K8408002 SKRIPSI diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

SKRIPSI

Oleh: DIPTASARI WIBAWANTI

K8408002

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Februari 2013

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama

: Diptasari Wibawanti

NIM

: K8408002

Jurusan/Program Studi : P.IPS/Pendidikan Sosiologi Antropologi

menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul

MAHASISWA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER (Studi Kasus di Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, 29 Januari 2013 Yang membuat pernyataan

Diptasari Wibawanti

PERSEPSI DAN PERILAKU MAHASISWA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER (Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret)

Oleh: DIPTASARI WIBAWANTI K8408002 SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Februari 2013

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 29 Januari 2013

Pembimbing I,

Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd NIP. 19530826 198003 1 005

Pembimbing II,

Yosafat Hermawan T., S.Sos., M.A. NIP. 19760627 200604 1 001

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang

Tanda Tangan

Ketua

: Drs. MH Sukarno, M.Pd

Sekertaris

: Drs. Slamet Subagya, M.Pd

Anggota I

: Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd

Anggota II

: Yosafat Hermawan T., S.Sos., M.A

Disahkan Oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,

Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 19600727 198702 1 001

MOTTO

Sesempurna-sempurna iman seorang mukmin adalah mereka yang paling bagus akhlaknya. (Hadist Riwayat Muslim)

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

1. Ibu Subambini dan Bapak Suharto, mbak Ning, mas Bayu, mas Cahyo, dan Yoga, kalian keluarga yang terbaik

2. Keluarga besar UKM Taekwondo UNS yang membuat hidupku penuh warna

3. Almamater

ABSTRAK

Diptasari Wibawanti. K8408002, PERSEPSI DAN PERILAKU MAHASISWA

DALAM PENDIDIKAN KARAKTER (STUDI KASUS DI JURUSAN PENDIDIKAN

ILMU

PENGETAHUAN

SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

MARET). Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Februari 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui persepsi mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial terhadap pendidikan karakter sebagai pelaksanaan visi FKIP UNS, (2) strategi penerapan visi FKIP UNS berkarakter kuat dan cerdas di jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan (3) mengetahui perilaku mahasiswa di jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai proses dan hasil penerapan visi FKIP UNS tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan P IPS FKIP UNS. Penelitian menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif, dengan strategi studi kasus tunggal terpancang. Sumber data berasal dari mahasiswa, dosen dan pimpinan Jurusan P IPS, serta pimpinan FKIP. Teknik pengambilan informan yang digunakan yaitu teknik purposive sampling. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi langsung, dan analisis dokumen. Untuk meningkatkan kesahihan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi data atau triangulasi sumber. Tahapan analisis interaktif penelitian meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pemahaman informan mengenai penjabaran visi berkarakter kuat dan cerdas sangat beragam. Namun hal ini disepakati sebagai kriteria ideal yang harus ada dalam kepribadian pendidik, yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa FKIP sebagai calon guru. Berkarakter kuat dan cerdas dijabarkan sebagai keseimbangan antara IQ, SQ, dan EQ yang mampu diaplikasikan dalam pemikiran, sikap, maupun perilaku praksis dalam kehidupan sehari-hari, yang mengarah pada perubahan positif bagi dirinya dan orang lain. (2) Untuk membentuk calon pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas, pendidikan karakter dilaksanakan secara bertahap melalui kurikulum, program dan kebijakan, penciptaan lingkungan yang sehat dan kondusif, keteladanan serta pengawasan. Pendidikan karakter bukan merupakan mata kuliah khusus, melainkan terintegrasi dalam kurikulum. Dosen berperan penting sebagai figur teladan bagi mahasiswa. (3) Pendidikan karakter belum dilaksanakan secara optimal di jurusan P IPS, karena terlalu menekankan segi fisik yang diatur melalui kebijakan seragam, di mana hal ini masih menimbulkan pro kontra. FKIP belum menetapkan kriteria resmi evaluasi pendidikan karakter, sehingga penilaian keberhasilan hanya sampai pada pengamatan individual. Mahasiswa belum mengaplikasikan nilai-nilai berkarakter kuat dan cerdas secara optimal, karena kurang paham atas makna berkarakter kuat dan cerdas, belum terbentuknya kesadaran pribadi, belum ada contoh yang bisa diteladani, serta kurang ada sosialisasi lebih lanjut terkait dengan program dan kebijakan.

Kata kunci: persepsi, perilaku, pendidikan karakter, mahasiswa

ABSTRACT

Diptasari Wibawanti. K8408002,

BEHAVIOR IN CHARACTER EDUCATION (A CASE STUDY ON SOCIAL SCIENCE EDUCATION DEPARTMENT OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION FACULTY OF SEBELAS MARET

UNIVERSITY). Thesis, Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. February 2013.

