Biologi, Jender, dan Perilaku Manusia

C. Biologi, Jender, dan Perilaku Manusia

Setiap makhluk hidup dapat dikelompokkan pada dua jenis yaitu laki- laki dan perempuan, termasuk didalamnya buah-buahan sebagaimana diungkap dalam (Q.S.al-Ra’d/13:3)

Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.(Q.S.al- Ra'd/13:3).

9 Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender…, h. 62 10 Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender…,h. 89

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. (Q.S. al-Dzariyat/51: 49)

Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki- laki dan perempuan. (Q.S. al-Najm/53: 45)

Berdasarkan ayat-ayat di atas Muhammad Quraish Shihab mengatakan bahwa, ”Allah swt. menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Keberpasangan mengandung persamaan sekaligus perbedaan. Persamaan dan perbedaan itu harus diketahui agar manusia dapat bekerja sama menuju cita-

cita kemanusiaan." 11 Lelaki dan perempuan keduanya berkewajiban menciptakan situasi

harmonis dalam masyarakat. Tentu saja situasi ini harus sesuai dengan kodrat dan kemampuan masing-masing. Ini berarti bahwa kita dituntut untuk mengetahui keistimewaan dan kekurangan masing-masing, serta perbedaan keduanya. Karena tanpa mengetahui hal-hal tersebut, maka orang bisa mempersalahkan dan menzalimi banyak pihak. Dia bisa mempersalahkan interpretasi agama dan menganiaya perempuan karena mengusulkan hal-hal

yang justru bertentangan dengan kodratnya. 12 Dalam suasana maraknya tuntutan hak asasi manusia serta seruan

keadilan dan persamaan, sering kali tanpa disadari, hilang hak asasi dan sirna keadilan lagi kabur makna persamaan yang dituntut itu. 13

Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Anis Manshur yang menyatakan bahwa, ”Tidak ada satu masyarakat di seluruh persada dunia ini

11 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (selanjutnya tertulis Perempuan) (Jakarta : Lentera Hati, 2005), h. 2

12 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan,…, h. 3 13 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 3 12 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan,…, h. 3 13 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 3

tajam.” 14 Ada tidaknya pengaruh biologi terhadap perilaku manusia para pakar

berbeda pendapat, antara lain Nasaruddin Umar mengutip pendapat Unger tentang perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan sebagai berikut :

Laki-laki Perempuan • Sangat agresif

• Tidak terlalu agresif • Independen

• Tidak terlalu independen • Tidak emosional

• Lebih emosional • Dapat menyembunyikan emosi

• Sulit menyembunyikan emosi • Lebih objektif

• Lebih subjektif

• Tidak mudah terpengaruh • Mudah terpengaruh • Tidak submisif

• Lebih submisip

• Sangat menyukai penget. eksakta • Kurang menyukai eksakta • Tidak mudah goyah terhadap krisis

• Mudah goyah menghadapi krisis • Lebih aktif

• Lebih pasif

• Lebih kompetitif • Kurang kompetitif • Lebih logis

• Kurang logis

• Lebih mendunia • Berorientasi ke rumah • Lebih terampil berbisnis

• Kurang terampil berbisnis • Lebih berterus terang

• Kurang berterus terang • Memahami perkembangan dunia

• Kurang memahami perkemb.dunia • Berperasaan tak mudah tersinggung

• Berperasaan mudah tersinggung • Lebih suka berpetualang

• Kurang suka berpetualang • Mudah menghadapi persoalan

• Sulit mengatasi persoalan • Jarang menangis

• Lebih sering menangis • Umumnya terampil memimpin

• Tidak umum terampil memimpin • Penuh rasaperscaya diri

• Kurang percaya diri • Lebih banyak mendukung sikap

• Kurang senang terhadap sikap

14 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 5

Agresif

agresif

• Lebih ambisi

• Kurang ambisi

• Lebih mudah membedakan antara • Sulit membedakan antara rasa dan rasa dan rasio

rasio

• Lebih merdeka • Kurang merdeka • Tidak canggung dalam penampilan

• Lebih canggung dalam penampilan • Pemikiran lebih unggul

• Pemikirang kurang unggul

• Lebih bebas berbicara • Kurang bebas berbicara Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Murtadha Muthahari,

