Pengolahan Data dan Analisa Hasil Ekperimen dan Perhitungan Teoritis

66 Kemudian hasil perhitungan koefisien perhitungan panas konveksi diatas digunakan dalam penentuan nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh pada masing-masing sisi saluran. Koefisien perpindahan panas menyeluruh, U ditentukan dari persamaan berikut : 1 U = 1 hi + Dout 2k ln � Dout Din � + 1 ho � Dout Din � 4.1 Di mana : k = konduktifitas pipa, Wm o K D out = Diameter luar pipa, m D in = Diameter dalam pipa, m h i = koefisien perpindahan panas konveksi bagian dalam dinding pipa, Wm 2 o K h o = koefisien perpindahan panas konveksi pada bagian luar dinding pipa, Wm 2 o K Maka diperoleh nilai koefisien perpindahan panas untuk masing-maisng pada pipa tengah saluran 2, sebagai berikut : U 12 P 12 L = 39,8 W o K U 13 P 13 L = 15,264 W o K

4.2 Pengolahan Data dan Analisa Hasil Ekperimen dan Perhitungan Teoritis

Temperatur masukan yang dari eksperimen akan digunakan sebagai dasar dalam perhitungan teoritis dan akan digunakan dalam mencari properties meliputi density ρ , viscosity kinematic μ dan heat specific c p untuk masing-masing fluida panas dan fluida dingin. Dalam perhitungan efektifitas untuk perhitungan teori menggunakan Persamaan 2. 80, 2.88, 2.89 dan persamaan berikut : ε o = �1 �1��−�1��� ���� �1��−���� 4.2 Universitas Sumatera Utara 67 Dimana T 1out diperoleh dari perhitungan secara teoritis dan C min merupakan rasio minimum nilai penukar panas yang mana bernilai lebih kecil antara C 1 dan C s . Untuk efektifitas dari sisi aliran yang terpisah, persamaan yang digunakan adalah : ε s = �2 �2��� −�2��+�3 �3��� −�3�� ���� �1��−���� 4.3 Dalam mengolah data hasil eksperimen dan teori menggunakan Ms. Excel terlampir dan data hasil eksperimen dilakukan pendekatan kurva dengan asumsi efektifitas merupakan fungsi dari jumlah perpindahan panas rasio laju kapasitas panas minimum dan maksimum atau dapat ditulis ε = f Ntu, C min C maks 4.4

