40-50 adalah lulusan SLTA dan kesempatan mengikuti pelatihan atau program pemerintah sangat terbatas, keterbatasan ini menimbulkan perbedaan persepsi
dalam menafsirkan dan memahami setiap tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada setiap aparatur. Apalagi dengan adanya kebijakan otonomi
daerah ini yang memerlukan kemampuan setiap aparatur untuk mengemban tugas sebagai aparatur daerah otonom, jika kondisi aparatur seperti kondisi ini maka
menghambat percepatan pelaksanaan otonomi daerah karena sebagian diantaranya merasa takut akan kehilangan kekuasaan akibat kurangnaya pemahaman tentang
otonomi daerah dan sebaliknya sebagian lagi kebablasan dalam menerapkan otonomi daerah.
Melihat kondisi ini maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka melihat Pengaruh Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah
terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah. Selain itu melihat karakteristik Kabupaten Nias yang unik yakni merupakan daerah kepulauan yang memiliki pulau-pulau
kecil sebanyak 27 pulau, sehingga dalam pelaksanaan otonomi daerahnya disesuaikan dengan bentuk dan potensi daerahnya membuat penulis semakin
tertarik dengan topik ini.
1.2 Perumusan Masalah
Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah merumuskan masalahnya dengan jelas, sehingga akan diketahui
darimana suatu penelitian harus mulai diarahkan, kemana, dan dengan apa Arikunto, 1996; 19. Berdarkan uraian diatas, penulis merumuskan masalah dan
memberikan batasan pada masalah Pengaruh Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah.
Universitas Sumatera Utara
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Pengaruh Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Nias
Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang penulis harapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kemampuan aparatur Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan otonomi daerah.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan otonomi daerah. c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui aparatur
Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Pemberian masukan-masukan yang bermanfaat bagi pelaksanaan
otonomi daerah. b. Karya tulis ini di harapkan dapat memperkaya referensi ilmiah di
bidang Administrasi Negara, sekaligus bermanfaat bagi masyarakat. c. Melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir penulis melalui
aplikasi teori dan konsep yang relevan dengan topik penelitian.
1.5 Kerangka Teori
Sebelum melakukan penelitian, seorang peneliti harus menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti
Universitas Sumatera Utara
menyoroti masalah yang telah dipilih Nawawi, 1991:40. Dari perspektif ini nantinya penulis akan menggeneralisasikan data-data yang diperlukan,
menyusunnya, dan menganalisisnya berdasarkan metode penelitian yang dipilih. Adapun landasan konseptual yang dibentuk dalam penelitian ini adalah:
1.5.1 Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah
Dalam konteks pemerintahan daerah, di era otonomi luas dituntut adanya keterbukaan, akuntabilitas, ketanggapan, dan kreativitas dari segenap jajaran
aparatur Pemerintah Daerah. Dalam dunia yang penuh kompetitif, sangat diperlukan kemampuan birokrasi dan sumber daya aparatur untuk memberikan
tanggapan atau responsif terhadap berbagai tantangan secara akurat, bijaksana, adil dan efektif. Dengan demikian aparatur merupakan faktor yang dominan bagi
berhasilnya penyelenggaraan Pemerintahan di daerah. Sehubungan dengan aparatur Pemerintah Daerah, Kaho menyatakan:
“Salah satu atribut penting yang memadai suatu Daerah Otonom adalah memiliki aparatur tersendiri yang terpisah dari aparatur Pemerintah Pusat yang
mampu untuk menyelenggarakan urusan-urusan rumah tangganya. Sebagai unsur pelaksana, aparatur pemerintah daerah menduduki posisi vital dalam keseluruhan
proses penyelenggaraan Otonomi Daerah. Oleh karena itu tidak berlebihan bila dikatakan bahwa keberhasilan penyelenggaran Otonomi Daerah sangat tergantung
pada kemampuan aparatnya” Joseph Riwu Kaho, 1990:249.