seorang ulama terkemuka Iran dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Abu al-Zahra al-Najafi ke dalam bahasa Arab dengan judul Nizhâm Huqûq al- Mar’ah yang intinya adalah bahwa lelaki secara umum lebih besar dan lebih tinggi dari perempuan, suara lelaki dan telapak tangannya kasar, berbeda dengan suara dan telapak tangan perempuan,… pertumbuhan perempuan lebih cepat dari laki-laki. Namun perempuan lebih mampu membentengi diri dari penyakit dibanding lelaki Lebih cepat berbicara bahkan dewasa dari lelaki. Rata-rata bentuk kepala lelaki lebih besar dari perempuan, tetapi jika dibandingkan dari segi bentuk tubuhnya, maka sebenarnya perempuan lebih besar. Kemampuan paru-paru lelaki menghirup udara lebih besar/banyak dari

perempuan, dan denyut jantung perempuan lebih cepat dari denyut lelaki. 16 Kemudian Quraish Shihab menjelaskan perbedaan laki-laki dan

perempuan dari segi psikis.

Secara umum, lelaki lebih cenderung kepada olah raga, berburu, dan pekerjaan yang melibatkan gerakan dibanding perempuan. Lelaki secara umum cenderung kepada tantangan dan perkelahian, sedangkan perempuan cenderung kepada kedamaian dan keramahan, lelaki lebih agresif dan suka ribut, sementara perempuan lebih tenang dan tentram. Perempuan menghindari penggunaan kekerasan terhadap dirinya atau orang lain, karena itu jumlah perempuan yang bunuh diri lebih sedikit

15 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 43 16 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (selanjutnya tertulis al-Mishbah Vol. 2) (Ciputat: Lentera Hati, 2000) Vol. 2, h. 405 15 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 43 16 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (selanjutnya tertulis al-Mishbah Vol. 2) (Ciputat: Lentera Hati, 2000) Vol. 2, h. 405

semacamnya. 17 Perasaan perempuan lebih cepat bangkit dari lelaki, sehingga sentimen

dan rasa takutnya segera muncul, berbeda dengan lelaki yang biasanya lebih berkepala dingin. Perempuan biasanya lebih cenderung kepada upaya menghiasi diri, kecantikan, dan mode yang beraneka ragam, serta berbeda bentuk. Di sisi lain, perasaan perempuan secara umum kurang konsisten dibanding dengan lelaki. Perepmuan lebih berhati-hati, lebih tekun beragama, cerewet, takut, dan lebih banyak berbasa-basi. Perasaan perempuan lebih keibuan, ini jelas tampak sejak anak-anak. Cintanya kepada keluarga serta

kesadarannya tentang kepentingan lembaga keluarga lebih besar dari lelaki. 18

Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Prof. Reek, pakar psikologi Amerika, yang telah bertahun-tahun melakukan penelitian tentang lelaki dan perempuan menguraikan keistimewaan lelaki dan perempuan dari segi kejiwaannya, antara lain sebagai berikut:

1. Lelaki biasanya merasa jemu untuk tinggal berlama-lama di samping kekasihnya. Berbeda dengan perempuan, ia merasa nikmat berada sepanjang saat bersama kekasihnya.

2. Pria senang tampil dalam wajah yang sama setiap hari. Berbeda dengan perempuan yang setiap hari ingin bangkit dari pembaringannya dengan wajah yang baru. Itu sebabnya mode rambut dan pakaian perempuan sering berubah, berbeda dengan lelaki.

3. Sukses di mata lelaki adalah kedudukan sosial terhormat serta penghormatan dari lapisan masyarakat, sedangkan bagi perempuan adalah menguasai jiwa raga kekasihnya dan memilikinya sepanjang hayat. Karena itu, lelaki—disaat tuanya—merasa sedih, karena sumber kekuatan mereka telah tiada, yakni kemampuan untuk

17 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 406 18 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 406 17 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 406 18 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 406

4. Kalimat yang paling indah didengar oleh perempuan dari lelaki, menurut Prof. Reek adalah ”Kekasihku, sungguh aku cinta padamu.” Sedang kalimat yang indah diucapkan oleh perempuan

kepada lelaki yang dicintainya adalah ”Aku bangga padamu.”. 19 Kemudian M.Quraish Shihab mengutip pendapat Psikolog perempuan,