This research aims (1) to find out the perception of Social Science applicat

strong and intelligence character in Social Science Education Department of Teacher Training and Education Faculty and (3) to find out the behavior of Social

s students as the process and product of FKIP s vision application. This research was taken place in Social Science Education Department of FKIP UNS. This study employed a descriptive qualitative approach, with a single embedded strategy. The data source derived from the students, lecturers and

techniques used were interview, direct observation, and document analysis. To improve the data validity, the author employed data triangulation technique encompassing source triangulation. The interactive analysis stage of this research included data collection, data reduction, data display, and conclusion drawing.

e explanation of strong and intelligence character-vision was very varied. But it was agreed as the ideal criterion that should exist in educator personality, that was expected to be possessed by the student FKIP as the prospect teacher. Having strong and intelligence character was defined as the balance between IQ, SQ, and EQ that could be applied to thinking, attitude, and practical behavior in daily life, leading to the positive change for the self and others. (2) To create a prospect educator with strong character and intelligence, the character education was carried out gradually through curriculum, program and policy, creating a healthy and conducive environment, precedence and supervision. Character education is not special course, but integrated into curriculum. The lecturer plays an important role as the model figure to the students. (3) Character education had not been undertaken optimally in Social Science Education department, because it emphasized mostly on physical aspect governed through uniform policies, in which it still resulted in pros and cons. The Teacher Training and Education Faculty had not applied yet the official criteria of character education evaluation, so that the success assessment was limited to individual observation only. The students had not applied yet the strong and intelligence character values optimally, because they understood poorly the meaning of having strong and intelligence character, personal awareness had not been created, and the lack of further socialization concerning the program and policy.

Keywords: perception, behavior, character education, students

KATA PENGANTAR

Segenap puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga proses penelitian dan penyusunan skripsi ini berjalan dengan cukup baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan pada junjungan kita Rasullulah SAW.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak berjalan

dengan mudah, cukup banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan, dan berkat karunia Allah SWT serta peran berbagai pihak, kesulitan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ketua Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd. selaku Pembimbing I yang telah

memberikan arahan, masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsi.

5. Yosafat Hermawan Trinugraha, S.Sos., M.A. selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam penyusunan skripsi.

6. Dr. Zaini Rohmad, M.Pd. selaku Pembimbing Akademik yang telah mengawal selama peneliti menempuh studi.

7. Dewan Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS.

8. Teman-teman Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi angkatan 2008.

9. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga amal baik dan keikhlasan membantu peneliti mendapatkan

imbalan dari Allah SWT. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan. Semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat.

Surakarta, 29 Januari 2013 Peneliti

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Nilai-nilai Karakter dan Deskripsi ............................................................ 22

2.2. Karakteristik, Definisi, dan Indikator Budaya Kerja ................................ 60

3.1. Rincian Waktu Penelitian.......................................................................... 67

4.1. Indikator dan nilai karakter prioritas yang diterapkan di FKIP ................ 119

4.2. Indikator, nilai karakter dan perilaku praksis mahasiswa FKIP ............... 175

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Metode Pendidikan Karakter .................................................................... 32

2.2. Indikator Guru dan Dosen Profesional...................................................... 58

2.3. Skema Kerangka Berpikir ......................................................................... 65

3.1. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif ............................. 80

4.1. Visi Berkarakter Kuat dan Cerdas di gedung F ........................................ 95

4.2. Poster/anjuran yang terdapat di gedung F ................................................. 113

4.3. Mahasiswa menggunakan seragam putih gelap hari Senin ....................... 134

4.4. Metode Pendidikan Karakter di jurusan P IPS .......................................... 165

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Field Note ..................................................................................................... 187

2 Interview Guide............................................................................................ 255

3 Surat Permohonan Ijin Penyusunan Skripsi ................................................. 259

4 Surat Permohonan Ijin Research dan Observasi .......................................... 260

5 Surat Permohonan Ijin Research/Try Out .................................................... 261

6 Surat Keterangan Penelitian ......................................................................... 262

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemendiknas telah mendeklarasikan tentang "Pendidikan Budaya dan

Karakter Bangsa" sebagai gerakan nasional pada 14 Januari 2010. Deklarasi nasional tersebut harus diakui secara jujur, disebabkan oleh kondisi bangsa yang semakin tidak stabil karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh globalisasi. Dampak globalisasi yang terjadi telah menyebabkan masyarakat Indonesia mengalami degradasi karakter dan moral. Berbagai peristiwa seperti Kasus Gayus Tambunan, Angelina Sondakh dengan kasus Blackberry-nya hingga John Kei dengan jaringan pembunuh bayarannya merupakan contoh lunturnya karakter dan moral bangsa. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa masyarakat ternyata mampu melakukan tindak kekerasan yang sebelumnya belum pernah terbayangkan. Hal ini terjadi karena globalisasi telah membawa masyarakat pada pemujaan materi sehingga terjadi ketimpangan antara pembangunan ekonomi dengan kebudayaan masyarakat. Padahal, karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak.