Kata “kemampuan” menurut Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti kesanggupan, kecakapan, kekayaan, Poerwadarminta,
1961: 569. Selanjutnya Gibson menyatakan bahwa “Kemampuan merupakan sifat
yang dibawa sejak lahir atau yang dipelajari, yang memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya Gibson, 1994: 54.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kaitannya dengan kemampuan, Moenir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan pegawai dalam hubungannya dengan pekerjaan
ialah suatu keadaan pada diri seseorang yang secara penuh kesanggupan, berdaya guna, berhasil guna melaksanakan pekerjaannya sehingga menghasilkan sesuatu
yang optimal A.S. Moenir, 1983: 76. Sedangkan aparatur secara etimologis istilah aparatur berasal dari kata
aparat, yakni alat, badan, instansi, pegawai negeri. Sedangkan aparatur disamakan artinya dengan aparat tersebut diatas, yakni dapat diartikan sebagai alat negara,
aparat pemerintah. Jadi aparatur negara adalah alat kelengkapan negara yang bertanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari Victor M.
Situmorang; Cormentyana Sitanggang, 1994:113-114. Selanjutnya Miftah Thoha berpendapat bahwa “kemampuan merupakan
salah satu unsur yang berkaitan dengan pengetahuan atau ketrampilan yang dapat diperoleh pegawai melalui pendidikan dan latihan atau pengalaman kerja”.
Dalam hal ini kemampuan aparatur sangat tergantung pada pengetahuan, ketrampilan atau kecakapan.
Adapun tingkat pengetahuan ini bisa dilihat melalui: a. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh.
b. Pendidikan non formal seperti kursus, pelatihan, dan penataran. c. Pengalaman kerja.
Sedangkan pada tingkat ketrampilan atau kecakapan bisa dilihat melalui: a. Cara pelaksanaan kerja.
b. Ketepatan waktu dalam pelaksanaan kerja. c. Hasil yang dicapai. Miftah Thoha, 1993: 34
Berangkat dari pengertian di atas, maka secara keseluruhan pengertian dari kemampuan aparatur adalah menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh pegawai
negeri sipil dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Ini mengarah pada suatu konsepsi bahwa kemampuan yang dipunyai
seorang aparat ditunjukkan dengan kesanggupannya sesuai dengan tingkat
Universitas Sumatera Utara
pengetahuannya dan ketrampilan yang diperolehnya melalui pendidikan dan pengalamannya.
Tersedianya modal pengetahuan dan ketrampilan inilah yang merupakan salah satu faktor untuk mempertimbangkan penempatan seorang calon pegawai.
Modal ini biasanya dimiliki oleh mereka yang berpendidikan. Ketrampilan dan pengetahuan ini sebagai pertanda adanya kemampuan sebagaimana pendapat
diatas, ternyata dapat dialihkan dari orang yang satu kepada orang lain. Tidak lain medianya adalah melalui pendidikan
Pendidikan adalah:“Usaha sadar dan sistematis yang berlangsung seumur hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan oleh seseorang kepada orang
lain.Dengan pengertian di atas jelas tampak bahwa pendidikan dapat bersifat formal akan tetapi dapat pula bersifat non formal. Pendidikan yang bersifat formal
ditempuh melalui tingkat-tingkat pendidikan, mulai dari sekolah Taman Kanak- kanak, hingga bagi sebagian orang, pendidikan tinggi, terjadi di ruang kelas
dengan program pada umumnya bersifat structured. Di pihak lain pendidikan yang sifatnya unstructured. Dalam kedua sistem pendidikan itu, pengalihan
pengetahuan dan ketrampilan tetap terjadi”. Dan membedakan pendidikan dalam 2 kategori, yaitu:
a. Pendidikan formal, seperti TK, SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. b. Pendidikan non formal, seperti kursus, latihan, dan sebagainya Sondang
P. Siagian, 1982:57. Berkaitan dengan masalah pendidikan, aparat di lingkungan Kantor
Sekretariat Daerah Kabupaten Nias, diatur pula dengan peraturan kepegawaian yang mana pada Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 1980, diatur tentang
pengangkatan pertama dalam pangkat Pegawai Negeri Sipil PNS berdasarkan pendidikan formal yang pernah ditempuh. Sedangkan dalam Undang-undang
No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan pengembangan karir Pegawai Negeri Sipil Daerah mempertimbangkan integritas, moralitas,
pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian nampak sekali bahwa terdapat adanya pengakuan atas tingkat pendidikan formal yang dipunyai seseorang untuk
Universitas Sumatera Utara
menyesuaikan kemampuannya dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang diserahkan kepada seorang aparatur yang dijabarkan dalam pangkat pertama
mereka. Kemudian dalam perjalanan kariernya, untuk mendapatkan kenaikan pangkat, suatu jabatan atau kedudukan dalam birokrasi maka peran pendidikan
non formal seperti pelatihan, sangat menentukan karena dengan pelatihan akan menambah tingkat pengetahuan seseorang dalam pelaksanaan tugas.
