Pengaruh religiusitas dan adversity quoient trehadap stres kerja pada agen asuransi jiwa bersama Bumiputra 1912

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Psi)

Knowledge, Piety and Integrity

Disusun Oleh: MIRA ISMIRANI NIM : 107070002964

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh: MIRA ISMIRANI NIM: 107070002964

Di bawah bimbingan: Pembimbing I

Prof. Dr. Abdul Mujib. M.Ag NIP: 19680614 199704 1 001

Pembimbing II

Miftahuddin, M.Si NIP: 19730317 200604 1 001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011


(3)

ii

diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Desember 2011 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 8 Desember 2011 Sidang Munaqasyah

Dekan/ Ketua Pembantu Dekan/ Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D Dra.Fadhilah Suralaga, M.Si

NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2 001

Anggota:

Ikhwan Lutfi, M. Psi Miftahuddin, M. Psi

NIP. 19730710 200501 1 006 NIP. 197303171 200604 1 001

Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag NIP. 19680614 1997041 001


(4)

iii Nama : Mira Ismirani

NIM : 107070002964

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Religiusitas dan Adversity Quotient terhadap Stress Kerja pada Agen Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, November 2011

Mira Ismirani NIM: 107070002964


(5)

iv (C) Mira Ismirani

(D) Pengaruh Religiusitas dan Adversity Quotient terhadap Stress Kerja pada Agen Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912

(E) 110 halaman + lampiran

(F) Pesatnya perkembangan teknologi di Indonesia yang diterapkan dan dikembangkan melalui berbagai kebijakan pembangunan dibidang industri untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja telah membawa akibat-akibat tertentu pada masyarakat secara umum, khususnya terhadap individu-individu yang terlibat dalam organisasi perusahaan. Individu tersebut dituntut untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Namun pada kenyataan banyak individu yang tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut dikarenakan adanya ketegangan, tekanan, dan ketidakmampuan penyesuaian diri yang akhirnya menimbulkan stress kerja. Untuk itu seorang agen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912 harus memiliki kemampuan dalam menghadapi masalah atau kesulitan yang dilihat dari skor Adversity Quotient (AQ) yang dimilikinya, selain itu religiusitas diperlukan seseorang untuk dapat menetralisisr stres kerjanya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh religiusitas (daily spiritual experience, meaning, values, beliefs, forgiveness, private religious practices, religious/spiritual coping, religious support, religious/spiritual history, commitment, organizational religiousness, religious preference) dan adversity quotient (control, origin, ownership, reach, dan endurance) terhadap stress kerja.

Jenis penelitian ini adalah penelitian non eksperimental dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan menggunakan teknik non-probability sampling dimana setiap individu dalam populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel penelitian yaitu hanya subjek yang beragama Islam dan berkerja pada bagian agen atau tenaga pemasar. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan skala stress kerja berdasarkan teori Robbins (2001), alat ukur religiusitas berdasarkan teori Fetzer (1999) sedangkan alat ukur adversity quotient berdasarkan teori Stolzt (2000). Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS versi 17.0. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari adversity quotient dan religiusitas terhadap stres kerja pada agen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912 artinya semakin tinggi religiusitas dan adversity quotient maka semakin rendah stres kerja.


(6)

v

disarankan agar sebaiknya memperhatikan aitem-aitem pada skala dan sampel divariasikan, tidak hanya meneliti pada bagian Agen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA saja tetapi, meneliti divisi lain pada perusahaan Asuransi. Kemudian teknik pengumpulan data diperkaya dengan tambahan observasi. (G). Daftar Bacaan: 14 Buku, 5 Jurnal, 2 internet, 3 kripsi, 1tesis.


(7)

vi

menyerah “


(8)

vii

hasil kerja keras dan buah pikir

setulus hati, kupersembahkan kepada mereka yang

kusayangi “Papah, Mama, kakak, adik dan calon suamiku

tersayang”

Terucap rasa sayang dan cinta untuk mereka semua yang

telah memberikan dukungan dan doa dan kesabarannya

dalam menemani dan mengiringi langkahku...


(9)

viii

karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Pengaruh Religiusitas dan Adversity Quotient terhadap Stres Kerja pada Agen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Jahja Umar Ph.D dan para pembantu dekan.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib M. Ag sebagai dosen pembimbing I, terimakasih peneliti ucapkan atas bimbingan, arahan, saran, waktu yang diberikan, kesabaran serta kebesaran hati dalam membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Miftahhudin, M.Si sebagai dosen pembimbing II, terimakasih peneliti ucapkan atas bimbingan, waktu yang diberikan, saran dan arahan dalam proses pengerjaan skripsi ini.

4. Ibu Rena Latifah, M. Psi. Psi sebagai dosen penasehat akademik, terimakasih telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

5. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu staf Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidatullah Jakarta atas kesabaran dan kerjasamanya.

7. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu menghaturkan doa dan dukungan yang tak terhingga, kesabaran dan cinta kasihnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.


(10)

ix

terimaksih atas dukungan dan doa dari om Komar dan bibi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Terimakasih untuk ka Sarah Rahmadian dan ka Via atas bantuan mengolah data dan motivasinya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini 11. Teman-teman angkatan 2007 dan sahabat-sahabat terbaik Griya Semanggi

yaitu Putri Dintha dan Dwi Puspita Sari Sardiyo, Sitti Nurraudah, Siti Khodijah, Andrea, Anggun dll, yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian penelitian ini.

12.Juga kepada semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penulisan penelitian ini

Semoga seluruh dukungan, bimbingan, arahan dari semua pihak dibalas dengan sebaik-baiknya balasan oleh Allah SWT. Penulis menyadari keterbatasan dari skripsi ini, maka peneliti mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan penyempurnaan

Jakarta, November 2011 Peneliti


(11)

x

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATAPENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Pembatasan Masalah ... 10

1.3 Perumusan Masalah ... 11

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 12

1.4.2.1 Manfaat Teoritis ... 12

1.4.2.2 Manfaat Praktis ... 12

1.5. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

2.1 Stres Kerja ... 14

2.1.1 Definisi Stres kerja ... 14


(12)

xi

2.2.1 Definisi Religiusitas ... 24

2.2.2 Aspek-aspek Religiusitas ... 25

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas ... 32

2.2.4 Pengukuran Religiusitas... 33

2.3 Adversity Quotient... 33

2.3.1 Definisi Adversity Quotient... 33

2.3.2 Dimensi-dimensi Adversity Quotient ... 34

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adversity Quotient... 38

2.3.4 Pengukuran Adversity Quotient... 42

2.4 Kerangka Berfikir ... 42

2.5 Hipotesis penelitian ... 51

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 54

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 55

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 55

3.2.1. Variabel Penelitian ... 55

3.2.2. Definisi Operasional ... 55

3.3. Populasi dan sampel Penelitian... 57

3.3.1. Populasi Penelitian ... 57

3.3.2. Sampel Penelitian ... 57

3.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 57

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data ... 58

3.4.2 Instrument Pengumpulan Data ... 68

3.5 Uji Instrumen Penelitian ... 70


(13)

xii

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 79

3.7 Prosedur Penelitian` ... 82

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 85

4.1 Gambaran Umum Responden ... 85

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 85

4.2.1. Kategorisasi Skor Skala Religiusitas ... 88

4.2.2. Kategorisasi Skor Skala Adversity Quotient ... 89

4.2.3. Kategorisasi Skor Skala Stres Kerja ... 91

4.3 Hasil Uji Hipotesis ... 92

4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ... 92

4.4 Pengujian Proporsi Varians untuk Masing-masing IV... 101

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 105

5.1. Kesimpulan ... 105

5.2. Diskusi... 106

5.3. Saran... 109

5.3.1. Saran Teoritis... 109

5.3.2. Saran Praktis... 110

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN


(14)

xiii Tabel 3.2 Blue Print Skala

Tabel 3.3 Blue Print Skala Religiusitas Tabel 3.4 Blue Print Skala Adversity Quotient

Tabel 3.5 Blue Print Setelah Try Out Out Skala Stress Kerja Tabel 3.6 Blue Print Setelah Try Out Skala Religiusitas

Tabel 3.7 Blue Print Setelah Try Out Skala Adversity Quotient Tabel 3.8 Kaidah Reliabilitas Guildford

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.2 Gambaran Umum Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 4.3 Gambaran Umum Berdasarkan Status Pernikahan Tabel 4.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Tabel 4.5 Skor Perolehan Religiusitas

Tabel 4.6 Klasifikasi Skor Religiusitas Tabel 4.7 Skor Perolehan Adversity Quotient Tabel 4.8 Klasifikasi Skor Adversity Quotient Tabel 4.9 Skor Perolehan Stres Kerja


(15)

xiv Tabel 4.13 Koefisien Regresi


(16)

xv


(17)

xvi Lampiran 2 Scoring Try Out

Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 4 Angket Filed Tes

Lampiran 5 Scoring Penelitian


(18)

1

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan yang terakhir adalah sistematika penulisan.