4.2.1 Penukar Panas dengan Konfigurasi Aliran Berlawanan

Dalam perhitungan secara teoritis, untuk temperatur keluaran pada pipa saluran ketiga untuk aliran berlawanan untuk persamaan 2.63 yang dihasilkan oleh C.L. Ko dan Wedekind memberikan hasil yang berbeda jauh dari hasil eksperimen dan setelah diperiksa secara matematis terdapat kesalahan dalam penentuan temperatur T 3o pada Persamaan 2.63 hasil C.L. Ko dan Wedekind. Untuk itu dilakukan perhitungan kembali dengan persamaan sebagai berikut : V A = 1 b1 b 2 .b 7 – b 4 . b 5 + 1 b1.b3 b 4 .b 6 b 4 -b 2 4.5 Untuk definisi b 1 , b 2 , b 3 , b 4 , b 5 , b 6 , dan b 7 terdapat pada bab II. Nilai b 4 untuk temperatur keluaran T 1o , T 2o dan T 3 o memiliki nilai dalam semua keadaan sama dengan nol, sehingga pada persamaa 4.5 menjadi, V a = 1 b1 b 2 .b 7 4.6 Jika, b 7 = - U a b 1 .b 3 , maka V a = - U a. � b2 b3 � Hasil eksperimen dan teoritis pada alat penukar kalor konfigurasi aliran berlawanan arah mempunyai perbedaan temperatur keluaran rata-rata pada Universitas Sumatera Utara 68 masing-masing saluran, T 1o , T 2o dan T 3 o, secara berturut-turut, yaitu 5,8 , 5,4 dan 6,6 sedangkan untuk efektifitas adalah ± 7,9 Perbedaan temperatur terbesar antara hasil eksperimen dengan teori terdapat pada temperatur keluaran saluran pipa 3, hal ini dikarenakan pada persamaan 4.6 menggunakan beda temperatur keluaran pada saluaran pipa 1 sebagai pengali untuk menentukan parameter pada temperatur keluaran saluran pipa 3, sehingga persentase perbedaan temperatur keluaran saluran pipa 3 T 3o lebih besar dibandingkan parameter penentu temperatur keluaran saluran pipa 2 T 2o . Untuk penentu temperatur keluaran masing-masing saluran, di Persamaan 2.59 dan 2.60 terdapat beberapa parameter penentu temperatur keluaran untuk profil aliran berlawanan, yaitu parameter b 1 , b 2 , b 3 , b 4 , b 5 , b 6 , dan b 7 yang mana dalam menentukan nilai tersebut terdapat beberapa kasus, yaitu jika α 1. α 4 ≠ α 2. α 3 dan α 1. α 4 = α 2. α 3 memiliki formula tersendiri dalam menentukan parameter b 1 , b 2 , b 3 , b 4 , b 5 , b 6 , dan b 7 sebagaimana yang terdapat pada bab II. Pada perhitungan teoritis diperoleh nilai α 1. α 4 ≠ α 2. α 3 namun selisih nilai antara α 1. α 4 dengan α 2. α 3 tidak besar namun temperatur keluaran pada masing-masing saluran memiliki perbedaan nilai yang cukup besar dengan hasil eksperimen jika menggunakan formula penentu temperatur keluaran untuk kasus α 1. α 4 ≠ α 2. α 3 . Namun jika menggunakan formula penentu untuk kasus α 1. α 4 = α 2. α 3 temperatur keluaran masing-masing saluran pada kasus diatas diperoleh secara teoritis perbedaannya tidak begitu jauh dengan hasil eksperimen. Sehingga dalam menentukan temperatur keluaran jika selisih antara α 1. α 4 dengan α 2. α 3 tidak besar atau mendekati sama maka menggunakan pendekatan formula parameter kasus α 1. α 4 = α 2. α 3 dan sebaliknya, jika selisih antara α 1. α 4 dengan α 2. α 3 sangat besar maka menggunakan pendekatan formula parameter kasus α 1. α 4 ≠ α 2. α 3 . Dalam perhitungan teoritis terdapat kasus dimana jika rasio kapasitas panas aliran terbaginya C 1 C s sama dengan 1 dan α 1. α 4 = α 2. α 3 , dalam kasus ini menggunakan pendekatan formula penentu temperatur keluaran pada masing- masing saluran pada Persamaan 2.106, 2.107 dan 2.108. Universitas Sumatera Utara 69 Sama halnya dengan kasus rasio kapasitas panas aliran terbaginya C 1 C s sama dengan satu atau mendekati satu yang mana dalam menentukan perhitungan teoritis dengan rasio kapasitas panas aliran terbaginya C 1 C s sama dengan satu namun dengan α 1. α 4 ≠ α 2. α 3 , dalam kasus ini untuk menentukan temperatur keluaran menggunakan pendekatan formula pada Persamaan 2.106, 2.107 dan 2.108. Dalam perhitungan teoritis terdapat kasus dimana rasio kapasitas panas aliran terbaginya C 1 C s 0,82 sd 0,94 dengan α 1. α 4 ≠ α 2. α 3 maka untuk menentukan temperatur keluaran dan efektifitas menggunakan model kasus khusus dengan Persamaan 2.106, 2.107 dan 2.108, sehingga dalam kasus khusus keadaan rasio kapasitas panas aliran terbaginya C 1 C s sama dengan satu atau mendekati satu dengan range 1 ≥ C 1 C s ≥ 0,82. Perbedaan hasil efektifitas dari eksperimen dan teoritis adalah sekitar 9,06, untuk rasio kapasitas panas aliran terbaginya 1,07 ≥ C 1 C s ≥ 0,95 perbedaan yang terjadi tidak begitu besar jika dibandingkan dengan C 1 C s yang lebih besar dari satu, hal ini karena fenomena perpindahan panas yang terjadi perpindahan panas konveksi pipa anulus dengan fluks panas konstan m c c pc = m h c ph yang sesuai dengan asumsi dalam percobaan, data-data yang digunakan dalam perhitungan nilai koefisien konveksi menyeluruh pada alat penukar panas tiga saluran satu laluan dengan aliran terbagi. Berikut Gambar 4.1 sd 4.3 grafik efektifitas terhadap rasio kapasitas panas aliran terbagi saat C 1 Cs sama dengan satu atau mendekati satu. Universitas Sumatera Utara 70 Gambar 4.1. