komponen penting dari konsep praktis, yaitu teori ilmiyah dan penerapannya didunia nyata. Stolz 2003, mendefinisikan AQ dalam tiga bentuk, yaitu:
a. AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan
meningkatkan semua segi kesuksesan. AQ berlandaskan pada riset yang berbobot dan penting, yang menawarkan suatu gabungan pengetahuan yang
praktis dan baru, yang merumuskan kembali apa yang diperlukan untuk
mencapai kesuksesan.
b. AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan.
c. AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk
memperbaiki respon anda terhadap kesulitan.
` Berdasarkan ketiga definisi diatas penulis meyimpulkan bahwa adversity
quotient adalah suatu ukuran untuk mengetahui daya juang individu dalam mengatasi hambatan tantangan dan rintangan dalam mencapai sebuah kesuksesan.
2.3.2 Dimensi-dimensi Adversity Quetion
Stoltz 2000 menjelaskan bahwa AQ terdiri atas empat dimensi yang disingkat menjadi CO2RE control, origin dan ownership, reach, dan endurance yang
merupakan akronim bagi keempat dimensi AQ individu.
1. C= control pengendalian
Dimensi ini mempertanyakan: berapa banyak kendali yang seseorang rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan? Kata kuncinya adalah
merasakan. Dimensi ini merupakan salah satu awal yang paling penting dan tambahan untuk teori optimisme Seligman. Perbedaan antara respon AQ yang
rendah dan AQ yang tinggi dalam dimensi ini cukup dramatis. Individu yang AQ- nya lebih tinggi merasakan kendali yang lebih besar atas peristiwa dalam hidup
daripada yang AQ lebih rendah. Akibatnya, mereka akan mengambil tindakan, yang akan menghasilkan lebih banyak kendali lagi. Individu yang AQ nya lebih
tinggi cenderung
melakukan pendakian
dan relatif
kebal terhadap
ketidakberdayaan. Seolah-olah mereka dilindungi oleh suatu medan gaya yang tidak dapat ditembus yang membuat mereka tidak jatuh ke dalam keputusasaan
yang tidak berdasar. Individu dengan AQ yang tinggi merasakan tingkat kendali, bahkan yang
terkecil sekalipun, akan membawa pengaruh yang radikal dan sangat kuat pada tindakan-tindakan dan pikiran-pikiran yang mengikutinya. Sementara orang yang
AQ-nya lebih rendah cenderung berkemah atau berhenti.
2. O= Origin asal usul dan ownership pengakuan
Dimensi ini mempertanyakan: siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan? Dan sampai sejauh manakah individu mengakui akibat-akibat kesulitan itu?.
Individu yang AQ nya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi, melihat dirinya sebagai
penyebab asal usul kesulitan tersebut. Rasa bersalah memiliki dua fungsi penting. Pertama, rasa bersalah dapat
membantu individu untuk belajar dengan cenderung merenungkan diri, belajar
dan menyesuaikan tingkah laku melakukan perbaikan diri. Yang kedua, rasa bersalah dapat juga menjurus pada penyesalan yang dapat memaksa individu
untuk meneliti batinnya sendiri apakah ia telah melukai hati orang lain. Penyesalan merupakan motivator yang sangat kuat. Bila digunakan dengan
sewajarnya, penyesalan dapat membantu menyembuhkan kerusakan yang nyata, dirasakan, atau yang mungkin dapat timbul dalam suatu hubungan. Sebaliknya
jika penyesalahan terlampau banyak dapat sangat melemahkan semangat dan menjadi destruktif
Mempermasalahkan diri sendiri itu penting dan efektif, tapi hanya sampai tahap tetentu yaitu jangan sampai melampaui peran individu dalam menimbulkan
kesulitan. Individu yang AQ nya tinggi akan mengelak dari peristiwa-peristiwa
buruk, selalu menyalahkan orang lain dan tidak akan belajar apa-apa.
