2.5. Ruang Lingkup Tanggung jawab Sosial Perusahaan.
Meskipun isu utamanya akan berbeda baik antara sektor jasa maupun antar perusahaan, namun secara umum isu CSR mencakup 5 lima komponen
pokok. Darwin, 2006 : 1.
Hak Azasi Manusia HAM Bagaimana perusahaan menyingkapi masalah HAM dan strategi serta
kebijakan apa yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari terjadinya pelanggaran HAM di perusahaan yang bersangkutan.
2. Tenaga Kerja Buruh
Bagaimana kondisi tenaga kerja di supply chain atau di pabrik milik sendiri mulai dari soal system panggajian, kesejahteraan hari tua dan keselamatan
kerja, peningkatan keterampilan dan profesionalisme karyawan, sampai pada soal penggunaan tenaga kerja di bawah umur.
3. Lingkungan hidup
Bagaimana strategi dan kebijakan yang berhubungan dangan masalah lingkungan hidup. Bagaimana perusahaan mengatasi dampak lingkungan atas
produk atau jasa mulai dari pengadaan bahan baku sampai pada masalah buangan limbah, serta dampak lingkungan yang diakibatkan oleh proses
produksi dan distribusi produk. 4.
Sosial – masyarakat Bagaimana strategi dan kebijakan dalam bidang sosial dan pengembangan
masyarakat setempat Community development, serta dampak operasi perusahaan terhadap kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
5. Dampak produk dan jasa terhadap pelanggan.
Apa saja yang dilakukan oleh perusahaan untuk memastikan bahwa produk dan jasa bebas dari dampak negatif seperti; mengganggu kesehatan,
mengancam keamanan. Dan produk terlarang.
2.6. Bentuk Penerapan Tanggung Jawab Sosial 2.6.1. Klasifikasi Bentuk Penerapan CSR
Corporate Social Responsibility CSR yang kini marak diimplementasikan banyak perusahaan, mengalami evolusi dan metamorphosis
dalam rentang waktu yang cukup panjang. Merupakan hal yang patut disayangkan bila perusahaan hanya sekedar mengikuti tren tanpa memahami
esensi dan manfaat dari CSR. Karena bila hal itu terjadi, maka konsep dan sistem yang bagus itu tidak akan
well implemented. Sehingga bentuk penerapan CSR perlu dikaji ulang untuk mendapatkan bentuk utuh dari CSR dan mendapatkan manfaat yang
berkelanjutan. Sebagai bentuk perusahaan dalam mengakomodasi unsur tanggung jawab sosial CSR dapat diklasifikasikan dalam 3 tiga kategori Wibisono,
2007 : 1.
Sekedar basa – basi dan keterpaksaan artinya, CSR dipraktekkan lebih karena faktor eksternal eksternal driven. Tanggung jawab PT Lapindo Brantas
kepada korban lumpur panas merupakan contoh konkret adanya indikasi ini. Jadi bersifat social driven, disamping juga environtmental driven. Pemenuhan
tanggung jawab lebih karena keterpaksaan akibat tuntutan ketimbang
kesukarelaan. Berikutnya karena reputation driven, motivasi pelaksanaan CSR adalah ntuk mendongkrak citra perusahaan.
2. Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban compliance. CSR
diimplementasikan karena memang ada regulasi, hokum, dan aturan yang memaksanya. Yaitu market driven kesadaran tentang pentingnya penerapan
CSR ini menjadi tren seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk – produk yang ramah lingkungan dan
diproduksi dengan memperhatikan kaidah – kaidah sosial. Selain itu driven lain yaitu adanya penghargaan – penghargaan reward yang
diberikan oleh segenap institusi atau lembaga. 3.
Bukan lagi sekedar compliance tapi
beyond compliance. CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam
internal driven. Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi
kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Dasar pemikirannya, mengantungkan semata – mata pada kesehatan finansial saja, tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan.
2.6.2. Tahap Penerapan CSR
Umumnya perusahaan – perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan CSR menggunakan pertahapan sebagai berikut Wibisono,2007 :
1. Tahap perencanaan
Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu : - Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran
mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. Upaya ini dapat dilakukan.
- CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidetifikasi aspek – aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian
dan langkah – langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif.
- CSR Manual. Hasil assessment merupakan dasar untuk penyusunan manual atau pedoman implementasi CSR. Upaya yang mesti dilakukan antara lain
melalui benchmarking. menggali dari referensi atau bagi perusahaan yang menginginkan langkah instant, penyusunan manual ini dapat dilakukan
dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. 2.
Tahap Implementasi Perencanaan sebaik apapun tidak akan berarti dan tidak akan berdampak
apapun bila tidak diimplementasikan dengan baik. Dalam memulai implementasi pada dasarnya ada tiga pertanyaan yang mesti dijawab.
Siapa orang yang akan menjalankan, apa yang mesti dilakukan, serta bagaimana cara melakukan sekaligus alat apa yang diperlukan. Dalam istilah
manajemen popular -
Pengorganisasian organizing sumber daya yang diperlukan -
Penyusunan staffing untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas atau pekerjaan yang harus dilakukan.
- Pengarahan directing yang terkait dengan bagaimana cara melakukan
tindakan. -
Pengawasan dan koreksi controlling terhadap pelaksanaan. -
Pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana. -
Penilaian evaluating untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi ini terdiri dari tiga langkah utama yakni, sosialisasi,
pelaksanaan, dan internalisasi. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sesuai dengan pedoman yang ada. Sedang internalisasi
mencakup upaya untuk memperkenalkan CSR didalam seluruh proses bisnis perusahaan.
3. Tahap evaluasi
Setelah program CSR diimplementasikan, langkah berikutnya adalah evaluasi program. Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten
dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan CSR. Evaluasi bukan tindakan untuk mencari – cari kesalahan atau mencari
kambing hitam. Evaluasi justru dilakukan untuk pengambilan keputusan.
Evaluasi juga bisa dilakukan dengan meminta pihak independen untuk melakukan audit implementasi atas praktik CSR yang telah dilakukan.
4. Pelaporan
Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Jadi selain berfungsi untuk keperluan stakeholder lainnya yang memerlukan.
2.7. Perkembangan dan Model Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia
Sebagai salah satu pendekatan sukarela yang berada pada tingkat beyond compliance, penerapan CSR saat ini berkembang pesat termasuk di Indonesia.
Sebagai respon dunia usaha yang melihat aspek lingkungan dan sosial sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing serta sebagai bagian dari pengelolaan
resiko, menuju sustainability berkelanjutan dari kegiatan usahanya. Penerapan kegiatan dengan definisi CSR di Indonesia baru mulai pada awal tahun 2000,
walaupun kegiatan dengan esensi dasar yang sama telah berjalan sejak tahun 1970-an, dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari yang paling sederhana seperti
donasi sampai kepada yang komprehensif seperti integrasi ke dalam tata cara perusahaan mengoperasikan usahanya.
2.7.1. Penilaian PROPER
Perilaku para pangusaha pun beragam dari kelompok yang sama sekali tidak melaksanakan sampai ke kelompok yang telah menjadikan CSR sebagai
nilai inti core value dalam menjalankan usaha. Terkait dengan praktik CSR, pengusaha dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok Untung, 2007:
1. Kelompok Hitam
Adalah mereka yang tidak melakukan praktek CSR sama sekali. Mereka adalah pengusaha yang menjalankan bisnis semata – mata untuk kepentingan
sendiri. Kelompok ini sama sekali tidak peduli pada aspek lingkungan dan sosial sekelilingnya dalam menjalankan usaha, bahkan tidak memperhatikan
kesejahteraan karyawannya. 2.
Kelompok merah Adalah meraka yang mulai melaksanakan praktik CSR, tetapi memandangnya
hanya sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungannya. Aspek lingkungan dan sosial mulai dipertimbangkan, tetapi dengan keterpaksaan
yang biasanya dilakukan setelah mendapat tekanan dari pihak lain. 3.
Kelompok Biru Perusahaan yang menilai praktik CSR akan memberi dampak positif terhadap
usahanya karena merupakan investasi, bukan biaya. 4.
Kelompok Hijau Perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi inti dan jantung
bisnisnya, CSR tidak hanya dianggap sebagai keharusan, tetapi kebutuhan yang merupakan modal sosial.