“Ketrampilan merupakan kemampuan teknis untuk melakukan sesuatu kegiatan tertentu yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Artinya usaha
pengembangan ketrampilan merupakan bagian dari kegiatan pendidikan, yang berarti dilakukan secara sadar, programatis, dan sistematis, khususnya dalam
berbagai bidang yang sifatnya teknis dan dalam penerapannya lebih ditunjukkan kepada kegiatan-kegiatan operasional” Sondang P.Siagian, 1982:59.
Sondang P. Siagian memandang ketrampilan sebagai kemampuan dalam batas-batas operasional saja. Lepas dari kemampuan yang bagaimana, yang jelas
ia melihat kemampuan ini dapat dipelajari dan dikembangkan melalui pendidikan. Selanjutnya kemampuan ini dapat diberikan dan dikembangkan melalui
tiga jalur utama, yaitu pendidikan, latihan, dan pengalaman Soeroto, 1983:106 Dimana pendidikan merupakan program yang disediakan sebagai
persiapan sebelum seseorang memasuki pekerjaan. Sekalipun demikian banyak orang dengan usaha sendiri maupun dengan bantuan instansi, mengikuti
pendidikan lanjutan yang sesuai dengan bidangnya ataupun bidang yang lain, untuk meningkatkan pengetahuan atau untuk membentuk dan menanamkan
ketrampilan kerja dalam bidangnya. Sedangkan latihan lebih diarahkan pada ketrampilan yang sesuai dengan tugas pekerjaan seseorangaparat dalam
organisasi. Dan pengalaman merupakan keseluruhan pelajaran yang dapat dipetik oleh seseorangaparat dari segenap peristiwa atau apa saja yang dilaluinya dalam
Universitas Sumatera Utara
perjalanan hidupnya khususnya dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan baik sebagai aparatur maupun sebagai warga masyarakat.
Kemudian dikataka pula oleh Moenir, bahwa dalam kemampuan ini tedapat tiga unsur, yaitu unsur kecakapan, unsur fisik, dan unsur mental. Ketiga
unsur ini saling menunjang, dan gabungan yang serasi antara ketiganya menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan persyaratan A. S. Moenir, 1983: 76.
Betapa pun berkaitannya ketiga unsur tersebut dalam melaksanakan suatu pekerjaan, apabila kekurangan salah satu dari ketiga unsur tersebut, maka pastilah
hasil yang dicapai tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, dalam pelaksanaan otonomi daerah dibutuhkan aparat yang memiliki
unsur kecakapan, unsur fisik, dan unsur mental. Akan tetapi, apabila salah satu dari unsur tersebut tidak ada, misalnya tidak memiliki unsur kecakapan maka
pelaksanaan otonomi daerah berjalan tapi kurang efektif dan tidak optimal. Demikian juga apabila seorang aparat hanya hanya memiliki kecakapan dan fisik
yang mendukung tetapi tidak diikuti dengan mental yang baik, maka penyelewengan kekuasaan dapat terjadi, sehingga tujuan otonomi daerah tidak
tercapai. Begitu juga apabila seorang aparat tidak memiliki kemampuan fisik, walaupun mempunyai kecakapan dan mental yang baik tapi karena fisiknya
kurang mendukung maka aparat tidak dapat melakukan tugas dan tanggung jawabnya.