Ownership menyatakan bahwa individu tidak terlalu menyalahkan diri sendiri, tetapi tetap merasa bertanggung jawab untuk mengatasi kesulitan yang
dialami. Individu yang memiliki skor ownership tinggi akan mengambil tangung jawab untuk memperbaiki keadaan apapau penyebabnya. Adapun individu yang
memiliki skor ownership sedang memiliki cukup tanggung jawab atas kesulitan yang terjadi, tapi mungkin akan menyalahkan diri sendiri atau orang lain ketika ia
lelah. Sedangkan individu yang memiliki skor ownership yang rendah akan menyangkal tanggung jawab dan menyalahkan orang lain atas kesulitan yang
terjadi.
3. R= reach Jangkauan
Dimensi ini mempertanyakan: sejauh manakan kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu? Respon-respon dengan AQ yang
rendah akan membuat kesulitan memasuki segi-segi lain dari kehidupan seseorang. Semakin rendah skor R anda semakin besar kemungkinannya anda
menganggap peristiwa-peristiwa buruk sebagai rencana, dengan membiarkannya meluas, seraya meyedot kebahagiaan dan ketenangan pikiran individu saat
prosesnya berlangsung. Semakin tinggi R semakin besar kemungkinannya anda membatasi
jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi. Suatu penolakan untuk kunjungan penjajakan hanyalah sebuah penolakan
── tidak lebih tidak kurang. Penilaian kinerja yang ketat adalah penilaian kinerja yang ketat, jika tidak
dianggap sebagai sebuah pengalaman belajar. Konflik adalah konflik, suatu peristiwa yang mungkin akan melibatkan komitmen dan tindakan lebih lanjut.
Kesalahpahaman dengan orang yang dikasihi, meskipun menyakitkan, adalah kesalahpahaman, bukan tanda bahwa hidup anda akan hancur.
4. E= Endurance daya tahan
Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang berkaitan: Berapa lamakah kesulitan akan berlangsung? Dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung?
Semakin rendah skor E, semakin besar kemungkinan individu menganggap kesulitan dan penyebab-penyebabnya akan berlangsung lama. Indvidu yang
melihat kemampuannya sebagai penyebab penyebab yang stabil cenderung
kurang bertahan dibandingkan dengan orang-orang yang mengaitkan kegagalan dengan usaha penyebab yang sifatnya sementara yang mereka lakukan.
Ini selalu terjadi. Segala sesuatunya tidak akan pernah membaik.
Saya tidak pandai menggunakan komputer. Biasanya selalu begini caranya.
Hidup saya hancur. Perusahaan ini brengsek.
Bos saya benar; saya tidak mempunyai bakat untuk sukses. Seluruh industri sedang bangkrut
Semua pernyataan diatas berbau permanen. Cap-cap seperti pecundang, orang bodoh yang selalu gagal, dan orang yang suka menunda-nunda, serta kata-
kata seperti selalu dan tidak pernah membawa akibat yang tersembunyi dan berbahaya. Kata-kata itu membuat anda tidak berdaya untuk melakukan
perubahan.
2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Adversity Quotient
Faktor-faktor kesuksesan dipengaruhi oleh kemampuan pengendalian seseorang serta cara orang tersebut merespon kesulitan. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi AQ, yaitu:
1. Daya Saing
Sattefield dan Seligman dalam Stoltz, 2000, menemukan individu yang merespon kesulitan secara lebih optimis dapat diramalkan akan bersifat lebih
agresif dan mengambil lebih banyak resiko, sedangkan reaksi yang lebih pesimis terhadap kesulitan menimbulkan lebih banyak sikap pasif dan hati-hati. Orang-
orang yang bereaksi secara konstruktif trehadap kesulitan lebih tangkas dalam memelihara energi, fokus, dan tenaga yang diperlukan supaya berhasil dalam
persaingan. Individu yang bereaksi secara destruktif cenderung kehilangan ebergi atau mudah berhenti berusaha.
2. Produktivitas
Dalam penelitiannya di Metropolitan Life Insurance Company, Seligman dalam Stolzt, 2000 membuktikan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan
baik menjual lebih sedikit, kurang berproduksi, dan kinerjanya lebih buruk daripada mereka yang merespon kesulitan dengan baik.
