongan, pemborong dimungkinkan menyerahkan sebagian pekerjaan tersebut kepada pemborong lain yang merupakan subkontraktor berdasarkan perjanjian khusus. Arsitek adalah perseorangan atau badan hukum yang berdasarkan keahliannya mengerjakan perencanaan, pengawasan, penaksiran harga bangunan, memberi nasehat, persiapan dan melaksanakan proyek dibidang teknik pembangunan untuk pemberi tugas. 4. Pengawas Direksi Direksi bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan pemborong.Disini pengawas memberi petunjuk-petunjuk memborongkan pekerjaan, memeriksa bahan- bahan, waktu pembangunan berlangsung dan akhirnya membuat penilaian opname dari pekerjaan. Selain itu, pada waktu pelelangan yaitu mengadakan pengumuman pelelangan yang akan dilaksanakan, memberikan penjelasan mengenai RKS Rencana Kerja dan Syarat-syarat untuk pemborongan-pemboronganpembelian dan membuat berita acara penjelasan, melaksanakan pembukuan surat penawaran, mengadakan penilaian dan menetapan calon pemenang serta membuat berita acara hasil pelelangan dan sebagainya. 23 Fungsi mewakili yang terbanyak dari direksi adalah pada fase pelaksanaan pekerjaan dimana direksi bertindak sebagai pengawas terhadap pekerjaan 22 FX.Djumialdji.Hukum Bangunan Dasar-dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia , Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm. 8 23 Ibid ., hlm. 12 Universitas Sumatera Utara pemborong.Jadi kewenangan mewakili dari direksi ini ada selama tidak ditentukan sebaliknya oleh pemberi tugas secara tertulis dalam perjanjian yang bersangkutan bahwa dalam hal-hal tertentu hanya pemberi tuga yang berwenang menangani. 24

K. Asas Dalam Perjanjian Perjanjian Borongan