Tehnik Dalam Analisis Perumusan Kebijakan

c. Keterpilihan: kategori-kategori harus benar-benar terpilah atau berdiri sendiri. Setiap persoalan atau situasi harus ditentukan menurut satu dan hanya satu kategori atau sub kategori. d. Konsistensi: setiap kategori dan sub kategori harus didasarkan pada prinsip klasifikasi tunggal. Penyimpangan aturan menimbulkan tumpang tindih antara sub-sub kelas dan dikenas sebagai the fallacy of cross division pembagian silang yang keliru. e. Pembedaan hirarkhis: ari tingkat dalam sistem kasifikasi kategori, sub kategoriharus secara cermat dibedakan. Aturan ini yang yang menjadi garis pedoman dalam menginterprestasikan sistem klasifikasi. 2. Analisis Hirarkhi Tehnik mengidentifikasi sebab-sebab yang mungkin dari sistem problematis. Analisis hirarkhi membantu analisis mengidentifikasi tiga macam sebab. a. Sebab yang mungkin adalah kejadian-kejadian atau tindakan-tindakan yang mengikut-sertakan terjadinya situasi permasalahan. b. Sebab yang masuk akal adalah sebab yang berdasarkan penelitian ilmiah atau pengalaman langsung, dipercaya menjadi sebab yang penting pada terjadinya situasi problematis. c. Sebab yang dapat dirubah adalah sebab yang menjadi sasaran dari kontrol atau manipulasi yang dilakukan oleh pengambil kebijakan, karena tidak ada kebijakan yang segera dapat menambah konsepsi yang di rumuskan. 3. Analisa Asumsi Tehnik yang bertujuan menciptakan sintesa yang kreatif atas asumsi- asumsi yang bertentangan mengenai masalah kebijakan. Analisis asumsi merupakan metode yang paling komperhensif diantara semua metode perumusan masalah, karena metode ini mencakup semua prosedur yang dipakai oleh tehnik- tehnik lain dan dapat berfokus pada kelompok-kelompok, individu-individu, atau keduanya. Gambaran paling penting dalam analisis asumsi ini adalah analisis tersebut secara eksplisit dibuat untuk mengatasi analisis kebijakan, pengambilan kebijakan dan pelaku-pelaku lain tidak dapat sefaham tentang bagaimana merumuskan masalah. Kriteria pokok untuk menilai kecukupan formulasi masalah adalah apakah konflik asumsi mengenai situasi problematis telah dimunculkan, dipertentangkan dan secara kreatif dicari sintesanya. Dari pokok pembahasan analisis rumusan masalah kebijakan tersebut dalam penelitian ini dipergunakan analisis asumsi yang dimana analisi asumsi yang masuk dalam kriteria proses perumusan usulan Program Aksi Mengatasi Dampak Kenaikan BBM dan Kemiskinan PAM-DKB yang akan diteliti dalam bidang padat karya Di Desa Gambiran yang akan di jadikan usulan dalam permasalahan rumusan masalah tersebut. Dimana proses perumusan usulan tersebut diajukan atau diusulkan oleh kelompok keluarga miskin Pogakin sebagai kegiatan PAM-DKB yang akan dijalankan.

2.1.3.4 Penentuan Kriteria Pemilihan Alternatif Kebijakan

Untuk memilih dan menetapkan alternatif langkah intervensi diperlukan parameter atau kriteria. Salah satu parameter atau kriteria Menurut Joko Widodo 2007: 73-74 yang digunakan berupa: 1. Technical feasibility Kriteria penilaian untuk melihat sampai sejauh mana alternatif langkah intervensi dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Kriteria ini lebih menekankan pada aspek efektifitas. 2. Economic and Financial feasibility Sampai sejauh mana alternativ langkah intervensi tadi membutuhkan biaya dan berapa besar keuntungan yang dapat diperoleh dari suatu langkah intervensi. Kriteria ini lebih menekankan pada aspek efisiensi. 3. Political viability Melihat seberapa jauh efek maupun dampak politik yang akan ditimbulkan oleh setiap alternatif langkah intervensi. Dampak politik dari alternatif kebijakan ini akan dilihat tingkat aksebilitas acceptability, kecocokan dengan nilai dari masyarakat appropriateness, responsivitas responsiveness, kesesuaian dengan perundang-undangan legal suitability, dan pemerataan equity. Kroteria ini intinya untuk memperoleh dukungan politik political sponsorship terhadapa alternatif langkah intervensi yang akan dipilih dan ditetapakan. 4. Administrativ operability Melihat seberapa besar kemungkinan suatu alternatif dapat berhasil dilaksanakan dalam konteks politik, ekonomi, sosial dan administrasi yang berlaku. Kriteria ini akan melihat otoritas instansi pelaksana, komitmen kelembagaan, kapbalitas staf dan dana, dan dukungan organisasi.

1.1.4 Formulasi

Pengertian pokok evaluasi dalam perencanaan program membawa konsekwensi logis terhadap formulasi yang dikembangkan konsep-konsep baru dengan mendasar dan menyeluruh. Kebanyakan ahli memberikan makna evaluasi sebagai wawasan penelaahan terkendali yang tidak hanya berarti sebuah penelitian, melainkan lebih dari sekedar penelitian Mutrofin 1988:11. Menurut Good Carter dalam Mutrofi 1988:11 “Evaluasi ialah suatu proses mempertimbangkan suatu penetuan nilai atau penentuan dari jumlah sesuatu dengan penafsiran yang cermat”. Pemahaman mengenai makna evaluasi sangatlah berbeda-beda, menurut Rossi dan Freeman dalam Samsul .H dan Mutrofin 2006:39 definisi evaluasi ialah “Evaluasi merupakan aplikasi sistematis dari prosedur riset sosial untuk menaksir atau menilai konseptualisasi dan desain, implementasi serta utilitas program intervensi sosial”.