1.1 LATAR BELAKANG

Pesatnya perkembangan teknologi di Indonesia yang diterapkan dan dikembangkan melalui berbagai kebijakan pembangunan dibidang industri untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja telah membawa akibat-akibat tertentu pada masyarakat secara umum, khususnya terhadap individu-individu yang terlibat dalam organisasi perusahaan. Individu-individu tersebut dituntut lebih banyak menciptakan keunggulan kompetitive melalui peningkatan pengetahuan (knowledge), pengalaman (experience), keahlian (skill), dan komitmen (commitment), serta hubungan (relationship) dengan rekan sekerja maupun dengan pihak lain di luar perusahaan. Namun dalam kenyataannya, seringkali terlihat bahwa individu atau kelompok individu secara tidak langsung, sadar atau tidak, pada umumnya menunjukkan ciri-ciri kepribadian yang tidak sesuai dengan tuntutan tersebut. Hal ini terutama disebabkan oleh benturan-benturan, ketegangan, tekanan atau penyesuaian dirinya yang kurang harmonis dengan lingkungan yang kemudian menimbulkan stres (Wijono, 2006).

Salah satu pekerjaan yang rentan terhadap stres adalah bagian tenaga pemasar atau yang disebut sebagai agen. Tugas dan tanggung jawab tenaga


(19)

pemasar atau agen pada Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912 antara lain menawarkan dan menjual program-program kepada calon nasabah atau pemegang polis, memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada pemegang polis, dan memberikan informasi yang sebenarnya sesuai dengan kebutuhan pemegang polis (Nora, 2009).

Pesatnya perkembangan asuransi saat ini mendorong setiap perusahaan asuransi bersaing secara ketat serta menuntut pegawai mereka untuk bekerja dengan baik dan maksimal dalam pencapaian target yang akan dicapai secara profesional. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada salah satu unit manager BUMIPUTERA yaitu Bapak Slamet Santoso, pada tanggal 18 Oktober, 2011 yang berlokasi dikantor cabang Kebayoran Baru Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912, bahwasanya agen dituntut untuk memenuhi target yang dianggarkan oleh perusahaan yaitu minimal 5 surat permintaan dan premi 10 juta dalam satu bulan, dan jika seorang agen tidak dapat memenuhi target maka dilakukan evaluasi dan penghasilan agen berasal dari kompensasi dari pemasaran yang diberikan yang dihitung secara proporsional.

Oleh karena itu besar kecilnya penghasilan yang diterima oleh seorang agen tergantung dari seberapa besar target yang dicapai, jika target tidak tercapai maka penghasilan yang didapat kurang memuaskan dan sebaliknya. Dengan banyaknya tuntutan kerja di Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912 tidak menutup kemungkinan para karyawan mengalami stres, karena dalam menyelesaikan pekerjaannya karyawan seringkali dihadapkan pada masalah-masalah, baik dari dalam lingkungan perusahaan maupun dari luar lingkungan


(20)

perusahaan. Dalam hal ini, karyawan mau tidak mau akan dihadapkan pada perasaan tertekan dan stres (Nora, 2009).

Masalah stres kerja menjadi sangat penting karena karyawan yang mengalami stres kerja terlalu besar dapat mengancam kemampuannya untuk menghadapi lingkungan dan akhirnya berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka (Alwi, dalam Elfia, 2009). Di Jepang, pemerintah secara berkala memantau tingkat stres yang terjadi di tempat kerja dan menemukan bahwa jumlah karyawan yang merasakan tingkat stres tinggi dalam menjalani pekerjaan sehari-hari mengalami peningkatan dari 51% di tahun 1982 menjadi hampir dua pertiga dari total populasi pekerja yang ada di tahun 2000. Pada tahun yang hampir sama yaitu sekitar tahun 2000, lebih dari 6000 perusahaan di Inggris mengeluarkan rata-rata lebih dari 80 ribu dollar Amerika untuk membayar kerusakan yang ditimbulkan akibat stres pada karyawan (Saragih, 2011).

Dalam sebuah survey yang diadakan oleh National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), 25 persen peserta survey menyatakan pekerjaan menjadi satu-satunya sumber terbesar dari stres dalam kehidupan mereka (Arden, 2002). Stres kerja juga menyebabkan pegawai di AS kehilangan antara 200-300 miliar dolar AS per tahun. Hal ini terjadi karena hancurnya produktitivitas, meningkatnya ketidakhadiran, turn over dan biaya pengobatan karyawan. Adapun biaya pegawai paling dramatis didominasi oleh kecelakaan industri sekitar 60-80 persen akibat stres kerja, sedangkan keluar masuk pegawai


(21)

menyebabkan berbagai perusahaan menguras kocek mereka hingga jutaan dolar AS (Arden, 2002).

Di Indonesia sendiri, salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh sebuah lembaga manajemen di Jakarta pada tahun 2002 menemukan bahwa krisis ekonomi yang berkepanjangan, PHK, pemotongan gaji, dan keterpaksaan untuk bekerja pada bidang kerja yang tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki merupakan stressor utama pada saat itu (Saragih, 2011).

Gordon (dalam Wijino, 2006) mengemukakan bahwa pada tingkat tertentu, stres yang dialami individu jika dibiarkan berlarut-larut akan berpengaruh pada prestasi kerja individu dalam organisasi. Namun, stres pada tingkat moderat dapat bersifat konstruktif yang berpengaruh positif terhadap individu yaitu mendorong dan menantang individu untuk selalu aktif dan produktif dalam organisasi. Sebaliknya, stres pada tingkat yang tinggi akan berpengaruh negatif terhadap individu seperti menjadi kurang bersemangat dalam kerja, malas, putus asa, dan menurun prestasi kerjanya.

Pendapat lain mengemukakan bahwa stres dibagi kedalam dua jenis yaitu distress dan eustress. Eustress adalah perasaan-perasaan yang individu (positif), yang dialami karena mendapatkan penghargaan atau pujian atas dasar prestasi kerjanya yang memuaskan. Sedangkan distress adalah perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan individu (negatif) dan dapat menyebabkan prestasi kerjanya menurun. (Matteson dan Ivancevich dalam Wijono, 2006).

Sedangkan pengertian stres dalam penelitian ini adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari


(22)

dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka atau dengan kata lain dapat dikatakan sebagai stres yang memiliki efek negatif dalam dunia kerja. Stres yang berdampak negatif terhadap karyawan ini bias berdampak pada sikap kerja yang acuh tak acuh, motivasi turun drastis dan keterampilan kerja tidak berkembang, dan akhirnya mengakibatkan turn-over pegawai. Akibat dari stress kerja ini terjadi pada beberapa karyawan pada Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912, yaitu terjadinya turn over pegawai dan penurunan produktivitas pegawai.

Gordon (dalam Wijino, 2009) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah penelitian empiris yang meneliti tentang stres kerja yang ada dilingkungan kerja perusahaan yang ditinjau dari sudut psikofisiologis yaitu individu sering sakit kepala akibat dari tekanan atasan atau teman kerjanya maupun tingkah laku, yaitu sikap kerja yang acuh tak acuh, motivasi turun drastis dan keterampilan kerja tidak berkembang semua ini dapat berakibat prestasi kerjanya menjadi turun. Sejalan dengan pendapat di atas menurut Everly dan Giordano (dalam Munandar, 2009) menyatakan bahwa stres akan mempunyai dampak pada suasana hati (mood), otot kerangka (muscuoskeletal) dan organ-organ dalam badan (visceral).

Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam lingkungan pekerjaan maupun di luar pekerjaan. Mengingat besarnya pengaruh stres pada karyawan terhadap kinerjanya, pengelolaan terhadap stres itu sendiri harus mendapatkan perhatian dan kesungguhan dari manajemen perusahaan agar tujuan organisasi bisa lebih mudah dicapai (Rahmawati, 2008).


(23)

Salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan terjadi atau tidak terjadinya stres kerja adalah religiusitas. Menurut Mangkunegara (2000) nilai-nilai agama dalam bentuk keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan pondasi yang paling utama, kecil kemungkinan akan memperoleh dampak negatif dari stres. Akan tetapi, sebaliknya ia mampu mengendalikan stres ini secara lebih bermakna.

Religiusitas menurut Fetzer (1999) adalah seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama (religion meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agamanya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama (ibadah) secara menyendiri (private religious practice), menggunakan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference). Dalam konsep ajaran agama Islam sendiri seperti mengaplikasikan ajaran agama seperti berzikir, berdoa, beribadah, dan menjalankan ukhuwah Al-Islamiyah.

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang juga memperkuat asumsi mengenai adanya hubungan antara stres dan religiusitas. Penelitian sebelumnya telah banyak mengemukakan adanya korelasi negatif antara stres dengan religiusitas pada partisipan dari berbagai jenis populasi di USA (Raleigh dkk,


(24)

1992). Suatu penelitian dari Bishop (2008) yang dilakukan pada partisipan dewasa tua dari komunitas gereja Katholik di USA, menemukan bahwa partisipan dengan tingkat religiusitas yang lebih tinggi memiliki tingkat stres yang lebih rendah, dibandingkan dengan dengan partisipan dengan tingkat religiusitas yang lebih rendah. Selain itu Bishop (2008) juga menemukan bahwa religiusitas memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap stres dibandingkan dengan dukungan sosial. Hal ini sangat menarik mengingat dukungan sosial yang sifatnya sangat tergantung dari orang lain, tidak seperti religiusitas yang sifatnya tidak tergantung pada orang lain sehingga dapat dilakukan kapan saja.