Cleo Dalon, yang menemukan dua hal penting pada perempuan sebagaimana dikutip oleh Murtadha Muthahari dalam bukunya Nizhâm Huqûq al-Mar’ah :

. Pertama, perempuan lebih suka bekerja di bawah pengawasan orang lain. Kedua, perempuan ingin merasakan bahwa ekspresi mereka mempunyai pengaruh terhadap orang lain serta menjadi kebutuhan orang lain. Kemudian Psikolog perempuan itu menyatakan bahwa Menurut hemat saya, kedua kebutuhan psikis ini bersumber dari kenyataan bahwa perempuan berjalan di bawah pimpinan perasaan, sedang lelaki di bawah pertimbangan akal, walaupun kita sering mengamati bahwa perempuan bukan saja menyamai lelaki dalam hal kecerdasan, bahkan terkadang melebihinya. Kelemahan utama perempuan adalah pada perasaannya yang sangat halus. Lelaki berpikir secara praktis, menetapkan, mengatur, dan mengarahkan. Perempuan harus menerima kenyataan bahwa mereka membutuhkan kepemimpinan

lelaki atasnya. 20 Menurut Muhammad Quraish Shihab:”Ada perbedaan tertentu antara

lelaki dan perempuan baik fisik maupun psikis. Mempersamakannya dalam segala hal berarti melahirkan jenis ketiga, bukan jenis laki-laki dan bukan juga

perempuan.” 21

Muhammad Quraish Shihab selanjutnya menjelaskan:

Kita perlu menggarisbawahi bahwa laki-laki dan perempuan keduanya adalah manusia yang sama, karena keduanya bersumber dari ayah dan ibu yang sama. Keduanya berhak memperoleh penghormatan sebagai manusia. Tetapi akibat adanya perbedaan, maka persamaan dalam bidang tertentu tidak menjadikan keduanya sepenuhnya sama.

19 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 406 20 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 407 21 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 407

Namun ketidaksamaan ini tidak mengurangi kedudukan satu pihak dan melebihkan yang lain. Maka persamaan di sini harus diartikan kesetaraan, dan bila kesetaraan dalam hal tersebut telah terpenuhi, maka keadilan pun telah tegak, karena keadilan tidak selalu berarti persamaan. Anda telah berlaku adil terhadap dua anak yang berbeda umur, jika anda memberikan keduanya bahan baju yang sama dalam kualitasnya, walau

ukurannya berbeda akibat perbedaan badan mereka. 22 Di sisi lain, tidaklah adil bila anda menugaskan seorang anak yang

masih kecil untuk menyelesaikan pekerjaan yang hanya dapat diselesaikan oleh orang dewasa. Tidak juga adil bila anda menuntut dari seorang dokter untuk membangun jembatan, dan dari seorang petani untuk membelah pasien. Yang adil adalah menugaskan masing-masing

sesuai kemam-puannya. 23 Perbedaan-perbedaan yang ada itu dirancang Allah swt. agar tercipta

kesempurnaan kedua belah pihak, karena masing-masing tidak dapat berdiri sendiri dalam mencapai kesempurnaannya tanpa keterlibatan yang lain. 24

Muhammad Quraish Shihab lebih lanjut mengutip pernyataan Anis Manshur yang mengatakan:”Bahwa apakah perbedaan-perbedaan itu adalah dampak perlakuan masyarakat atau memang lahir dari tabiat masing-masing jenis kelamin laki-laki dan perempuan? Ada pendapat, di Taman Kanak- Kanak, anak laki-laki dan perempuan umumnya dididik oleh perempuan,

karena hampir semua guru TK adalah perempuan.” 25 Ini merupakan indikator, bahwa perbedaan-perbedaan tersebut lahir dari tabiat masing-masing.