Salah satu alternatif yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, atau

paling tidak mengurangi, masalah degradasi moral dan karakter bangsa adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membelajarkan dan membimbing generasi muda sebagai generasi penerus bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah degradasi moral dan karakter bangsa. Pendidikan merupakan mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan dan pembangunan karakter bangsa. Selain itu, pendidikan juga berfungsi sebagai sarana mencapai tiga hal prinsipal dalam pembinaan karakter bangsa. Menurut Rajasa (2007) tiga hal prinsipal tersebut (Muslich, 2011:3) antara lain:

1. Pendidikan sebagai arena untuk re-aktivasi karakter luhur bangsa Indonesia. Secara historis bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki karakter kepahlawanan, nasionalisme, sifat heroik, semangat kerja keras serta berani menghadapi tantangan. Kerajaan-kerajaan Nusantara di masa lampau adalah bukti keberhasilan pembangunan karakter yang mencetak tatanan masyarakat maju, berbudaya, dan berpengaruh.

2. Pendidikan sebagai sarana untuk membangkitkan suatu karakter bangsa yang dapat mengakselerasi pembangunan sekaligus memobilisasi potensi domestik untuk meningkatkan daya saing bangsa.

3. Pendidikan sebagai sarana untuk menginternalisasi kedua aspek di atas yakni re-aktivasi sukses budaya masa lampau dan karakter inovatif serta kompetitif, ke dalam segenap sendi-sendi kehidupan bangsa dan program pemerintah. Internalisasi ini harus berupa suatu concerted efforts dari seluruh masyarakat dan pemerintah.

Secara akademis, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan

nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan akhlak yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter sebagai satu konsep pendidikan yang menanamkan budi pekerti yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), serta tindakan (action) merupakan suatu solusi untuk memperbaiki karakter dan moral bangsa. Seperti yang dikemukakan Kementerian Pendidikan Nasional (2011:1)

pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus

Platform pendidikan karakter bangsa Indonesia telah dipelopori oleh

tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara yang tertuang dalam tiga kalimat, yaitu Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberikan teladan), Ing madya mangun karsa (di tengah membangun kehendak), dan Tut wuri handayani (di belakang memberikan dorongan). Ketiga prinsip ini ditujukan bagi seorang guru atau pendidik. Bahwa menjadi guru atau pendidik harus mampu memberikan contoh, panutan, dan tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara yang tertuang dalam tiga kalimat, yaitu Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberikan teladan), Ing madya mangun karsa (di tengah membangun kehendak), dan Tut wuri handayani (di belakang memberikan dorongan). Ketiga prinsip ini ditujukan bagi seorang guru atau pendidik. Bahwa menjadi guru atau pendidik harus mampu memberikan contoh, panutan, dan

Secara praktis, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman

nilai-nilai kebaikan kepada warga sekolah atau kampus yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai- nilai tersebut, baik dalam berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, lingkungan, maupun nusa dan bangsa sehingga menjadi manusia yang seutuhnya. Pendidikan karakter di perguruan tinggi perlu melibatkan berbagai komponen terkait yang didukung oleh proses pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan warga kampus, pengelolaan

perkuliahan, pengelolaan berbagai kegiatan mahasiswa,

pemberdayaan sarana dan prasarana, serta etos kerja seluruh warga kampus.

Pendidikan karakter meskipun sudah sering digembor-gemborkan

sebagai suatu hal yang mendesak untuk segera ditindaklanjuti dalam kinerja pendidikan, tampaknya belum sehebat grand design yang telah dibentuk pemerintah dalam implementasinya di lapangan. Pendidikan karakter perlahan mengalami kemunduran serta kurang mendapat perhatian serius. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor. Koesoema (2007:119) menyebutkan bahwa

Kemunduran pendidikan karakter disebabkan adanya perbedaan pandangan dan visi tentang pendidikan karakter. Perbedaan pemahaman tentang pendidikan karakter ini bisa mempengaruhi penerapan pendidikan karakter di tingkat satuan pendidikan bahkan di tingkat negara.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta merupakan sebuah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), yang didirikan untuk mencetak tenaga-tenaga pendidik yang handal dan profesional. Untuk menghasilkan tenaga pendidik yang baik maka diperlukan lembaga pendidikan yang baik pula. Kualitas pendidikan ditandai oleh kualitas Surakarta merupakan sebuah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), yang didirikan untuk mencetak tenaga-tenaga pendidik yang handal dan profesional. Untuk menghasilkan tenaga pendidik yang baik maka diperlukan lembaga pendidikan yang baik pula. Kualitas pendidikan ditandai oleh kualitas

