Tinjauan Visi FKIP UNS

3. Tinjauan Visi FKIP UNS

a. Visi Berkarakter Kuat dan Cerdas

Di dalam Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010, Pasal 84 ayat (2) a

insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; sehat, berilmu, dan cakap; kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan berjiwa wirausaha; serta toleran, peka sosial

tinggi sebagai satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sepenuhnya terikat dan harus merujuk pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang secara substantif mengandung visi dan misi pendidikan karakter. Oleh karena itu secara imperatif perguruan tinggi merupakan salah satu situs pendidikan karakter yang mengejawantahkan pembangunan karakter bangsa. Menurut Winataputra (2010)

Pengembangan nilai/karakter di perguruan tinggi juga mencakup pilar Tridharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan (yang mencakup kegiatan pembelajaran secara kurikuler, ko-kurikuler dan ekstra kurikuler), penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, serta pengembangan budaya satuan pendidikan tinggi (university culture) yang tercermin dalam kegiatan keseharian dalam berbagai bentuk perilaku keseharian di kelas, laboratorium, lapangan olah raga, studio, situs virtual, dan dalam masyarakat kampus atau kantor, dan lingkungan kampus/kantor.

yang menggambarkan serangkaian kegiatan perencanaan dan penetapan sasaran

si FKIP UNS merupakan

agenda tujuan-tujuan yang akan diwujudkan oleh FKIP UNS melalui program dan kegiatan yang disusun dalam rencana pengembangan dengan program-program agenda tujuan-tujuan yang akan diwujudkan oleh FKIP UNS melalui program dan kegiatan yang disusun dalam rencana pengembangan dengan program-program

dan cerdas mengandung cita-cita, nilai,

semangat, dan motivasi yang merupakan proses sekaligus usaha, yang digambarkan dengan serangkaian kegiatan dan sasaran dari lembaga, sehingga akan mampu menghasilkan lulusan yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional, spiritual, moral, dan sosial.

Untuk merealisasikan visi berkarakter kuat dan cerdas tersebut, maka FKIP UNS merumuskan misinya sebagai berikut:

1) Menyelenggarakan pendidikan, pengajaran, dan bimbingan secara efektif untuk menghasilkan tenaga kependidikan yang unggul, berdaya saing tinggi, mandiri, dan berkepribadian.

2) Melaksanakan penelitian yang mendukung pelaksanaan pendidikan dan pengajaran serta mampu menjadi penghasil bagi berbagai kegiatan inovatif dalam bidang kependidikan

3) Menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang kependidikan yang bermanfaat bagi masyarakat

4) Mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni yang menunjang pengembangan bidang kependidikan Rumusan pendidikan karakter semestinya diungkapkan secara jelas

secara lisan maupun tertulis serta mampu dipahami oleh setiap orang yang terlibat dalam kehidupan kampus, seperti yang telah dirumuskan dalam visi FKIP UNS berkarakter kuat dan cerdas. Visi pendidikan karakter yang ditetapkan merupakan cita-cita yang akan dicapai melalui kinerja lembaga pendidikan. Tanpa visi yang diungkapkan melalui pernyataan yang jelas dan dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat di dalam lembaga pendidikan tersebut, setiap usaha pengembangan pendidikan karakter akan sia-sia. Maka, visi berkarakter kuat dan cerdas nantinya akan menjadi dasar acuan bagi setiap kerja, penyusunan program, dan pendekatan pendidikan karakter yang dilaksanakan di kampus.

Visi dan misi FKIP UNS tersebut juga didukung dengan visi dan misi

5 program studi yang berada dalam lingkup Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yaitu Pendidikan Sosiologi Antropologi, Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Geografi, Pendidikan Sejarah, dan Pendidikan Kewarganegaraan.

1) Pendidikan Sosiologi Antropologi Visi Pendidikan Sosiologi Antropologi: Menjadi program studi

penghasil dan pengembang tenaga-tenaga kependidikan Sosiologi Antropologi berkarakter kuat, cerdas, dan berakhlak mulia.