Selanjutnya penelitian lain yang dilakukan oleh Nove Ira (2003) dengan judul “Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Stres Kerja pada Pekerja Industri”, menunjukkan hasil bahwa religiusitas memiliki hubungan yang signifikan dengan stres kerja pada pekerja industri”. Kresna Astri (2009) dalam penelitiannya yang berjudul hubungan antara stres dan religiusitas pada dewasa muda beragama Islam menunjukkan hasil bahwa adanya korelasi negatif secara signifikan antara stres dan religiuitas pada partisipan penelitian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Park, Cohen dan Herb (1990) terdapat bukti bahwa lebih besarnya tingkat religiusitas individu diprediksi berpengaruh kepada depresi yang dialami dan menjadi pelindung dari efek-efek negatif stres kehidupan terutama stres yang tidak terkontrol.

Faktor lain yang diduga berhubungan dengan terjadi atau tidak terjadinya stres kerja adalah adversity quotient. Menurut Graves (dalam Palupi, 2005) kesuksesan seseorang dalam pekerjaan ditentukan oleh bagaimana ia


(25)

mengahadapi tekanan sehari-hari yang mengancam kesehatan fisik dan mentalnya. Oleh karena itu, kemampuan untuk menghadapi hambatan ataupun kesulitan sangat diperlukan dalam pencapaian kesuksesan seseorang.

Kemampuan sesorang dalam menghadapi atau mengatasi suatu hambatan dapat terlihat dari skor adversity quotient (AQ) yang dimilikinya. Hal ini dikarenakan skor adversity quotient mencerminkan kemampuan seseorang dalam menghadapi rintangan-rintangan (Stolzt, 2000). Menurut Stolz (2000), individu-individu yang memiliki AQ tinggi akan mampu mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapinya baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan. Sebaliknya individu dengan AQ rendah cenderung akan cepat menyerah ketika berhadapan dengan kesulitan (Stolzt, 2000).

Dalam menghadapi kesulitan, individu yang memiliki AQ tinggi selalu bersikap positif dan merasa yakin bahwa segala kesulitan pasti dapat diatasi (Stolzt, 2000). Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka memiliki sikap yang konstruktif sebagai respon terhadap kesulitan. Menurut Spillane (dalam Palupi, 2005) individu yang mengembangkan respon konstruktif dalam menghadapi suatu masalah dapat terhindar dari stres.

Pernyataan diatas memperlihatkan adanya keterikatan antara kemampuan menghadapi kesulitan dengan keadaan mental individu. Hal ini sesuai dengan riset yang dilakukan oleh para peneliti dibidang psikoneuroimonologi, yaitu bahwa terdapat hubungan langsung antara bagaimana seseorang merespon kesulitan dengan kesehatan mental orang tersebut (Stolzt, 2000).


(26)

Hubungan ini antara lain terkait dengan dengan persepsi seseorang terhadap kemampuannya dalam menghadapi kesulitan dan masalah yang dihadapinya. Menurut Stolzt (2000) orang-orang dengan adversity quotient yang rendah mengalami semacam stres yang berlangsung lama dan lebih merusak. Sedangkan individu yang AQ-nya lebih tinggi merasakan kendali yang lebih besar atas peristiwa-peristiwa dalam hidup daripada individu yang AQ-nya lebih rendah, sehingga mereka akan mengambil tindakan yang akan menghasilkan lebih banyak kendali lagi. Lebih lanjut Stolzt (2000) menyatakan bahwa persepsi kendali atas kehidupan memainkan peran sentral dalam kesehatan emosional dan fisik mereka. Sejalan dengan hal ini Sarafino (dalam Palupi, 2005) mengemukakan bahwa seorang cenderung untuk menilai suatu peristiwa yang tidak dapat dikendalikan sebagai sesuatu yang lebih menimbulkan stres.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi negatif seseorang tentang dirinya bahwa dirinya tidak mampu mengendalikan kesulitan yang dihadapi dapat memicu timbulnya stres. Hal tersebut dikarenakan karena stres merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan dapat menjadi lebih buruk karena ketidakmampuan individu dalam menyebabkan masalah yang menyebabkan stres (Ross & Almaimer dalam Palupi, 2005). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Palupi (2005) dengan judul “Hubungan Antara Kemampuan Menghadapi Kesulitan dengan Stres Kerja pada Manajer Madya” menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kemampuan menghadapi kesulitan dengan stres kerja pada manajer madya.


(27)

Berdasarkan fenomena-fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “ Pengaruh Religiusitas dan Adversiti Quotient Terhadap Stres Kerja pada Agen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912”.

1.2 Pembatasan Masalah

Agar tidak meluas maka peneliti membatasi masalah penelitian pada variabel yang diteliti yaitu :

1. Stres kerja adalah satu atau beberapa faktor ditempat kerja berinteraksi dengan pekerja sedemikian rupa sehingga mengganggu keseimbangan fisiologik, psikologik, dan perilaku individu. Robbins (2001).

2. Religiusitas adalah seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama (religion meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agamanya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama (ibadah) secara menyendiri (private religious practice), menggunakan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference). Fetzer (1999).


(28)

3. Adversity Quotient adalah ukuran untuk membantu seseorang agar tetap gigih menghadapi kemelut yang penuh tantangan, dilihat dari lima indikator yaitu CO2RE (control, origin, ownership, reach, dan endurance). (Stolzt, 2000).

4. Penelitian ini akan dilakukan pada perusahaan yang bergerak dibidang asuransi terutama tenaga pemasar atau agen pada Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912.

1.3 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini, adalah:

Apakah ada pengaruh religiusitas yang terdiri dari aspek daily spiritual experience, meaning, values, beliefs, forgiveness, private religious practices, religious/spiritual coping, religious support, religious/spiritual history, commitment, organizational religiousness, religious preference dan adversity quotient yang terdiri dari aspek control, origin dan ownership, reach, dan endurance terhadap stres kerja pada agen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji ada tidaknya pengaruh religiusitas yang terdiri dari aspek daily spiritual experience, meaning, values, beliefs, forgiveness, private religious practices, religious/spiritual coping, religious


(29)

support, religious/spiritual history, commitment, organizational religiousness, religious preference dan adversity quotient yang terdiri dari aspek control, origin dan ownership, reach, dan endurance terhadap stres kerja pada agen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912.

1.4.2 Manfaat Penelitian ini terbagi dua : 1.4.2.1 Manfaat teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan dalam mengembangkan teori psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi serta dapat memberikan informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya dibidang yang sama.

1.4.2.2 Mafaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912 terkait dengan variabel yang diteliti yaitu religiusitas, adversity quotient dan stres kerja.

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab. Perincian setiap bab adalah sebagai berikut: BAB 1 Pendahuluan

Menguraikan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.


(30)

BAB 2 Kajian Pustaka

Bab ini berisi penguraian mengenai teori-teori stres kerja, religiusitas, dan adversity quotient, kerangka berfikir dan hipotesis penelitian.

BAB 3 Metodologi Penelitian

Bab ini berisi penguraian mengenai pendekatan dan jenis penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, teknik uji instrument, teknik pengolahan data, analisis data prosedur penelitian.

BAB 4 Hasil Penelitian

Bab ini berisi penguraian mengenai gambaran umum responden, deskripsi hasil penelitian, kategorisasi dan hasil uji hipotesis

Bab 5 : Penutup


(31)

14

Seperti teori tentang stres kerja, religiusitas, dan adversity quotient. Kemudian kerangka berfikir penelitian, yang menjelaskan hubungan religusitas, adversity quotient dengan stres kerja. Dan yang terakhir membahas tentang hipotesis penelitian.

2.1 STRES KERJA 2.1.1 Definisi Stres Kerja

Sarafino (2008) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan kesenjangan antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya biologis, psikologis, dan sistem sosial yang dimiliki individu.

Robbins (2001) memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis dimana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan.

Sedangkan menurut Sopiah (2008) stres merupakan suatu respon adaptif terhadap suatu situasi yang dirasakan menantang atau mengancam kesehatan seseorang. Stres dibagi menjadi dua macam yaitu distres dan eustres. Distres adalah derajat penyimpangan fisik, psikis dan perilaku dari fungsi yang sehat sedangkan eustres adalah pengalaman stres yang tidak berlebihan, cukup untuk menggerakkan dan memotivasi seseorang agar dapat mencapai tujuan, mengubah


(32)

lingkungan mereka dan berhasil dalam menghadapi tantangan hidup. Pengertian stres dalam penelitian ini adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka atau dengan kata lain dapat dikatakan sebagai stres yang memiliki efek negatif dalam dunia kerja.

Jadi, stres dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan negatif tergantung dari sudut pandang mana seseorang atau karyawan tersebut dapat mengatasi tiap kondisi yang menekannya untuk dapat dijadikan acuan sebagai tantangan kerja yang akan memberikan hasil yang baik atau sebaliknya.

