Peranan UKM Terhadap Pembangunan Nasional Kebijakan Terhadap UKM 1. Kebijakan Pemerintah

3. Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau penyerapannya terhadap tenaga kerja. 4. Fleksibelitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis. 5. Terdapatnya dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan.

D. Peranan UKM Terhadap Pembangunan Nasional

Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang peranan Usaha Skala Kecil-Menengah UKM. Beberapa kesimpulan, setidak- tidaknya hipotesis telah ditarik mengenai hal ini. pertama, pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat sebagaimana terjadi di Jepang, telah dikaitkan dengan besaran sektor Usaha Kecil. Kedua, dalam penciptaan lapangan kerja di Amerika Serikat sejak perang dunia II, sumbangan UKM ternyata tak bisa diabaikan . 20 Sehingga keberadaan koperasi Usaha Kecil dan Menengah dalam roda perekonomian nasional Indonesia memiliki sumbangan positif, diantaranya dalam pengadaan lapangan kerja menyediakan barang dan jasa, serta pemerataan usaha untuk mendistribusikan pendapatan nasional. Dengan peran seperti itu posisi koperasi, pengusaha kecil dan menengah dalam proses pembangunan nasional menjadi sentral sifatnya. 20 Tiktik sartika Partomo dan Abd. Rachman Soesoedono, ed., Ekonomi Skala Kecil Menengah Koperasi , Bogor: Ghalia Indonesia, 2002, h.12. Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM kini dinilai sebagai salah satu kekuatan ekonomi Indonesia yang cukup signifikan. Secara makro dapat dilihat bahwa potensi yang dimiliki sektor UKM ini sudah cukup besar. Secara umum, pada 2006, sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto PDB mencapai 53,3. Artinya, lebih dari setengah gerak perekonomian Indonesia kini ditopang oleh sektor UKM. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, pada 2006 UKM berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 85,4 juta atau sekitar 96,2 dari total angkatan kerja. 21