Misi Pendidikan Sosiologi Antropologi:

a) Mendidik calon tenaga kependidikan Sosiologi Antropologi yang profesional, berakhlak mulia, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b) Mengembangkan landasan keilmuwan pendidikan dan pembelajaran Sosiologi Antropologi yang berkarakter dan berkompetensi

c) Mendidik calon tenaga guru atau pendidik pendidikan Sosiologi Antropologi

melaksanakan, mengevaluasi, membimbing, melatih, dan melakukan proses pembelajaran

d) Melaksanakan penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta mampu berkompetisidan berkolaborasi di lapangan tingkat regional, nasional, dan internasional.

2) Pendidikan Ekonomi Visi Pendidikan Ekonomi: Menjadi Program Studi penghasil tenaga

pendidik yang memiliki kompetensi unggul di bidang Pendidikan Ekonomi di Asia Tenggara yang berkarakter kuat dan cerdas tahun 2015.

Misi Pendidikan Ekonomi:

a) Menyelenggarakan pendidikan, pembelajaran, dan bimbingan secara efektif untuk menghasilkan lulusan di bidang pendidikan ekonomi (Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Bidang Keahlian

Khusus Pendidikan Tata Niaga, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Administrasi Perkantoran) yang unggul, berdaya saing tinggi, mandiri, dan berkepribadian.

b) Melaksanakan penelitian dan pengembangan yang mendukung pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran agar mampu menghasilkan berbagai inovasi dalam bidang pendidikan ekonomi.

c) Melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang pendidikan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat.

d) Memperluas jaringan kerjasama baik dalam negeri maupun luar negeri dalam bidang tri dharma perguruan tinggi.

e) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menunjang pengembangan bidang pendidikan ekonomi.

3) Pendidikan Geografi Visi Pendidikan Geografi: Menjadi program studi unggulan dalam

menghasilkan guru Geografi yang profesional, serta sebagai pusatpengembangan dan pelayanan data spasial dan media pembelajaran di tingkat nasional.

Misi Pendidikan Geografi:

a) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran Geografi yang berbasis teknologi informasi yang menghasilkan guru profesional yang memiliki kompetensi di tingkat nasional.

b) Meningkatkan kualitas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

c) Mengembangkan dan memberi pelayanan media pembelajaran Geografi.

d) Mengembangkan, menganalisis, dan memberi pelayanan data spasial.

4) Pendidikan Sejarah Visi Pendidikan Sejarah: Menghasilkan sarjana Pendidikan Sejarah

profesional yang memiliki wawasan bidang ilmu sosial yang luas dalam meningkatkan kualitas pendidikan menengah dan LPTK yang relevan dengan perkembangan zaman serta ilmu dan teknologi melalui pembelajaran yang inovatif.

Misi Pendidikan Sejarah: Misi Pendidikan Sejarah:

b) Menyelenggarakan pendidikan sejarah dengan konsep pembelajaran berorientasi pada kurikulum nasional yang ditunjang oleh kurikulum lokal sebagai wahana adaptasi/pengembangan secara fleksibel yang disempurnakan secara berkelanjutan.

c) Meningkatkan mutu pembelajaran pendidikan sejarah dan meningkatkan proses pematangan kepribadian (budi pekerti, norma, dan etika) sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki ketrampilan dan penguasaan pendidikan sejarah dalam konteks sosial sesuai teaching university .

d) Mengembangkan pembelajaran sejarah yang inovatif sebagai sumbangsih bagi dunia keilmuan dan pendidikan.

e) Berperan serta dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya lokal dan budaya nasional dalam menghadapi globalisasi.

f) Mengembangkan penelitian pendidikan sejarah dan pengabdian pada masyarakat sebagai kontribusi dalam pemecahan masalah yang terkait dengan pendidikan sejarah.

g) Melakukan kemitraan dengan pihak luar dalam penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

5) Pendidikan Kewarganegaraan Visi Pendidikan Kewarganegaraan: Menjadi lembaga pengembangan

dan pembudayaan ilmu kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan yang unggul dengan berorientasikan pada nilai-nilai ideologi dan konstitusi negara.