Berkarakter kuat dan cerdas berarti bahwa pendidikan seharusnya

dapat menghasilkan orang baik dan juga pintar. Pendidikan tidak cukup hanya berhenti pada memberikan pengetahuan paling mutakhir, namun juga harus mampu membentuk dan membangun sistem keyakinan dan karakter kuat setiap peserta didik sehingga mampu mengembangkan potensi diri dan menemukan tujuan hidupnya. Pendidik harus memiliki komitmen yang kuat dalam melaksanakan pendidikan secara holistik yang berpusat pada potensi dan kebutuhan peserta didik. Pendidik juga harus mampu menyiapkan peserta didik untuk bisa menangkap peluang dan kemajuan dunia dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Di sisi lain, pendidik juga harus mampu membuka mata hati peserta didik untuk dapat melihat masalah-masalah bangsa dan dunia, seperti kemiskinan, ketidakadilan, serta persoalan lingkungan hidup. Peserta didik harus diarahkan untuk mampu mengembangkan dirinya, tetapi ia juga harus diajarkan untuk memiliki panggilan hidup untuk menjadi bagian dari pemecahan persoalan- persoalan yang dihadapi bangsa dan dunia. Agar mampu menyelenggarakan pendidikan tersebut, maka diperlukan sosok guru yang berkarakter kuat dan cerdas.

digugu lan ditiru secara tidak langsung memberikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya. Profil dan penampilan guru seharusnya memiliki dan menunjukkan kepribadian dan karakter kuat yang dapat membawa peserta didiknya ke arah pembentukan digugu lan ditiru secara tidak langsung memberikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya. Profil dan penampilan guru seharusnya memiliki dan menunjukkan kepribadian dan karakter kuat yang dapat membawa peserta didiknya ke arah pembentukan

Grand design berkarakter kuat dan cerdas yang ideal ternyata belum

sepenuhnya dapat diaplikasikan secara optimal. Realita di lapangan masih banyak ditemukan penyimpangan-penyimpangan sebagai bukti adanya kesenjangan antara idealitas karakter kuat dan cerdas dengan realitas pelaksanaannya. Sebagai contohnya adalah budaya instan, plagiarisme, dan konsumerisme mahasiswa. Budaya instan adalah bahwa mahasiswa menginginkan proses yang serba cepat/instan namun dapat menghasilkan produk yang maksimal. Mahasiswa menginginkan nilai yang tinggi dengan instan, sehingga banyak dari mereka malas untuk belajar, namun menggunakan jalan pintas seperti bertanya pada teman, membuka buku atau catatan, hingga browsing di internet saat sedang ujian.

yang strategis (biasanya deretan meja belakang) dapat mempengaruhi hasil nilai yang dicapai. Hal ini terkait dengan keleluasaan mahasiswa dalam melaksanakan cara pintasnya. Pada posisi-posisi yang dianggap strategis, mahasiswa akan lebih leluasa membuka catatan, browsing di google, maupun menyenggol teman di sebelahnya untuk bertanya.

Selanjutnya, budaya plagiarisme adalah bahwa mahasiswa melakukan

peniruan terhadap berbagai hasil karya orang lain, namun mengganti label dengan namanya sendiri. Hal ini merupakan dampak negatif dari adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat. Peniruan yang sering dilakukan mahasiswa biasanya terkait dengan pengerjaan tugas dari dosen. Tugas-tugas seperti membuat artikel, paper, maupun makalah seringkali hanya sekedar copy/paste dari internet. Mahasiswa juga merupakan subjek konsumsi yang besar. Hal ini dapat dilihat dari penampilan mahasiswa yang lebih senang dengan berbagai barang mahal dan bermerk terkenal, yang jauh dari kesederhanaan dan peniruan terhadap berbagai hasil karya orang lain, namun mengganti label dengan namanya sendiri. Hal ini merupakan dampak negatif dari adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat. Peniruan yang sering dilakukan mahasiswa biasanya terkait dengan pengerjaan tugas dari dosen. Tugas-tugas seperti membuat artikel, paper, maupun makalah seringkali hanya sekedar copy/paste dari internet. Mahasiswa juga merupakan subjek konsumsi yang besar. Hal ini dapat dilihat dari penampilan mahasiswa yang lebih senang dengan berbagai barang mahal dan bermerk terkenal, yang jauh dari kesederhanaan dan

Kemudian, muncul berbagai pertanyaan terkait dengan budaya instan,

plagiarisme dan konsumerisme mahasiswa sebagai realitas yang berjalan dalam kehidupan kampus, yang ternyata tidak sejalan dengan nilai-nilai berkarakter kuat dan cerdas yang diharapkan dimiliki oleh pendidik. Visi FKIP UNS berkarakter kuat dan cerdas yang ideal sepertinya belum mampu diaplikasikan dalam bentuk pendidikan karakter bagi mahasiswa sebagai calon pendidik secara optimal. Pendidikan karakter masih mengalami hambatan karena berbagai perilaku non- edukatif yang dilakukan mahasiswa. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merasa tertarik untuk meneliti pelaksanaan visi FKIP UNS terkait dengan bagaimana persepsi dan perilaku mahasiswa dalam mengaplikasikan nilai-nilai karakter ideal yang diharapkan, serta strategi pelaksanaan pendidikan karakter dalam kehidupan kampus. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul Persepsi

dan Perilaku Mahasiswa dalam Pendidikan Karakter (Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fak ultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret).