E. Kebijakan Terhadap UKM 1. Kebijakan Pemerintah

Pemerintah mempunyai peranan penting terhadap pengembangan usaha UKM, banyak kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk pengembangan. Kebijakan ini dilakukan pada berbagai aspek antara lain pasar, modal, teknologi, manajemen secara menyeluruh mulai dari proses produksi hingga pemasaran 22 . Selain membuat kebijakan pemerintah juga melakukan pembinaan terhadap UKM demi memajukan usaha, yang dalam usahanya banyak mengalami kesulitan. Tujuan pembinaan UKM tersebut adalah: 1. Meningkatkan akses pasar dan memperbesar pangsa pasar 21 “Genjot Sektor UMKM dengan Kredit Usaha Rakyat”, Jurnal KUKM, Edisi November 2007, h.5. 22 Tiktik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedona, Ekonomi Skala Kecil Menengah Koperasi , Cet. II,Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, h.27. 2. Meningkatkan akses terhadap sumber-sumber modal dan memperkuat struktur modal 3. Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen 4. Meningkatkan akses dan penguasaan teknologi Tujuan pembinaan untuk perluasan kesempatan berusaha, pemerintah berusaha meningkatkan daya saing UKM melalui kebijakan antra lain sebagai berikut: 1. Pemerintah secara terus menerus melaksanakan deregulasi dan debirokratisasi. Misalnya tanggal 23 Mei 1995 deregulasi disektor riil yang membebaskan bea masuk sejumlah produk terutama produk yang merupakan input bagi perindustrian. Kebijakan ini bertujuan agar dunia usaha benar- benar dapat memanfaatkan peluang yang terbuka guna lebih mengembangkan usahanya terutama memanfaatkan pasar internasional dan mendorong peningkatan investasi. 2. Penataan dan pemantapan kelembagaan baik secara vertikal maupun horizontal. Penataan kelembagaan penunjang akan mempermudah pembentukkan jaringan usaha dan mempermudah distribusi sehingga akan tercapai efesiensi. Disamping itu dunia usaha harus terus menerus melakukan tindakan-tindakan untuk meningkatkan penguasaan teknologi, produktivitas, kualitas dan pengelolaan manajemen secara profesional. 3. Penelitian dan pengembangan Litbang. Peningkatan daya saing harus didukung oleh kegiatan penelitian dan pengembangan yang mendukung. Kecenderungan yang harus diperhitungkan adalah kemajuan teknologi dan teknik pemasaran menyebakan dasar hidup suatu produk relatif singkat. Oleh karena itu para pengusaha perlu mengamati dan mulai menerapkan teknologi tepat guna untuk menghasilkan produk-produk bermutu tinggi melalui perhitungan kemampuan litbang, terapan, sehingga dengan litbang terapan ini dapat diperoleh mutu produk yang tinggi dan menghasilkan diversifikasi produk dalam rangka ekspor. Kebijakan pemerintah yang lain adalah pembinaan kewirausahaan, UU-RI No.9 Tahun 1995 menyatakan bahwa pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam sumber daya manusia. Langkah- langkah yang ditempuh adalah: 1. Memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan 2. Meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial 3. Membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan, konsultasi Usaha Kecil dan 4. Menyediakan tenaga penyuluh Dalam hal kebijakan kemitraan usaha terhadap UKM pemerintah melakukan kebijakan yang bertujun agar UKM dapat berkembang. Adapun pengertian kemitraan usaha adalah hubungan kerja sama usaha di antara berbagai pihak yang sinergis, bersifat suka rela dan berdasarkan prinsip saling membutuhkan, saling mendukung dan saling menguntungkan dengan disertai pembinaan dan pengembangan UKM oleh Usaha Besar. Pola kemitraan usaha UU-RI No. 9 Tahun 1995 adalah sebagi berikut: 1. Pola Inti Plasma adalah hubungan kemitraan antara UKM dan usaha besar, yang di dalamnya UKM bertindak sebagai inti dan UKM sebagai plasma. Perusahaan ini melaksanakan pembinaan mulai dari antara lain penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi. 2. Pola Subkontrak adalah hubungan kemitraan antara UKM dan Usaha Besar, di mana UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya. 3. Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara UKM dan Usaha Besar, di mana Usaha Besar memasarkan hasil produksi UKM dan UKM memasok kebutuhan yang diperlukan Usaha Besar sebagai mitranya. 4. Pola Waralaba adalah hubungan kemitraan di mana Usaha Besar sebagai pemberi waralaba memberikan lisensi, merek dagang dan saluran distribusinya kepada penerima waralaba UKM dengan disertai bantuan manajemen. 5. Pola Keagenan adalah hubungan kemitraan di mana UKM memberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Besar sebagai mitranya. Pada aspek permodalan UKM kebijakan pemerintah mengarah pada kebijakan pengembangan yang khusus memfokuskan pada penyediaan modal perlu menentukan strategi sebagai berikut: - Memadukan dan memperkuat 3 aspek, yaitu bantuan keuangan, bantuan teknis, dan program penjaminan. - Mengoptimalkan penunjukan bank dan lembaga keuangan mikro untuk UMKM. - Mengoptimalkan realisasi business plan perbankan dalam pemberian KUK Kredit Usaha Kecil. - Bantuan teknis yang efektif, bekerja sama dengan asosiasi, konsultan swasta, perguruan tinggi, dan lembaga terkait. - Memperkuat lembaga keuangan mikro untuk melayani masyarakat miskin. Selain itu pemerintah juga melakukan pengembangan pengusaha mikro dan kecil melalui bantuan perkuatan dana bergulir syariah. Kegiatan ini bertujuan untuk memberdayakan pengusaha mikro melalui kegiatan usaha berbasis pola syariah serta memperkuat peran dan posisi KJKSUJKS Koperasi Jasa Keuangan Syariah Unit Jasa Keuangan Syariah sebagai instrument pemberdayaan usaha mikro. Pelaksanaan kegiatan usaha berbasis pola syariah yang telah dimulai pada tahun 2003 pada 26 KSPUSP- Koperasi Syariah dan pada tahun 2004 kepada 100 KSPUSP- Koperasi Syariah, sedang pada tahun 2005 mencapai 300 KJKS yang tersebar pada 70 Kabupaten dan Kota di 26 propinsi. 23 Pada tanggal 5 November Departemen Koperasi dan UKM meluncurkan kredit usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi dengan pola penjaminan, program ini sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap pemberdayaan UMKM dan Koperasi. Pada tahun 2007, pemberdayaan koperasi dan UMKM diarahkan untuk mencapai sasaran sebagai berikut : 1. Meningkatnya produktivitas dan nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah. 2. Semakin meluasnya usaha koperasi dan UMKM, terutama bidang agribisnis. Terselenggaranya sistem penumbuhan wirausaha baru, termasuk yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Meningkatnya kapasitas pengusaha mikro, khususnya kelompok masyarakat miskin di perdesaan dan daerah tertinggal. 4. Meningkatnya jumlah koperasi yang berkualitas sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi.