Stres ditempat kerja muncul akibat adanya kesenjangan antara tuntutan pekerjaan dan jumlah kontrol yang dimiliki individu dalam memenuhi tuntutan tersebut. Stres kerja ini terjadi apabila tantangan serta tuntutan pekerjaan cenderung berlebihan, tekanan dari tempat kerja melebihi kemampuan pekerja dalam mengatasinya, yang mengakibatkan ketidakpuasan kerja serta frustasi (Lambert & lambert, 2001).

Lee dan Ashfort (1996) mendefinisikan stres kerja sebagai suatu bagian dari pekerjaan yang menimbulkan ancaman bagi pekerja. Ancaman yang dimaksud dapat berupa tuntutan pekerjaan yang berlebihan atau kurangnya sumberdaya manusia untuk memenuhi tuntutan tersebut.

Menurut Munandar (2006) stres kerja adalah respon individu terhadap stressor yang ada pada pekerjaan yang dapat menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal. Reaksi yang dapat terjadi yaitu dapat berupa reaksi fisik, psikologis atau tingkah laku.


(33)

Menurut Mangkunagara (2000) stres kerja adalah “perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam mengahadapi pekerjaan”. Stres kerja ini tampak dari simptom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.

Berdasarkan definisi yang dipaparkan oleh para ahli diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa stres kerja adalah perasaan terbebani, terancam, tertekan yang dialami oleh pekerja sehingga mengganggu keseimbangan fisiologi dan psikologi pekerja.

2.1.2 Aspek-aspek Stres Kerja

Menurut Robbins (2001) stres muncul dalam sejumlah cara. Misalnya, seorang individu yang mengalami tingkat stres yang tinggi dapat menderita tekanan darah tinggi, tukak lambung, mudah marah, sulit membuat keputusan rutin, hilang selera makan, rawan kecelakaan, dan yang serupa. Semua ini dapat dibagi dalam tiga kategori umum: gejala fisiologis, psikologis dan perilaku.

a. Gejala Fisiologis

Kebanyakan perhatian dini atas stres diarahkan pada gejala fisiologis seperti perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung, dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan menyebabkan serangan jantung.


(34)

b. Gejala Psikologis

Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Hal ini adalah efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stres. Tetapi stres muncul dalam keadaan psikologis lain, misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda.

c. Gejala Perilaku

Gejala stres yang dikaitkan dengan prilaku mencakup perubahan dalam produktifitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur. Uraian diatas menunjukkan bahwa stres kerja merupakan aspek yang kompleks, yang dapat mempengaruhi kondisi fisiologis, psikologis, maupun perilaku sehingga dapat muncul dalam bentuk tingkah laku yang dilakukan tanpa disadari atau bahkan dilakukan dengan sengaja. Misalnya, perubahan dalam metabolisme, meningkatnya tekanan darah, sakit kepala, mudah marah, kecemasan, meningkatkya merokok. Perubahan dalam hasil kerja, absensi, gelisah, gangguan tidur, bahkan juga beresiko mendapat serangan jantung.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres

Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stresors. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu stresors, biasanya karyawan mengalami


(35)

stres karena kombinasi stresors. Menurut Robbins (2001) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stres yaitu :

(1) Faktor Lingkungan

Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stres bagi karyawan, yaitu ketidakspastian ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stres. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.

(2) Faktor Organisasi

Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres yaitu tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi dan struktur organisasi.Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Role Demands

Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.


(36)

b. Interpersonal Demands

Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan karyawan lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan.

c. Organizational Structure

Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.

d. Organizational Leadership

Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja. Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stres. Pengertian dari tingkat stres itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau


(37)

masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Robbins, 2001).

(3) Faktor Individu

Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stres terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stres yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hurel dkk (dalam Munandar, 2001) sumber-sumber stres kerja dapat dikelompokkan sebagai berikat:

a. faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, seperti tuntutan fisik dan tuntutan tugas.


(38)

c. pengembangan kerier, seperti ketidakpastian pekerjaan dan kepincangan status

d. hubungan dalam pekerjaan, seperti interaksi antar sesama karyawan. e. struktur iklim organisasi.

2.1.4 Tahapan Stres kerja

Sarafino (2008) mencoba mengkonseptualisasikan proses terjadinya stres kedalam ke dalam tiga pendekatan, yaitu :

1. Stimulus

Keadaan atau situasi dan peristiwa yang dirasakan mengancam atau membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai stressor. Beberapa ahli yang menganut pendekatan ini mengkategorikan stressor menjadi tiga :

a. Peristiwa katastropik, misalnya angin tornado atau gempa bumi.

b. Peristiwa hidup yang penting, misalnya kehilangan pekerjaan atau orang yang dicintai.

c. Keadaan kronis, misalnya hidup dalam kondisi sesak atau bising.

2. Respon

Respon adalah reaksi sesorang terhadap stresor. Untuk itu dapat diketahui dari dua komponen yang saling berhubungan, yaitu komponen psikologis dan komponen fisiologis.


(39)

b. Komponen fisiologis, seperti detak jantung, mulut yang mongering (sariawan), keringat dan sakit perut. Kedua respon tersebut disebut dengan strain atau ketegangan.

3. Proses

Stres sebagai suatu proses terdiri dari stesor dan strain ditambah dengan satu dimensi penting yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian diri yang kontinyu, yang disebut juga dengan istilah transaksi antar manusia dengan lingkungan, yang didalamnya termasuk perasaan yang dialami dan bagaimana orang lain merasakannya.

Pendapat lain dikemukakan Oleh Hans Seyle (dalam Sopiah, 2008), yang tertarik pada bagaimana cara stres mempengaruhi badan dan mengamati serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan. Rangkaian perubahan ini dinamakan (general adaption syndrome), yang terdiri dari tiga tahap, antara lain: 1. Alarm

Persepsi yang menantang atau mengancam menyebabkan otak mengirimkan pesan biokimia keberbagai bagian tubuh. Akibatnya terjadi peningkatan kecepatan pernafasan, tekana darah, detak jantung, ketegangan otot dan respon fisik lainnya. Tingkat energi dan efekititas penanggulangan dengan segera merespon awal shock. Dalam hal ini syok yang ekstrem mungkin mengakibatkan tidak adanya kekuatan atau bahkan kematian sebab tubuh tidak sanggup menghasilkan cukup energi dengan cukup cepat. Pada sebagian besar


(40)

situasi, reaksi alarm seseorang terus berjaga-jaga terhadap kondisi lingkungan dan mempersiapkan tubuh kearah resisten.

2. Resistensi

Kemampuan mengatasi perkembangan tuntutan lingkungan yang dimiliki seseorang berada pada tingkat diatas normal selama tingkat resistensi, karena tubuh digerakkan oleh berbagai mekanisme biokimia, psikis dan perilaku. Sebagi contoh, kita memiliki tingkat adrenalin diatas normal selama resistensi ini. Kita mencurahkan energi lebih untuk menanggulangi atau menghilangkan sumber stres. Bagaimanapu resistensi yang kita miliki sebenarnya hanya untuk satu atau dua tuntutan lingkungan. Akibatnya kita mudah diserang oleh sumber-sumber stres yang lain.

3. Keletihan

Orang memiliki kapasitas resistensi yang terbatas sehingga jika sumber stres berlangsung lama maka pada akhirnya mereka akan pindah ketingkat keletihan. Pada sebagian besar situasi, tingkatan ini merupakan bagian terakhir dari proses panjang sindroma adaptasi umum.

2.1.5 Pengukuran Stres Kerja

Stres kerja diukur dengan menggunakan skala stres kerja berdasarkan teori Robbins (2001) dengan menggunakan tiga aspek yaitu gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku.


(41)

2.2 RELIGIUSITAS 2.2.1 Definisi Religiusitas

Religiusitas berasal dari akar kata religion (agama). Menurut Bouma (1992) religion bertugas untuk mengatur kehidupan orang sehari-hari agar selalu berada dalam bimbingan Tuhan Sang Pencipta. Harun Nasution (dalam Arifin, 2008) merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi (relegare, religere), dan agama. Al-din (semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (latin) atau relegare berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama tediri dari a = tidak; gam= pergi mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun temurun.

Bertitik tolak dari pengertian kata-kata tersebut menurut Harun Nasution, intisarinya adalah ikatan. Karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan pancaindera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Nasution (dalam Arifin, 2008).

Dalam pengertian Glock dan Stark (1970) yang dikutip oleh Jamaludin Ancok agama atau relligion adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan perilaku yang terlambangkan yang semuanya berpusat pada persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning) (Ancok, 2001). Sedangkan menurut Thuoless (1995) agama adalah hubungan praktis yang


(42)

dirasakan dengan apa yang dipercaya sebagai makhluk atau wujud yang lebih tinggi daripada manusia.

Religiusitas menurut Fetzer (1999) adalah sesuatu yang lebih menitikberatkan pada masalah perilaku, social dan merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan. Karenanya doktrin yang dimiliki setiap agama wajib diikuti oleh setiap pengikutnya.