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana persepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial terhadap pendidikan karakter sebagai pelaksanaan visi FKIP UNS?

2. Bagaimana strategi penerapan pendidikan karakter dalam upaya mencapai visi FKIP UNS di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial?

3. Bagaimana perilaku mahasiswa di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai proses dan hasil penerapan pendidikan karakter dalam upaya mencapai visi FKIP UNS tersebut?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial terhadap pendidikan karakter sebagai pelaksanaan visi FKIP UNS

2. Untuk mengetahui strategi penerapan pendidikan karakter dalam upaya mencapai visi FKIP UNS di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

3. Untuk mengetahui perilaku mahasiswa di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai proses dan hasil penerapan pendidikan karakter dalam upaya mencapai visi FKIP UNS tersebut

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiwa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP UNS ini diharapkan mempunyai manfaat:

1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini secara teoritis dapat menambah wawasan pengetahuan dalam bidang ilmu sosial yaitu Sosiologi, karena merupakan deskripsi analisis tentang persepsi dan perilaku mahasiswa dalam pelaksanaan pendidikan karakter dalam upaya pencapaian visi FKIP UNS yang terjadi di jurusan P IPS FKIP UNS.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi mahasiswa Dapat menambah wawasan, pengetahuan, mahasiswa sebagai calon guru atau pendidik untuk mengaplikasikan pemikiran, sikap, dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai berkarakter kuat dan cerdas serta kemampuan untuk mengembangkan karakter calon peserta didik.

b. Bagi institusi Dapat menjadi bahan evaluasi terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter untuk mencapai visi FKIP UNS berkarakter kuat dan cerdas.

c. Bagi masyarakat umum (akademisi) Dapat memberikan kontribusi terhadap guru-guru yang berkarakter kuat dan cerdas sebagai output yang berhasil dari FKIP UNS serta dapat membelajarkan dan mendidik peserta didik untuk mengembangkan karakternya sehingga menghasilkan output yang baik pula.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan

Kajian Teori

1. Tinjauan Pendidikan Karakter

a. Pengertian Karakter

Istilah karakter memiliki pengertian yang beragam. Secara etimologis karakter berasal dari

karasso

dasar, sidik (seperti dalam sidik jari). Koesoema (2007: 90) mengungkapkan

seperti ganasnya laut dengan gelombang pasang da Dalam hal ini, masyarakat Yahudi melihat karakter seperti alam, atau lebih khusus lautan, yakni sebagai sesuatu yang bebas, yang tidak dapat dikuasai manusia, yang mrucut seperti menangkap asap. Karakter dideskripsikan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, namun tidak dapat dipisahkan dengan hal yang memiliki karakter tersebut.

Setiap manusia memiliki ciri khas yang terwujud dalam ucapan

maupun sikap yang ditunjukkannya kepada manusia yang lain. Ciri khas inilah yang disebut sebagai karakter, seperti yang dikemukakan oleh Kertajaya bahwa

tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan mesin yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap,

diasosiasikan sebagai kepribadian merupakan suatu ciri yang khas yang dimiliki setiap individu yang memberikan kekhasan pada pribadinya, sehingga dapat

yang ditunjukkan oleh individu; sejumlah atribut yang dapat diamati pada indivi berkenaan pula dengan lingkungan di mana ia tinggal. Nilai dan norma yang yang ditunjukkan oleh individu; sejumlah atribut yang dapat diamati pada indivi berkenaan pula dengan lingkungan di mana ia tinggal. Nilai dan norma yang

moral yang kemudian ditinjau dengan ukuran baik-buruk serta benar-salah.

Terminologi karakter sedikitnya memuat dua hal yaitu values (nilai-

nilai) dan kepribadian. Karakter yang baik pada gilirannya merupakan suatu penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau sesuatu, di luar persoalan apakah baik itu sebagai sesuatu yang asli atau sekadar kamuflase. Menurut yang melekat dalam sebuah entitas... Sedangkan sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang:

utuh, karakter mendasarkan diri pada tata nilai yang dianut masyarakat. Tata nilai yang mendasari pemikiran serta perilaku individu tidak didapat secara serta merta, namun membutuhkan suatu proses internalisasi nilai yang sesuai dengan budaya yang dianut oleh masyarakat. Proses internalisasi inilah yang kemudian membentuk karakter seorang individu. Hal ini sesuai dengan pendapat Kementerian Pendidika akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan

Selain memuat 2 aspek yaitu nilai-nilai (values) dan kepribadian,

istilah karakter memiliki pengertian sebagai temperamen, seperti yang diungkapkan oleh Koesoema (2007: 79) bahwa

Karakter sering diasosiasikan dengan apa yang disebut dengan temperamen yang memberinya sebuah definisi yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter juga bisa dipahami dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu sejak lahir.

