30
SAW  berbebtuk  wahyu  di  dalam  Al- Qur’an  dan  Sunnah.
Sedangkan  secara  terminology  syariah  adalah  ketentuan  norma illahi yang mengatur sesamanya muammmallah.
31
Syariah dalam Islam, berhubungan berat dengan amal lahir nyata dalam rangka mentaati semua peraturan atau  hukum Allah
guna  mengatur  hubungan  antara  manusia  dengan  Tuhannya  dan mengatur  pergaulan  hidup  antara  sesama  manusia.  Maksudnya,
masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah syariah bukan saja  terbatas  pada  ibadah  kepada  Allah,  akan  tetapi  masalah-
masalah  yang  berkenaan  dengan  pergaulan  hidup  antara  sesama manusia, seperti hukum jual-beli, berumah-tangga, kepemimpinan,
dan amal-amal saleh lainnya. Demikian juga larangan Allah seperti minum, berzina, mencuri.
32
a Ibadah  dalam  arti  sempit  seperti  Thaharah,  Shalat,  Zakat,
Puasa, dan berangkat Haji. b
Muamalah dalam arti sempit meliputi: Al-Qounul Khas hukum perdata,  Muamalah  hukum  niaga,  Munakahat  hukum
nikah,  Waratsah  hukum  waris,  dan  sebagainya.  Kemudian Al-
Qounul’am  hukum  publik,  Hinayah  hukum  pidana, Khalifah  hukum  Negara,  Jihad  hukum  perang  dan  damai,
dan sebagainya. Dengan  demikian  pesan  dakwah  adalah  suatu  pesan  yang
disampaikan oleh da’i kepada  mad’u dengan muatan materi  yang
31
M Abdul Majid, Kamus Istilah Fiqih, h. 343.
32
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, h. 60.
31
berisikan  tentang  aqidah,  syariah  dan  akhlak,  sehingga  dakwah yang  disampaikan  dapat  diterima  dengan  baik  oleh  pendengar.
Pesan  dakwah  harus  disampaikan  dengan  keilmuan  yang  cukup, karena  jika  pesan  yang  disampaikan  hanya  dengan  ilmu  yang
minim  maka  makna  yang  disampaikan  akan  memiliki  perbedaan makna,  atau  pergeseran  makna.  Dengan  demikin  materi  yang
disampaikan  dapat  menjerumuskan  penerimanya,  dan  yang  lebih membahayakan  lagi  apabila  kebenaran  atas  kesalahan  tersebut
berkelanjutan sesuatu yang dianggap menjadi besar.
33
d. Metode Dakwah
Metode  dakwah  adalah  cara-cara  tertentu  yang  dilakukan  seorang da’i kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan
kasih  sayang.
34
Sebagian  ulama  mengatakan  terdapat  tiga  cakupan dalam pemahaman metode dakwah, yaitu:
1 Bi  Al-Hikmah,  merupakan  kemampuan  da’i  dalam  menjelaskan
doktrin-doktrin  Islam  serta  realitas  yang  ada  dengan  argumentasi logika  dan  bahasa  yang  komunikatif.  Sedangkan  hikmah  dalam
dunia  dakwah  mempunyai  posisi  yang  sangat  penting,  yaitu  dapat menentukan  sukses  tidaknya  dakwah.  Dalam  menghadapi  mad’u
yang  beragam  dalam  tingkatan  pendidikan,  strata  sosial,  dan budaya.  Para  da’i  memerlukan  hikmah,  sehingga  ajaran  Islam
mampu  memasuki  ruang  hati  para  mad’u  dengan  tepat.  Oleh karena  itu,  para  da’i  dituntut  untuk  mengerti  dan  memahami
33
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002, volume 11, h. 282.
34
Munjir Sufarta dan Hefni, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, h. 7.
32
sekaligus  memanfaatkan  latar  belakangnya,  sehingga  ide-ide  yang diterima  dapat  dirasakan  sebagai  sesuatu  yang  menyentuh  dan
menyejukkan qalbunya.
35
2 Mau’idzah  Al-Hasanah,  secara  bahasa  terdiri  dari  dua  kata,
mau’idzah  dan  hasanah.  Mau’idzah  berarti  nasihat,  bimbingan, pendidikan dan peringatan, sementara hasanah adalah kebaikan.
36
Dakwah  dengan  metode  ini  ditujukan  pada  manusia  jeni kedua,  yaitu  keumuman  manusia.  Manusia  yang  memiliki
kemampuan  di  bawah  manusia  jenis  pertama.  Mereka  memiliki fitrah  terhadap  kebenaran,  tetapi  ragu  untuk  memilih  mengikuti
kebenaran yang disampaikan kepada mereka atau justru mengikuti kebatilan  yang  tumbuh  disekelilingnya  Muhammad  Husai  Yusuf
mengatakan: “Mereka  membutuhkan  pelajaran  yang  baik  al-maw’idzah  al-
hasanah,  ucapan  yang  mengena  qaul  baligh,  serta  penjelasan yang  berguna,  berupa  sugesti  targhib  untuk  kebenaran,
penjelasan  tetang  kebaikan  mengikuti  kebenaran,  serta  ancaman tarhib  mengikuti  kebatilan,  serta  penjelasan  atas  dosa  dan  nista
yang  terdapat  dalam  kebatilan.  Begitu  pula  seterusnya  sampai benar-benar jelas kepada mereka jalan yang lurus dan cahaya yang
terang, serta dapat mengihilangkan keraguan mereka untuk masuk ke  dalam  barisan  orang-orang  mukmin  di  bawah  panji  Nabi  dan
Rasul yang paling mulia.”