Jadi jelas bahwa apabila salah satu unsur tidak ada atau tidak dimiliki oleh seorang aparat secara baik, maka seorang aparat itu adalah tidak mampu. Sebab
kecakapan merupakan modal aparat dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan efektif dan efisien, sedangkan modal fisik merupakan kekuatan atau kondisi fisik
Universitas Sumatera Utara
aparat untuk bertindak sehubungan dengan tantangan yang ditemui dalam pekerjaan, yang membutuhkan tenaga atau kondisi fisik yang baik. Dalam
penerapannya lebih ditujukan kepada kegiatan-kegiatan operasional di lapangan. Dan modal mental merupakan sikap atau perilaku aparat, yang erat hubungannya
dengan kejiwaan, yang dalam pelaksanaannya lebih ditujukan kepada kepatuhan atau kesungguhannya dalam mentaati peraturan dan ketentuan serta tanggung
jawab terhadap tugas tersebut. Mengenai pendidikan dan pelatihan ini, Richard M. Steers mengemukakan
bahwa pendidikan dan pelatihan dapat mengembangkan kemampuan pekerja bukan saja untuk menangani pekerjaan mereka pada saat ini, tetapi juga untuk
pekerjaan yang memerlukan tenaga mereka dimasa yang akan datang. Artinya pendidikan merupakan investasi dalam diri pekerja bank bakat yang dapat
ditimba bila diperlukan Richard M. Steers, 1985:169. Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan dan pelatihan
dapat meningkatkan kemampuan seorang aparat, baik kemampuan yang dapat digunakan untuk menangani pekerjaan yang ada pada saat ini, maupun untuk
pekerjaan yang akan datang. Disamping itu harus dibekali dengan pengalaman, sebab pengalaman seseorangaparat yang mempunyai masa kerja lebih lama
dalam suatu pekerjaan, akan memberikan kelebihan untuk dapat melaksanakan pekerjaan itu dengan baik, dibanding dengan orang yang masih sedikit masa
kerjanya. Demikian halnya dalam meningkatkan kemampuan aparat di lingkungan
Kantor Sekretariat Daerah, Kabupaten Nias. Dimana aparatur kantor merupakan aparatur penyelenggara Pemerintah Daerah Otonom sebagaimana diamanatkan
Universitas Sumatera Utara
oleh Undang-Undang No.32.Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Maka untuk mewujudkan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab, menurut
T.B.Silalahi sosok sumber daya aparatur Negara, khususnya aparatur Pemerintah daerah yang dibutuhkan antara lain adalah:
a. Mempunyai wadah, perilaku, kualitas, tujuan, dan kegiatan yang dilandasi dengan keahlian dan ketrampilan tertentu.
b. Kreatif dalam arti mempunyai jiwa inovatif, serta mampu mengantisipasi tantangan maupun perkembangan termasuk di
dalamnya etos kerja yang tinggi. c. Mampu sebagai penggerak swadaya masyarakat yang mempunyai rasa
solidaritas sosial tinggi , peka terhadap dinamika masyarakat, mampu bekerjasama, dan mempunyai orientasi berpikir people centered
orientation.
d. Mempunyai displin yang tinggi dalam arti berpikir konsisten terhadap program, sehingga mampu menjabarkan kebijaksanaan nasional
menjadi program operasional Pemerintah Daerah sesuai dengan rambu-rambu pengertian program urusan yang ditetapkan
T.B.Silalahi.
Dari uraian dan berbagai pendapat di atas, jelaslah bahwa melalui
pendidikan, latihan, dan pengalaman, sesorangaparat dapat membekali dirinya dengan berbagai pengetahuan yang menjadikan cakap dan trampil didalam
melaksanakan segala tugas dan tanggung jawab demi tercapainya tujuan organisasi dan pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab.
Dengan kata lain kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan tergambar dari penguasaan berbagai pengetahuan dan ketrampilan yang secara
keseluruhan akan membantu tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena dengan kemampuan yang tinggi, seseorangaparat dapat
berbuat banyak terutama tugas-tugas pekerjaan dalam organisasi. Artinya, kemampuan itu sendiri merupakan kecakapan untuk mengantisipasikan dan
mempengaruhi perubahan serta mengolah sumber-sumber untuk mencapai tujuan.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Pelaksanaan Otonomi Daerah
Istilah Otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti peraturan atau undang-undang. Oleh karena itu, otonomi
berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan sendiri.