2. Kebijakan Bank Indonesia

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor : 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, kegiatan yang masih dilakukan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan Usaha Kecil adalah sebgai berikut: 1. Ketentuan Kredit Usaha Kecil KUK 23 Departemen Koperasi dan UKM, “Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Melalui Bantuan Dana Bergulir Syariah”, artikel ini diakses pada 24 Mei 2007 dari http:www.depkop.go.id Sejak tanggal 4 Januari 2001, Bank Indonesia telah mnyempurnakan ketentuan tentang kredit usaha kecil KUK yang melalui Peraturan Bank Indonesia PBI Nomor. 3 2 PBI 2001 tentang pemberian kredit usaha kecil yang pokok- pokoknya meliputi: a. bank dianjurkan menyalurkan dananya melalui pemberian KUK b. bank wajib mencantumkan rencana pemberian KUK dalam rencana kerja anggaran tahunan RKAT c. bank wajib mengumumkan pencapaian pemberian KUK kepada masyarakat melalui laporan keuangan publikasi d. plafon disesuaikan menjadi Rp. 500.000,- pernasabah e. bank menyalurkan KUK dapat meminta bantuan teknis dari Bank Indonesia f. pengenaan sanksi dan insentif dalam rangka pencapaian kewajiban KUK dihapuskan 2. Melanjutkan Bantuan Teknis Bank Indonesia akan membantu pengembangan Usaha Kecil secara tidak langsung dengan meningkatkan intensitas dan efektivitas bantuan teknis. Berbagai kegiatan bantuan teknis pengembangan Usaha Kecil dan Mikro PUKM melalui berbagai pelatihan kepada perbankan sebagai upaya untuk meningkatkan minat perbankan dalam membiayai Usaha Mikro dan Kecil. 3. Melanjutkan Proyek Kredit Mikro Bank Indonesia Linkage Program Proyek kredit mikro PKM adalah proyek pemerintah Indonesia yang dibantu dengan dana pinjaman Asian Development Bank ADB yang dimulai sejak tahun 1995, di mana Bank Indonesia menunjuk sebagai executing agency. Tujuan proyek ini adalah untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan dengan pemberian pinjaman kepada nasabah pengusaha mikro melalui BPR dan melalui lembaga pengembangan swadaya masyarakat LPSM yang memberikan pembinaan bagi nasabah mikro. Pola-pola Linkage: 24 1. Executing adalah pola kerjasama Bank Umum dengan BPR BPRS dengan penanggungan risiko oleh BPR BPRS. 2. Joint Financing adalah pola kerjasama Bank Umum dengan BPR BPRS dengan penanggungan risiko oleh BPR BPRS dan Bank Umum. 3. Channelling adalah pola kerjasama Bank Umum dengan BPR BPRS dengan penanggungan risiko oleh Bank Umum. Dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia pada tahap I 2002 – 2004 adalah penyempurnaan dalam mengembangkan mekanisme kerjasama antara BPRS dengan bank umum syariah atau UUS untuk meningkatkan layanan kepada UKM dan masyarakat pedesaan. Untuk mendorong bergeraknya sector riil lebih optimal, Bank Indonesia kembali melonggarkan kebijakan perbankan melalui peraturan Bank Indonesi PBI 24 Abdul Salam, ”Mendorong Akselerasi Intermediasi kepada Usaha Mikro dan Kecil melalui Linkage Program”, makalah pada seminar Linkage Program Gema PKM Bank Indonesia. Nomor 96PBI2007 tanggal 30 Maret tentang Penilaian Kualitas aktiva Bank Umum. Pelonggaran itu merupakan Perubahan Kedua Peraturan Bank Indonesia Nomor 82PBI2006 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 72PBI2005. Bank Indonesia dan pemerintah juga sepakat melonggarkan ketentuan perbankan untuk kredit usaha mikro, kecil dan menengah. Selama ini pemberian kredit UKM didasarkan pada tiga pilar. Yaitu kemampuan perusahaan membayar, prospek industri dan neraca keuangan. Diantara ketiganya, hanya kemampuan membayar yang menjadi pertimbangan kucuran kredit. Bank sentral juga menaikkan plafon kredit bank dari Rp 500 juta menjadi Rp 20 miliar.

3. Kebijakan Bank Muamalat Indonesia

Kebijakan umum penanaman dana Bank Muamalat Indonesia: a. Prinsip kehati-hatian b. Organisasi dan Manajemen c. Kebijakan umum persetujuan d. Dokumentasi dan administrasi e. Pengawasan f. Penyelesaian pembiayaan bermasalah g. Manajemen risiko Kebijakan Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia 2003-2007: 1. Merealisasikan skema aliansi pembiayaan dengan memanfaatkan mitra strategis Muamalat sebagai penyalur pembiayaan. 2. Penentuan pasar sasaran dan segmen pasar yang jelas untuk memudahkan kegiatan pemasaran dan penjualan. 3. Peningkatan kemampuan analisis pembiayaan bagi kru pemasaran dari seluruh kantor cabang melalui pelatihan dan lokakarya pembiayaan. 5. Adanya perbaikan proses pengambilan keputusan pembiayaan, sehingga hasilnya lebih cepat tanpa mengesampingkan aspek kehati-hatian. Sebagai bukti keberpihakan Bank Muamalat Indonesia kepada UKM adalah penyaluran dana mikro melalui pola linkage yang bertujuan agar para pengusaha UKM lebih dengan mudah memperoleh pinjaman dana. Adapun pola linkage yang digunakan Bank Muamalat Indonesia adalah Executing, Joint Financing dan Channelling. Kebijakan Syariah yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia adalah tidak adanya dalam pembiayaan unsur bunga, melainkan dalam pembiayaan menggunakan sistem bagi hasil. Karena dalam sistem bagi hasil tercerminlah nilai-nilai syariah yaitu, shiddiq, Tabligh, Amanah dan Fathanah. Selain itu Bank Muamalat Indonesia bekerjasama dengan Baitulmaal Muamalat dengan menyalurkan dana CSR corporate social responsibility. Program CSR yang dilakukan adalah KUM3 Komunitas usaha mikro muamalat berbasis masjid. Peserta BMM dari 1999 – 2007 adalah 1.029 peserta dari kalangan pengusaha kecil dan mikro tersebar di 60 jaringan masjid di Indonesia dan didampingi oleh 50 konsultan.

F. Peranan Perbankan Syariah Terhadap Pengembangan UKM