Abdul Mujib (2006) menjelaskan bahwa religiusitas adalah kemampuan individu untuk menjalankan ajaran agama secara benar dan baik dengan landasan keimanan dan ketakwaan.

Dari penjelasan para ahli yang memaparkan tentang religiusitas peneliti menyimpulkan bahwa religiusitas adalah kemampuan individu menyesuaikan diri dengan dunia luar dan menjalankan, mengamalkan atau mengaplikasikan sitem nilai atau keyakinannya secara benar dengan berlandaskan keimanan dan ketakwaan

2.2.2 Aspek-aspek Religiusitas

Dalam sebuah laporan penelitian yang diterbitkan oleh Jhon E. Fetzer (1999) yang berjudul Multidimensional Measuremen Religiusness, Spiritually For Use In Heath Research menjelaskan 12 dimensi religiusitas yaitu: daily spiritual, experienc, meaning, value, belief, forgivness, private religious practices, religious/spiritual coping, religous support, religious/spiritual history, comitmen, ooganizational religiousness dan religious preference .


(43)

1. Dailly Spiritual Experience

Merupakan dimensi yang memandang dampak agama dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini daily spiritual experiences merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan transeden dalam kehidupan sehari-hari dan persepsi terhadap interaksinya pada kehidupan tersebut, sehingga dailly spiritual experiences lebih kepada pengalaman kognitif, Underwood (dalam Fetzer, 1999).

2. Meaning

Meaning adalah mencari makna dari kehidupan dan berbicara mengenai pentingnya makna atau tujuan hidup sebagai bagian dari rasa koherensi fungsi penting untuk mengatasi hidup atau unsur kesejahteraan psikologis. Konsep meaning dalam hal religiusitas sebagaiman konsep meaning yang dijelaskan oleh Fiktor Frankl yang biasa disebut dengan istilah kebermaknaan hidup. Adapun meaning yang dimaksud disini adalah yang berkaitan dengan religiusitas atau disebut religion-meaning yaitu sejauh mana agama dapat menjadi tujuan hidupnya. Pragament (dalam Fetzer 1999).

3. Value

Konsep value menurut Idler (dalam Fetzer Instute, 1999) adalah pengaruh keimanan terhadap nilai-nilai hidup, seperti mengajarkan tentang nilai cinta, saling menolong, saling melindungi dan sebagainya. Value dimaksudkan untuk mengukur dimensi-dimensi berbeda dari nilai tempat keberadaan seorang


(44)

individu dalam agamanya (“seberapa penting agama dalam hidupmu?”) dimana dalam hal tersebut berkaitan dengan komitmen seseorang. Teori-teori lain memandang value sebagai kriteria yang biasa digunakan orang-orang untuk memilih dan menilai tindakan. Dimensi ini mencoba untuk menaksir tingkat dimana suatu perilaku individu mencerminkan suatu ungkapan normative dari keyakinannya atau agamanya sebagai nilai tertinggi (ultimate value). Bentuk sederhana dari dimensi ini secara langsung menaksir pengaruh keyakinan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Belief

Konsep belief menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) merupakan sentral dari religiusitas. Religiusitas merupakan keyakinan akan konsep-konsep yang dibawa oleh suatu agama. Dalam bahasa Indonesia belief disebut keimanan yaitu kebenaran yang diyakini dengan hati dan diamalkan dengan amal perbuatan. Dalam ajaran agama Islam keyakinan itu seperti itu seperti yakin kepada Allah, yakin kepada kitab malaikat, yakin kepada hal Kitab suci Al-Quran, yakin kepada Rasullullah, yakin kepada hari akhir, dan yakin kepada Qadha dan Qadar.

5. Forgiveness

Forgivness adalah memafkan, yaitu suatu tindakan memaafkan dan bertujuan untuk memafkan bagi orang yang melakukan kesalalahan dan berusaha keras untuk melihat orang itu dengan belas kasihan, kebajikan dan cinta.


(45)

Dimensi forgiveness menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) mencangkup 5 dimensi turunan, yaitu:

a. Pengakuan dosa

b. Merasa diampuni oleh Tuhan c. Merasa dimaafkan oleh orang lain d. Memafkan orang lain

e. Memafkan diri sendiri

6. Private Religious Practice

Private religious practice menggambarkan kegiatan yang dilakukan oleh individu secara pribadi berbeda dengan public religious practice yang dilakukan lebih formal, terorganisir dan berhubungan dengan orang lain yang melibatkan waktu dan tempat tertentu. Pada private religious practice tidak selalu terjadi pada tempat dan waktu yang pasti atau telah ditentukan.

Private religious practice dapat dilakukan dirumah baik itu sendiri ataupun bersama keluarga tidak melibatkan pengalaman secara kolektif atau dengan masyarakat umum. Private religious practice menurut Levin (dalam Fetzer, 1999) merupakan perilaku beragama dalam praktek agama, meliputi ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan lain-lain untuk meningkatkan religiusitasnya.


(46)

7. Religiuos / Spiritual Coping

Religious spiritual coping menurut Pragrement (dalam Fetzer, 1999) merupakan coping stres dengan menggunakan pola dan metode religious. Seperti dengan berdoa, beribadah untuk menghilangkan stres, dan sebagainya. Menurut Pragement (dalam Fetzer, 1999) menjelaskan bahwa ada tiga jenis coping secara religious, yaitu:

a. Deffering Style, yaitu meminta penyelesaian masalah kepada Tuhan saja. Yaitu dengan cara berdoa dan meyakini bahwa Tuhan akan menolong Hamba-Nya dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

b. Collaborative style, yaitu hamba meminta solusi kepada Tuhan dan hambanya senantiasa berusaha melakukan coping

c. Self- Directing Style, yaitu inidvidu bertanggung jawab sendiri dalam menjalankan coping

8. Konsep Religious Support

Konsep ini menurut Krause (dalam Fetzer, 1999) adalah aspek hubungan sosial antara individu dengan dengan pemeluk agama sesamanya. Dalam Islam hal ini sering disebut dengan Al-Ukhuwah Al-Islamiyah.

9. Religious Spiritual History

Adalah seberapa jauh individu berpartisipasi untuk agamanya selama hidupnya dan seberapa jauh agama mempengaruhi perjalanan hidupnya. Pengukuran area ini dimaksudkan untuk mengukur sejarah keberagamaan/spiritual seseorang.


(47)

Terdapat empat aspek yang dapat diukur berkaitan dengan sejarah keberagamaan/ spitualitas seseorang:

a. Biografi keagamaan

b. Pertanyaan-pertanyaan mengenai sejarah keagamaan/spiritual c. Pengalaman kegamaan/spiritual yang mengubah hidup d. Kematangan spiritual

10. Commitment

Konsep comitmen menurut menurut Williams (dalam Fetzer, 1999) adalah seberapa jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta berkontribusi kepada agamanya.

11. Organizational Religiousness

Konsep organizational religiousness menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam lembaga keagamaaan yang ada di masyarakat dan beraktifitas didalamnya.

12. Religious Preference

Konsep religious preference menurut Ellisson (dalam Fetzer, 1999) yaitu memandang sejauh mana individu membuat pilihan dan memastikan pilihan agamanya.

Sedangkan Menurut Glock & Stark, dimensi-dimensi relegiusitas terdiri dari lima macam yaitu:


(48)

1. Dimensi keyakinan (Ideologis).

Dimensi ini berisikan pengarapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama.

2. Dimensi praktek agama (Ritual)

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.

3. Dimensi pengalaman (Eksperensial)

Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman-pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seorang pelaku atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan.

4. Dimensi pengetahuan Agama (Intelektual)

Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.


(49)

5. Dimensi konsekuensi

Dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.

Berdasarkan dimensi-dimensi yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti memilih untuk menerapkan teori Fetzer (1999) karena teori tersebut lebih komprehensif dan relevan dalam mendukung penelitian yang dilakukan dan juga sesuai dengan kondisi sampel yang digunakan dalam penelitian.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas

Thoules (1992) mengemukakan ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi religiusitas yaitu:

1) Faktor Sosial

Faktor sosial berpengaruh terhadap keyakinan dan perilaku keagamaan, faktor siosial mencakup semua perilaku sosial dalam perkembangan sikap keagamaan mulai dari pendidikan yang diberikan orang tua, tradisi-tradisi sosial, dan tekanan-tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat da sikap yang disepakati oleh lingkungan itu.

2) Faktor Intelektual

Faktor intelektual merupakan salah satu unsur yang bisa membantu pembentukan sikap keagamaan. Manusia adalah makhluk yang berfikir (al-hayawanun-natiq) dan sebagai salah satu akibat dari pemikirannya adalah


(50)

bahwa ia membantu diriny untuk menentukan keyakina-keyakinan mana yang harus diterimanya dan yang mana pula yang harus ditolaknya.

3) Faktor emosional

Berbagai pengalaman yang membantu sikap keagamaan, terutama pengalaman-pengalaman mengenai: (a) keindahan, keselarasan, dan kebaikan didunia lain (faktor alami), (b) konflik moral (faktor moral), dan (c) pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif).

