Model dan Sistem Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan

54 c. Memajukan dan memperbaharui pendidikan, pengajaran dan kebudayaan serta memperluas ilmu pengetahuan menurut tuntunan Islam. d. Mempergiat dan menggembirakan dakwah Islam serta amar makruf nahi munkar. e. Mendirikan, menggembirakan, dan memelihara tempat-tempat ibadah dan wakaf. f. Membimbing kaum wanita ke arah kesadaran beragama dan berorganisasi. g. Membimbing pemuda-pemuda supaya menjadi orang Islam yang berarti. h. Membimbing ke arah perbaikan kehidupan dan penghidupan yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. i. Menggerakan dan menghidup suburkan amal tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa. j. Menanam kesadaran agar tuntunan dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat 14 Agama Islam telah banyak bercampur dengan berbagai ajaran yang bukan berasal dari al-Quran dan Hadits. Islam hanya menjadi kepercayaan hidup yang diwarisinya dari nenek moyangnya turun-temurun. Tetapi, Islam tidak menjadi keyakinan hidup masyarakat yanng mendorong kepada amal. Makin lama semakin jauh menyimpang tata cara hidup masyarakat dari tuntunan agama Islam. Agama Islam tidak lagi menjiwai masyarakat dalam segi hidup dan kehidupan. Ilmu yang tidak diamalkan, tidak ditransformasikan kedalam perbuatan atau amalan yang nyata, hanya akan sampai pada segala sesuatu yang tergolong verbalisme dan simbolisme

C. Model dan Sistem Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan

Secara historis, pesantren telah membuktikan dirinya sebagai suatu lembaga pendidkan Islam yang tetap bertahan. Perubahan-perubahan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain sejauh ini kelihatannya tidak begitu banyak berpengaruh terhadap kelanjutan eksistensi pesantren. Pesantren sejak 14 Junus Salam, KH. Ahmad Dahlan; Amal dan Perjuangannya Jakarta : Alwasath, 2009, h. 103-104. Dan lihat pula Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Mutiara Sumber Widya, 1995, h. 268-269. 55 berdirinya, masa penjajahan dan dalam zaman kemerdekaan sekarang ini membuktikan diri sebagai benteng kultural dan keagamaan kuat yang tangguh. Modernisasi pendidikan Islam di Indonesia, yang berkaitan erat dengan pertumbuhan gagasan modernisasi di kawasan ini, mempengaruhi dinamika keilmuan di lingkungan pesantren. Gagasan modernisme Islam yang menemukan momentumnya sejak awal abad ke 20, pada lapangan pendidikan direalisasikan dengan pembentukan lembaga-lembaga pendidikan modern. Sebelum Muhammadiyah didirikan, lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam barulah berupa pondok yang tidak memenuhi tuntunan dan kehendak zaman. Sistem pelajaran dilaksanakan secara tradisional, tanpa kurikulum, tanpa tahun ajaran, tanpa administrasi dengan murid-murid duduk melingkar disekelilingi guru. Sekolah pertama yang didirikan oleh Muhammadiyah ialah sekolah yang dirintis oleh KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1911 di Kauman Yogyakarta. Sekolah ini mempunyai murid-murid laiki-laki dan prempuan sekaligus co- education yang diajar dengan menggunakan papan tulis dan kapur, bangku- bangku serta alat peraga. Sekolah ini merupakan sekolah tingkat dasar yang berawal dari sebuah pengajian. Pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan seperti tersebuit di kalangan kaum pribumi Jawa adalah yang pertama kali, yang berusaha untuk menggabungkan sistem pengajaran pesantren dengan Barat. 15 Dalam pengajaran itu di ajarkan keagamaan, ilmu umum dan dengan menggunanakn metoda Barat. Sebagai perluasan dari sekolah itu, maka kemudian Muhammadiyah mendirikan standard school di suronatan. Akhirnya kemudian sekolah di Kauman khusus untuk anak puteri sedangkan di Suronatan khusus untuk anak putera. Kemudian Muhammadiyah mengembangakn Sekolah Dasar di daerah Yogyakarta, seperti di Karangkajen, Bausasran, Ngadiwinatan dan tempat- tempat yag lain. Kemudian Muhammadiyah memajukan sekolah-sekolah model sekolah pemerintah kolonial. Sekolah tersebut berupa Kweekschool Muhammadiyah yang 15 MT. Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah dalam Pendidikan, Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1987, h. 217. 56 didirikan pada tahun 1923, kemudian Taman kanak-kanak Bustanul Athfal yang didirikan tahun 1926, dan pada tahun itu pula didirikan Hollandsch Inlandsch School HIS met de Qur‟an kemudian diganti dengan nama HIS Muhammadiyah di Jakarta dan di Kudus. Kemudian diikuti MULO Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, HIK Muhammadiyah Hollandsch Inlandsch Kweekscool dan Schakel School Muhammadiyah. Dengan demikian maka KH. Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah telah memelopori penyelenggaraan pendidikan umum sesuai dengan keperluan Jawa dan Indonesia sendiri. Sekolah Muhammadiyah yang pertama kali didirikan untuk tingakat menengah yang banyak mendapat bantuan para intelektual nasioanal secara umum adalah AMS Muhammadiyah Algameene Middelbare School. Dalam pendidika ini pengetahuan umum diajarkan secara menarik, sehingga menarik masyarakat. Karena itu maka oleh para kolonial Belanda Sekolah Muhammadiyah dianggap memenuhi persyaratan sesuai sekolah pemerintah dan benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan embrio sistem madrasah yang pertama kali dikembangkan oleh Muhammadiyah ialah sekolah menengah yang dinamai al-Qismul Arqa pada tahun 1918. 16 Bentuk sekolah ini merupakan sebuah madrasah sederhana di Kauman Yogyakarta. Madrasah ini pada tahun 1920 diubah menjadi sebuah pondok yang dinamai pondok Muhammadiyah. Akan tetapi karena adanya kebutuhan akan guru yang dirasakan sangat mendesak, maka akhirnya pondok Muhammadiyah diubah menjadi Sekolah Guru Kweekschool untuk mendidik para guru sekolah dasar. Memang ada beberapa perbedaan penerapan model pengajaran antara madrasah dengan sekolah umum Muhammadiyah, yang terdapat dalam kurikulumnya. Di madrasah, 60 persen berisi materi pendidikan keagamaan; di sekolah umum Muhammadiyah 60 persen berisi materi pengajaran non-agama. Selebihnya adalah materi non-agama bagi madrasah, dan materi agama untuk sekolah umum. 16 MT. Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah dalam Pendidikan, h. 218-219. 57 Di antara materi atau mata pelajaran yang di ajarkan dalam Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Kweekschool lengkap selama enam tahun, mulai kelas satu sampai kelas enam akhir diantaranya meliputi ; 1. Materi Agama Di antaranya seperti tauhid, al-Quran hafalan, membaca, tajwid, ilmu jiwa anak-anak, ilmu tafsir, hadits, musthalah hadits dan ushul fiqh. 2. Materi Umum Seperti ilmu guru ilmu mengajar, ilmu mendidik, ilmu jiwa umum, ilmu jiwa anak- anak, bahasa Arab muthala’ah, imla’, nahwu sharaf, muhadatsah, balaghah, khat menulis latin, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, sejarah Indonesia umum, tarikh, Keb.Kes. Islam, ilmu bumi pengetahuan peta, bumi pasti falak, bumi alam, bumi ekonomi, berhitung, pengetahuan hitungan dagang, aljabar, ilmu ukur, ilmu alam kimia, ilmu hayat kesehatan, tata negara hukum, ilmu ekonomi, ethnologi sosiologi, seni suara, menggambar pekerjaan tangan, pendidikan jasmani, kemuhammadiyahan, dan kepanduan. 17 Cara pengajaran madrasah sebagai bentuk modenisasi model pesantren yang dipadukan dengan sistem pendidikan Barat ini dilaksanakan di gedung- gedung sekolah khusus, di mana murid-murid duduk di atas bangku atau kursi. Waktu belajar berlangsung di siang hari pada waktu yang tetap. Murid-murid harus memiliki buku pelajaran dan mengikuti ujian sebagai cara penilaian yang dilakukan; berdasarkan hasil masing-masing murid-murid harus melalui tingkat- tingkat tertentu sampai tamat. Sesudah tamat belajar, murid diberi ijazah. Sedangkan para pengajar yang memberikan mata pelajaran berdasarkan sesuai keahlian masing-masing, pada umumnya mereka mempunyai kualifikasi pula dalam ilmu-ilmu agama. Jika dikaji reformulasi model sekolah madrasah yang dikembangkan oleh Muhammadiyah ini, pada awalnya merupakan masa peralihan model pendidikan pesantren dengan model perpaduan pesantren-Barat, mengalami masa uji coba 17 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, h. 275-277. 