BAB V PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Faktor Kependudukan dan Jumlah Akseptor Aktif Metode
Kontrasepsi
Faktor kependudukan yang meliputi demografi dan sosial ekonomi mempunyai pengaruh dalam menentukan pemakaian metode kontrasepsi. Dari
penelitian sebelumnya, variabel umur, pendidikan, dan pekerjaan menjadi variabel yang dominan dalam pemakaian metode kontrasepsi.
Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson pada tabel 4.5, tidak ada variabel faktor kependudukan yang berhubungan dengan jumlah akseptor aktif
metode kontrasepsi MOW dan implan. Variabel faktor kependudukan yang diuji dengan analisis korelasi Pearson tersebut adalah rata-rata umur kawin pertama,
angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, dan tingkat partisipasi angkatan kerja. Sedangkan variabel angka melek huruf tidak diikutsertakana karena tidak
memenuhi asumsi normalitas yang menjadi syarat pemakaian analisis korelasi pearson. Metode kontrasepsi IUD, vasektomi, kondom, suntikan, dan pil juga
tidak diikutsertakan dalam analisis korelasi pearson karena tidak memenuhi asumsi normalitas.
Dari penelitian ini, dapat diasumsikan bahwa faktor kependudukan tidak mempengaruhi jumlah aksesptor aktif metode kontrasepsi. Hal ini mungkin
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti biaya yang dikeluarkan baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung, pengaruh orang lain misalnya suami,
mertua, teman, pengaruh religius dan budaya, dan lain sebagainya WHO, 1994
58
5.2 Hubungan Fasilitas Kesehatan dan Jumlah Akseptor Aktif Metode
Kontrasepsi
Penggunaan metode kontrasepsi didukung oleh fasilitas kesehatan yang baik. Ketersediaan fasilitas kesehatan ini harus berkesinambungan, dapat diterima,
mudah dicapai, mudah dijangkau, dan bermutu. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat dalam pemakaian metode kontrasepsi sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson pada tabel 4.5, ada hubungan
jumlah klinik KB pemerintah dan klinik KB swasta dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi MOW dan implan. Angka korelasi klinik KB pemerintah
dengan metode kontrasepsi MOW sebesar 0,795 sedangkan dengan metode kontrasepsi implan sebesar 0,659. Angka korelasi klinik KB swasta dengan
metode kontrasepsi MOW sebesar 0,861 sedangkan dengan metode kontrasepsi implan sebesar 0,893. Hal ini menandakan bahwa setiap kenaikan jumlah klinik
KB pemerintah dan klinik KB swasta maka akan diikuti kenaikan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi MOW dan implan. Variabel mobil unit pelayanan KB
tidak diikutsertakan dalam analisis korelasi Pearson karena tidak memenuhi asumsi normalitas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fasilitas kesehatan mempunyai hubungan dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi. Oleh karena itu,
peningkatan kuantitas fasilitas kesehatan berupa klinik KB pemerintah dan klinik KB swasta di kabupaten kota di Provinsi Sumatera Utara dapat meningkatkan
cakupan akseptor aktif metode kontrasepsi khususnya MOW dan implan. Dengan 59
peningkatan akseptor aktif metode kontarsepsi ini diharapkan penyelenggaraan program Keluarga Berencana di Provinsi Sumatera Utara dapat tercapai.
5.3 Hubungan Tenaga Kesehatan dan Jumlah Akseptor Aktif Metode