Misi Pendidikan Kewarganegaraan:

a) Menyelenggarakan

pembelajaran dalam bidang pendidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan peserta didik menjadi warga negara yang demokratis, bertanggung jawab, memiliki semangat kebangsaan dan cinta tanah air dalam mendukung kemajuan bangsa.

b) Menyelenggarakan penelitian dan kajian yang berorientasikan pada pengembangan

ilmu

kewarganegaraan

dan pendidikan

kewarganegaraan dalam rangka menjawab persoalan bangsa.

c) Menyelenggarakan program pengabdian pada masyarakat yang berorientasikan pada pemberdayaan masyarakat agar mampu menjadi warga negara yang demokratis, kritis, peka, dan kontributif terhadap bangsa.

d) Mengembangkan

ilmu

kewarganegaraan

dan pendidikan kewarganegaraan yang didasarkan pada ideologi dan konstitusi negara untuk menunjang pembelajaran dalam bidang kewarganegaraan. Visi yang baik akan membentuk budaya yang pada gilirannya akan

memperbaiki prestasi dan kualitas lembaga pendidikan serta calon lulusannya. Berkaitan dengan hal tersebut, ada lima lapisan yang biasanya dapat diamati secara langsung di dalam sebuah lembaga pendidikan, dalam hal ini lembaga sekolah yang disampaikan oleh Koesoema (2007: 157-159), yaitu lapisan pertama yang bisa dilihat dalam satu momen pendidikan adalah lapisan operasional sekolah. Dalam lapisan operasional sekolah ini, orang akan melihat secara langsung berbagai macam kegiatan rutin yang terjadi di sekolah. Lapisan kedua adalah organisasi sekolah. Yang dimaksud dengan organisasi adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengaturan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Lapisan kedua merupakan kesepakatan bersama, berupa peraturan tertulis dan kesepakatan bersama, yang diketahui oleh masing-masing individu di dalam sekolah sehingga mereka dapat berpartisipasi secara tepat dan efektif sesuai dengan pengorganisasian kegiatan sekolah tersebut.

Lapisan ketiga adalah pembuatan program sekolah. Program ini bukan

sekadar penentuan waktu dan jadwal kegiatan, melainkan berkaitan langsung dengan isi pendalaman yang akan menjadi sasaran program tersebut. Lapisan keempat berkaitan dengan kebijakan sekolah (policy). Kebijakan sekolah berkaitan dengan urusan tentang bagaimana sekolah mau dijalankan. Lapisan kelima berupa tujuan (purpose) sekolah. Tujuan ini bisa mengacu pada tujuan umum yang ingin dicapai oleh sekolah. Tujuan umum ini bisa disebut dengan visi, yaitu berupa latar belakang filosofis kinerja pendidikan yang dipercaya oleh lembaga pendidikan. Visi ini merupakan cita-cita yang akan diraih. Rumusan visi ini, agar operasional dan terukur dijelmakan melalui rumusan misi sekolah. Misi sekadar penentuan waktu dan jadwal kegiatan, melainkan berkaitan langsung dengan isi pendalaman yang akan menjadi sasaran program tersebut. Lapisan keempat berkaitan dengan kebijakan sekolah (policy). Kebijakan sekolah berkaitan dengan urusan tentang bagaimana sekolah mau dijalankan. Lapisan kelima berupa tujuan (purpose) sekolah. Tujuan ini bisa mengacu pada tujuan umum yang ingin dicapai oleh sekolah. Tujuan umum ini bisa disebut dengan visi, yaitu berupa latar belakang filosofis kinerja pendidikan yang dipercaya oleh lembaga pendidikan. Visi ini merupakan cita-cita yang akan diraih. Rumusan visi ini, agar operasional dan terukur dijelmakan melalui rumusan misi sekolah. Misi