3. Kreativitas
Inovasi pada pokoknya merupakan tindakan berdasarkan suatu harapan. Inovasi membutuhkan keyakinan bahwa sesuatu yang sebelumnya tidak ada dapat
menjadia ada. Menurut Joel Barker dalam Stoltz, 2000, kreativitas muncul dalam keputusasaan, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan
yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti. Barker menemukan orang-orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan menjadi tidak mampu bertindak kreatif.
Oleh karena itu, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang oleh hal-hal yang tidak pasti.
4. Motivasi
Dari penelitian Stoltz 2000 ditemukan orang-orang yang AQ-nya tinggi dianggap sebagi orang-orang yang paling memiliki motivasi. Stolzt pernah
melakukan pengukuran adversity quotient pada suatu perusahaan farmasi. Ia meminta direktur perusahaan itu untuk mengurutkan timnya sesuai dengan
motivasi mereka yang terlihat. Lalu ia mengukur anggota-anggota timnya tersebut. Tanpa kecuali, baik berdasarkan pekerjaan harian maupun untuk jangka
panjang, hasilnya mereka yang dianggap sebagai orang-orang yang paling memiliki motivasi, memiliki AQ yang tinggi pula.
5. Mengambil Resiko
Satterfield dan Seligman dalam Stoltz, 2000 menemukan bahwa individu yang merespon kesulitan secara lebih konstruktif, bersedia mengambil banyak resiko.
Resiko merupakan aspek esensial pendakian.
[
6. Perbaikan
Perbaikan terus-menerus perlu dilakukan supaya individu bisa bertahan hidup dan menjadi pribadi yang lebih baik. Selain itu juga karena individu yang memiliki
AQ yang lebih tinggi menjadi lebih baik. Sedangkan individu yang AQ-nya lebih rendah menjadi lebih buruk.
7. Ketekunan
Ketekunan merupakan inti untuk maju pendakian dan AQ individu. Ketekunan adalah kemampuan untuk terus menerus walaupun dihadapkan pada kemunduran-
kemunduran atau kegagalan. Seligman dalam Stolzt, 2000 membuktikan bahwa para tenaga penjual, kader militer, mahasiswa, dan tim-tim olahraga yang
merespon kesulitan dengan baik akan pulih dari kekalahan dan mampu terus bertahan.
8. Belajar
Dweck dalam Stoltz, 2005, membuktikan bahwa anak-anak dengan respon- respon yang pesimistis terhadap kesulitan tidak akan banyak belajar dan
berprestasi jika dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola-pola yang lebih optimis.
9. Merangkul Perubahan
Sewaktu individu mengalami badai perubahan yang tidak ada hentinya, kemampuan individu untuk menghadapi kepastian dan pijakan yang berubah
semakin lama menjadi semakin penting. Batu-batu yang longsor, cuaca yang berubah-ubah, banjir yang tak terduga, dan gunung yang meletus semuanya
menantang pendaki bahkan yang sudah berpengalaman sekalipun. Agar bisa sukses, individu harus secara efektif mengatasi dan memeluk perubahan tresebut.
Orang –orang yang hancur karena perubahan akan hancur oleh kesulitan.
10. Keuletan, Stres, Tekanan dan Kemunduran
Orang yang merespon kesulitan dengan buruk seringkali dihancurkan oleh kemunduran-kemunduran. Ada yang perlahan-lahan bangkit kembali, namun ada
juga yang tidak pernah bangkit lagi. Oulette dalam Stolzt, 2000 mengemukakan
bahwa orang-orang yang merespon kesulitan dengan sifat tahan banting- pengendalian, tantangan dan komitmen akan tetap ulet dalam menghadapi
kesulita-kesulitan. Individu yang tidak merespon dengan pengendalian, tantangan, dan komitmen cenderung akan menjadi lemah akibat situasi yang sulit.
2.3.4 Pengukuran Adversity Quotient
Adversity quotient diukur dengan menggunakan skala adversity quotient berdasarkan teori Stolzt 2000 dengan menggunakan empat yaitu control
pengendalian origin dan ownership asal usul pengakuan, reach jangkauan, endurance daya tahan.
