BAB III LANDASAN TEORI
3.1. Studi Gerakan Motion Study
Penelitian gerak adalah penentuan secara ilmiah untuk gerakan-gerakan umum dari tangan dan angota badan dalam melakukan pekrjaan serta perencanaan
dan pengolahan produk, dalam cara proses-proses produksi. Motion Study ini diharapkan dapat memberikan keuntungan pada pabrik
pada umumnya, atau production control khususnya dalama hal : a.
Memperbaiki cara kerja dengan menghilangkan hal-hal ataupun mengelimonasi gerakan-gerakan yang tidak efisien dalam cara-cara
pengerjaan suatu pekerjaan. b.
Memperbaiki cara-cara atau metode kerja yang ada dengan menciptakan situasi baru yang lebih menarik dan lebih mudah, perubahan alat-alat baru
yang lebih baik.
3.2. Pengukuran Waktu Kerja
Pengukuran waktu didefenisikan sebagai analisa tentang penentuan elemen kerja beserta urutan-urutannya, serta waktu yang dibutuhkan untuk,
menyelesaikan pekerjaan tersebut secara efektif. Umumnya penelitian waktu dilakukan untuk mendapatkan waktu standar. Waktu standar adalah waktu yang
dibutuhkan oleh seorang operator untuk menyelesaikan satu siklus kegiatan yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan menurut metode tertentu, pada kecepatan normal dengan
mempertimbangkan faktor-faktor keletihan, kelonggaran untuk kepentingan pribadi.
Pada umumnya teknik-teknik pengukuran waktu terdiri dari dua bagian, pertama teknik pengukuran waktu secara langsung, dan kedua secara tidak
langsung. Teknik pengukuran secara langsung dilakukan langsung pada tempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan. Sedangkan pengukuran tidak langsung
yaitu melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada ditempat pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan.
Cara jam henti dan sampling pekerjaan adalah pengukuran kerja secara langsung. Keduanya umum diaplikasikan untuk menetapkan waktu standar
ataupun mengukur kondisi-kondisi kerja yang tidak produkstif. Dengan salah satu dari cara ini, akan didapat waktu standar dari suatu pekerjaan yaitu waktu yang
dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Untuk pelaksanaanya, penelitian waktu dapat dibagi atas tahap-tahap yaitu sebagai berikut :
1. Melaksanakan pengamatan terhadap departemen-departemen dengan
memahami semua gerakan bahan, pekerja dan mesin. 2.
Tahap komunikasi, dengan mengadakan pendekatan pada para karyawan dengan baik, sehingga karyawan dapat bekerja tanpa merasa terganggu.
3. Mengamati dan mencatat informasi mengenai operasi dan operator dari
objek yang diamati.
Universitas Sumatera Utara
DATA PENGEMATAN
Waktu Terpilih “Selected Time
Waktu Normal “Normal Time”
Waktu Standar PENYESUAIAN
“Rating Factor”
KELONGGARAN “Allowance”
4. Menentukan satu siklus kerja dan menguraikannya atas elemen-elemen
kerjanya. 5.
Tahap pengukuran, pengamatan waktu pengerjaan selected time yang dibutuhkan pekerja dan penentuan jumlah pengamatan yang dibutuhkan,
penentuan penyesuaian rating factor serta kelonggaran allowance. 6.
Tahap penyelesaian, penelaahan hasil pengukuran waktu yang dilakukan 7.
Menentukan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sesuai dengan perhitungan yang dilakukan berdasarkan waktu standar.