Di sini, istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian.

Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan/konstruksi yang diterima dari lingkungan masyarakatnya, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir. Maka, karakter merupakan perpaduan dua hal, yakni sebagai bawaan yang dimiliki seorang individu sejak lahir dan bentukan dari lingkungan masyarakat di mana seorang individu tinggal.

Adanya perbedaan pandangan terhadap istilah karakter tersebut

menyebabkan munculnya ambiguitas. Mounier dalam Koesoema (2007: 90) mengajukan dua cara interpretasi atas ambiguitas terminologi karakter.

Ia melihat karakter sebagai dua hal, yaitu yang pertama, sebagai sekumpulan kondisi yang telah diberikan begitu saja atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri kita. Karakter yang demikian ini dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dari sono nya (given). Kedua, karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan melalui mana seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian ini disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed).

Dalam pemahaman yang pertama, karakter dipahami sebagai suatu

keadaan yang telah dimiliki oleh seorang individu, yang telah diberikan begitu saja, sebagai sesuatu yang telah ada dari awal adanya individu, atau dengan kata lain, telah dimiliki individu sejak lahir. Hal ini menyiratkan bahwa karakter ada dengan dipaksakan begitu saja pada diri seseorang, mau ataupun tidak mau. Sedangkan dalam pemahaman yang kedua, karakter dipahami sebagai suatu kemampuan seorang individu untuk menguasai kondisi yang telah dimilikinya sejak lahir itu. Maka, karakter merupakan usaha yang dikehendaki untuk mengatasi keterbatasan keadaan yang dimiliki seorang individu. Melalui hal ini, individu diajak untuk mengenali keterbatasan diri, potensi, serta kemungkinan- kemungkinan bagi perkembangan dirinya.

Koesoema (2007: 104) memberikan pengertian karakter yang lebih

menekankan pada aspek willed sebagai usaha penyempurnaan diri yakni karakter

mau sekadar berhenti atas determinasi kodratinya, melainkan juga sebuah usaha mau sekadar berhenti atas determinasi kodratinya, melainkan juga sebuah usaha

dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah

hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Maka, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan sebuah kondisi dinamis struktur antropologis manusia yang khas dan berbeda sebagai hasil keterpaduan olah hati, pikir, raga, rasa dan karsa sebagai kondisi bawaan sejak lahir yang disertai dengan usaha menuju penyempurnaan diri, yang dipengaruhi oleh lingkungan.

b. Pengertian Pendidikan Karakter

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia yang mengandung komitmen tentang pendidikan karakter yakni dalam pasal 3 yang menyebutkan,

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas

manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan, di mana pengembangan dan pembentukan watak (karakter) merupakan tujuan mendasar. Sedangkan Kemendiknas (2011: 1) secara implisit menegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005- mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan, di mana pengembangan dan pembentukan watak (karakter) merupakan tujuan mendasar. Sedangkan Kemendiknas (2011: 1) secara implisit menegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005- mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi

Dengan demikian, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

(RPJPN) dan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) merupakan landasan yang kokoh untuk melaksanakan pendidikan karakter bukan sebagai bentuk grand design saja namun implementasi operasional secara nyata. Seperti yang dikemukakan Kemendiknas (2011: 1) bahwa:

Pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter 2010: pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Atas dasar itulah maka pendidikan karakter bukan sekedar

mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, namun lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga individu menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik serta biasa melakukannya (psikomotor). Hal ini sesuai dengan pendapat Kemendiknas (2011: 1) bahwa

(moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling ), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-

Pendidikan merupakan proses pembangunan karakter, seperti yang

dipahami sebelumnya bahwa karakter dapat dibangun dengan usaha untuk

karakter, dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik. Tergantung pada bekal masing-masing. Mau dibawa kemana karakter mereka dan mau dibentuk seperti karakter, dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik. Tergantung pada bekal masing-masing. Mau dibawa kemana karakter mereka dan mau dibentuk seperti

Mengingat bahwa karakter tidak diperoleh secara serta merta namun melalui proses internalisasi nilai, maka kajian pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadikan upaya eksplisit mengajarkan nilai-nilai, untuk membantu individu mengembangkan pemikiran dan perilaku guna bertindak dengan cara-cara yang pasti. Persoalan baik dan buruk, kebajikan- kebajikan, dan keutamaan-keutamaan menjadi aspek penting dalam pendidikan karakter semacam ini. Sedangkan pendidikan karakter sebagai aspek kepribadian lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Seperti

-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma

Pendapat yang hampir serupa disampaikan oleh Lickona (1991) bahwa pendidikan karakter by definition kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hak 3). Sehingga pendidikan karakter diharapkan dapat memberikan hasil pembentukan karakter yang diwujudkan dalam kehidupan individu sehari-hari.