37
Dengan demikian menurut Asep Muhiddin, dakwah dengan pendekatan
mau’idzah  hasanah  ini,  perlu  memperhatikan  faktor- faktor berikut:
a Tutur kata yang lembut sehingga akan terkesan hati.
35
Munjir Sufarta dan Hefni, Metode Dakwah, h. 11.
36
Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2000, h. 58.
37
Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif al- Qur’an: Studi Kritis atas Visi, Misi, dan
Wawasan Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002, h. 166-167.
33
b Menghndari sikap sinis dan kasar.
c Tidak  menyebut-nyebut  kesalahan  atau  sikap  menghakimi
orang yang diajak bicara mukhathab. Mereka  tidak  merasa  tersinggung  atau  merasa  dirinya  dipaksa
menerima suatu gagasan atau ide tertentu. 3
Mujadalah, dari segi etimologi lafadz mujadalah terambil dari kata “jadalah”  yang  berarti  meminta.  Apabila  ditambahkan  alif  pada
huruf  jim  yang  mengikuti  wazan faa’ala, yufaa’ilu, mufaa’alatan,
”jaadala”  dapat  bermakna  berdebat  dan  “mujadalah”    adalah perdebatan.  Dari  segi  terminologi  terdapat  beberapa  pengertian
mujadalah  al-hiwar  yaitu  upaya  tukar  pendapat  yang  dilakukan oleh  dua  pihak  secara  sinergis,  tanpa  adanya  suasana  yang
mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya.
38
Maka  penulis  menyimpulkan  bahwa  metode  dakwah mujadalah  ini  hanya  perlu  digunakan  pada  orang-orang  tertentu
seperti  ahli  kitab  dan  orang-orang  kafir  yang  sombong.  Namun, ketika  seorang  da’I  menggunakan  metode  ini,  ia  harus  tetap
mampu  menjaga  sikap  dan  kata-katanya  dengan  penuh  kelemah lembutan  dan  sopan  santun  sehingga  mereka  mampu  menerima
kebenaran  yang  disampaikan  dengan  kesadarannya  sendiri  tanpa merasa paksaan apalagi permusuhan.
e. Media Dakwah
Menurut  Kamus  Bahasa  Indonesia  Kontemporer  media  adalah sarana  penghubung  informasi,  seperti  majalah,  surat  kabar,  dan
38
Munjir Sufarta dan Hefni, Metode Dakwah, h. 18.
34
sebagaianya.
39
Jadi  media  itu  suatu  sarana  atau  fasilitas  penghubung dalam  suatu  penyampaian  informasi  yang  berbentuk  suatu  bahan
bacaan.  Sementara  Itu  media  dakwah  adalah  alat  yang  dugunakan untuk penyampaian materi dakwah kepada Mad’u. Alat itu bisa berupa
media  cetak  atau  media  elektronik  seperti  buku,  majalah,  surat  kabar, radio,  televisi,  film,  internet  dan  lain-lain.  Kata-kata  yang  diucapkan
da’i  sangatlah  terbatas  oleh  ruang  dan  waktu.  Oleh  karena  itu, kepandaian  untuk  memilih  media  atau  sarana  yang  tepat  merupakan
salah satu unsur keberhasilan dakwah. Dalam  sebuah  aktivitas  dakwah  tidak  dapat  dipungkiri  bahwa
peran  teknologi  ikut  serta  dalam  penyampaian  dakwah.  Untuk mempermudah  proses  dakwah,  teknologi  juga  sangat  diperlukan
keberadaannya.  Peran  teknologi  itu  bisa  berupa  kemudahan- kemudahan  dan  efektivitas  serta  efisiensi  yang  diberikan  pada  saat
penyampaian dakwah tersebut. Kepandaian seorang juru dakwah dalam memilih media merupakan
salah  satu  unsur  keberhasilan  dakwah.  Adapun  sarana  atau  media dakwah menjadi tiga bagian yaitu:
1 Spoken  words,  yakni  media  dakwah  yang  berbentuk  ucapan  atau
bunyi  yang ditangkap dengan indera telinga seperti radio, telepon, handphone dan lainnya.
2 Printed writing, berbentuk tulisan, gambar, lukisan dan sebagainya
yang ditangkap oleh mata.
39
Peter  Salim,  Kamus  Bahasa  Indonesia  Kontemporer,  Jakarta:   Modern  Engliash Press, Cet ke-1. AHLM. 958.