Langkah-langkah untuk menentukan waktu standar dari suatu pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Langkah-langkah Penentuan Waktu Standar
Berdasarkan skema diatas, maka rumus-rumus yang digunakan untuk menentukan waktu standar tersebut adalah :
Universitas Sumatera Utara
Waktu Normal WN = WT x RF Waktu Standar WS = WN x 1+All
Dimana: WN = Waktu Normal Normal Time
WT = Waktu Terpilih Selected Time RF = Faktor Prestasi Kerja Rating Factor dalam
All = Allowance dalam
3.2.1. Pengukuran Waktu Kerja Secara Langsung
Teknik pengukuran secara langsung adalah teknik pengukuran waktu yang dilakukan langsung pada pekerjaan yang akan diukur standarnya. Contoh teknik
pengukuran secara langsung adalah Direct Time Study dan Work Sampling. Direct Time Study adalah teknik pengukuran waktu yang merupakan
pengukuran secara fisik terhadap waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan dengan menggunakan stopwatch jam henti. Dimana pengamat berada
di tempat berlangsungnya pekerjaan selama selang waktu tertentu.
3.2.2. Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti Stop Wotch Time Study
Aktifitas pengukuran kerja dengan jam henti umumnya diaplikasikan pada industri manufakturing yang memiliki karakteristik kerja yang berulang-ulang,
terspesifikasi jelas dan menghasilkan output yang relative sama. Meskipun
demikian aktifitas ini dapat pula diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan non manufakturing seperti yang biasa dijumpai dalam aktivitas kantor, gudang dan
jasa lainnya asalkan memenuhi kriteria, pekerjaan tersebut harus homogen, output
Universitas Sumatera Utara
harus dapat dihitung secara nyata, pekrjaan tersebut cukup banyak dilaksanakan dan teratur sifatnya sehingga memadai untuk diukur dan dihitung waktu bakunya.
Beberapa langkah umum tahap dalam menentukan waktu standar dengan stopwatch time study adalah
1. Menelaah dan mencatat informasi mengenai operasi dan operator dari
objek yang akan diamati. Penelaahan dan pencatatan informasi diperlukan untuk mendapatkan
keseragaman dari metode kerja, peralatan, kualitas dan kondisi temapat kerja sebelum melakukan pengukuran kerja, sehingga segala bentuk yang
tidak efisien apat dipilih dan dihilangkan. Hal ini berguna menyusun data standar dikemudian hari. Penelaahan faktor-faktor diatas memerlukan
ketelitian karena studi waktu yang dilakukan haruslah lengkap dan bernilai.
2. Memecahkan operasi menjadi elemen-elemen kerja dan mencatat
keterangan-keterangan yang lengkap mengenai metode yang digunakan. a.
Memberikan kemungkinan untuk membandingkan elemen-elemen yang sama dalam pekerjaan-pekerjaan yang berbeda.
b. Memberikan kemungkinan untuk memberikan ranting secara terpisah
pada fase-fase pekerjaan yang berbeda bila diinginkan. c.
Memberikan kemungkinan lebih lanjut menuju data standar. d.
Elemen-elemen dari studi waktu dapat digunakan untuk memilih operator-operator baru.
Universitas Sumatera Utara
e. Dengan diketahui waktu standar elemen-elemen, maka dapat dihitung
waktu standar total suatu operasi. f.
Untuk mengetahui adanya variasi dalam metode kerja, tidak dapat dengan mudah ditentukan dengan suatu pengamatan secara
keseluruhan. g.
Untuk mengetahui adanya penyimpangan waktu kerja yan terjadi pada suatu elemen, misalnya waktu yang terlampau sempit yang
diperhitungkan untuk suatu elemen kerja. 3.
Mengamati dan mencatat langsung waktu yang dibutuhkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaanya.
Untuk mengukur waktu dengan stopwatch ada tiga cara metode pelaksanaannya yaitu :
1. Metode Berulang Stop-back Method
Pengukuran waktu secara berulang, stopwatch dijalankan, pada setiap akhir elemen kerja stopwatch dibaca, pada saat itu pula jarumnya
dikembalikan ke nol, dijalankan kembali untuk yang berikutnya. 2.