Lapisan keenam adalah keyakinan dan asumsi. Keyakinan dan asumsi

yang dimiliki oleh lembaga pendidikan ini biasanya tidak tertulis, namun diyakini ada dan menjadi dasar berlangsungnya proses pendidikan keyakinan dan asumsi ini biasanya tidak perlu ditulis sebagai kesepakatan, namun diandaikan ada. Lapisan paling dalam, merupakan dasar stabilitas relasional yang menjembatani antara orang tua dan sekolah. Tanpa kepercayaan satu sama lain yang diandaikan ada, lembaga pendidikan tidak berfungsi. Tanpa kepercayaan dan niat baik dari masing-masing pihak, sekolah tidak akan memiliki makna. Betapa pun penting dan fundamentalnya lapisan keenam tersebut, lapisan ini tidak memiliki daya paksa atau daya operasional dalam kegiatan sekolah seandainya sekolah itu tidak menetapkan tujuan-tujuan bagi kinerja lembaga pendidikan mereka. Namun, bila sekolah tidak memiliki tujuan, proses pendidikan yang terjadi pasti akan memberikan hasil-hasil tertentu. Antara tujuan pendidikan dan hasil langsung dari sebuah kegiatan mendidik memang tidak memiliki korelasi secara langsung.

Sag umum mengenai misi organisasi dan merupakan sumber legitimasi yang

Sehingga tujuan merupakan suatu patokan yang dapat digunakan anggota organisasi maupun kalangan luar untuk menilai keberhasilan organisasi yaitu mengenai efektivitas dan efisiensi.

FKIP UNS memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Menghasilkan lulusan dengan indeks prestasi kumulatif tinggi dan berkepribadian pendidik serta masa studi dan masa tunggu makin pendek

2) Menghasilkan penelitian dan pengembangan yang semakin meningkat dalam kualitas maupun kuantitas

3) Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat yang semakin meningkat dalam kualitas dan kuantitas

4) Menghasilkan produk-produk inovatif dalam bidang kependidikan

Maka, tujuan tersebut dijadikan sebagai dasar ukuran untuk

mengevaluasi setiap peningkatan kualitas baik akademik, personal, maupun penyempurnaan sistem pendidikan.

Komitmen bersama pimpinan FKIP UNS:

1) Memiliki kesamaan kepentingan dan kesadaran spiritual untuk mewujudkan visi FKIP UNS dalam membentuk tenaga kependidikan yang berkarakter kuat dan cerdas

2) Memiliki kesamaan kpeentingan dan kesadaran spiritual dalam mewujudkan misi FKIP UNS melalui peningkatan daya saing institusi melalui komunikasi yang produktif, efektif, santun

3) Prestasi sebagai keberhasilan bersama berdasarkan Standart Performance yang disepakati. Apresiasi atas kekuatan (strength) dan keunggulan (advantage) dari masing-masing institusi

4) Menjadikan kebodohan dan ketidaklayakan dalam melayani konsumen FKIP UNS menjadi musuh bersama untuk dikikis dan diperbaiki secara terus menerus

Visi lembaga pendidikan akan menentukan sejauh mana program

pendidikan karakter berhasil diterapkan di dalam lingkungan kampus. Visi FKIP UNS sebagai idealisme dan cita-cita yang secara konkret menjadi pedoman perilaku, sumber motivasi, sehingga setiap civitas akademika di FKIP UNS semakin tumbuh dan berkembang secara utuh.

b. Guru Berkarakter Kuat dan Cerdas

Seorang guru sebagai pendidik harus memiliki karakter yang kuat serta

memenuhi kompetensi pendidik. Menurut UU No. 14 tahun 2005 pasal 1 ayat (10)

pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dihayati dan dikuasai oleh guru

adalah mereka yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan hati nurani, bukan tuntutan material oriented, yang membatasi tugas dan tanggung jawab mereka adalah mereka yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan hati nurani, bukan tuntutan material oriented, yang membatasi tugas dan tanggung jawab mereka