58 dan secara terperinci perbedaannya dengan pesantren diterangkan oleh Amir Hamzah Wiryosukarto, sebagai berikut : a. Cara belajar mengajar : Di pesantren dipakai cara belajar mengajar dengan sistem weton dan sorogan, tetapi di Madrasah Muhammadiyah dilakukan denga sistem klasikal penjenjangan waktu belajar dengan memakai teknik, sarana fisik dan sistem organisasi administrasi yang dimodifikasi dari sistem pendidikan Barat. b. Bahan pelajaran : Di pesantren mata pelajaran di ambil dari kitab-kitab agama. Di madrasah diajarkan pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Dipergunakan pula kitab-kitab, baik dari para ulama klasik maupun kontemporer. c. Rencana pelajaran : Di pesantren rencana pelajaran yang teratur dan integral belum dimiliki, sedang di madrasah Muhammadiyah diatur dengan rencana periodik yang teratur sehingga efisien dan evaluasi penilaian ujian kepada murid yang telah menamatkan pendidikan diberikan ijazah atau diploma. d. Pendidikan di luar kegiatan formal : Di pesantren di luar kegiatan resmi kurang mendapatkan perhatian. Sedangkan kegiatan para siswa madrasah yang tinggal di asrama yang dilaksanakan di luar kegiatan resmi dipimpin secara teratur. Misalnya pendidikan yang diberikan tidak hanya bersifat formal tetapi ditunjang dengan kegiatan-kegiatan yang diberikan diluar jam pelajaran. e. Pengasuh dan guru : Di pesantren para guru dan pengasuh hanya terdiri dari mereka yang memiliki pengetahuan agama saja; di madrasah Muhammadiyah pengasuhnya terdiori dari ahli agama dan ahli pengetahuan umum. Para ahli agama : KH. Hadjid, KH. Ibrahim, KH. Hanad dan KH. Ahmad Dahlan sendiri. Para ahli pengetahuan umum : R.Ng. Djojosoegito sejarah, Sosrosoegondo bahasa Melayu, Darmowinoto menggambar dan Pringgonoto bahasa Inggris. f. Hubungan guru-murid : Di pesantren hubungan ini bersifat kurang terbuka, sedangkan di madrasah Muhammadiyah guru tidak dianggap 59 sebagai seorang yang mempunyai keramat, tetapi di dasarkan atas hubungan akrab dan dihormati secara wajar. 18 Bila dilihat dari sistem pengajaran yang diterapkan dalam dunia pesantren dimana penghormatan yang besar oleh seorang murid santri kepada kiainya. Nurcholis Madjid menggambarkan, kiai duduk di atas kursi yang dilandasi bantal dan ara santri duduk mengelilinginya. Dengan cara seperti ini timbul sikap hormat dan sopan oleh para santri terhadap kiai seraya dengan tenang mendengarkan uraian-uraian yang disampaikan kiainya. 19 Sehingga peran kiai sangat fenomenal dan signifikan dalam keberlangsungan atau eksistensi sebuah pesantren, sebab kiai adalah sebuah elemen dari bebrapa elemen dasar sebuah pesantren. Keberadaan seorang kiai dalam lingkungan sebuah pesantren laksana jantung bagi kehidupan manusia. Sebagai salah satu unsur dominan dalam kehidupan sebuah pesantren, karena kiailah yang mulai merintis dan mendirikan kemudian memimpin, mengasuh serta mengatur irama perkembagan dan kelangsungan kehidupan suatu pesantren dengan keahlian, kedalaman ilmu, kharismatik dan keterampilannya. Oleh sebab alasan ketokohan kiai di atas, banyak pesantren yang akhirnya bubar lantaran ditinggal wafat kiainya. 20 Sementara kiai tidak memiliki keturunan yang dapat melanjutkan usahanya. Untuk menyimpulkan, respon pesantren terhadap modernisasi pendidikan Islam dan perubahan-perubahan sosial ekonomi yang berlangsung dalam masyarakat Indonesia sejak awal abad ini mencakup: 21 pertama, pembaruan subtansi atau isi pendidikan pesantren dengan memasukan subjek-subjek umum dan keterampilan; kedua, pembaruan metodologi, seperti sistem klasikal, penjenjangan; ketiga, pembaruan kelembagaan, seperti kepemimpinan pesantren, diversifikasi lembaga pendidikan; dan keempat, pembaruan fungsi, dari fungsi kependidikan untuk juga mencakup fungsi sosial ekonomi. 