3. Dinamika Kebutuhan Psikologis Need dan Tekanan Press
Subjek II
Berdasarkan pada hasil yang diperoleh, subjek memiliki kebutuhan yang mendukung kebutuhan lainnya sehingga memudahkan kebutuhan
lainnya dalam beroperasi. Contohnya kebutuhan Affiliation didukung oleh kebutuhan Playmirth serta kebutuhan Sentience dimana subjek ingin
menikmati kenangan dan melakukan hal yang menyenangkan bersama orang terdekat. Hal ini terlihat dalam cerita mimpi subjek dalam tema
Saudara: “Mimpi ingin cepat cepat kumpul bersama adik-adik saya.
Bermain bersama, bercanda bersama, kemana-mana pergi bersama seperti dulu saat saya masih ada di rumah.”
Di sisi lain, subjek memiliki kebutuhan yang saling berlawanan atau berkonflik, seperti kebutuhan memiliki kebutuhan agresi terhadap
lingkungan yang mengancam dan kebutuhan succorance karena perasaan tidak berdaya yang dimiliki subjek. Contohnya dalam cerita mimpi dengan
tema menakutkan:
“Saya melihat adik saya dipukuli, saya tidak terima dan ingin membalas. Tapi saya tidak dapat berbuat apa-apa, karena saya juga dalam
kondisi disekap. Tangan dan kaki saya ditali, saya merasa mimpi yang sangat buruk.”
Berdasarkan pada tabel kebutuhan psikologis Need dan tekanan Press, terlihat bahwa subjek melihat lingkungan sekitar sebagai sebuah
ancaman, sehingga menimbulkan kecemasan. Meskipun demikian, subjek hanya menerima keadaan yang ada. Subjek memiliki rasa ingin melawan,
namun tidak berdaya dan tidak dapat melakukan apa-apa, sehingga subjek memiliki kebutuhan untuk mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar.
Hal ini terlihat dalam cerita mimpi subjek dalam tema menakutkan dengan isi cerita pengalaman melihat saudara yang dipukuli dan ketidakberdayaan
subjek untuk membalas ataupun melakukan sesuatu. Subjek juga memiliki kesulitan dalam penerimaan dari orang sekitar,
yang menimbulkan subjek memiliki kebutuhan untuk diterima dan dicintai oleh lingkungan. Hal ini terlihat dalam cerita mimpi dengan tema yang
paling anehtidak terduga, subjek merasa menjadi cheff yang sangat dicintai oleh banyak orang. Selain itu keinginan subjek untuk penerimaan terhadap
orang lain membuat subjek memiliki kebutuhan untuk dapat membantu orang disekitarnya, hal ini terlihat dalam cerita mimpi dengan tema
membahagiakan, yang bercerita bahwa teman subjek membutuhkan dirinya untuk membantu dan subjek akhirnya dapat membantu mendorong motor
teman yang sedang bocor ban motornya. Hal ini juga didukung dengan profil subjek dari cerita ibu asrama, yang menjealskan bahwa subjek adalah
orang yang inisiatif dalam membantu lingkungan sekitarnya. Subjek membutuhkan kedekatan dari seorang figur otoritas dan figur
afeksi, yaitu ayah dan ibu. Subjek menggambarkan ayah sebagai sosok panutan dan ibu sebagai sosok yang penyayang. Subjek memiliki kedekatan
dengan orangtua dan saat ini terpisah jarak dan memunculkan kebutuhan
afiliasi dengan ayah dan ibu. Hal ini terlihat dalam cerita mimpi dalam tema ayah dan ibu, yang bercerita mengenai kerinduan subjek untuk pulang ke
rumah dan kembali bertemu dengan ayah dan ibu. Subjek memiliki sikap tertutup dalam relasi lawan jenis, dari hasil
wawancara diketahui bahwa subjek cenderung menutupi dan menganggap bahwa relasi lawan jenis merupakan hal yang tidak seharusnya dibicarakan
dengan oranglain. Tidak adanya cerita mengenai relasi lawan jenis, bukan berarti subjek tidak memiliki kebutuhan yang berkaitan dengan relasi lawan
jenis, namun dikarenakan subjek cenderung memendam dan menutupi kebutuhan yang dimilikinya.