1) Kompetensi paedagogik

2) Kompetensi kepribadian

3) Kompetensi profesional

4) Kompetensi sosial Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran

peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Seorang guru dituntut untuk dapat meningkatkan kemampuannya yang

berkaitan dengan tugasnya sebagai guru dan tentunya juga untuk meningkatkan status guru menjadi tenaga profesional yang semuanya tercakup dalam keempat kompetensi tersebut. Seorang guru yang berkarakter, berarti guru tersebut telah memenuhi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial, serta dapat menjunjung tinggi nilai-nilai amanah dan keteladanan.

Guru yang menjunjung tinggi nilai amanah dan keteladanan patut

dijadikan sebagai contoh. Guru sebagai sosok yang patut dicontoh, harus menunjukkannya dalam sikap, tindakan, dan penalaran yang baik, serta menunjukkan guru yang berkarakter, seperti pendapat Muslich (2011: 142), yaitu:

1) Memiliki pengetahuan keagamaan yang luas dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara aktif

2) Meningkatkan kualitas keilmuan secara berkelanjutan

3) Bersih jasmani dan rohani

4) Pemaaf, penyabar, dan jujur

5) Berlaku adil terhadap peserta didik dan semua stakeholders pendidikan

6) Mempunyai watak dan sifat ketuhanan (robbaniyah) yang tercermin dalam pola pikir, ucapan, dan tingkah laku

7) Tegas bertindak, profesional, dan proporsional

8) Tanggap terhadap berbagai kondisi yang mungkin dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan, dan pola pikir peserta didik

9) Menumbuhkan kesadaran diri sebagai penasehat

Guru harus memiliki karakter yang kuat yang diwujudkan dalam

pemikiran, sikap, serta perbuatan. Hal ini berarti bahwa guru harus memiliki tiga komponen penting karakter, yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action . Artinya bahwa guru harus memiliki pengetahuan tentang moral, perasaan tentang moral, serta perbuatan yang bermoral. Menurut Shaleh dan Suriadinata

berkarakter kuat ditunjukkan oleh ciri sebagai berikut:

1) Guru harus bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat, sikap, dan amaliahnya yang mencerminkan ketakwaannya tersebut.

2) Guru harus suka bergaul, khususnya bergaul dengan anak-anak, sebab anak-anak adalah kalangan yang akan menjadi teman dialog mereka.

3) Guru adalah orang yang penuh minat, penuh perhatian, mencintai profesinya dan pekerjaannya, dan berusaha untuk mengembangkan dan meningkatkan profesinya tersebut agar kemampuan mengajarnya lebih baik.

4) Guru adalah orang yang suka belajar secara terus menerus. Selain sebagai pendidik yang mentransformasikan pengetahuan dan wawasan kepada peserta didik, guru juga harus menjadi orang terdidik yang selalu mempelajari hal-hal baru.

Guru atau pendidik memiliki tanggung jawab yang besar dalam

menghasilkan generasi yang berkarakter, bermoral, dan berbudaya. Guru memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan dan pengembangan karakter peserta didik. Asmani (2011: 74-84) menyampaikan beberapa peran utama guru dalam pendidikan karakter, yaitu:

1) Keteladanan Dalam pendidikan karakter, keteladanan yang dibutuhkan oleh guru

berupa konsistensi dalam menjalankan perintah agama dan menjauhi larangan- larangannya, kepedulian terhadap nasib orang tidak mampu, kegigihan dalam meraih prestasi secara individu dan sosial, ketahanan dalam menghadapi tantangan, rintangan, dan godaan, serta kecepatan dalam bergerak dan beraktualisasi.