Pengertian otonomi dalam lingkup suatu negara selalu dikaitkan dengan daerah atau pemerintah daerah local government. Otonomi dalam pengertian ini,
selain berarti mengalihkan kewenangan dari pusat central government ke Daerah juga berarti menghargai atau mengefektifkan kewenangan asli yang sejak semula
tumbuh dan hidup di daerah untuk melengkapi sistem prosedur pemerintahan negara di daerah Sumitro Maskun, 2000
Pengertian Otonomi Daerah berdasarkan UUD 1945 adalah hak dan wewenang daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan. Otonomi menurut UUD 1945 adalah otonomi yang berkedaulatan rakyat dengan menerapkan pemerintahan daerah yang
bersendi atas dasar permusyawaratan rakyat. Dan daerah yang dimaksud UUD 1945 itu ialah “daerah propinsi” dan “daerah yang lebih kecil dari daerah
propinsi”, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang- undang. Otonomi Daerah dalam pengertian UUD 1945 adalah desentralisasi
ketatanegaraan atau teritorial. Pengertian Otonomi Daerah menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengertian dari daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
Daerah otonom, oleh pemerintah pusat diberikan wewenang yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi, asas dekosentrasi, dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945, dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang di tetapkan dalam undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Daerah
memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang
nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Prinsip otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi
dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian antar daerah dengan daerah lainnya artinya mampu membangun
kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi
daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah
Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru mewajibkan pemerintah melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam dalam
penelitian, pengembangan, perencanaan, dan pengawasan. Disamping itu, diberikan pula standar, arahan bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian,
koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersama itu pemerintah wajib memberikan fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan
kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efesien dan efektif. Penyelenggaraan desentralisasi menurut undang-undang ini
mensyaratkan adanya pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan didasarkan pada pemikiran
bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya tetap menjadi kewenangan pemerintah. Kewenangan tersebut dalam prakteknya masih
akan dibatasi oleh kewenangan pemerintah pusat dibidang lainnya, seperti diatur dalam pasal 7 ayat 1 yang berbunyi
“kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
Universitas Sumatera Utara
pertahanan keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain” Undang-Undang Otonomi Daerah, 2004:7.
Disamping itu, terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent
, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang berkaitan dengan
pelayanan dasar, meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan ;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan bidang pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
Universitas Sumatera Utara
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang- undangan.
Urusan pemerintahan daerah yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Disamping itu penyelenggaraan Otonomi Daerah harus pula didasarkan pada semangat dan prinsip yang dijadikan pedoman dalam UU. No.32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu: a. Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
b. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menekankan hubungan antar susunan pemerintahan serta pemberian
hak dan kewajiban otonomi daerah; dengan prinsip: demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan daerah.
c. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan seperti desentralisasi, dekosentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara
proposional sehingga saling menunjang. d. Tujuan pemberian otonomi daerah tetap seperti yang dirumuskan
sampai saat ini yaitu untuk memberdayakan potensi daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat
dalam proses pemerintahan dan pembangunan. Disamping itu untuk lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas
Universitas Sumatera Utara
penyelenggaraan fungsi-fungsi seperti pelayanan, pengembangan, dan perlindungan terhadap masyarakat dalam ikatan NKRI.
1.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atau tentasif terhadap masalah pemilihan yang kebenarannya harus diuji dan dibuktikan melalui penelitian
lapangan Koentjaraningrat, 1981:36 Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
“terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kemampuan aparatur pemerintah daerah dengan pelaksanaan otonomi daerah”
1.7 Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah-istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang
menjadi pusat perhatian ilmu sosial Masri Singarimbun, 1995:33. a. Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah
Kemampuan aparatur pemerintah daerah adalah kecakapan, ketangkasan yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil untuk
memanfaatkan potensi berupa pengetahuan, pengalaman yang dimilikinya untuk menyelenggarakan tugaspekerjaannya dalam
menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan prinsip otonomi daerah. b. Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan Otonomi Daerah adalah implmentasi programurusan yang menjadi wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus
Universitas Sumatera Utara
kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1.8 Defenisi Operasional