2.4. Kerangka Berpikir
Kecenderungan individu pada pekerjaan akan mengalami stres. Stres kerja dapat dialami oleh siapa saja. Individu bisa dan akan mengalami stres ketika individu
dihadapkan pada situasi atau peristiwa yang memicu timbulnya tuntutan, pertentangan-pertentangan kepentingan di lingkungan kerjanya Wijono, 2006.
Stres kerja yang terjadi pada karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi stres kerja adalah faktor lingkungan, faktor organisasi, faktor individu, faktor-faktor instrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi,
pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan, dan struktur iklim organisasi. Faktor yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah religiusitas dan
adversity quotient. Aspek yang terdapat pada religiusitas antara lain terdiri dari aspek daily spiritual experiences, meaning, values, beliefs, forgivness, private
religous practices, religiousspiritual coping, religious support, religiousspiritual
history, commitment, organizational religiousness, religious preference. Sedangkan aspek yang terdapat pada adversity quotient antara lain terdiri dari
control pengendalian origin dan ownership asal usul pengakuan, reach jangkauan, endurance daya tahan. Daily spiritual experience menurut Fetzer
1999 merupakan dimensi yang memandang dampak spiritual dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan
dengan transenden dalam kehidupan sehari-hari, Individu yang merasakan dampak spritual dalam kehidupan sehari-hari diharapkan tidak rentan terhadap
stres walaupun menghadapi berbagai permasalahan dalam hidupnya karena pengalaman spiritualnya membuatnya semakin meningkatkan keimanan kepada
allah SWT. Meaning menurut Pragament, dalam Fetzer, 1999 yaitu sejauhmana
agama dapat menjadi tujuan hidup sesorang. Individu dengan meaning yang tinggi menjadikan agama menjadi landasan dan tujuan hidupnya, sehingga apabila
dihadapkan pada tekanan hidup maka individu tersebut tidak akan mudah mengalami stres karena hidupnya tidak hanya semata-mata ia curahkan untuk
urusan duniawi saja tetapi ada tujuan yang lebih hakiki yaitu mencari keridhoan Allah sehingga motivasi dalam hidupnya tidak semata-mata mencari kebahagiaan
dan kesenangan yang bersifat duniawi dan cenderung kepada hal-hal yang bersifat materi.
Konsep value menurut Fetzer 1999 merupakan pengaruh keimanan seseorang seseorang terhadap nilai-nilai hidup, seperti mengajarkan cinta, saling
tolong menolong, saling melindungi, dan sebagainya. Individu dengan value yang
tinggi akan merepleksi terhadap sikap dan perilakunya, dengan didasari keimanan tersebut segala sikap dan perilakunya akan memberikan pengaruh terhadap nilai
dari sisi pandangan manusia dan memberikan nilai yang lebih baik dimata Tuhan yang menciptakannya sehingga apabila dihadapkan kepada permasalahan dalam
hidupnya maka diharapkan pada individu tersebut tidak muncul sikap-sikap putus asa dan frustasi akan tetapi akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Belief menurut Idler, dalam Fetzer, 1999 merupakan keyakinan akan konsep-konsep yang dibawa oleh suatu agama. Seseorang yang memiliki
keyakianan yang kuat memiliki ketangguhan hati yang kokoh dengan prinsip bahwa segala seseuatu sudah diatur oleh yang maha pencipta sehinggadia pasrah
sepenuhnya kepada Tuhan yang maha kuasa bahwa segala kehidupannya diatur oleh-Nya sehingga dia terhindar dari sikap-sikap cemas yang berlebihan dalam
menghadapi permasalahan hidupnya. Forgiveness menurut Fetzer 1999 adalah memaafkan, yaitu suatu
tindakan memaafkan dan bertujuan untuk memaafkan bagi orang yang melakukan kesalahan dan berusaha keras untuk melihat orang itu dengan belas kasihan,
kebajikan dan cinta. Sikap saling maaf-memafkan merupakan kewajiban bagi setiap umat manusiakarena Allah sendiri tidak akan memaafkan seseorang apabila
orang tersebut belum mampu saling memaafkan kepada sesamanya. Sikap saling memafkan dapat menimbulkan perdamaian dan memanjangkan hubungan
silaturahmi sehingga tidak ada lagi suatu ganjalan dalam jiwanya yang bisa mengakibatkan cemas, depresi, dan stres.