2) Inspirator Seseorang akan menjadi sosok inspirator jika ia mampu

membangkitkan semangat untuk maju dengan menggerakkan segala potensi yang dimiliki untuk meraih prestasi bagi diri dan masyarakat. Jika semua guru mampu menjadi sosok seorang inspirator maka kader-kader bangsa akan muncul sebagai sosok inspirator.

3) Motivator Hal ini dapat dilihat dengan adanya kemampuan guru dalam

membangkitkan spirit, etos kerja, dan potensi dalam diri peserta didik. Setiap anak adalah unik, yang mempunyai bakat spesifik dan berbeda dengan orang lain. Maka, tugas guru adalah melahirkan potensi tersebut ke permukaan dengan banyak berlatih, mengasah kemampuan, dan mengembangkan potensi semaksimal mungkin.

4) Dinamisator Artinya seorang guru tidak hanya membangkitkan semangat, tetapi

juga menjadi lokomotif yang benar-benar mendorong gerbong ke arah tujuan dengan kecepatan, kecerdasan, dan kearifan yang tinggi. Guru harus kaya dengan gaagasan, pemikiran, kreativitas, serta visi yang jauh ke depan. Seorang guru juga harus mempunyai kemampuan manajemen, kemampuan sosial, dan humaniora, serta jaringan yang luas.

5) Evaluator Artinya, guru harus selalu mengevaluasi metode pembelajaran yang

selama ini dipakai dalam pendidikan karakter. Guru juga harus mampu mengevaluasi sikap perilaku yang ditampilkan, dan agenda yang direncanakan.

Evaluasi adalah wahana meninjau kembali efektivitas, efisiensi, dan produktivitas sebuah program.

Profesi guru menuntut profesionalitas yang tinggi, sehingga harus terus

dikembangkan. Pengembangan profesionalitas guru bukan hanya terletak pada kualitas lembaga pendidikan yang pernah ditempuhnya, namun pada kemauan dan kemampuan guru untuk mengembangkan diri ketika sudah menduduki profesinya sebagai guru. Sajidan (2011: 9-12) mengemukakan minimal ada tujuh indikator yang harus terus dibangun oleh guru/pendidik dalam rangka mengembangkan profesionalitas, yaitu antara lain:

Indikator pertama, adalah keterampilan mengajar (teachingskill). Guru

yang mempunyai kompetensi pedagogik tinggi adalah guru yang senantiasa memilih model, strategi, dan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik kompetensi dasar (KD) dan karakteristik peserta didik. Indikator kedua adalah wawasan content pengetahuan yang ia sampaikan. Kompetensi ini secara umum dikenal dengan sebutan kompetensi profesional. Guru hendaknya secara terus menerus mengembangkan dirinya dengan meningkatkan penguasaan pengetahuan secara terus menerus.

Indikator ketiga adalah dinamis terhadap perubahan kurikulum

(dynamic curriculum). Kurikulum dapat berubah sesuai dengan kebutuhan pengguna lulusan dam masukan dari para pakar. Saat ini di semua satuan tingkat pendidikan menerapkan KBK/KTSP, sehingga dalam implementasi KBK, guru memposisikan diri sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran (student centered learning ).

Indikator keempat adalah penggunaan alat pembelajaran /media

pembelajaran yang baik (good using learning equipment/media). Pengembangan alat/media pembelajaran dapat berbasis kompetensi lokal maupun modern dan berbasis ICT (ICT based learning). Indikator kelima adalah penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi mutlak diperlukan oleh guru.

Indikator keenam adalah sikap personal. Guru adalah agen

pembelajaran dan sekaligus sebagai agen pembentuk karakter. Pendidikan karakter mampu menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik, sehingga peserta pembelajaran dan sekaligus sebagai agen pembentuk karakter. Pendidikan karakter mampu menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik, sehingga peserta

Indikator ketujuh adalah guru hendaknya menjadi teladan (best

practises ) bagi peserta didiknya. Untuk mengetahui ciri-ciri ideal seorang guru yang dapat dijadikan teladan oleh peserta didik, paling tidak melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan pembiasaan dan pendekatan yang terprogram melalui intervensi dalam pembelajaran.