Methode Kontinu Continues Methode Pengukuran waktu secara kontinu, stopwatch dijalankan pada
permulaan pengamatan sampai elemen kerja yang terakhir selesai, sehingga dapat dibaca dan dicatat waktu kumulatif pada setiap akhir
dari masing-masing elemen kerja. Kemudian ditentukan dengan mengurangkan waktu kerja yang tercatat pada elemen berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Metode akumulatif accumulatif Methode
Pengukuran secara akumulatif memungkinkan cara pembacaan waktu dari masing-masing elemen dengan dua buah stopwatch yang pertama
dijalankan maka stopwatch kedua otomatis berhenti dan sebaliknya.
3.2.3. Pengukuran Waktu Kerja secara Tidak Langsung
Teknik pengukuran waktu kerja secara tidak langsung, menghitung waktu tanpa harus berada ditempat kerja, yaitu melalui tabel-tabel yang tersedia. Namun
tetap harus mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen gerakan. Contoh teknik pengukuran kerja secara tidak langsung adalah data waktu gerakan
Dengan salah satu cara diatas, waktu penyelesaian suatu pekerjaan yang dijalankan denga sistem kerja tertentu dapat ditentukan sehingga jika pengukuran
dilakukan terhadap beberapa alternative sistem kerja, yang terbaik adalah yang membutuhkan waktu penyelesaian tersingkat.
3.3. Penyesuaian dan Kelonggaran
Setelah dilakukan pengukuran secara langsung peneliti harus pula memperhatikan kewajaran kewajaran kerja yang ditujukan pada operator.
Kewajaran bias saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena kesulitan-kesulitan seperti kondisi ruangan
yang buruk. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperbolehkan dari kondisi dan cara kerja yang baku yang
diselesaikan secara wajar.
Universitas Sumatera Utara
Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan sautu harga p yang disebut faktor
penyesuaian. Besarnya harga p dapat ditentukan sehingga hasil kali yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau yang normal. Bila peneliti
mendapati operator bekerja diatas normal terlalu cepat maka harga p nya akan lebih besar dari 1 p1, sebaliknya jika di pandang operator bekerja dibawah
normal maka p lebih kecil dari 1 p. seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan 1 p=1.
3.3.1. Beberapa Cara Menentukan Faktor Penyesuaian
Cara pertama adalah cara persentase yang merupakan cara yang paling awal digunakan dalam pnyesuaian. Disini besarnya faktor penyesuaian ditentukan
oleh pengukur melalui pengamtannya selama melakukan pengukuran. Misalnya si pengukur berpendapat bahwa p=110. Jika waktu siklusnya telah terhitung sama
dengan 14,6, maka waktu normalnya : W
n
=14,6x1,1=16,6 Terlihat bahwa penyesuai diberikan dengan cara sangat sederhana.
Memang cara ini merupakan cara yang paling mudah dan sederhana, namun segera terlihat kekurangan ketelitian sebagai akibat dari “kasarnya” cara
penilaian. Bertolak dari kelemahan ini maka berkembanglah cara-cara laian yang dipandang sebagai cara yang lebih objektif. Cara-cara ini biasanya memberikan
“patokan” yang dimaksudkan untuk mengarahkan penilaian pengukur terhadap
Universitas Sumatera Utara
kerja operator. Disini akan dikemukan beberapa cara tersebut yaitu cara Shumard, Westinghouse dan Objektif.
1. Cara Shumard
Cara shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri. Nilai
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Penyesuaian Menurut Cara Shumard Kelas
Penyesuaian Kelas
Penyesuaian
Superfast Fast+
Fast Fast –
Exellent Good +
Good 100
95 90
85 80
75 70
Good – Normal
Fair + Fair
Fair – Poor
65 60
55 50
45 40
Disini pengukuran diberi patokan untuk menilai performance kerja operator menurut kelas-kelas Superfast, fast +, fast, fast -, exellent dan seterusnya.
Seseorang yang dipandang normal diberi nilai 60, dengan nama performance kerja yang lain dibandingkan untuk menghitung faktor penyusuaian.