18 MT. Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah dalam Pendidikan, h. 222-223. 19 Nurkholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta : Pramadina, 2007, h. 22. 20 Yasmadi, Modernisasi Pesantren; Kritik Nurkholis Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Jakarta : Ciputat Press, 2002, h. 63. 21 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuiju Millenium Barui, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2002, h. 105 60 Dengan sistem pondok seperti itu, lembaga-lembaga pendidikan Islam pun sebagian besar berada didaerah pedesaan dan terpencil dari perkembangan dunia sekitarnya. Di lain pihak pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah- sekolah sekuler dengan sistem modern yang banyakmenarik minat masyarakat. Begitu pula minat Missi dan Zending Kristen Protestan dan Katholik giat mendirikan sekolah yang tentu saja tujuannya untuk menyebarkan agama Kristen. Oleh karena itu untuk membendung usaha pihak Kristen tersebut Muhammadiyah berusaha melakukan pembaharuan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Muhammadiyah mulai mendirikan sekolah agama madrasah dengan sistem modern, yaitu menggunakan ruangan sekolah, bangku, kurikulum, tahun ajaran serta administrasi yang teratur. Sekolah-sekolah agama madrasah yang didirikan Muhammadiyah itu diberi pula kurikulum yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Disamping madrasah, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah umum, sama dengan yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda, dengan perbedaan di sekolah Muhammadiyah ditambah pelajaran agama Islam. Dengan demikian Muhammadiyah mempelopori suatu sistem pendidikan baru memberikan kurikulum umum di madrasah-madrasah dan kurikulum agama di sekolah umum. Melalui sekolah-sekolah itulah ditingkatkan pendidikan umat Islam dan sekaligus dibina kader-kader bangsa. Pada awal perkembangan adopsi gagasan modernisme pendidikan Islam ini setidaknya terdapat dua kecenderungan pokok. Pertama, adopsi sistem dan lembaga pendidikan modern secara hampir menyeluruh. Titik tolak modernisme pendidikan Islam di sini adalah sistem kelembagaan pendidikan modern Belanda, bukan sistem dan lembaga pendidikan Islam tradisional. Pada pihak lain terdapat eksperimentasi yang bertitik tolak justru dari sistem dan kelembagaan pendidikan Islam itu sendiri. Di sini lembaga pendidikan Islam yang sebenarnya telah ada sejak waktu lama dimodernisasi; sistem pendidikan pesantren dan surau dimodernisasi misalnya dengan mengadopsi 61 aspek-aspek tertentu dari sistem pendidikan modern, khususnya dalam kandungan kurikulum, teknik dan metode pengajaran dan sebagainya. 22 Oleh sebab itu tidak heran, bahwa Muhammadiyah sejak mulai berdirinya telah membangun sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah sebagai bukti mementingkan pendidikan dan pengajaran yang berdasarkan Islam. Diantara sekolah-sekolah Muhmmadiyah yang tertua dan terbesar jasanya ialah : 23 1. Kweekschool Muhammadiyah Yogya. 2. Mu’alimin Muhammadiyah. Solo, Jakarta. 3. Mu’alimat Muhammadiyah, Yogyakarta. 4. Zhu’ama Za’imat, Yogyakarta. 5. Kulliyah Mubalighin Mubhalighat, Padang Panjang Sumatera 6. Tablighscool, Yogyakarta. 7. HIK MuhammadiyahYogyakarta Lain dari itu masih banyak lagi seperti HIS Muhammadiyah, MULO, AMS Muhammadiyah, Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah Wustha Muhammadiyah dan lain-lain. Semuanya itu didirikan pada masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang; dan tersebar pada tiap-tiap Cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Perhatian KH. Ahmad Dahlan terhadap dunia pendidikan tidaklah sedikit. Hal ini dibuktikan dengan perhatian dan kegiatan beliau baik sebelum maupun sesudah Muhammadiyah berdiri. Bahkan sesudah berdirinya Muhammadiyah, perhatian