Pendekatan pembiasaan (habituasi) dilakukan oleh seorang pendidik

karena terjadi dalam interaksi keseharian, misalnya dalam proses belajar mengajar, maupun dalam proses pergaulan di luar kelas. Keberhasilan tipe keteladanan seperti keilmuan, kepemimpinan, keikhlasan, penampilan (performance), tingkah laku, tutur kata dan sebagainya. Pendekatan yang terprogram melalui intervensi dalam pembelajaran dilakukan dengan cara penjelasan atau perintah agar diteladani. Seperti lazimnya seorang guru memerintah muridnya untuk membaca, mengerjakan tugas, tugas terstruktur yang dikerjakan di luar kelas atau seorang guru memberi penjelasan di depan siswa kemudian ditirukan oleh murid-muridnya. Pendekatan ini dilakukan agar peserta didik terlatih dalam kedisiplinan dan keuletan dalam mempelajari ilmu pengetahuan.

Gambar 2.2. Indikator Guru dan Dosen Profesional (Sumber: Sajidan, 2011:9)

Cerdas bukanlah berupa kecerdasan tunggal, namun kecerdasan yang

bersifat ganda, yang mencakup kecerdasan intelektual (Intelectual Quotient-IQ), kecerdasan emosi (Emotional Quotient-EQ), dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient-SQ ). Kecerdasan intelektual merupakan kemampuan untuk mempelajari sesuatu serta menangani situasi baru. Kecerdasan intelektual memiliki peran dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis dan mensintesis objek, memberikan informasi mengenai baik buruk, untung rugi, dan sebagainya. Seorang guru harus cerdas secara intelektual, karena guru sebagai pendidik dan pengajar yang mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didik.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan mengelola dan mengontrol diri pada setiap situasi. Menurut Goleman kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, daya tahan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan,

mampu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Kecerdasan dalam pengelolaan diri ini bukan hanya ketika berhadapan dengan peserta didik saja,

GURU DAN DOSEN

PROFESIONAL

GOOD TEACHING SKILL

GOOD KNOWLEDGEABLE

DYNAMIC CURRICULUM

GOOD USING

LEARNING EQUIPMENT/

MEDIA

GOOD USING TECHNOLOGY

GOOD PROFESIONAL

ATTITUDE

GOOD EXAMPLE/BEST

PRACTISES

namun juga saat berhadapan dengan teman seprofesi, orang tua siswa, maupun masyarakat.

Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk menghadapi dan

memecahkan persoalan makna dan nilai, untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan spiritual mencakup kemampuan berpandangan holistik, bersikap fleksibel, menghadapi penderitaan dan rasa sakit, kesadaran diri yang tinggi, serta kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai. Seorang guru dengan kecerdasan spiritual yang tinggi akan mampu melihat kebermaknaan dirinya dalam konteks hidup yang luas, sehingga mampu menempatkan diri pada posisi yang tepat. Guru yang cerdas secara spiritual akan menjadi sosok teladan bagi peserta didiknya.

Guru yang cerdas, berarti ia bisa berpikir dan bertindak cerdas,

maksudnya seorang guru cepat tanggap dalam menghadapi masalah, cepat mengerti dan memahami masalah yang dihadapi, tajam dalam menganalisis dan mencari alternatif solusi, serta mampu memecahkan masalah dengan tindakan yang tepat. Guru yang cerdas berarti ia cerdas secara intelektual, emosi, dan spiritual. Nilai-nilai utama yang menjadi pilar cerdas adalah responsif, analitis, inovatif, dan solutif. Guru juga harus cerdas dalam membaca, memanfaatkan, dan mengembangkan peluang secara produktif dan kompetitif. Profil guru yang berkarakter kuat dan cerdas berarti ia mampu menumbuhkan inspirasi agar peserta didik dapat mengembangkan potensidirinya secara optimal.