Sedangkan menurut Winataputra (2010: 8) pendidikan karakter dapat dimaknai

watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-

Pendidikan karakter akan memperluas wawasan para pelajar tentang

nilai-nilai moral dan etis yang membuat mereka semakin mampu mengambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Dalam konteks ini, pendidikan karakter yang diterapkan dalam lembaga pendidikan kita bisa menjadi salah satu sarana pembudayaan dan pemanusiaan. Kita ingin menciptakan sebuah lingkungan hidup yang menghargai hidup manusia, menghargai keutuhan dan keunikan ciptaan, serta menghasilkan sosok pribadi yang memiliki kemampuan intelektual dan moral yang seimbang sehingga masyarakat akan menjadi semakin manusiawi.

Pendidikan karakter bukan sekadar memiliki dimensi integratif, dalam

arti mengukuhkan moral intelektual anak didik sehingga menjadi pribadi yang kokoh dan tahan uji, melainkan juga bersifat kuratif secara personal maupun sosial. Pendidikan karakter bisa menjadi salah satu sarana penyembuh penyakit sosial. Pendidikan karakter menjadi sebuah jalan keluar bagi proses perbaikan dalam masyarakat kita.

Pendidikan karakter merupakan bagian dari kinerja sebuah lembaga

pendidikan yang di dalamnya terdapat berbagai macam keterlibatan individu dan tata aturan kelembagaan. Pendidikan karakter dapat dipahami melalui dua cara, seperti pendapat yang dikemukakan oleh Koesoema (2007: 124-125) yakni yang pertama memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit (narrow scope to moral education). Dalam pemahaman ini, pendidikan karakter lebih berkaitan dengan bagaimana menanamkan nilai-nilai tertentu dalam diri anak didik di sekolah. Paradigma ini menekankan pentingnya penanaman nilai-nilai tertentu yang menjadi prioritas kelembagaan yang ingin ditanamkan dalam diri anak didik sesuai dengan profil lulusan yang ingin dicapai oleh lembaga pendidikan tertentu.

Paradigma kedua melihat pendidikan karakter dari sudut pandang

pemahaman isu-isu moral yang lebih luas, terutama melihat keseluruhan dalam peristiwa pendidikan itu sendiri (educational happenings). Paradigma kedua ini, membahas secara khusus bagaimana nilai kebebasan itu tampil dalam kerangka keputusan yang sifatnya tidak saja personal, melainkan juga kelembagaan, dalam relasinya dengan unsur-unsur pendidikan dalam lingkungan sekolah, dan dalam kaitannya dengan lembaga lain yaitu keluarga, instansi pemerintah, dan masyarakat. Maka, pendidikan karakter bukan saja sebagai pembentukan moral yang melibatkan keputusan individu secara personal, namun juga hubungan kelembagaan.

Pembentukan dan pengembangan karakter sebagai upaya pendidikan

diharapkan dapat memberikan dampak positif baik bagi individu secara personal maupun bagi lingkungannya. Pendidikan karakter berusaha mendidik para peserta didiknya agar mampu mengambil keputusan dengan bijak serta berkomitmen atas segala dampak keputusannya tersebut. Hal ini sesuai pendapat Megawangi (2004)

-anak agar

dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif

Terkait dengan upaya mendidik karakter para peserta didik, tidak lepas

dari aspek moral dan etika. Pembentukan dan pengembangan karakter memerlukan keterlibatan semua aspek dimensi manusia baik kognitif, emosi, maupun fisik, sehingga sistem pendidikan yang terlalu menekankan pada aspek hafalan dan orientasi untuk lulus ujian tidak relevan dengan konsep pendidikan karakter secara holistik. Dalam hal ini, Megawangi (2007) juga mengemukakan

proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hand Husaini, 2010: 3).

Karakter memberikan kualifikasi tertentu terhadap individu atas

pilihan mana yang diambilnya. Karakter menjadi suatu identitas atas pengalaman yang telah dialami oleh seorang individu, sehingga kematangan karakter menjadi kualitas pribadi yang dapat diukur. Seperti yang dikatakan oleh Foerster yaitu

kesatuan esensial antara si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi,

(Koesoema, 2007: 42). Karakter memberikan kekuatan dan penguatan atas keputusan seorang individu, yang kemudian ditambahkan oleh Foerster memiliki empat ciri, yaitu

1) Keteraturan interior melalui mana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai. Ini tidak berarti bahwa karakter yang terbentuk dengan baik tidak mengenal konflik, melainkan selalu merupakan sebuah kesediaan dan keterbukaan untuk mengubah dari ketidakteraturan menuju keteraturan nilai.