Bila performance seorang operator dinalai Exelent maka dia mendapat nilai 80, dan karenanya faktor penyesuaiannya adalah :
P = 8060 = 1,33 Jika waktu siklus rata-rata sama dengan 276,4 detik, maka waktu
normalnya : W
n
= 276,4 x 1,33 = 367,6 detik.
Universitas Sumatera Utara
2. Cara Weshinghouse
Cara weshinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu : Keterampilan,
Usaha, Kondisi Kerja, dan konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilai masing-masing.
Keterampilan dan Skil didefinisikan sebagai kemampuannya mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi
hanya sampai ketingkat tertentu saja. Secara psikologis keterampilan merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan.
Keterampilan dapat juga menurun karena berbagai sebab. Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas
dengan ciri-ciri yang dimiliki seperti yang dikemukakan berikut ini : Super Skill
1. 2.
3. 4.
5.
6.
7. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya
Bekerja dengan sempurna Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik
Gerakan-gerakannya sangat halus tetapi cepat sehingga sulit untuk diikuti
Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan- gerakan mesin
Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen pekerjaan lainnya tidak terlalu terlihat karena lancar
Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berfikir dan merencana
Universitas Sumatera Utara
8. tentang apa yang dikerjakan
Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yang baik
Exellent Skill
1. 2.
3. 4.
5.
6. 7.
8. 9.
Percaya diri Tampak cocok dengan pekerjaannya
Terlihat telah terlatih baik Bekerjanya teliti dengan baik banyak melakukan pengukuran-
pengukuran atau pemeriksaan-pemeriksaan Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan
tanpa kesalahan Menggunakan peralatan dengan baik
Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu Bekerjanya cepat tapi halus
Bekerja berirama dengan terkoordinasi Good Skill
1. 2.
3.
4. 5.
6. 7.
Kwalitas hasil baik Bekerjanya tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerjaan
pada umumnya Dapat memberi petunjuk pada pekerja lain yang
keterampilannya rendah Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap
Tidak memerlukan banyak pengawasan. Tidak ada keragu-raguan
Bekerjanya stabil
Universitas Sumatera Utara
8. 9.
Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik Gerakan-gerakannya cepat.
Average Skill
1. 2.
3. 4.
5.
6. 7.
8. 9.
Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri Gerakannya cepat tapi tidak terlambat
Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang perencaan Tampak sebagai pekerja yang cakap
Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya keragu- raguan
Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk
pekerjaannya Bekerjanya cukup teliti
Secara keseluruhan cukup memuaskan Fair Skill
1. 2.
3.
4. 5.
6.
7. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik
Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya Terlihat adanya perencanaa-perencanaan sebelum melakukan
gerakan. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup
Tampaknya seperti tidak cocokd engan pekerjannya tetapi telah ditempatkan diperkjaan itu sejak lama.
Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak tidak selalu yakin
Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri
Universitas Sumatera Utara
8.
9. Jika tidak bekerja sungguh-sungguh outputnya akan sangat
rendah Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-
gerakannya Poor Skill
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9. Tidak dapat mengkoordinasi tangan dan pikiran
Gerakan-gerakannya kaku Kelihatannya tidak yakin pada urutan pekerjaan
Seperti tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya
Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja Sering melakukan kesalahan-kesalahan
Tidak adanya kepercayaan diri Tidak dapat mengambil inisiatif sendiri
Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas diatas bahwa yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian
gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, ”bekas-bekas” latihan dan hal-hal lain yang serupa.