Hidayatullah (2009: 236-238) menggambarkan budaya kerja yang

berlandaskan karakter kuat (meliputi amanah dan keteladanan) dan cerdas, sebagai berikut:

Tabel 2.2. Karakteristik, Definisi, dan Indikator Budaya Kerja

No. Karakteristik

Tekad yang mengikat dan melekat pada seorang pendidik untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik

Memiliki ketajaman visi Rasa memiliki (sense of belonging )

Bertanggung jawab (sense of responsibility )

2 Kompeten

Kemampuan seorang pendidik dalam menyelenggarakan pembelajaran (mengajar dan mendidik) dan kemampuan memecahkan berbagai masalah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

Senantiasa mengembangkan diri

Ahli di bidangnya Menjiwai

profesinya Memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional

3 Kerja keras

Kemampuan mencurahkan atau mengerahkan seluruh usaha dan kesungguhan, potensi yang dimiliki sampai akhir masa suatu urusan hingga tujuan tercapai

Bekerja ikhlas dan sungguh-sungguh Bekerja melebihi target (extra ordinary process )

Produktif (out- standing result )

4 Konsisten

Kemampuan melakukan sesuatu dengan istiqomah, ajeg, fokus, sabar, dan ulet serta melakukan perbaikan yang terus menerus

Memiliki prinsip (istiqomah) Tekun dan rajin Sabar dan ulet Fokus

5 Kesederhanaan Kemampuan mengaktualisasikan

sesuatu secara efektif dan efisien

Bersahaja Tidak mewah Tidak berlebihan Tepat guna

6 Kedekatan

Kemampuan berinteraksi secara dinamis dalam jalinan emosional antara dosen dan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran/pendidikan

Perhatian pada mahasiswa (student centered)

Learning centered Terjalinnya Learning centered Terjalinnya

7 Pelayanan maksimal

Kemampuan untuk membantu atau melayani atau memenuhi kebutuhan peserta didik secara optimal

Dipenuhinya Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Kepuasan Cepat dan tanggap Pelayanan cepat Proaktif

8 Cerdas

Kemampuan cepat mengerti dan memahami, tanggap, tajam dalam menganalisis dan mampu mencari laternatif-alternatif solusi, dan mampu memecahkan masalah (cerdas intelektual)

Kemampuan memberikan makna/nilai terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan

sehingga hasilnya optimal (cerdas emosi dan spiritual)

Responsif, analitis, inovatif, dan solutif

Mewarnai berbagai aktivitas yang dilakukan

(Sumber: Hidayatullah, 2009: 237-238)

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN EKTOPIK SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

1 1 56

PENGARUH BENTUK PENAMPANG RUNNER TERHADAP CACAT POROSITAS DAN NILAI KEKERASAN PRODUK COR ALUMINIUM CETAKAN PASIR SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

0 0 37

PERBANDINGAN KEADAAN SATURASI OKSIGEN PADA INHALASI HALOTAN DAN ISOFLURAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 46

PENGARUH EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum,Wight) TERHADAP WAKTU KEMATIAN Ascaris suum, Goeze In Vitro SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 52

SKRIPSI PEMANFAATAN BAKTERIOFAGE SEBAGAI AGEN PENGENDALIAN HAYATI BUSUK HITAM PADA KUBIS Ibnati Barroroh H 0708110

0 1 42

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL KEPALA KELUARGA DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK AEDES SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 1 81

ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI DI INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE SAMODRA KOTA SURAKARTA SKRIPSI Program Studi Agribisnis

0 5 112

HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN GANGGUAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI KELAS XII SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 37

Studi Perkembangan Prestasi Olahraga Pada Npc (National Paralympic Committee) Indonesia Tahun 2008-2012

0 0 128

SKRIPSI KARAKTERISASI MORFOLOGI BEBERAPA ANGGREK ALAM JAWA TIMUR DAN JAWA BARAT DIAN PURNAMASARI H 0708166

1 4 79