4.2.3 Subjek III 1.
Profil Subjek III Pandangan Diri Subjek
Subjek merupakan seorang remaja berusia 17 tahun, anak pertama dari dua bersaudara. Subjek merupakan siswi kelas 5 SD yang bersekolah
di SLB Yaketunnis. Subjek mengalami kebutaan dengan golongan total blind
yaitu tahap seseorang yang seseorang yang belajar menggunakan materi perabaan dan pendengaran. Subjek mengalami kebutaan sejak
memasuki usia 8 tahun secara bertahap. Keadaan tersebut bermula ketika subjek mengalami panas tinggi pada umur 4 tahun, ibu ketua yayasan
menjelaskan bahwa subjek mengalami kebutaan juga diakibatkan karena penyakit diabetes yang dideritanya. Subjek pada awalnya bersekolah di
sekolah SD biasa, dan mulai mau bersekolah kembali di SLB pada umur
16 tahun. Ibu asrama yang juga selaku ketua yayasan menjelaskan bahwa subjek sempat mengalami keputusasaan ketika dinyatakan sebagai
tunanetra dan akhirnya mengalami gangguan dalam pergaulan maupun akademiknya. Beliau juga menambahkan bahwa perasaan putus asa dan
belum dapat menerima kenyataan membuat subjek menjadi orang yang cenderung tertutup dan pendiam. Subjek merasa tidak puas pada diri
sendiri dan belum dapat menerima keterbatasan yang dimilikinya. Subjek memandang bahwa diri ideal yang seharusnya adalah, seorang yang
memiliki pengelihatan secara normal. Cita-cita yang diinginkan subjek adalah menjadi seseorang guru
matematika. Subjek selalu berusaha belajar dengan baik untuk menggapai cita-citanya. Subjek bercerita mengenai pengalaman menyenangkannya
ketika dirinya masih kecil yaitu ketika perayaan ulang tahun ke 5, karena saat itu perayaan diselenggarakan bersamaan dengan ulangtahun adiknya
dan mengundang teman-teman terdekatnya. Ketika menceritakan kembali pengalamannya subjek merasakan kerinduan. Ketika menceritakan
pengalaman yang paling menakutkan yaitu ketika mengalami kebutaan yang bermula ketika subjek mengalami panas tinggi. Ketika mengingat
kembali kejadian itu, subjek merasa sedih dan kecewa
Relasi Dengan Keluarga
Subjek memiliki kedua orangtua yang dapat melihat secara normal. Subjek merasakan bahwa dirinya lebih dekat dengan ayah ketimbang
dengan ibu. Ayah subjek bekerja sebagai karyawan swasta. Subjek melihat sosok ayah sebagai orang yang sangat penyabar.
Subjek memandang ibu juga sebagai sosok yang penyabar. Subjek sempat bercerita mengenai kegiatan yang pernah dilakukan bersama ibu,
yaitu ketika dirinya diajak tur dari perusahaan tempat ibunya bekerja. Subjek juga menceritakan relasi yang dekat dengan adiknya. Subjek
seringkali bermain dan berfoto-foto bersama adiknya. Namun seringkali subjek merasa iri karena ibunya lebih memanjakan adiknya. Menurut
pandangan dari Ibu Asrama relasi subjek dengan orangtua sangat baik, karena orangtua subjek selalu datang berkunjung untuk menjemput dan
mengantarkan subjek ketika liburan telah tiba.
Relasi dengan Teman Sebaya
Subjek memiliki banyak teman sebaya di asrama, maupun di sekolah. Berbeda dengan ketika di rumah, subjek hanya sering bermain
bersama teman dari adiknya dan tidak memiliki teman yang sepantaran. Subjek bercerita kesamaan pengalaman ketika berelasi dengan teman di
asrama dan di sekolah. Subjek menggambarkan teman sekolah sebagai sosok yang baik dan mudah bergaul. Ketika subjek berelasi dengan teman
sesama tunanetra, subjek melihat bahwa mereka menerima keterbatasan yang mereka punya. Subjek terkadang merasa iri ketika melihat teman
sesama tunanetra yang terlihat tidak memiliki masalah ketika berkumpul bersama dengan yang lainnya.
Relasi subjek dengan teman lawan jenis sendiri, subjek merasa bahwa laki-laki lebih banyak menyebalkannya dibandingkan perempuan,
walaupun terkadang teman laki-laki juga bersikap baik. Subjek juga menceritakan ketika mengalami permasalahan dalam hidupnya, subjek
cenderung menyimpannya di dalam hati dan meminta maaf serta berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulangi perbuatannya. Ibu asrama juga
menjelaskan bahwa subjek merupakan anak yang pendiam ketika bergabung bersama dengan teman sekolah dan juga teman di asrama,
bahkan ketika subjek memiliki masalah subjek cenderung menyimpan untuk dirinya sendiri.
Relasi dengan Lingkungan Sekitar
Ketika berelasi dengan orang di rumahnya subjek cenderung tertutup dan sulit bergaul. Subjek bercerita bahwa dirinya pada akhirnya
memutuskan untuk pindah ke Yogyakarta, karena subjek ingin mencari ketenangan. Ketika subjek masuk di asrama subjek mengalami sedikit
demi sedikit perubahan yang dialami. Subjek saat ini mulai mau untuk bergaul dengan lingkungan dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan di
asramanya. Ibu asrama menjelaskan bahwa pada awalnya subjek sulit untuk berelasi dengan orang lain, karena tidak percaya diri dan
keputusasaan yang dialami karena harus mengalami kebutaan. Hal tersebut menyebabkan subjek tertutup dalam pergaulan dengan lingkungan
sekitarnya.
2. Kebutuhan Psikologis Need dan Tekanan Press Subjek III