2.2.4 Pengukuran Religiusitas

Religiusitas diukur dengan menggunakan skala religiusitas berdasarkan teori Fetzer (1999) dengan menggunakan dua belas aspek yaitu daily spiritual experiences, meaning, values, beliefs, forgivness, private religous practices, religious/spiritual coping, religious support, religious/spiritual history, commitment, organizational religiousness, religious preference.

2.3 ADVERSITY QUOTIENT 2.3.1 Definisi Adversity Quotient

Adversity quotient merupakan suatu teori yang dicetuskan oleh Paul G Stolzt. Menurut Stolzt, adversity quotient adalah teori yang sesuai sekaligus ukuran untuk membantu seseorang agar tetap gigih menghadapi kemelut yang penuh tantangan (Stolzt, 2000). Adversity quotient dirumuskan oleh Stolzt (2000) memanfaatkan tiga cabang ilmu pengetahuan yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi. Adversity quotient memasukkan dua


(51)

komponen penting dari konsep praktis, yaitu teori ilmiyah dan penerapannya didunia nyata. Stolz (2003), mendefinisikan AQ dalam tiga bentuk, yaitu:

a. AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. AQ berlandaskan pada riset yang berbobot dan penting, yang menawarkan suatu gabungan pengetahuan yang praktis dan baru, yang merumuskan kembali apa yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan.

b. AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan.

c. AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon anda terhadap kesulitan.

` Berdasarkan ketiga definisi diatas penulis meyimpulkan bahwa adversity quotient adalah suatu ukuran untuk mengetahui daya juang individu dalam mengatasi hambatan tantangan dan rintangan dalam mencapai sebuah kesuksesan.

2.3.2 Dimensi-dimensi Adversity Quetion

Stoltz (2000) menjelaskan bahwa AQ terdiri atas empat dimensi yang disingkat menjadi CO2RE (control, origin dan ownership, reach, dan endurance) yang merupakan akronim bagi keempat dimensi AQ individu.

1. C= control (pengendalian)

Dimensi ini mempertanyakan: berapa banyak kendali yang seseorang rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan? Kata kuncinya adalah


(52)

merasakan. Dimensi ini merupakan salah satu awal yang paling penting dan tambahan untuk teori optimisme Seligman. Perbedaan antara respon AQ yang rendah dan AQ yang tinggi dalam dimensi ini cukup dramatis. Individu yang AQ- nya lebih tinggi merasakan kendali yang lebih besar atas peristiwa dalam hidup daripada yang AQ lebih rendah. Akibatnya, mereka akan mengambil tindakan, yang akan menghasilkan lebih banyak kendali lagi. Individu yang AQ nya lebih tinggi cenderung melakukan pendakian dan relatif kebal terhadap ketidakberdayaan. Seolah-olah mereka dilindungi oleh suatu medan gaya yang tidak dapat ditembus yang membuat mereka tidak jatuh ke dalam keputusasaan yang tidak berdasar.

Individu dengan AQ yang tinggi merasakan tingkat kendali, bahkan yang terkecil sekalipun, akan membawa pengaruh yang radikal dan sangat kuat pada tindakan-tindakan dan pikiran-pikiran yang mengikutinya. Sementara orang yang AQ-nya lebih rendah cenderung berkemah atau berhenti.

2. O= Origin (asal usul) dan ownership ( pengakuan)

Dimensi ini mempertanyakan: siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan? Dan sampai sejauh manakah individu mengakui akibat-akibat kesulitan itu?. Individu yang AQ nya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi, melihat dirinya sebagai penyebab asal usul kesulitan tersebut.

Rasa bersalah memiliki dua fungsi penting. Pertama, rasa bersalah dapat membantu individu untuk belajar dengan cenderung merenungkan diri, belajar


(53)

dan menyesuaikan tingkah laku (melakukan perbaikan diri). Yang kedua, rasa bersalah dapat juga menjurus pada penyesalan yang dapat memaksa individu untuk meneliti batinnya sendiri apakah ia telah melukai hati orang lain. Penyesalan merupakan motivator yang sangat kuat. Bila digunakan dengan sewajarnya, penyesalan dapat membantu menyembuhkan kerusakan yang nyata, dirasakan, atau yang mungkin dapat timbul dalam suatu hubungan. Sebaliknya jika penyesalahan terlampau banyak dapat sangat melemahkan semangat dan menjadi destruktif

Mempermasalahkan diri sendiri itu penting dan efektif, tapi hanya sampai tahap tetentu yaitu jangan sampai melampaui peran individu dalam menimbulkan kesulitan. Individu yang AQ nya tinggi akan mengelak dari peristiwa-peristiwa buruk, selalu menyalahkan orang lain dan tidak akan belajar apa-apa.

Ownership menyatakan bahwa individu tidak terlalu menyalahkan diri sendiri, tetapi tetap merasa bertanggung jawab untuk mengatasi kesulitan yang dialami. Individu yang memiliki skor ownership tinggi akan mengambil tangung jawab untuk memperbaiki keadaan apapau penyebabnya. Adapun individu yang memiliki skor ownership sedang memiliki cukup tanggung jawab atas kesulitan yang terjadi, tapi mungkin akan menyalahkan diri sendiri atau orang lain ketika ia lelah. Sedangkan individu yang memiliki skor ownership yang rendah akan menyangkal tanggung jawab dan menyalahkan orang lain atas kesulitan yang terjadi.


(54)

3. R= reach (Jangkauan)

Dimensi ini mempertanyakan: sejauh manakan kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu? Respon-respon dengan AQ yang rendah akan membuat kesulitan memasuki segi-segi lain dari kehidupan seseorang. Semakin rendah skor R anda semakin besar kemungkinannya anda menganggap peristiwa-peristiwa buruk sebagai rencana, dengan membiarkannya meluas, seraya meyedot kebahagiaan dan ketenangan pikiran individu saat prosesnya berlangsung.

Semakin tinggi R semakin besar kemungkinannya anda membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi. Suatu penolakan untuk kunjungan penjajakan hanyalah sebuah penolakan── tidak lebih tidak kurang. Penilaian kinerja yang ketat adalah penilaian kinerja yang ketat, jika tidak dianggap sebagai sebuah pengalaman belajar. Konflik adalah konflik, suatu peristiwa yang mungkin akan melibatkan komitmen dan tindakan lebih lanjut. Kesalahpahaman dengan orang yang dikasihi, meskipun menyakitkan, adalah kesalahpahaman, bukan tanda bahwa hidup anda akan hancur.

4. E= Endurance (daya tahan)

Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang berkaitan: Berapa lamakah kesulitan akan berlangsung? Dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung? Semakin rendah skor E, semakin besar kemungkinan individu menganggap kesulitan dan penyebab-penyebabnya akan berlangsung lama. Indvidu yang melihat kemampuannya sebagai penyebab (penyebab yang stabil) cenderung


(55)

kurang bertahan dibandingkan dengan orang-orang yang mengaitkan kegagalan dengan usaha (penyebab yang sifatnya sementara) yang mereka lakukan.

 Ini selalu terjadi.

 Segala sesuatunya tidak akan pernah membaik.

 Saya tidak pandai menggunakan komputer.

 Biasanya selalu begini caranya.

 Hidup saya hancur.

 Perusahaan ini brengsek.

 Bos saya benar; saya tidak mempunyai bakat untuk sukses.

 Seluruh industri sedang bangkrut

Semua pernyataan diatas berbau permanen. Cap-cap seperti pecundang, orang bodoh yang selalu gagal, dan orang yang suka menunda-nunda, serta kata-kata seperti selalu dan tidak pernah membawa akibat yang tersembunyi dan berbahaya. Kata-kata itu membuat anda tidak berdaya untuk melakukan perubahan.

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Adversity Quotient

Faktor-faktor kesuksesan dipengaruhi oleh kemampuan pengendalian seseorang serta cara orang tersebut merespon kesulitan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi AQ, yaitu:

1. Daya Saing

Sattefield dan Seligman (dalam Stoltz, 2000), menemukan individu yang merespon kesulitan secara lebih optimis dapat diramalkan akan bersifat lebih


(56)

agresif dan mengambil lebih banyak resiko, sedangkan reaksi yang lebih pesimis terhadap kesulitan menimbulkan lebih banyak sikap pasif dan hati-hati. Orang-orang yang bereaksi secara konstruktif trehadap kesulitan lebih tangkas dalam memelihara energi, fokus, dan tenaga yang diperlukan supaya berhasil dalam persaingan. Individu yang bereaksi secara destruktif cenderung kehilangan ebergi atau mudah berhenti berusaha.

2. Produktivitas

Dalam penelitiannya di Metropolitan Life Insurance Company, Seligman (dalam Stolzt, 2000) membuktikan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik menjual lebih sedikit, kurang berproduksi, dan kinerjanya lebih buruk daripada mereka yang merespon kesulitan dengan baik.

3. Kreativitas

Inovasi pada pokoknya merupakan tindakan berdasarkan suatu harapan. Inovasi membutuhkan keyakinan bahwa sesuatu yang sebelumnya tidak ada dapat menjadia ada. Menurut Joel Barker (dalam Stoltz, 2000), kreativitas muncul dalam keputusasaan, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti. Barker menemukan orang-orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan menjadi tidak mampu bertindak kreatif. Oleh karena itu, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang oleh hal-hal yang tidak pasti.