Untuk usaha atau Efort cara weshinghouse membagi juga atas kelas-kelas. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau
diberikan opertor ketika melakukan perkerjaannya. Berikut ini adalah keenam kelas yang dimaksud:
1. Excessive Effort 2. Exellent Effort
Universitas Sumatera Utara
3. Good Effort 4. Average Effort
5. Fair Effort 6. Poor Effort
Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha. Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja yang memiliki keterampilan
rendah bekerja dengan usaha yang sungguh-sungguh sebagai imbangannya. Kadang-kadang usaha ini begitu besanya sehingga tampak berlebihan dan tidak
banyak menghasilkan. Sebaliknya seseorang yang memiliki keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang tidak didukung dihasilkannya
perpormance yang lebih baik. Jadi walaupun hubungan antara ”kelas tinggi” pada keterampilan dan usaha tampak erat sebagaimana juga dengan kelas-kelas rendah
misalnya exellent – exellent , fair dengan fair dan selanjutnya. Kedua faktor ini adalah hal-hal yang secara terpisah dalam pelaksanaan pekerjaan. Karenanya cara
weshinghouse memisahkan faktor-faktor keterampilan dari usaha dalam rangka penyesuaian.
Kondisi kerja dalam weshinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Kondisi kerja dibagi
menjadi enam kelas yaitu Ideal, Exellent, Good, Average, Fair dan Good. Kondisi ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerja karena berdasarkan karakteristiknya
masing-masing pekerja membutuhkan kondisi ideal masing-masing. Pada dasarnya kondisi yang ideal adalah kondisi yang cocok untuk pekerjaan yang
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan, yaitu yang memungkinkan performance maksimal dari pekerjaannya.
Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi. Faktor ini perlu diperhatikan karena kenyataannya bahwa setiap pengukuran waktu angka-angka
yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah, dari satu siklus kesiklus lainnya, dari jam ke jam
bahkan dari hari ke hari. Konsistensi juga memiliki enam kelas yaitu : Perfect, Exellent, Good, Average, fair dan poor. Seseorang dapat dikatakan bekerja perfect
adalah yang bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dari saat ke saat.
Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor diatas diperhatikan pada Tabel 3.2. dalam menghitung faktor penyesuaian, bagi keadaan
yang dianggap wajar diberi harga.
Tabel 3.2. Penyesuaian Menurut Weshinghouse
Faktor Kelas
Lambang Penyesuaian
Keterampilan Superskill
Exellent Good
Average Fair
Poor A1
A2 B1
B2 C1
C2 D
E1 E2
F1 F2
+0,15 +0,13
+0,11 +0,08
+0,06 +0,03
0,00 -0,05
-0,10 -0,16
-0,22
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2. Penyesuaian Menurut ..... Lanjutan
Faktor Kelas
Lambang Penyesuaian
Usaha Kondisi Kerja
Konsistensi Exellent
Good Average
Fair Poor
Ideal Exellenty
Good Average
Fair Poor
Perfect Exellent
Good Average
Fair Poor
A2 B1
B2 C1
C2 D
E1 E2
F1 F2
A B
C D
E F
A B
C D
E F
+0,12 +0,10
+0,08 +0,05
+0,02 0,00
-0,04 -0,08
-0,12 -0,17
+0,06 +0,04
+0,02 0,00
-0,03 -0,07
+0,04 +0,03
+0,01 0,00
-0,02 -0,04
3.3.2. Kelonggaran
Didalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-ratanya.
Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian satu hal lain yang kerap kali terlupakan adalah penambahan kelonggaran atas waktu
normal yang telah didapat.
Universitas Sumatera Utara
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu kebutuhan: pribadi menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun
dihitung. Karena sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.
3.3.3. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi
Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap-
cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketergantungan ataupun kejemuan dalam bekerja. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya
kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dari pekerja wanita: misalnya untuk pekerja-pekerja ringan pada kondisi-kondisi kerja normal pria memerlukan 2-2,5
dan wanita 5 persentase ini adalah dari normal.
3.3.4. Kelonggaran untuk Menghilangkan Rasa Fatique
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kwalitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya
kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya
adalah kesulitan kedalam menetukan pada saat-saat mana menurunnya hasil
Universitas Sumatera Utara
produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.
Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghilangkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja
lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggota badan
yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan
pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditujukan untuk menghilangkan rasa
fatique ini.