2) Koherensi yang memberikan keberanian melalui mana seseorang dapat mengakarkan diri teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang.

3) Otonomi. Yang dimaksud dengan otonomi di sini adalah kemampuan seseorang untuk menginternalisasikan aturan dari luar sehingga menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat melalui penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan dari pihak lain.

4) Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang untuk mengingini apa yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Maka, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya

pembentukan dan pengembangan karakter yang melibatkan semua aspek dimensi manusia baik kognitif, afektif (emosi), dan psikomotor (fisik) dengan mengetahui, pembentukan dan pengembangan karakter yang melibatkan semua aspek dimensi manusia baik kognitif, afektif (emosi), dan psikomotor (fisik) dengan mengetahui,

c. Urgensi Pendidikan Karakter

Winataputra (2010: 10) menyampaikan urgensi dari pengejawantahan

komitmen nasional pendidikan karakter, secara kolektif telah dinyatakan pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa sebagai Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, yang dibacakan pada akhir Sarasehan Tanggal 14 Januari 2010, sebagai berikut:

1) Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.

2) Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.

3) Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua. Oleh karena itu, pelaksanaan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.

4) Dalam upaya merevitalisasi pendidikan dan budaya karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.

Sistem pendidikan saat ini terlalu berorientasi pada pengembangan

otak kiri yaitu pada ranah kognitif, dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan pada ranah afektif. Tanpa mengesampingkan peran ranah pengetahuan, namun pengembangan karakter lebih berkaitan dengan optimalisasi fungsi otak kanan, yakni pada ranah afektif. Pada sisi lain, pembentukan karakter harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan aspek knowledge , feeling, dan action. Pembentukan karakter memerlukan latihan yang terus menerus atau kontinyu. Pendidikan karakter sebagai upaya pembentukan dan pengembangan karakter yang melibatkan semua aspek dimensi manusia baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dengan mengetahui, merasakan, dan otak kiri yaitu pada ranah kognitif, dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan pada ranah afektif. Tanpa mengesampingkan peran ranah pengetahuan, namun pengembangan karakter lebih berkaitan dengan optimalisasi fungsi otak kanan, yakni pada ranah afektif. Pada sisi lain, pembentukan karakter harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan aspek knowledge , feeling, dan action. Pembentukan karakter memerlukan latihan yang terus menerus atau kontinyu. Pendidikan karakter sebagai upaya pembentukan dan pengembangan karakter yang melibatkan semua aspek dimensi manusia baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dengan mengetahui, merasakan, dan

Pendidikan karakter meskipun sudah sering digembor-gemborkan

sebagai suatu hal yang mendesak untuk segera ditindaklanjuti dalam kinerja pendidikan, tampaknya belum sehebat grand design yang telah dibentuk pemerintah dalam implementasinya di lapangan. Pendidikan karakter dinilai telah mengalami kemunduran. Lickona dalam Koesoema (2007: 119-122) menyebutkan bahwa kemunduran pendidikan karakter dipengaruhi oleh berbagai macam asumsi teoritis-filosofis yang berkembang seiring dengan berjalannya historis pemikiran mengenai pendidikan karakter itu sendiri, yaitu antara lain:

Asumsi pertama berasal dari pandangan Darwinian tentang moralitas.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN EKTOPIK SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

1 1 56

PENGARUH BENTUK PENAMPANG RUNNER TERHADAP CACAT POROSITAS DAN NILAI KEKERASAN PRODUK COR ALUMINIUM CETAKAN PASIR SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

0 0 37

PERBANDINGAN KEADAAN SATURASI OKSIGEN PADA INHALASI HALOTAN DAN ISOFLURAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 46

PENGARUH EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum,Wight) TERHADAP WAKTU KEMATIAN Ascaris suum, Goeze In Vitro SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 52

SKRIPSI PEMANFAATAN BAKTERIOFAGE SEBAGAI AGEN PENGENDALIAN HAYATI BUSUK HITAM PADA KUBIS Ibnati Barroroh H 0708110

0 1 42

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL KEPALA KELUARGA DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK AEDES SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 1 81

ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI DI INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE SAMODRA KOTA SURAKARTA SKRIPSI Program Studi Agribisnis

0 5 112

HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN GANGGUAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI KELAS XII SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 37

Studi Perkembangan Prestasi Olahraga Pada Npc (National Paralympic Committee) Indonesia Tahun 2008-2012

0 0 128

SKRIPSI KARAKTERISASI MORFOLOGI BEBERAPA ANGGREK ALAM JAWA TIMUR DAN JAWA BARAT DIAN PURNAMASARI H 0708166

1 4 79