bahkan dapat terjadi diare. Timbul bercak rose bercak-bercak merah di dada dan perut yang akan menghilang dalam 2-3 hari.
16,19
Pada minggu kedua, gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif perlambatan relatif nadi penderita. Bibir kering dan pecah-pecah, kemudian
lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepi lidah kemerahan, hepatomegali pembesaran hati, splenomegali pembesaran limpa, meteorismus keadaan perut
kembung dan dapat terjadi gangguan kesadaran seperti apatis maupun delirium.
21
Dalam minggu ketiga, suhu tubuh berangsur–angsur turun dan normal kembali. Hal ini terjadi jika penderita tidak mengalami komplikasi. Meskipun demikian, pada saat
ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung terjadi apabila usus mengalami nekrosis dan ulserasi.
29
2.7. Diagnosis
Ada dua cara utama untuk mendiagnosis demam tifoid yaitu secara klinis dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena
gejala klinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali
terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.
16
Oleh karena itu, untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Darah Tepi
Diagnosis demam tifoid melalui pemeriksaan darah tepi akan mendapatkan gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Di
samping itu, pada pemeriksaan ini kemungkinan terdapat anemia dan trombositopenia
Siska Ishaliani Hasibuan : Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008, 2010.
ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana, akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis.
19
b. Pemeriksaan Bakteriologis
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri Salmonella typhi dalam biakan dari darah, urin, feses, dan sumsum tulang. Berkaitan
dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, dengan hasil positif 70-90 dari penderita,
sedangkan biakan sumsum tulang memberikan hasil positif pada 80-95 penderita, selama perjalanan penyakit dan hilang pada fase penyembuhan. Bakteri dalam feses
ditemukan meningkat dari minggu pertama 10-15 sampai minggu ketiga 75 dan turun secara perlahan, sedangkan biakan urin memberikan hasil positif setelah
minggu pertama sakit.
30
Hasil biakan yang positif memastikan diagnosis demam tifoid, akan tetapi hasil biakan negatif tidak mengenyampingkan diagnosis demam tifoid, karena
hasilnya bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan yaitu jumlah darah yang diambil, perbandingan volume darah dengan media
empedu dan waktu pengambilan darah. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk Salmonella typhi adalah media empedu Gall dari sapi, dimana media ini dapat
meningkatkan positifitas hasil karena hanya Salmonella typhi yang dapat tumbuh pada media tersebut.
30
Siska Ishaliani Hasibuan : Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008, 2010.
c. Pemeriksaan Serologis
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen Salmonella
typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri.
1. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi aglutinin. Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum
penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.
Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.
21
Dari ketiga aglutinin aglutinin O, H dan Vi, hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar
pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang
waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.
21
Interpretasi hasil uji widal adalah sebagai berikut :
29
a. titer O yang tinggi
≥160 menunjukkan adanya infeksi akut. b.
titer H yang tinggi ≥160 menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah
menderita infeksi
Siska Ishaliani Hasibuan : Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008, 2010.
c. titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier
Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal, yaitu :
21
1. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penderita
a. Keadaan umum gizi penderita
Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. b.
Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit
selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit.
c. Pengobatan dini dengan antibiotik
Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
d. Penyakit-penyakit tertentu
Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan karsinoma
lanjut. e.
Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat manghambat pembentukan antibodi.
f. Vaksinasi
Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1
tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau
Siska Ishaliani Hasibuan : Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008, 2010.
2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya
Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat dijumpai
aglutinin pada orang-orang yang sehat. 2.
Faktor-faktor Teknis a.
Aglutinasi silang Karena beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H
yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu spesies
salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan dengan uji Widal. b.
Konsentrasi suspensi antigen Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji Widal akan
mempengaruhi hasilnya. c.
Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen Daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih
baik dari pada suspensi antigen dari strain lain.
2. Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay ELISA
18
a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap Salmonella typhi
Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai
Siska Ishaliani Hasibuan : Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008, 2010.
umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.
b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik darah atau urin secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid
secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double
antibody sandwich ELISA.
2.8. Komplikasi