Private religious practice menurut Levin, dalam Fetzer, 1999 merupakan perilaku beragama dalam praktek beragama. Melakukan praktek beragama seperti
beribadah dan membaca kitab mampu menenangkan perasaan dan menentramkan kalbu. Sehingga Individu dengan Private religious yang tinggi diharapkan dapat
terhindar dari stress. Religiousspiritual coping menurut Pargament, dalam Fetzer, 1999
merupakan coping stress dengan menggunakan pola dan metode religious. Seperti dengan berdoa dan beribadah untuk menghilangkan stres, dan sebagainya.
Individu dengan Religiousspiritual copingnya tinggi diharapkan dapat meminimalisir stres nya karena apabila ia sedang menghadapi permasalahan
dalam hidup ia senantiasa melakukan coping dengan meminta solusi kepada Tuhannya.
Religiuos support menurut Krause, dalam Fetzer, 1999 adalah aspek hubungan sosial antara individu dengan pemeluk agama sesamanya. Islam tidak
memandang seseorang dari warna kulit, bahasa atau ras tetapi orang yang lebih mulia dimata Allah menurut Islam adalah orang yang paling bertakwa Melalui
pengembangan ukhuwah al-Islamiyah kehidupan umat sesama muslim akan saling bergandengan tangan penuh dengan kedamaian dan saling menghargai antara satu
dengan yang lainnya sehingga seseorang yang mengembangkan sikap ukhuwah al-islamiyah akan terhindar dari sikap-sikap gesekan yang bisa mengakibatkan
pergesekan yang menimbukan pertentangan, permusuhan dan perpecahan yang dapat memicu timbulnya stres
Religious spiritual history menurut Fetzer 1999 adalah seberapa jauh
individu berpartisipasi untuk agamanya selama hidupnya dan seberapa jauh agama mempengaruhi perjalanan hidupnya. Pengukuran area ini dimaksudkan
untuk mengukur sejarah keberagamaan spiritual seseorang. Sesorang yang perjalanan agamanya baik selalu taat menjalankan ajaran agama maka
kehidupannya selalu akan bersikap tenang, tawadhu dan istiqomah, sehingga jika dihadapkan pada permasalahan hidup maka individu itu tidak mudah terkena stres
Commitment menurut menurut Williams dalam Fetzer, 1999 adalah seberapa jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta berkontribusi
kepada agamanya. Kehidupan dalam menjalankan ajaran agama bagi seseorang dilandasi dengan perjanjian antara makhluk dengan Tuhannya. Dalam Islam
perjanjian tersebut adalah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat dan dari komitment tersebut seseorang akan berjuang dalam menegakkan agama Allah dan
apabila terjadi tantangan dan guncangan pada dirinya ketika memperjuangkan agamnya dia akan selalu pasrah kepada Allah sehingga terhindar dari stres.
Organizational religiousness menurut Idler, dalam Fetzer, 1999 merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam
lembaga keagamaaan yang ada di masyarakat dan beraktifitas didalamnya. Keberadaan lembaga-lembaga keagamaan memberikan kontribusi terhadap
peningkatan pengetahuan, pemahaman dan pendalaman agama bagi umat Islam pada umumnya. Hal tersebut memberikan dampak terhadap peningkatan
pengamalan agama baik pengamalan agama yang sifatnya hubungan antara makhluk dengan Tuhannya maupun antara manusia dengan sesamanya.
Mengembangkan keagamaan juga memberikan pencerahan kepada hati nurani setiap umat untuk selalu berjuangmengamalkan segala ajaran agama secara
sungguh-sungguh dan tidak putus asa sehungga diharapkan individu tersebut dapat terhindar dari stress.