(57)

4. Motivasi

Dari penelitian Stoltz (2000) ditemukan orang-orang yang AQ-nya tinggi dianggap sebagi orang-orang yang paling memiliki motivasi. Stolzt pernah melakukan pengukuran adversity quotient pada suatu perusahaan farmasi. Ia meminta direktur perusahaan itu untuk mengurutkan timnya sesuai dengan motivasi mereka yang terlihat. Lalu ia mengukur anggota-anggota timnya tersebut. Tanpa kecuali, baik berdasarkan pekerjaan harian maupun untuk jangka panjang, hasilnya mereka yang dianggap sebagai orang-orang yang paling memiliki motivasi, memiliki AQ yang tinggi pula.

5. Mengambil Resiko

Satterfield dan Seligman (dalam Stoltz, 2000) menemukan bahwa individu yang merespon kesulitan secara lebih konstruktif, bersedia mengambil banyak resiko. Resiko merupakan aspek esensial pendakian.

[

6. Perbaikan

Perbaikan terus-menerus perlu dilakukan supaya individu bisa bertahan hidup dan menjadi pribadi yang lebih baik. Selain itu juga karena individu yang memiliki AQ yang lebih tinggi menjadi lebih baik. Sedangkan individu yang AQ-nya lebih rendah menjadi lebih buruk.

7. Ketekunan

Ketekunan merupakan inti untuk maju (pendakian) dan AQ individu. Ketekunan adalah kemampuan untuk terus menerus walaupun dihadapkan pada


(58)

kemunduran-kemunduran atau kegagalan. Seligman (dalam Stolzt, 2000) membuktikan bahwa para tenaga penjual, kader militer, mahasiswa, dan tim-tim olahraga yang merespon kesulitan dengan baik akan pulih dari kekalahan dan mampu terus bertahan.

8. Belajar

Dweck (dalam Stoltz, 2005), membuktikan bahwa anak-anak dengan respon-respon yang pesimistis terhadap kesulitan tidak akan banyak belajar dan berprestasi jika dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola-pola yang lebih optimis.

9. Merangkul Perubahan

Sewaktu individu mengalami badai perubahan yang tidak ada hentinya, kemampuan individu untuk menghadapi kepastian dan pijakan yang berubah semakin lama menjadi semakin penting. Batu-batu yang longsor, cuaca yang berubah-ubah, banjir yang tak terduga, dan gunung yang meletus semuanya menantang pendaki bahkan yang sudah berpengalaman sekalipun. Agar bisa sukses, individu harus secara efektif mengatasi dan memeluk perubahan tresebut. Orang –orang yang hancur karena perubahan akan hancur oleh kesulitan.

10. Keuletan, Stres, Tekanan dan Kemunduran

Orang yang merespon kesulitan dengan buruk seringkali dihancurkan oleh kemunduran-kemunduran. Ada yang perlahan-lahan bangkit kembali, namun ada juga yang tidak pernah bangkit lagi. Oulette (dalam Stolzt, 2000) mengemukakan


(59)

bahwa orang-orang yang merespon kesulitan dengan sifat tahan banting-pengendalian, tantangan dan komitmen akan tetap ulet dalam menghadapi kesulita-kesulitan. Individu yang tidak merespon dengan pengendalian, tantangan, dan komitmen cenderung akan menjadi lemah akibat situasi yang sulit.

2.3.4 Pengukuran Adversity Quotient

Adversity quotient diukur dengan menggunakan skala adversity quotient berdasarkan teori Stolzt (2000) dengan menggunakan empat yaitu control (pengendalian) origin dan ownership (asal usul pengakuan), reach (jangkauan), endurance (daya tahan).

2.4. Kerangka Berpikir

Kecenderungan individu pada pekerjaan akan mengalami stres. Stres kerja dapat dialami oleh siapa saja. Individu bisa dan akan mengalami stres ketika individu dihadapkan pada situasi atau peristiwa yang memicu timbulnya tuntutan, pertentangan-pertentangan kepentingan di lingkungan kerjanya (Wijono, 2006). Stres kerja yang terjadi pada karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stres kerja adalah faktor lingkungan, faktor organisasi, faktor individu, faktor-faktor instrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan, dan struktur iklim organisasi.

Faktor yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah religiusitas dan adversity quotient. Aspek yang terdapat pada religiusitas antara lain terdiri dari aspek daily spiritual experiences, meaning, values, beliefs, forgivness, private religous practices, religious/spiritual coping, religious support, religious/spiritual


(60)

history, commitment, organizational religiousness, religious preference. Sedangkan aspek yang terdapat pada adversity quotient antara lain terdiri dari control (pengendalian) origin dan ownership (asal usul pengakuan), reach (jangkauan), endurance (daya tahan). Daily spiritual experience menurut Fetzer (1999) merupakan dimensi yang memandang dampak spiritual dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan transenden dalam kehidupan sehari-hari, Individu yang merasakan dampak spritual dalam kehidupan sehari-hari diharapkan tidak rentan terhadap stres walaupun menghadapi berbagai permasalahan dalam hidupnya karena pengalaman spiritualnya membuatnya semakin meningkatkan keimanan kepada allah SWT.

Meaning menurut (Pragament, dalam Fetzer, 1999) yaitu sejauhmana agama dapat menjadi tujuan hidup sesorang. Individu dengan meaning yang tinggi menjadikan agama menjadi landasan dan tujuan hidupnya, sehingga apabila dihadapkan pada tekanan hidup maka individu tersebut tidak akan mudah mengalami stres karena hidupnya tidak hanya semata-mata ia curahkan untuk urusan duniawi saja tetapi ada tujuan yang lebih hakiki yaitu mencari keridhoan Allah sehingga motivasi dalam hidupnya tidak semata-mata mencari kebahagiaan dan kesenangan yang bersifat duniawi dan cenderung kepada hal-hal yang bersifat materi.

Konsep value menurut Fetzer (1999) merupakan pengaruh keimanan seseorang seseorang terhadap nilai-nilai hidup, seperti mengajarkan cinta, saling tolong menolong, saling melindungi, dan sebagainya. Individu dengan value yang


(61)

tinggi akan merepleksi terhadap sikap dan perilakunya, dengan didasari keimanan tersebut segala sikap dan perilakunya akan memberikan pengaruh terhadap nilai dari sisi pandangan manusia dan memberikan nilai yang lebih baik dimata Tuhan yang menciptakannya sehingga apabila dihadapkan kepada permasalahan dalam hidupnya maka diharapkan pada individu tersebut tidak muncul sikap-sikap putus asa dan frustasi akan tetapi akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhannya.

Belief menurut (Idler, dalam Fetzer, 1999) merupakan keyakinan akan konsep-konsep yang dibawa oleh suatu agama. Seseorang yang memiliki keyakianan yang kuat memiliki ketangguhan hati yang kokoh dengan prinsip bahwa segala seseuatu sudah diatur oleh yang maha pencipta sehinggadia pasrah sepenuhnya kepada Tuhan yang maha kuasa bahwa segala kehidupannya diatur oleh-Nya sehingga dia terhindar dari sikap-sikap cemas yang berlebihan dalam menghadapi permasalahan hidupnya.

Forgiveness menurut Fetzer (1999) adalah memaafkan, yaitu suatu tindakan memaafkan dan bertujuan untuk memaafkan bagi orang yang melakukan kesalahan dan berusaha keras untuk melihat orang itu dengan belas kasihan, kebajikan dan cinta. Sikap saling maaf-memafkan merupakan kewajiban bagi setiap umat manusiakarena Allah sendiri tidak akan memaafkan seseorang apabila orang tersebut belum mampu saling memaafkan kepada sesamanya. Sikap saling memafkan dapat menimbulkan perdamaian dan memanjangkan hubungan silaturahmi sehingga tidak ada lagi suatu ganjalan dalam jiwanya yang bisa mengakibatkan cemas, depresi, dan stres.


(62)

Private religious practice menurut (Levin, dalam Fetzer, 1999) merupakan perilaku beragama dalam praktek beragama. Melakukan praktek beragama seperti beribadah dan membaca kitab mampu menenangkan perasaan dan menentramkan kalbu. Sehingga Individu dengan Private religious yang tinggi diharapkan dapat terhindar dari stress.

Religious/spiritual coping menurut (Pargament, dalam Fetzer, 1999) merupakan coping stress dengan menggunakan pola dan metode religious. Seperti dengan berdoa dan beribadah untuk menghilangkan stres, dan sebagainya. Individu dengan Religious/spiritual copingnya tinggi diharapkan dapat meminimalisir stres nya karena apabila ia sedang menghadapi permasalahan dalam hidup ia senantiasa melakukan coping dengan meminta solusi kepada Tuhannya.