Nasaruddin Umar menyatakan:”Bahwa kalangan feminis dan ilmuan Marxis menolak anggapan di atas dan menyebutnya hanya sebagai bentuk stereotip jender. Mereka membantah adanya skematisasi perilaku manusia

berdasarkan perbedaan jenis kelamin.” 26

22 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 5

24 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 6 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 7

26 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 18 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 44

Kalangan feminis dan Marxis berkeyakinan bahwa perbedaan jender tersebut bukan karena kodrat atau faktor biologis (divine creation), tetapi

karena faktor budaya (cultural contruction). 27 Faisar Ananda Arfa mengatakan:”Bila kita membuka teks book

sosiologi apa saja pada saat sekarang ini, maka akan ditemukan bagaimana lapangan sosiologi terbagi kepada dua kubu yang berbeda yakni teori fungsionalis dan teori konflik. Kedua teori tersebut—teori struktural fungsional dan teori sosial konflik—kelihatannya juga diterapkan dalam kajian

perempuan.” 28

1. Teori Struktural Fungsional

Faisar Ananda Arfa mengutip pendapat Soerjono Soekanto yang mengatakan: Pendekatan struktural fungsional ini mengakui adanya keragaman di

dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan keragaman pada fungsi sesuai dengan posisi seseorang pada struktur sebuah sistem. Metode fungsionalisme bertujuan untuk meneliti kegunaan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan struktur sosial di masyarkat. Metode ini berprinsip bahwa unsur- unsur yang membentuk masyarakat mempunyai hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi; masing-masing mempunyai fungsi

tersendiri terhadap masyarakat. 29

Selanjutnya Faisar Ananda Arfa mengutip pendapat August Comte yang menyatakan:”Bahwa perempuan secara konstitusional bersifat inferior terhadap laki-laki, sebab kedewasaan mereka berakhir pada masa kanak-kanak. Oleh sebab itu August Comte percaya bahwa perempuan menjadi subordinat

27 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 44 28 Faisar Ananda Arfa, Wanita dalam Konsep Islam Modernis, (selanjutnya tertulis Wanita

Islam Modernis ) (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004) , h. 42 29 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 43 Islam Modernis ) (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004) , h. 42 29 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 43

Berkaitan dengan hal ini, Nasaruddin Umar berpendapat:”Bahwa,teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut di dalam

masyarkat." 31 Walaupun penulis kurang sependapat dengan teori ini untuk dijadikan

sebagai tolok ukur perbedaan dan persamaan laki-laki dan perempuan, namun penulis setuju dari segi bahwa fungsi yang berbeda, tentu tugasnyapun berbeda.

Hal ini sejalan dengan Muhammad Quraish Shihab yang mengatakan,

Sangat sulit untuk menyatakan bahwa perempuan sama dengan laki- laki, baik atas nama ilmu pengetahuan maupun agama. Adanya perbedaan antara kedua jenis manusia itu harus diakui, suka atau tidak. Mempersamakan hanya akan menciptakan jenis manusia baru, bukan laki-laki dan bukan perempuan. Kaidah yang menyatakan fungsi/peranan utama yang diharapkan menciptakan alat' masih tetap relevan untuk dipertahankan. Tajamnya pisau dan halusnya bibir gelas, karena fungsi dan peranan yang diharapkan darinya berbeda. Kalau merujuk kepada teks keagamaan baik al-Qur'an maupun Sunnah ditemukan tuntunan dan ketentuan hukum yang disesuaikan dengan

kodrat, fungsi dan tugas yang dibebankan kepada mereka. 32 Pernyataan di atas sejalan dengan Q.S.Ali Imrân/3:36 :

30 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 43 31 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 51

32 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 351

Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki- laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk."

Begitu juga mencari akhirat banyak jalan yang harus ditempuh sesuai dengan apa yang Allah berikan padanya. Orang kaya dengan kekayaannya, orang berilmu dengan ilmunya, pejabat dengan jabatannya, kaum buruh dengan tenaganya, dan lain lain. Hal ini sesuai dengan Firman Allah

Artinya: "Carilah akhirat dengan apa yang Allah berikan pada kamu…" (Q.S. al-Qashash/28 : 77).

Jadi perbedaan peran diantara manusia tidak mengurangi kesempatan untuk memperoleh pahala di akhirat. Untuk itu kaum perempuan tidak perlu iri hati terhadap kaum laki-laki apabila perannya berbeda dengannya.