dan kegiatan beliau dalam lapangan pendidikan adalah memegang peranan yang penting sekali dalam mempersiapkan kader-kader Islam yang terdidik dan terlatih. Tanpa kader dalam zaman modern, tidaklah mungkin kita bekerja dengan baik. Apalagi bagi kepentingan dan hidunya suatu organisasi, masalah pendidikan kader merupakan tuntutan yang urgen. Dalam dunia pendidikan KH. Ahmad Dahlan telah mengadakan pembaruan pendidikan agama dengan modernisasi dalam sistem pendidikan, dengan menukar sistem pendidikan pondok pesantren dengan pendidikan yang 22 Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1998, h. 91. 23 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, h. 269. 62 modern yang sesuai dengan tuntutan dan kehendak zaman. Pengajaran agama Islam diberikan disekolah-sekolah umum. “HIS met de Qur‟an”, secara harfiah berarti HIS dengan tambahan mata pelajaran al-Quran. Ini merupakan model lembaga pendidikan Islam modern yang dalam istilah lain dapat disewbut sebagai “sekolah umum plus”. Istilah ini merupakan sekaligus embrio dari munculnya istilah “sekolah Islam” Islamic school modern, sebuah itilah yang pada akhir abad ke-20 sangat dikenal masyarakat Muslim Indonesia. HIS met de Qur‟an erupakan temuan penting dilihat dari perspektif integrasi sistem pendidikan Islam tradisional dan sistem pendidikan Barat modern. Konsep ini mengandung arti sekolah sekuleryang mengadopsi sistem kelembagaan pendidikan Barat moderndengan menambahkan mata pelajaran keislaman di dalamnya. 24 Berdasarkan konsep ini, lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah pada awal perode perkembangannya memperg unakan kemasan “sekolah umum” dengan menambahkan mata pelajaran Islam di dalamnya. Konsep ini sejalan dengan agenda Muhammadiyah untuk mendorong pengajaran dan pengkajian ajaran-ajaran Islam secara modern dalam sistem lembaga pendidikan yang modern pula, dan juga sejalan dengan kritik kelompok-kelompok reformis terhadap sistem pendidikan tradisional Islam. Mereka memandang bahwa sistem pendidikan tradisisonal tidak memadai lagi dalam konteks perkembangan masyarakat Muslim yang semakin modern. Mata pelajaran keislaman yang ditambahkan di sekolah-sekolah milik Muhammadiyah merupakan materi utama dalam sekolah-sekolah Muhammadiyah. Materi-materi penting dalam sekolah Muhammadiyah meliputi beberapa bidang berikut. Pertama, bahasa Arab. Ini sejalan dengan gagasan “kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah”. Meskipun terdapat terjemahan al-Quran dan beberapa kitab hadits, kemampuan berbahasa Aarab merupakan keniscayaan, maka materi bahasa Arab di sekolah-sekolah Muhammadiyah diberikan sejauh dapat membantu siswa mengakses teks suci al-Quran dan Sunnah. 24 Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20; Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, Jakarta : LPJM UIN Jakarta Press, 2009, h. 132-133. 63 Kedua, materi-materi tentang literatur keislaman seperti fiqih, ushul fiqh dan tafsir juga mendapat tempat di sekolah-sekolah Muhammadiayah. Ini dimaksudkan agar para siswa sekolah Muhammadiyah mengenal dengan baik doktrin dasar keislaman sehingga memiliki kemampuan memberikan bimbingan keagamaan kepada masyarakatnya. Di dalamnya juga di ajarkan tentang al-amr bi al- ma‟ruf wa nahi „an al-munkar, sebuah prinsip yang sering disuarakan Muhammadiyah. Subjek studi keislaman Muhammadiyah tidak memberikan penekanan kepada madzhab- madzhab dalam syari’ah fiqih dan teologi Islam sebagaimana dalm pesantren. Ketiga, materi-materi sejarah Islam. Sejarah terutama dilihat peranannya sebagai kekuatan yang dapat meneguhkan keimanan dan membangkitkan semangat perjuangan. Penting ditegaskan bahwa materi sejarah yang dipilih adalah materi-materi yang dipandang dapat memberikan gambaran tentang kejayaan Islam di masa lalu dan memberikan inspirasi kebangkitan Islam di abad ke-20. Teknik paedagogi modern juga mendapat perhatian. Sistem pembelajaran tradisional seperti