3.3.5. Kelonggaran untuk Hambatan-hambatan Tak Terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang
berlebihan dan menganggur dengan sengaja ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.
Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya, sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin,
hambatan akan tetap ada dan karenanya harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan
waktu baku.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah :
1. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas
2. Melakukan penyesuaian–penyesuaian mesin
3. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong
yang patah, memperbaiki kembali ban yang lepas dan sebagainya. 4.
Memasang peralatan potong 5.
Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang 6.
Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan 7.
mesin berhenti karena matinya aliran listrik
3.4. Pengujian Keseragaman Data
Pengujian keseragaman data adalah suatu pengujian yang berguna untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan berasal dari suatu sistem yang sama.
Melalui pengujian ini kita dapat mengetahui adanya perbedaan-perbedaan dan data-data yang diluar batas kendali yang dapat kita gambarkan pada peta kontrol.
Data – data yang demikian dibuang dan tidak dipergunakan dalam perhitungan selanjutnya. Untuk membuat peta kontrol, terlebih dahulu kita tentukan batas-
batas kontrolnya dengan menggunakan rumus uji keseragaman data sebagai berikut, utuk tingkat kepercayaan 95 dan tingkat ketelitian 5 maka:
n p
p p
BKA
_ _
_ _
1 2
− +
=
Batas kontrol atas
Universitas Sumatera Utara
n p
p p
BKA
_ _
_ _
1 2
− −
=
Batas kontrol bawah
Dimana :
p
_
= produktivitas rata-rata operator bentuk desimal
n
_
= Jumlah pengamatan yang dilaksanakan per siklus waktu kerja -
Tingkat kepercayaan 68 mempunyai harga k = 1 -
Tingkat kpercayaan 95 mempunyai harga k = 2 -
Tingkat kepercayaan 99 mempunyai harga k = 3
3.5. Menghitung Jumlah Pengamatan yang diperlukan
Banyaknya pengamatan yang harus dilakukan dalam sampling kerja akan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :
1. Tingkat ketelitian dari hasil pengamatan
2. Tingkat keyakinan dari hasil pengamatan.
Dengan asumsi bahwa terjadinya seorang operator akan bekerja atau menganggur mengikuti pola distribusi normal, maka untuk mendapatkan jumlah
pengamatan yang harus dilakukan dapat dicari dengan rumus:
p S
p k
N
2 2
1
1 −
=
Dimana : N
1
= Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja S
= Tingkat ketelitian yang dikehendaki bentuk desimal
Universitas Sumatera Utara
p
= Persentase terjadinya kejadian yang dimati bentuk desimal K
= Harga indeks yang besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan yang diambil
- Tingkat kepercayaan 68 mempunyai harga k = 1
- Tingkat kpercayaan 95 mempunyai harga k = 2
- Tingkat kepercayaan 99 mempunyai harga k = 3
Untuk menetapkan berapa jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan N maka disini harus diputuskan terlebih dahulu berapa tingkat kepercayaan
convidence level dan derajat ketelitian degree of accuracy untuk pengukur kerja tersebut. Didalam aktifitas pengukuran kerja biasnya akan diambil 95
convidence dan 5 degree of accuracy. Hal ini berarti bahwa sekurang-kurangnya 95 dari 100 harga rata-rata dari hasil pengamatan yang dicatat akan memiliki
penyimpangan tidak lebih dari 5. Besar N” jumlah pengamatan yang harus dilakukan N’
≤ N. Apabila kondisi yang diperoleh adalah N’ lebih besar dari pada N N’
≥ N maka pengamat an yang harus dilakukan lagi. Sebaliknya jika harga N’ lebih kecil dari N N’
≤N maka pengamatan yang dilakuka n telah
mencukupi sehingga data bisa memberikan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian yang sesuai dengan yang diharapkan.
3.6. Penentuan Tingkat Ketelitian hasil Pengamatan