2. Teori Konflik

Nasaruddin Umar menegaskan bahwa,

Dalam soal jender, teori konflik terkadang diidentikkan dengan teori Marx karena begitu kuatnya pengaruh Karl Marx di dalamnya. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa dalam susunan di dalam suatu masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan menguasai sumber- sumber produksi dan distribusi merekalah yang memiliki peluang

untuk memainkan peran utama di dalamnya. 33 Lebih lanjut dijelaskan bahwa teori konflik ini menjadi anutan dari

feminisme radikal yang melihat tidak ada perbedaan antara tujuan personal dan politik, unsur-unsur seksual atau biologis, sehingga dalam melaksanakan

33 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 61 33 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 61

secara biologis dan politis laki-laki merupakan bagian dari permasalahan. 34 Dalam penjelasan berikutnya Nasarudin Umar menjelaskan:”Bahwa

aliran ini juga beranggapan penguasaan laki-laki terhadap fisik perempuan dalam bentuk hubungan seksual, misalnya merupakan bentuk dasar dari penindasan terhadap perempuan, sehingga partriarki merupakan dasar idiologi dari penindasan yang merupakan sistem hirarki seksual ketika laki-laki

memiliki kekuasaan superior dan keistimewaan ekonomi.” 35 Faisar Ananda Arfa mengatakan:”Bahwa Feminisme Marxis juga

menganut teori konflik, namun mereka menolak biologi adalah dasar pembedaan jender. Menurut mereka, penindasan perempuan adalah bagian penindasan kelas dalam hubungan produksi. Persoalan perempuan kerap

diletakkan pada kerangka kritik atas kapitalisme.” 36 Letak perbedaan kedua teori tersebut yaitu bahwa teori struktural

fungsional melihat bahwa setiap unsur harus berfungsi menurut fungsinya, sehingga laki-laki dan perempuan masing masing harus menjalankan perannya masing masing. Sedangkan teori konflik menekankan pada pembagian kelas berdasarkan ekonomi bukan berdasarkan biologis.

Pada prinsipnya penulis kurang sependapat bahwa menafsirkan al- Qur'an sebagai kebenaran mutlak menggunakan kedua teori tersebut yang sifatnya relatif. Bila penafsiran ayat tidak diketemukan dalam hadis Nabi, baru boleh berijtihad yang instrumennya juga menggunakan ayat al-Qur'an dan

35 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 54 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 55 36 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 55 35 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 54 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 55 36 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 55

Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (Q.S. al-Mu’minûn/23: 71)

Sedangkan menafsirkan ayat dengan hadis karena hadis sebagai tibyân (penjelasan) terhadap ayat-ayat al-Qur'an. Sesuai firman Allah

Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. al-Nahl/16: 44)

Selain merupakan penjelasan dari ayat-ayat al-Qur'an, hadis juga memiliki posisi kedua setelah al-Qur'an. Sesuai dengan ayat al-Qur'an

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. al-Nisâ’/4: 59)

Kemudian ditegaskan pula pada ayat-ayat lain seperti surat al-Nisâ’/4 ayat 69-80 dan Ali Imrân/3 ayat 32-132, dan masih banyak ayat yang lain yang menjelaskan tentang posisi hadis sebagai posisi kedua setelah al-Qur'an.

Selain kedua teori di atas, Nasaruddin Umar menyatakan bahwa dalam studi jender dikenal beberapa teori yang cukup berpengaruh dalam menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran jender laki-laki dan perempuan antara lain sebagai berikut :

1. Teori Psikoanalisa/Identifikasi

Menurut Nasaruddin Umar:”Bahwa teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Teori ini mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki laki dan perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Freud menjelaskan bahwa kepribadian seseorang tersusun di atas tiga struktur yaitu id, ego, dan super ego. Tingkah

laku seseorang menurut Freud ditentukan oleh interaksi ketiga struktur itu.” 37 Pertama, id sebagai pembawaan sifat-sifat fisik biologis seseorang

sejak lahir, termasuk nafsu seksual dan insting yang cenderung selalu agresif. Kedua ego bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakkan keinginan agresif dari id. Ketiga super ego berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadian, berupaya mewujudkan kesempurnaan hidup, lebih dari sekedar mencari kesenangan dan kepuasan. Super ego juga selalu

mengingatkan ego agar senantiasa menjalankan fungsinya mengontrol id. 38 Nasaruddin selanjutnya mengatakan:”Bahwa menurut Freud sejak

tahap phallic, yaitu anak usia antara 3-6 tahun, perkembangan kepribadian anak laki- laki dan anak perempuan mulai berbeda. Perbedaan ini melahirkan