sorogan dan bandongan digantikan dengan sistem kelas. Di samping itu pelajar di sekolah Muhammadiyah juga tebuka mengajukan pertanayaan kepada guru. Sebagaimana di sekolah Belanda, prestasi belajar diukur dengan penyelenggaraan ujian-ujian yang berpengaruh terhadap kenaikan kelas dan kelulusan. Dapat dikatakan aspek penalaran mendapatkan tempat dan proporsi di lingkungan sekolah Muhammadiyah. Pada tataran operasional, tujuan organisasi Muhammadiyah dijabarkan ke dalam tujuan umum pendidikan Muhammadiyah yang didirikan oleh para tokohnya disarikan dari gagasan pemikiran pendirinya, KH. Ahmad Dahlan yaitu membentuk manusia muslim yang baik budi, alim dalam agama, luas pandangannya, alim dalm ilmu-ilmu dunia ilmu umum, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. 25 Meskipun tujuan umum pendidikan Muhammadiyah ini juga mengalami perubahan formulasi dari waktu ke waktu dan untuk setiap jenjang pendidikan, esensinya adalahn untuk membentuk 25 Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pascakemerdekaan, Jakarta : Rajawali Pers, 2009, h. 94. 64 manusia yang beriman, berakhlak, memahami ajaran agama Islam, memiliki pengetahuan umum yang luas dan kapasitas intelektual yang dapat diperlukan untuk dapat menerjemahkan ajaran agama Islam secara kontekstual ke dalam realitas kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, sebenarnya terdapat dua bentuk utama modernisasi pendidikan yang dicanangkan KH. Ahmad Dahlan. Pertama, mengadopsi sistem kelembagaan pendidikan sekuler Belanda secara konsisten dan mentyeluruh antara lain dengan mendirikan sekolah-sekolah ala Belanda seperti HIS, MULO dan sebagainya. Seperti telah disebutkan, perbedaan sekolah Muhammadiyah dengan sekolah Belanda, sekaligus bentuk modernisasi Islam yang dicanangkan, terletak pada tambahan mata pelajaran keislaman met de Qur’an dengan materi- materi yang sejalan dengan semangat modernisme Islam. Jadi, merupakan ”sekolah umum Belanda plus”. Pada perkembangannya kemudian, sekolah-sekolah tersebut mengalami transformasi menjadi SMA Muhammadiyah dan seterusnya. Kedua, modenisasi sistem pendidikan Islam dari segi sistem pembelajarannya dalam kelembagaan madrasah. Madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat merupakan contoh modernsisasi madrasah oleh Muhammadsiyah. Dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah secara massif membangun sekolah-sekolah, namun dalam jumlah terbatas tokoh- tokoh Muhammadiyah merasa perlu mempertahankan lembaga pendidikan Islam seperti Madrasah Mu’allimin dan pesantren. Secara kuantitas jumlah sekolah atau lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah sampai saat ini luar biasa banyaknya. Menurut data dalam profil Muhammadiyah tahun 2005, jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah lebih dari 6000 buah, mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi. 26 Dengan perincian; Sekolah Dasar SD berjumlah 1132 buah, Madrasah Ibtidaiayah Diniyah MIMD berjumlah 1769 buah, Sekolah Menengah Pertama SMP berjumlah 1184 buah, Madrasah Tsanawiyah MTs berjumlah 534 buah, Sekolah Menengah Atas SMA berjumlah 511 buah, Sekolah Menengah 26 Ton Martono, ”Sekolah Kader: Di Tengah Harapan dan Kenyataan” Majalah Suara Muhammadiyah, No. 03 Th. Ke-93 Februari 2008, h. 6. 65 Kejuruan SMK berjumlah 263 buah, Madrasah Aliyah MA berjumlah 172 buah, Pondok Pesantren berjumlah 67 buah, Akademi berjumlah 55 buah, Politeknik berjumlah 4 buah, Sekolah Tinggi berjumlah berjumlah 70 buah dan Universitas berjumlah 36 buah. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa model dan sistem pendidikan Islam yang di gagas dan dikembangkan oleh KH. Ahmad Dahlan dalam upaya melakukan modernisasi pendidikan Islam yaitu : 1. Memasukan pelajaran agama ke dalam lembaga pendidikan Barat 2. Mengadopsi dan menerapkan sistem pendidikan Barat ke dalam lembaga pendidikan milik Islam

D. Respon Masyarakat Terhadap Upaya Modernisasi Pendidikan KH.