B A B I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Secara sederhana komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses pengoperan isi pesan berupa lambang-lambang dari komunikator kepada komunikan. Pengertian
komunikasi menurut Dale Yoder, dkk Surakhmat, 2006:17 dikutip dari
www.wordpress.comfaginterpersonal-communication - diakses 05 Mei 2008 : 22.55
WIB Communication is the interchange of information, ideas, attitudes, thoughts, andor opinions. Komunikasi adalah pertukaran informasi, ide, sikap, pikiran danatau pendapat.
Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari- hari, sebagai medium bagi pembentukan atau pengembangan pribadi untuk kontak sosial.
Melalui komunikasi seseorang tumbuh dan belajar, menemukan pribadi kita dan orang lain, kita bergaul, bersahabat, bermusuhan, mencintai, atau mengasihi orang lain,
membenci orang lain dan sebagainya. Menurut Johnson Supratiknya, 1995:9-10 komunikasi penting dilakukan dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia.
Pertama, komunikasi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita. Kedua, identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain.
Ketiga, dalam rangka memahami reaitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran kesan- kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita perlu
membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama, tentu saja hal ini dapat kita lakukan lewat komunikasi dengan orang lain. Keempat,
kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau
Universitas Sumatera Utara
hubungan kita dengan orang lain, terlebih lagi orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan dalam hidup kita.
Kita membutuhkan konfirmasi dari orang lain, yaitu pengakuan berupa tanggapan dari orang lain yang menunjukkan bahwa diri kita normal, sehat dan berharga. Ada juga
diskonfirmasi yang merupakan lawan dari konfirmasi, yaitu penolakan dari orang lain berupa tanggapan yang menunjukkan bahwa diri kita abnormal, tidak sehat dan tidak
berharga. Semuanya itu hanya kita peroleh lewat komunikasi dengan orang lain. Begitu juga halnya dengan para pengidap HIVAIDS atau yang lebih dikenal
dengan ODHA Orang dengan HIV AIDS. Dengan penyakit yang dideritanya mereka terstigmatisasi menjadi seolah-olah berada dalam kenyataan yang memalukan atau
namanya tercemar. Pada umumnya, mereka akan merubah persepsi tentang dirinya atau self-image dan mendefinisikan diri sendiri sebagai orang yang menyimpang.
HIV Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi
HIV yang menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit, dengan cara merusak sistem kekebalan tubuh dan akhirnya mengakibatkan kematian.
Berbagai pendapat dan sikap timbul dalam menghadapi pandemi AIDS di dunia. Begitu cepatnya perkembangan penyakit itu sehingga seluruh dunia merasa ketakutan. Tentu
saja orang yang merasa takut adalah orang yang merasa melakukan sesuatu yang memungkinkan tertularnya penyakit AIDS.
Kita sudah mengetahui bahwa penularan utama HIV ialah melalui kontak seksual dengan orang yang telah mengidap HIV, dan juga secara bergantian menggunakan jarum
suntik pada penyalah guna narkotika, ataupun menerima transfusi darah yang sudah
Universitas Sumatera Utara
tercemar HIV, bahkan ibu hamil pengidap HIV bisa menularkan pada bayi yang dikandungnya. Yang tidak kita ketahui adalah bahwa HIVAIDS tidak menular melalui:
1. Bersalaman dengan ODHA
2. Tinggal serumah dengan ODHA
3. Berciuman
4. Makananmakan bersama
5. Gigitan nyamuk
6. Alat makan
7. Renang bersama ODHA
8. Batukbersin
9. Air mata, Keringat
10. Sabun Mandi
11. WCtoilet
12. Pemakaian handukbaju bergantian
Perlu diingat bahwa HIV dapat berada di dalam tubuh manusia jika masuk langsung ke aliran darah. Darah merupakan media penularan virus HIV yang sangat efektik.
Di antara empat kemungkinan penularan di atas, penularan melalui kontak seksual adalah yang paling sering terjadi. Cara penularan tersebut dapat dilakukan hampir
setiap saat tanpa diketahui oleh orang lain, dan dengan semakin banyaknya penyimpangan norma-norma seksual, semakin besar pula kemungkinan tertular AIDS.
Pola hidup yang demikian menyebabkan rasa takut terhadap kemungkinan tertular AIDS sehingga membuat sebagian orang menjadi panik, gelisah, sulit tidur, dan akhirnya tidak
mampu bekerja atau melakukan kegiatan hidup lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Sebagian penderita AIDS akan mampu menerima dirinya sebagaimana adanya. Dengan kemampuan menerima diri dia juga akan berusaha sembuh dan berusaha pula
untuk mencegah agar jangan menularkan penyakitnya kepada orang lain. Tetapi, pada sebagian penderita lainnya, mereka merasa dihukum oleh masyarakat, atau tidak mampu
menerima penyakitnya. Mungkin mereka merasa bahwa sebenarnya mereka hanya melakukan suatu perbuatan dosa yang kecil, tetapi hukumannya begitu besar. Mungkin
juga mereka merasa tidak berbuat sesuatu yang sangat terlarang tetapi mereka bisa mengidap penyakit demikian. Berbagai pemikiran dan perasaan seperti disebutkan di atas
dapat mendorong penderita untuk tidak perduli akan penularan penyakitnya pada orang lain atau mungkin juga timbul perasaan bermusuhan sehingga bahkan berusaha untuk
menularkannya. Juga kepribadian-kepribadian yang egoistis atau egosentrik yang tidak perduli pada orang-orang di sekitarnya dan hanya mementingkan diri sendiri dapat
menyebabkan penderita HIV positif tidak dapat menahan diri untuk tidak menularkan penyakitnya.