37 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 45 38 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 46 37 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 45 38 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 46

Tentu saja pendapat Freud tersebut menimbulkan protes keras dari kalangan feminis, terutama karena tanpa rasa malu ia mengungkapkan

kekurangan alat kelamin perempuan. 40

2. Teori-Teori Feminis

Nasaruddin Umar mengatakan bahwa:"Dalam dua dekade terakhir kelompok feminis memunculkan beberapa teori yang secara khusus menyoroti kedudukan perempuan dalam kehidupan masyarakat. Kelompok feminis berupaya menggugat kemapanan patriarki dan berbagai bentuk stereotip jender

lainnya yang berkembang luas di dalam masyarakat.” 41 Adapun teori-teori yang lahir dari kelompok-kelompok feminis

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Feminisme Liberal

Dasar pemikiran kelompok ini adalah semua manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak terjadi

penindasan antara satu dengan lainnya. 42 Meskipun dikatakan feminisme liberal, kelompok ini tetap menolak

persamaan secara menyeluruh laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa hal— terutama yang berhubungan dengan fungsi reproduksi—aliran ini masih tetap memandang perlu adanya pembedaan (distinction) laki-laki dan perempuan.

39 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 47

41 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 50 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 64 42 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 64

Bagaimanapun juga, fungsi organ reproduksi bagi perempuan membawa konsekwensi logis di dalam kehidupan bermasyarakat. 43

b. Feminisme Marxis Sosialis

Aliran ini mulai berkembang di Jerman dan di Rusia dengan menampilkan beberapa tokohnya, seperti Clara Zetkin (1857-1933) dan Rosa Luxemburg (1871-1919). Aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan isu bahwa ketimpangan peran antara kedua jenis kelamin itu sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor budaya alam. Aliran ini menolak anggapan tradisional dan para teolog bahwa status perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena

faktor biologis dan latar belakang sejarah. 44

c. Feminisme Radikal

Menurut kelompok ini, perempuan tidak harus tergantung kepada laki- laki, bukan saja dalam hal pemenuhan kepuasan kebendaan tetapi juga pemenuhan kebutuhan seksual. Perempuan dapat merasakan kehangatan, kemesraan dan kepuasan seksual kepada sesama perempuan. Kepuasan seksual dari laki-laki adalah masalah psikologis. Melalui berbagai latihan dan

pembiasaan kepuasan itu dapat terpenuhi dari sesama perempuan. 45 Aliran ini mendapat tantangan luas, bukan saja dari kalangan sosiolog

tetapi juga di kalangan feminis sendiri. Tokoh feminis liberal yang banyak berpikir realistis tidak setuju sepenuhnya dengan pendapat ini. Persamaan secara total pada akhirnya akan merepotkan dan merugikan perempuan itu

43 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 64 44 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 65 45 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 67 43 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 64 44 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 65 45 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 67

Mastuhu mengutip surat kabar Easter Mail yang terbit di Kopenhagen Denmark, Mei 1975 yang memuat protes keras mahasiswi Universitas Kopenhagen terhadap pernyataan pemerintah Denmark yang menghina dan menjatuhkan derajat perempuan. Mereka (para mahasiswi) mengatakan, "Kami tak mau dijadikan barang-barang. Kami ingin tetap berdiam di rumah. Kembalikan sifat-sifat kewanitaan kami. Kami menolak hidup bebas tanpa

kendali." 47 Mastuhu selanjutnya mengutip Abdurahman al-Baghdadi (1990)

