beberapa sampel yang memiliki nilai data yang ekstrim dan dianggap sebagai suspect tidak terpenuhinya normalitas data. Karenanya sebelum teori lebih
lanjut digunakan dan kesimpulan diambil berdasarkan teori di mana asumsi normalitas dipakai, terlebih dahulu perlu diselidiki apakah asumsi itu
terpenuhi atau tidak Sudjana, 2005. Dalam penelitian ini pengujian normalitas dilakukan dengan Kolmogorov-Smirnov test dan grafik normal P-P
plot. Uji statistik yang dapat dilakukan adalah berdasarkan nilai kurtosis atau skewness Ghozali, 2011. Jika nilai rasio kurtosis dan skewness berada
diantara -2 sampai dengan 2 berarti data berdistribusi normal. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.
Apabila nilai probabilitanya 0,05 maka disimpulkan data berdistribusi normal atau apabila pancaran residual berada di sekitas garis lurus melintang
sehingga dapat diketahui bahwa variabel dependen berdistribusi normal maka tidak dapat menolak H
bahwa data berdistribusi normal.
4. Analisis Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik merupakan tahap awal yang digunakan sebelum analisis regresi linier. Menurut Imam Ghozali 2011:105-166 ada tiga penyimpangan
asumsi klasik yang dapat terjadi dalam penggunaan model regresi, yaitu multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Uji asumsi klasik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen Imam
Ghozali, 2011:105.
Cara umum
untuk mendeteksi
adanya multikolinearitas dalam model ini ialah dengan melihat bahwa adanya R²
yang tinggi dalam model tetapi tingkat signifiknasi t-statistiknya sangat kecil dari hasil regresi tersebut dan cenderung banyak yang tidak
signifikan. Selain itu untuk menguji multikolinearitas, bisa dilihat matrik korelasinya. Jika masing-masing variabel bebas berkorelasi lebih besar
dari 80 maka termasuk yang memiliki hubungan yang tinggi atau ada
indikasi multikolinearitas. Uji multikolinearitas dapat dilakukan untuk hasil regresi untuk kedua model yang akan diestimasi. Caranya adalah
dengan mencari angka tolerance, dimana tolerance adalah nilai 1-R².R² disini adalah koefisien determinasi dari regresi atas suatu variabel bebas
terhadap sisa variabel bebas lainnya. Setelah angka tolerance diperoleh selanjutnya dicari angka VIF. Angka VIF variance inflation factor yang
merupakan kebalikan resiprokal dari tolerance. Dengan demikian semakin tinggi nilai tolerance semakin rendah derajat kolinearitas yang
terjadi. Sedangkan untuk VIF, semakin rendah nilai VIF semakin rendah derajat kolinearitas yang terjadi. Batasan nilai maksimum VIF yang biasa
digunakan untuk menjustifikasi adanya kolinearitas adalah 10.
b. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain, jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda maka disebut heteroskedastisitas Imam Ghozali,
2011:139. Deteksi dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu dalam grafik dimana sumbu X dan Y telah diproduksi.
Dasar pengambilan keputusan adalah: 1. Jika titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur
seperti gelombang, melebar, kemudian menyempit, maka terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika titik-titik ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi hubungan antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Uji autokorelasi
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan penggangu pada
periode sebelumnya t-1. Pada penelitian ini uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin-Watson. Untuk uji Durbin-