2.8. Pengungkapan Reporting CSR
Sebagai tahap akhir dari penerapan CSR adalah pengungkapan Reporting yang akan mengungkap sejaun mana pelaksanaan CSR dan
merupakan pertanggungjawaban terhadap stakeholders secara luas. Pada dasarnya perusahaan yang sukses dalam menjalankan CSR memiliki tiga nilai dasar Core
Values yang ditanam secara mengakar dalam perusahaan, yaitu Darwin Ali, 2006
1. Ketangguhan Ekonomi
2. Tanggung jawab lingkungan
3. Akuntanbilitas sosial
Jika kinerja keuangan suatu perusahaan tercermin dalam laporan keuangan, maka kinerja CSR akan dapat disimak melalui sebuah laporan yang
disebut “Laporan Keberlanjutan” Sustainability Report. Dalam prakteknya, ada yang menggunakan nama lain untuk mengungkapkan kinerja CSR. Laporan CSR
atau laporan keberlanjutan pada hakekatnya memuat tiga aspek pokok yaitu; ekonomi, lingkungan, dan sosial.
2.8.1 Definisi Pengungkapan Kinerja CSR
Secara umum pengungkapan kinerja CSR merupakan produk dari Social Responsibiliy Accounting sehingga menurut Belkaoui 2000:229 akuntansi sosial
dapat didefinisi dengan tepat sebagai “Proses seleksi variable – variable kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran dan prosedur pengukuran yang secara
sistematis mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk mengevaluasi
kinerja sosial perusahaan, dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar perusahaan”.
Menurut Belkaoui 2000:230 tentang siapa yang menekankan untuk membuat laporan sosial perusahaan adalah :
1. Mengasumsikan bahwa tujuan CSR adalah untuk meningkatkan citra
perusahaan dan memegang asumsi, biasanya secara implisit, bahwa perilaku perusahaan baik secara asasi
2. Mengasumsikan bahwa tujuan CSR adalah untuk menghentikan
pertanggungjawaban organisasi dengan asumsi bahwa kontrak sosial terjadi antara organisasi dengan masyarakat. Keberasaan kontrak sosial ini
membutuhkan berhentinya pertanggungjawaban sosial. 3.
Tampaknya mengasumsikan bahwa CSR secara efektif memperluas pelaporan keuangan tradisional dan tujuanya adalah untuk memberi informasi
bagi investor.
2.8.2. Alasan Pengukuran dan Pelaporan Kinerja CSR
Berbagai alasan yang digunakan untuk pengukuran dan pengungkapan kinerja Corporate Social Responsibility CSR melahirkan berbagai argumen
sebagai berikut Belkaoui,2000 : 1.
Argumen pertama adalah yang terkait dengan kontrak sosial secara implisit diasumsikan bahwa organisasi seharusnya bertindak untuk memaksimalkan
kesejahteraan sosial, jika terjadi kontrak antara organisasi dengan masyarakat. Dengan demikian, organisasi memperoleh sejenis legitimasi dari masyarakat
berbagai hukum kemasyarakatan memberikan persetujuan agar kontrak menjadi lebih eksplisit. Sementara kontrak sosial diasumsikan implicit.
Hukum ini berisi aturan main yang harus dipilih organisasi yang akan menjadi kontrak sosial.
2. Teori keadilan Rawis, yang disajikan dalam bukunya A Theory of Justice
berisi prinsip – prinsip untuk mngevaluasi hukum dan kebiasaan dari sudut pandang moral, dan menjelaskan konsep kejujuran yang bermanfaat bagi
akuntansi sosial. 3.
Argumen ketiga adalah kebutuhan pengguna. Pada dasarnya, pengguna laporan keuangan membutuhkan informasi sosial untuk membuat keputusan
alokasi dananya. Argumen yang dibuat oleh beberapa orang menyatakan bahwa pemegang saham itu konservatif dan hanya peduli terhadap deviden.