menyatakan bahwa Ana Rode seorang penulis perempuan Denmark berkomentar,

Masyarakat saat ini selalu menuntut mode dan hidup dengan mode tersebut. Aku tak sudi menuntut mode, aku ingin menjadi perempuan, bukan sebagai benda…. Sesungguhnya, aktivitas-aktivitas yang menjengkelkanku saat ini adalah apa yang menamakan diri sebagai gerakan kebebasan perempuan. Padahal gerakan-gerakan semacam itu tak akan berhasil mengubah suatu kenyataan. Laki-laki selamanya

tetap laki-laki dan perempuan selamanya tetap perempuan. 48 Sedangkan konsep Islam tentu sangat berbeda dengan konsep-konsep

yang lainnya karena Islam menempatkan posisi perempuan pada tempat yang terhormat, seperti aurat perempuan berbeda dengan laki-laki, sehingga pakaiannyapun tentu harus berbeda. Namun dari segi lain banyak kesamaannya, seperti melaksanakan shalat, puasa, zakat, menuntut ilmu, berdakwah, berdagang, menjadi pejabat pemerintahan seperti menjadi hakim, dan lainnya.

46 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 67 47 Mastuhu, Peran Serta IIQ dalam Membentuk Ulama Wanita Menyongsong Abad XXI,

(selanjutnya tertulis Peran Serta IIQ Dalam Membentuk Wanita) Majalah al-Furqan, h. 6 48 Mastuhu, Peran Serta IIQ dalam Membentuk Wanita…, h. 7

3. Teori Sosio Biologis

Nasaruddin Umar menyatakan: Teori ini dikembangkan oleh Pierre Van dan Berghe, Lionel Tiger, dan Robin Fox. Teori ini intinya menyatakan bahwa semua pengaturan

peran jenis kelamin tercermin dari biogram dasar yang diwarisi manusia modern dari nenek moyang primat dan hominid mereka. Intensitas keunggulan laki-laki tidak saja ditentukan oleh faktor biologis tetapi oleh elaborasi kebudayaan atas biogram manusia. Teori ini disebut bio sosial karena melibatkan faktor biologis dan sosial dalam menjelaskan

relasi jender. 49 Kemudian Nasaruddin Umar mengutip pendapat J.C. Friedrich yang

menggambarkan secara jelas pengaruh sindrom menjelang menstruasi (pre menstruation syndrome ), yaitu suatu masa menjelang menstruasi seorang perempuan senantiasa mengalami depresi dan berbagai bentuk stres. 50

Sedangkan kita semua sama-sama mengetahui bahwa semua perempuan akan mengalami menstruasi, maka bila pendapat di atas itu benar, tentu laki- laki tidak bisa disamakan perannya dengan perempuan. Dan sekaligus memperkuat anggapan bahwa faktor biologis dapat berpengaruh pada perilaku manusia.

Pada prinsipnya Islam menyamakan antara laki-laki dan perempuan dalam kemanusiaan, sesuai dengan al-Qur'an Surat al-Nisâ/4 ayat 1. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sejarah sejak Adam hingga sekarang terdapat perbedaan-perbedaan diantara manusia seperti ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang rajin dan ada yang malas, ada yang kuat dan ada yang lemah, ada yang sehat dan ada yang sakit. Perbedaan semacam ini memiliki pengaruh perbedaan, karena Allah yang menciptakan kesemuanya itu dan Dia mengetahui karakter, watak, dan kemampuan makhluknya. Untuk itu Allah

49 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 68 50 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 69 49 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 68 50 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 69

orang yang rajin disamakan dengan orang malas. 51

Allah telah membedakan rizki seseorang satu dengan yang lainnya (Q.S. al-Nahl/16: 71). Tetapi keunggulan ini yang menyebabkan perbedaan kewajiban dan tanggung jawab antara yang kaya dengan yang miskin. Orang kaya wajib zakat sedangkan yang miskin wajib menerima zakat.

Perbedaan laki-laki dan perempuan disebabkan oleh adanya perbedaan fungsi, misalnya laki-laki berfungsi menjadi pemimpin dan memberi nafkah dalam keluarga. Fungsi ini tidak lahir dari kesepakatan kedua belah pihak, tapi sudah ditetapkan Allah (Q.S. al-Nisâ/4: 34). Untuk itu laki-laki dan perempuan tidak boleh saling iri (Q.S. al-Nisâ/4: 32).