Religious preference menurut Ellisson, dalam Fetzer, 1999 yaitu memandang sejauh mana individu membuat pilihan dan memastikan pilihan
agamanya. Seseorang yang memiliki pengalaman dan keilmuan agama yang baik selalu memilih dan menempatkan diri untuk hal yang lebih bermakna bagi dirinya
dan agama sehingga dalam kehidupannya sehingga dia lebih cenderung menempatkan segala sesuatu pekerjaannya yang bernilai ibadah sebagai
pengabdian kepada Tuhannya, dan ia tidak mau menyia-nyiakan hidupnya untuk hal yang tidak bermanfaat bagi dirinya. Sehingga tidak ada sikap ragu-ragu dan
cemas yang dapat menimbulkan stres. Control pengendalian menurut Stolz 2000 adalah dimensi yang
mempertanyaka nmempertanyakan: berapa banyak kendali yang seseorang rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan? Kata kuncinya
adalah merasakan. Seseorang yyang dapat mengendalikan dirinya selalu bisa mengontrol dan menyikapi gejala-gejala emosional yang datang pada dirinya
sehingga individu tersebut diharapkan bisa mengendalikan sikap-sikap yang bisa menyebabkan marah, sedih dan cemas dan hal-hal yang mengarah pada putus asa
atau frustasi dan stres. Origin asal usul dan Ownership pengakuan menurut Stolzt 2000
adalah dimensi yang mempertanyakan: siapa atau apa yang menjadi asal usul
kesulitan? Dan sampai sejauh manakah individu mengakui akibat-akibat kesulitan itu? Individu yang AQ nya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang
tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi, melihat dirinya sebagai penyebab asal usul kesulitan tersebut. Seseorang yang terlalu
mempersalahkan dirinya ketika menghadapi suatu masalah akan mengakibatkan dirinya menjadi tertekan sehingga dapat menimbulkan stres. Jadi individu yang
dapat menempatkan rasa bersalah dengan benar dapat terhindar dari sikap tertekan dan cemas yang terlalu berlebihan yang dapat menimbulkan stres.
Reach Jangkauan menurut Stolz 2000 adalah dimensi yang mempertanyakan sejauh manakan kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain
dari kehidupan individu? Respon-respon dengan AQ yang rendah akan membuat kesulitan memasuki segi-segi lain dari kehidupan seseorang. Semakin rendah skor
R anda semakin besar kemungkinannya anda menganggap peristiwa-peristiwa buruk sebagai rencana, dengan membiarkannya meluas, seraya meyedot
kebahagiaan dan ketenangan pikiran individu saat prosesnya berlangsung. Semakin tinggi R semakin besar kemungkinannya anda membatasi jangkauan
masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi. Setiap pekerjaan pasti mengalami tantangan kendala dan permasalan yang
terpenting bagi kita bagaimana memahami masalah itu, kenapa masalah itu terjadi?, dan bagaiman kita mebuat suatu solusi untuk meminimalisir masalah-
maslah tersebut yang dijadikan sebagai kekuatan untuk melakukan langkah-
langkah kedepan yang lebih bai dan menganggap kesulitan bukan sebagai bencana
sehingga menimbulkan individu tersebut tertekan dan stress.
Endurance daya tahan menurut Stolz 2000 adalah Dimensi yang mempertanyakan dua hal yang berkaitan: Berapa lamakah kesulitan akan
berlangsung? Dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung? Semakin rendah skor E, semakin besar kemungkinan individu menganggap
kesulitan dan penyebab-penyebabnya akan berlangsung lama. Indvidu yang melihat kemampuannya sebagai penyebab penyebab yang stabil cenderung
kurang bertahan dibandingkan dengan orang-orang yang mengaitkan kegagalan dengan usaha penyebab yang sifatnya sementara yang mereka lakukan.
Seseorang yang daya tahannya nya tinggi terhadap setiap masalah yang dihadapi diharapkan tidak rentan terhadap stres karena daya tahan yang ia miliki membuat
mental nya kuat dan tidak mudah goyah terhadap kesulitan dan hambatan yang terjadi
Berdasarkan hal tersebut di atas maka skema kerangka berpikir dapat di gambarkan sebagai berikut ini :
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
Stres Kerja
Adversity Quotient
Contol pengendalian
Reach jangkauan
Origin dan ownership
Endurance
Religiusitas
Daily Spiritual Experience
Meaning
Values
Belief
Forgiveness
Private Religious Practices
Religousspiritual coping
Religous support
ReligiousSpiritual History
Commitment
Organizational Religiousness
Religious Preference
2.5 Hipotesis penelitian: