Pengertian Analisis Korelasi Kanonik Tujuan Analisis Korelasi Kanonik Asumsi Analisis Korelasi Kanonik

3. Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan pada penguasaan ilmu dan teknologi serta pembentukan moral dan akhlak sesuai dengan ajaran agama dan etika profesi yang diselenggarakan secara berkelanjutan 4. Pengembangan karier dilaksanakan secara objektif, transparan, berdasarkan prestasi kerja dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan secara nasional.

2.6 Analisis Korelasi Kanonik

2.6.1 Pengertian Analisis Korelasi Kanonik

Analisis Korelasi Kanonik merupakan teknik statistika peubah ganda yang menyelidiki hubungan antara dua gugus peubah Dillon Goldstein 1984. Hubungan antara dua gugus peubah bisa berbentuk simetrik dan juga tidak simetrik. Namun pada banyak penerapan dua gugus peubah tersebut tidak diperlakukan secara simetrik. Satu gugus diperlakukan sebagai gugus peubah penduga sedang gugus lainnya diperlakukan sebagai gugus peubah respon Novriyadi, 2005.

2.6.2 Tujuan Analisis Korelasi Kanonik

Menurut Santoso 2014, tujuan analisis korelasi kanonik secara dasar sama dengan korelasi sederhana atau korelasi berganda, yakni ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel atau tidak. Namun, berbeda dengan korelasi sederhana, pada korelasi kanonik jumlah variabel dependen dan variabel independen lebih dari satu, sehingga alat analisis korelasi kanonik bisa digolongkan pada statistik multivariat. 30

2.6.3 Asumsi Analisis Korelasi Kanonik

Menurut Hair et al. yang dikutip dari Ningrum 2013, ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis korelasi kanonik yaitu: 1. Kelinieran, yaitu keadaan di mana hubungan antara gugus peubah X dengan gugus peubah Y bersifat linier garis lurus. Jika ditampilkan pada grafik akan berupa garis ke kanan atas atau ke kanan bawah. Asumsi linieritas dapat diketahui dari uji ANOVA overall F Test, bila hasilnya nilai p α maka model berbentuk linier. Atau dapat juga diketahui menggunakan scatter plot, namun pengujian dilakukan dengan berpasangan tiap dua data. 2. Tidak ada multikolinieritas. Multikolinieritas terjadi bila ada variabel independen berkorelasi sangat kuat dengan variabel independen lainnya, begitupun antarvariabel dependen. Untuk mengetahui multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat nilai koefisien r, bila nilai r 0,8 maka terjadi multikolinieritas. Selain itu, dapat pula diketahui dari nilai VIF atau tolerance, bila nilai VIF 10 atau tolerance ≥ 1 maka terjadi multikolinieritas. 3. Kenormalan pada kenormalan ganda multivariate normality, di mana gugus peubah Y dan gugus peubah X berdistribusi normal pada kenormalan ganda. Namun, korelasi kanonik masih dapat mengakomodasi setiap variabel metrik tanpa asumsi tegas normalitas. Normalitas diinginkan karena standarisasi distribusi untuk memungkinkan hubungan yang lebih tinggi di antara variabel-variabel. tetapi dalam arti yang ketat, analisis korelasi kanonik dapat mengakomodasi bahkan variabel tidak normal jika bentuk distribusi 31 misalnya, sangat timpang tidak mengurangi korelasi dengan variabel lainnya. Karena pengujian normalitas secara multivariat sulit dilakukan, pengujian dapat dilakukan dengan uji normalitas terhadap masing-masing variabel, jika setiap variabel berdistribusi normal maka secara keseluruhan variabel-variabel tersebut juga akan memenuhi asumsi normalitas multivariat.

2.6.4 Proses Analisis Korelasi Kanonik

Dokumen yang terkait

Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Akseptor Aktif KB Dikota Medan Tahun 2012

1 61 58

Analisis Tenaga Kerja Sektoral Di Provinsi Sumatera Utara Periode 1980 – 2012

1 38 216

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Di Provinsi Sumatera Utara

1 63 75

Pengaruh Budaya Akseptor Kb Terhadap Penggunaan Kontrasepsi Iud Di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

10 67 153

ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR KEPENDUDUKAN DAN FAKTOR SDM KESEHATAN DENGAN FASILITAS KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KORELASI KANONIK (studi Kasus Kabupaten/Kota di Submatera Barat.

0 0 6

Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Kontrasepsi, Jumlah Anak, Dukungan Suami, Dan Konseling Tenaga Kesehatan Dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Di Kabupaten Blora.

0 1 5

KEBUTUHAN DAN PERENCANAAN TENAGA KESEHATAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana 2.1.1 Defenisi Keluarga Berencana - Hubungan Faktor Kependudukan, Fasilitas Kesehatan, Dan Tenaga Kesehatan Dengan Jumlah Akseptor Aktif Metode Kontrasepsi Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Faktor Kependudukan, Fasilitas Kesehatan, Dan Tenaga Kesehatan Dengan Jumlah Akseptor Aktif Metode Kontrasepsi Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

0 0 8

HUBUNGAN FAKTOR KEPENDUDUKAN, FASILITAS KESEHATAN, DAN TENAGA KESEHATAN DENGAN JUMLAH AKSEPTOR AKTIF METODE KONTRASEPSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2012 SKRIPSI

0 0 13