Menurut Kepala Seksi Pencegahan Penyakit Menular Langsung H. Sukarni, SKM yang dikutip dari Harian Analisa, jumlah penderita HIV positif di Sumatera Utara sejak
tahun 1994 hingga Februari 2008 berjumlah 724 kasus. Begitu juga jumlah kumulatif kasus HIVAIDS berdasarkan Kabupaten Kota di Sumatera Utara hingga Februari 2008
berjumlah 1218 kasus. Sementara itu telah ditemukan lagi 952 kasus HIV positif baru di Sumatera Utara. Melihat tingginya jumlah kasus HIV positif tersebut di atas maka
masalah HIVAIDS bukan hanya masalah kesehatan dari penyakit menular semata, tetapi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang luas. Dengan semakin banyaknya
ODHA maka layanan dan dukungan untuk mereka perlu dikembangkan. Salah satu
Universitas Sumatera Utara
dukungan yang mereka butuhkan adalah dukungan psikososial. Dukungan ini penting bagi mereka yang memerlukan sahabat untuk mencurahkan permasalahannya. Mereka
bisa mendapatkan dukungan ini di Klinik atau Rumah Sakit yang menyediakan layanan konseling dan tes HIVAIDS sukarela.
Secara historis asal mula pengertian konseling adalah untuk memberi nasehat, seperti penasehat hukum ataupun penasehat perkawinan, yang menekankan pada nasehat
advise giving, mendorong, memberi informasi, menginterpretasi hasil tes, dan analisa psikologis. Milton E. Hahn Willis, 2004:18 mengatakan bahwa konseling adalah suatu
proses yang terjadi dalam hubungan seseorang dengan seseorang yaitu individu yang mengalami masalah yang tak dapat diatasinya, dengan seorang petugas profesional yang
telah memperoleh latihan dan pengalaman untuk membantu agar klien mampu memecahkan kesulitannya.
Dalam hal ini, konseling yang dimaksud adalah layanan Voluntary Counselling and Testing VCT yang merupakan pintu masuk untuk membantu setiap orang, baik
ODHA maupun OHIDA yang merasa curiga dirinya terinfeksi HIVAIDS, untuk membantu setiap orang mendapatkan akses ke semua pelayanan, baik informasi, edukasi,
terapi atau dukungan psikososial. Dengan terbukanya akses, maka kebutuhan akan informasi yang akurat dan tepat dapat dicapai, sehingga proses pikir, perasaan dan
perilaku dapat di arahkan kepada perubahan perilaku yang lebih sehat. Proses konseling ini termasuk mengevaluasi resiko pribadi atas penularan HIV dan memfasilitasi
perubahan perilaku untuk mencegah penularan. Perubahan perilaku seseorang dari beresiko menjadi kurang beresiko terhadap kemungkinan tertular HIV memerlukan
bantuan perubahan emosional dan pengetahuan dalam suatu proses yang mendorong
Universitas Sumatera Utara
nurani dan logika. Selain itu, diharapkan ODHA juga dapat merubah pandangan dan penilaian tentang dirinya secara pribadi maupun di mata masyarakat. Proses ini sangat
unik dan membutuhkan pendekatan individual. Konseling merupakan salah satu pendekatan yang perlu dikembangkan untuk mengelola kejiwaan dan proses
menggunakan pikiran secara mandiri. Konseling yang dilakukan dalam VCT berperan sebagai komunikasi interpersonal
yang di dalamnya terjadi sebuah dialog antara ODHA dengan seorang konselor yang bertujuan untuk memberdayakan orang untuk tegar dari stress dan membuat keputusan
pribadi terkait HIVAIDS. Sesuai dengan definisi komunikasi antar pribadi menurut De Vito Liliweri, 1991:12, komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan
dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Kebanyakan komunikasi interpersonal berbentuk verbal
disertai ungkapan-ungkapan nonverbal dan dilakukan secara lisan. Melalui layanan ini mereka bisa bercerita secara detail mengenai penyakit yang
mereka idap sampai masalah-masalah yang disebabkannya kepada seorang konselor. Konselor inilah yang nantinya menanggapi dan memberikan beberapa pertanyaan
berkaitan dengan penyakit mereka. Konselor sebagai komunikator dan klien sebagai komunikan bicara langsung bertatap muka tanpa adanya media, dengan adanya jawaban-
jawaban dari klien berarti ada feedback atau umpan balik yang seketika. Dapat dilihat bahwa konseling ini merupakan komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh konselor
terhadap penderita HIVAIDS. Oleh sebab itu, penulis tertarik memilih topik ini untuk dibahas dalam penelitiannya.
Universitas Sumatera Utara
I.2. Perumusan Masalah