Religiuos support menurut (Krause, dalam Fetzer, 1999) adalah aspek hubungan sosial antara individu dengan pemeluk agama sesamanya. Islam tidak memandang seseorang dari warna kulit, bahasa atau ras tetapi orang yang lebih mulia dimata Allah menurut Islam adalah orang yang paling bertakwa Melalui pengembangan ukhuwah al-Islamiyah kehidupan umat sesama muslim akan saling bergandengan tangan penuh dengan kedamaian dan saling menghargai antara satu dengan yang lainnya sehingga seseorang yang mengembangkan sikap ukhuwah al-islamiyah akan terhindar dari sikap-sikap gesekan yang bisa mengakibatkan pergesekan yang menimbukan pertentangan, permusuhan dan perpecahan yang dapat memicu timbulnya stres


(1)

5 4 3 5 5 4 3 4 4 5 5 4 4 5 5 3 4 5 4 4

4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 3 4 5 4 4

3 5 4 3 4 4 4 5 5 5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4

4 4 4 1 5 5 1 2 4 5 5 4 4 2 4 4 4 5 2 5

3 4 4 4 4 5 5 4 5 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4

4 4 4 4 4 4 5 5 5 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4

5 4 4 3 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 5 5 5

5 5 4 4 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4 4 4 5 5 5 5

3 4 5 5 4 4 4 5 4 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4

4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4

4 4 4 5 3 4 4 4 5 5 4 4 5 4 3 5 5 3 3 4

4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

5 5 4 4 3 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4

4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4

4 5 5 3 4 4 4 5 5 5 5 4 3 2 3 5 4 4 4 4

3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3 3

4 4 3 3 2 3 4 4 3 3 2 4 3 3 3 3 2 1 3 2

5 4 4 1 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 1 4 4 4 3 3

3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

5 5 4 4 3 4 4 5 4 5 5 5 4 5 3 2 1 5 5 5

3 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 3 3 3 4

4 4 4 3 4 5 5 5 5 2 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5

3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4

3 5 4 3 4 4 4 5 5 5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4

4 4 4 1 5 5 1 2 4 5 5 4 4 2 4 4 4 5 2 5

3 4 4 4 4 5 5 4 5 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4

4 4 4 4 4 4 5 5 5 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4

5 4 4 3 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 5 5 5

5 5 4 4 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4 4 4 5 5 5 5

3 4 5 5 4 4 4 5 4 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4

3 3 5 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5

3 3 4 5 5 5 3 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4


(2)

5 4 3 5 4 4 4 3 5 4 5 5 5 4 4 4 5 4 5 4

5 4 3 5 4 4 4 5 5 5 4 3 5 4 4 5 4 4 5 4

4 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4 4 5 3 4 3 5 5 4 4

5 4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 4 4 4 4 5

4 4 5 4 4 5 3 3 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 3 4 5 5 3 5 5 5 5

5 4 3 5 5 4 3 4 4 5 5 4 4 5 5 3 4 5 4 4

4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 3 4 5 4 4

3 5 4 3 4 4 4 5 5 5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4

4 4 4 1 5 5 1 2 4 5 5 4 4 2 4 4 4 5 2 5

3 4 4 4 4 5 5 4 5 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4

4 4 4 4 4 4 5 5 5 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4

5 4 4 3 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 5 5 5

5 5 4 4 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4 4 4 5 5 5 5

3 4 5 5 4 4 4 5 4 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4

4 4 4 4 4 4 5 5 5 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4

5 4 4 3 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 5 5 5

5 5 4 4 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4 4 4 5 5 5 5

3 4 5 5 4 4 4 5 4 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4

4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4

4 4 4 5 3 4 4 4 5 5 4 4 5 4 3 5 5 3 3 4

4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

5 4 4 5 3 4 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 4 5 4 4

4 4 5 5 3 4 4 5 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4

4 5 5 3 4 4 4 5 5 4 5 5 3 2 5 5 4 4 5 4

4 5 4 4 3 3 4 4 4 3 5 4 3 4 3 4 5 3 4 3

4 4 3 3 2 3 4 4 3 3 2 4 3 3 3 3 2 1 3 2

5 4 4 1 4 5 4 4 4 5 4 4 3 3 2 4 5 4 5 5

3 4 4 4 3 4 4 5 4 3 5 4 3 4 4 4 5 4 5 4

5 5 4 4 3 5 4 5 5 5 4 5 4 4 3 2 1 5 4 5


(3)

Hasil Validitas dan Reabilitas Penelitian

a.

Skala Stres Kerja

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.908 18

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00001 48.9400 171.653 .557 .904

VAR00002 49.1100 171.856 .676 .901

VAR00003 48.4800 177.101 .455 .907

VAR00004 48.5400 174.493 .485 .906

VAR00005 48.4600 178.271 .389 .909

VAR00006 48.7200 170.466 .622 .902

VAR00007 48.5100 175.667 .548 .904

VAR00008 48.5900 180.224 .416 .907

VAR00009 48.4400 175.663 .603 .903

VAR00010 48.5300 169.565 .726 .899

VAR00011 48.7400 165.487 .792 .897

VAR00012 48.8400 161.691 .831 .895

VAR00013 48.7300 165.007 .728 .899

VAR00014 48.8600 174.364 .466 .907

VAR00015 48.7500 175.462 .491 .906

VAR00016 49.4000 167.131 .716 .899

VAR00017 47.9700 182.514 .256 .912


(4)

b. Skala Adversity Quotient

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.826 12

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00004 44.9900 25.020 .365 .830

VAR00005 44.7700 25.654 .546 .808

VAR00006 44.4300 26.995 .458 .816

VAR00009 44.3800 27.753 .390 .820

VAR00011 44.4600 26.453 .432 .817

VAR00013 44.6700 25.274 .548 .807

VAR00014 44.8000 25.818 .474 .814

VAR00015 44.8600 25.031 .535 .808

VAR00017 44.5900 25.739 .442 .817

VAR00018 44.6300 24.033 .617 .800

VAR00019 44.5800 25.842 .483 .813


(5)

c. Skala Religiusitas

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00001 276.0700 373.844 .227 .906

VAR00002 276.2600 373.588 .179 .906

VAR00003 276.4900 363.303 .502 .903

VAR00004 276.4500 366.169 .459 .904

VAR00005 276.6800 379.189 -.057 .908

VAR00006 276.4100 371.113 .231 .906

VAR00007 276.3200 365.634 .516 .904

VAR00008 277.6700 380.183 -.078 .910

VAR00009 276.7400 380.053 -.086 .908

VAR00010 276.6400 365.869 .351 .905

VAR00011 276.2100 367.663 .474 .904

VAR00012 276.2700 359.330 .699 .902

VAR00013 276.4300 375.702 .099 .906

VAR00014 276.4300 375.217 .112 .906

VAR00015 276.5400 375.645 .063 .907

VAR00016 276.3400 361.297 .654 .902

VAR00017 276.4200 362.973 .598 .903

VAR00018 276.2100 370.309 .316 .905

VAR00019 276.0600 366.865 .555 .904

VAR00020 276.0700 366.854 .629 .904

VAR00021 276.1300 361.064 .680 .902

VAR00022 276.1400 366.950 .521 .904

VAR00023 276.0300 373.666 .249 .906

VAR00024 276.2000 364.263 .535 .903

VAR00025 276.1900 364.580 .523 .903

VAR00026 276.1100 370.927 .379 .905

VAR00027 276.3900 358.483 .537 .903

VAR00028 276.7000 361.626 .392 .904

VAR00029 276.4600 375.180 .121 .906

VAR00030 276.5400 371.625 .216 .906

VAR00031 276.6300 368.720 .344 .905

VAR00032 277.4900 377.949 -.030 .911

VAR00033 276.8400 363.004 .429 .904

VAR00034 276.7000 352.455 .684 .901

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items


(6)

VAR00035 276.9200 371.428 .160 .907

VAR00036 276.7500 371.967 .177 .906

VAR00037 276.6600 380.752 -.124 .908

VAR00038 276.3700 368.862 .311 .905

VAR00039 276.4800 351.282 .646 .901

VAR00040 276.4000 349.212 .712 .900

VAR00041 276.6700 367.779 .267 .906

VAR00042 276.4800 367.707 .365 .905

VAR00043 276.4500 368.492 .288 .905

VAR00044 276.5100 354.737 .694 .901

VAR00045 276.3700 365.084 .335 .905

VAR00046 276.6100 357.574 .687 .902

VAR00047 276.8200 353.200 .525 .903

VAR00048 276.7600 376.871 .009 .908

VAR00049 276.8400 358.742 .648 .902

VAR00050 276.6100 356.382 .631 .902

VAR00051 276.7100 361.218 .577 .903

VAR00052 276.5200 361.707 .591 .903

VAR00053 276.6700 358.951 .531 .903

VAR00054 276.5800 376.226 .028 .908

VAR00055 276.9700 374.413 .089 .907

VAR00056 276.4400 353.138 .660 .901

VAR00057 276.7700 370.300 .212 .906

VAR00058 276.9000 380.919 -.129 .908

VAR00059 276.8600 382.950 -.225 .909

VAR00060 276.4500 352.028 .663 .901

VAR00061 276.5000 361.040 .526 .903

VAR00062 276.4800 360.697 .517 .903

VAR00063 276.7300 381.957 -.148 .909

VAR00064 276.3800 377.693 -.003 .907

VAR00065 276.3100 370.782 .220 .906