Kenyataanya, sesuai dengan survey yang dilakukan pada pemegang saham, mereka menginginkan perusahaan menggunakan sumber dayanya agar
lingkungan bersih, menghentikan polusi lingkungan, dan membuat produk yang aman. Berikut ini agar mengelola pengeluaran dengan memperhatikan
keadaan sosial :
Mengintegerasikan masalah kesadaran sosial perusahaan, etika dan lingkungan pada pembuat keputusan perusahaan, dan meyakinkan bahwa
kesadaran tersebut telah dimiliki oleh dewan direksi.
Mengembangkan metode untuk mengevaluasi dan melaporkan dampak sosial dan lingkungan akibat aktivitas perusahaan
Memodifikasi struktur perusahaan untuk membuat mekanisme yang
sesuai untuk menghadapai krisis sosial, lingkungan dan etika. Sehingga perusahaan menjadi organisasi yang siap krisis, bukan
organisasi yang Crisis-prone. Prusahaan yang tidak menyiapkan diri untuk keadaan, kritis tidak mudah untuk bertahan.
Membuat insentif bagi prilaku yang sesuai dengan etika. Lingkungan dan
sosial dan mengintegrasikan insentif tersebut menjadi bagian dari sistem penilaian kinerja dan budaya organisasi dan tidak mempunyai pengaruh,
maka perubahan permanen tidak pernah terjadi.
Mengakui jika lingkunganya bersih, maka perusahaan tersebut dapat menjadi pemimpin dalam mengurangi polusi dan bijaksana dalam
mengunakan sumberdaya alam 4.
Argumen keempat adalah Investasi Sosial. Pada dasarnya, diasumsikan bahwa saat ini kelompok investor yang etis tergantung pada informasi yang
disediakan laporan tahunan untuk membuat keputusan investasi. Sehingga pengungkapan informasi sosial menjadi penting jika investor
mempertimbangkan dampak negatif dengan tepat pengeluaran kesadaran sosial pada laba per lembar saham, sepanjang kompensasi dampak positifnya
dapat mengurangi resiko atau timbulnya ketertarikan yang lebih besar dari kelompok investor.
2.8.3. Pro Kontra Mengenai Pelaporan Kinerja CSR
Dalam pelaksanaan tahap akhir dari pelaksanaan CSR yang berupa Reporting terdapat pro dan kontra tentang pelaksanaanya. Di samping ada yang
mendukung penerapan pelaporan akuntansi sosial yang memuat informasi tentang dampak positif dan negatif perusahaan, ada juga yang mengkritik.
Adapun kritikannya adalah sebagai berikut Harahap,2007 : 1.
Informasi pertanggungjawaban sosial itu hanya menambah biaya saja dan tidak dibutuhkan oleh pemegang saham atau investor lainnya.
2. Ukuran dampak sosial perusahaan dalam satuan moneter secara teknis tidak
dapat dilakukan karena sangat kompleks dan merupakan estimasi saja. 3.
Faktor – faktor di luar perusahaan bukan merupakan tanggung jawab perusahaan dan tidak dapat mengendalikannya.
4. Faktor – faktor di luar perusahaan bukan merupakan tanggung jawab
perusahaan dan ia tidak mengendalikannya. 5.
Belum ada kesepakatan umum tentang konsep, tujuan, pengukuran, maupun pelaporannya.
6. Informasi tentang akuntansi sosial akan dapat mengalihkan perhatian pada
indikator bisnis intinya sehingga dapat menyulitkan para pengambil keputusan.
Untuk melaporkan aspek kinerja CSR yang diakibatkan perusahaan ada beberapa tekhnik pelaporan CSR yaitu sebagai berikut Diller,1970 dalam
Harahap,2007 : 1.
Pengungkapan dalam surat kepada pemegang saham baik dalam laporan tahunan atau bentuk laporan lainnya.
2. Pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan.
3. Dibuat dalam perkiraan tambahan misalnya melalui perkiraan akun
penyisihan kerusakan lokasi, biaya pemeliharaan lingkungan, dan sebagainya.
2. 9. Kerangka Konseptual
Atas dasar Peraturan Menteri Negara BUMN No. 5 tahun 2007 tentang Perusahaan BUMN yang wajib melaksanakan tanggung jawab sosial melalui
Program Pemerintah; Surat Edaran Menteri BUMN No. 4 tahun 2007 tentang penerapan pedoman akuntansi program kemitraan dan bina lingkungan; Surat
Keputusan Direksi No. 23 tahun 2005 tentang pedoman pengelolaan program kemitraan dan bina lingkungan; Surat Keputusan Direktur No. 22 tahun 2005
tentang pedoman akuntansi keuangan program kemitraan dan bina lingkungan, maka PT. Pelabuhan Indonesia III selaku salah satu perusahaan BUMN yang
akan diteliti juga wajib mematuhi dan melaksanakannya. Ada tiga komponen penting yang mendukung peneliti melakukan penelitian, yaitu Penerapan
Program Pemerintah, Pelaksanaan Program Pemerintah dan Perkembangan Program Pemerintah pada PT. Pelabuhan Indonesia III. Dimana tiga komponen
tersebut berhubungan dengan Unit PKBL selaku pelaksana di dalamnya dan berkaitan erat dengan Unit Usaha Kecil UKM yang dibina atau yang akan
dibina oleh PT. Pelabuhan Indonesia III serta lingkungan sekitar wilayahnya. Antara Unit PKBL dan UKM serta lingkungan sekitar terjadi hubungan timbal
balik, dimana Unit PKBL sebagai pihak pelaksana dan UKM serta Lingkungan sekitar sebagai pihak yang menerima.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, peneliti mencoba membuat sebuah kerangka konseptual untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian,
yaitu:
Peraturan Menteri BUMN PER-
05MBU2007 Surat Edaran
Menteri BUMN SE-
04MBU.S2007 Surat Keputusan
Direksi Kep.22KU.04P.II
I-2005 Surat Keputusan
Direksi Kep.23KU.04P.II
I-2005
Unit PKBL PT. Pelabuhan Indonesia III
Penerapan Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan Pelaporan Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan
UKM atau Mitra Binaan
Lingkungan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Dalam kehidupan sekarang ini, manusia selalu dijastifikasi kebenarannya dengan alat pembenaran berupa hasil penelitian. Tanpa hasil penelitian,
pernyataan dan ungkapan hanya akan dijadikan sebagai bahan yang tanpa mempunyai signifikansi nilai. Telah disadari bahwa sains akuntansi merupakan
bagian dari ilmu sosial yang wajib menjelaskan fenomena akuntansi dalam kompleksitas kehidupan sosial. Kompleksitas tersebut terangkai dalam
multidimensi sosial sebagai akibat bahwa akuntansi dapat hadir dalam dimensi sosial dari yang terkecil individu sampai dengan kelompok super besar
multinational companies dan negara, bahkan pula dari masa lampau, terkini dan masa depan Sukoharsono, 2006.
Metode dipergunakan untuk menunjang ilmu dan memiliki fungsi sebagai alat pengumpul data serta alat untuk menguji kebenaran atas suatu penelitian
dengan demikian suatu ilmu harus selalu diikuti dengan metode, dimana apabila kedua hal tersebut tidak saling terkait atau terikat, akan mengakibatkan
berkurangnya kadar keilmiahan dari kedua unsur tersebut. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian
kualitatif dipilih sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak menggambarkan
dan menguraikan penerapan CSR pada suatu perusahaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan apa adanya. Dengan demikian akan diperoleh gambaran
penerapan CSR, tahapan – tahapan yang dilakukan dan kemudian dilakukan fokus pada pelaporan yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia III, sesuai
dengan realita sosial yang terjadi pada obyek penelitian. Berdasarkan paparan dari Moleong 2002:3, yang juga mengutip
pendapat dari Bogdan dan Taylor, metodologi kualitatif dapat didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata
tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati. Dari referensi tersebut maka penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai suatu
penelitian atau penggambaran atau penguraian secara panjang lebar mengenai segala hal terhadap obyek yang diteliti sebenar – benarnya dan sesuai dengan
kenyataan yang ada. Lebih lanjut lagi, Efferin 2004:9 menyatakan penelitian desktiptif descriptive research bertujuan memberikan gambaran tentang detail –
detail sebuah situasi, lingkungan sosial, atau hubungan.
3.2. Lokasi Penelitian