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran berlawanan arah dengan 1,02 ≥ C 1 C s ≥ 1. Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.1 terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±48 saat C 1 C s = 1,02, ini berbanding lurus dengan peningkatan perpindahan panas aktual yang disebabkan besarnya laju aliran fluida panas sama dengan laju aliran fluida dingin hal ini terjadi pada kasus khusus C 1 = C s . Gambar 4.2. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran berlawanan arah dengan 1,07 ≥ C 1 C s ≥ 1,05. 0,2 0,4 0,6 1 1,01 1,02 1,02 E fe k ti fi ta s C1Cs Eksperimen Teori 0,2 0,4 0,6 1,05 1,07 E fe k ti fi ta s Eksperimen Teori Universitas Sumatera Utara 71 Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.2 terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±50 saat C 1 C s = 1,07 ini berbanding lurus dengan peningkatan perpindahan panas aktual yang disebabkan besarnya laju aliran fluida panas sama dengan laju aliran fluida dingin hal ini terjadi pada kasus khusus C 1 = C s . Gambar 4.3. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran berlawanan arah dengan 0,99 ≥ C 1 C s ≥ 0,95. Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.3. terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±60 saat C 1 C s = 0,96 ini berbanding lurus dengan peningkatan perpindahan panas aktual yang disebabkan besarnya laju aliran fluida panas sama dengan laju aliran fluida dingin hal ini terjadi pada kasus khusus C 1 = C s . Untuk hasil perhitungan teoritis dengan eksperimen pada C 1 C s lebih besar dari satu terjadi perbedaan efektifitas lebih besar dari pada C 1 C s sama dengan hasil perhitungan teoritis dengan eksperimen, sebagaimana grafik berikut : 0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 0,96 0,97 0,97 0,98 0,99 E fe k ti fi ta s C1Cs Eksperimen Teori Universitas Sumatera Utara 72 Gambar 4.4. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran berlawanan arah dengan 1,17 ≥ C 1 C s ≥ 1,11. Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.4. terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±85 saat C 1 C s = 1,11 ini berbanding lurus dengan peningkatan perpindahan panas aktual yang disebabkan besarnya laju aliran fluida panas. Gambar 4.5. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran berlawanan arah dengan 1,29 ≥ C 1 C s ≥ 1,21. 0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,11 1,16 1,17 E fe k ti fi ta s C1Cs Eksperimen Teori 0,600 0,800 1,000 1,21 1,24 1,27 1,29 E fe k ti fi ta s C1Cs Eksperimen Teori Universitas Sumatera Utara 73 Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.5. terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±78 saat C 1 C s = 1,24 ini berbanding lurus dengan peningkatan perpindahan panas aktual yang disebabkan besarnya laju aliran fluida panas. Gambar 4.6. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran berlawanan arah dengan 1,43 ≥ C 1 C s ≥ 1,35. Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.6. terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±71 saat C 1 C s = 1,35 ini berbanding lurus dengan peningkatan perpindahan panas aktual yang disebabkan besarnya laju aliran fluida panas. Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.4, 4.5 dan 4.6 telihat perbedaan efektifitas lebih besar saat C 1 C s lebih besar dari 1 hal ini karena perpindahan panas yang terjadi perpindahan panas konveksi yang tidak konstan dan perpindahan panas yang antara ketiga saluran dipengaruhi oleh udara didalam saluran ketiga fluida masuk saluran menyebabkan perpindahan panas tidak stedi. Untuk hasil perhitungan teoritis dengan eksperimen pada C 1 C s lebih kecil dari satu terjadi perbedaan efektifitas lebih besar dari pada C 1 C s sama dengan satu, sebagaimana grafik berikut : 0,2 0,4 0,6 0,8 1,35 1,35 1,41 1,43 E fe k ti fi ta s C 1 C s Eksperimen Teori Universitas Sumatera Utara 74 Gambar 4.7. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran berlawanan arah dengan 0,94 ≥ C 1 C s ≥ 0,82. Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.7. terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±51 saat C 1 C s = 0,82 ini berbanding lurus dengan peningkatan perpindahan panas aktual yang disebabkan peningkatan laju aliran fluida dingin yang lebih besar dari laju aliran fluida panas. Gambar 4.8. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran berlawanan arah dengan 0,77 ≥ C 1 C s ≥ 0,6. 0,000 0,200 0,400 0,600 0,82 0,84 0,88 0,88 0,94 E fe k ti fi ta s C1Cs Eksperimen Teori 0,2 0,4 0,6 0,8 0,6 0,66 0,77 E fe k ti fi ta s C1Cs Eksperimen Teori Universitas Sumatera Utara 75 Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.8. terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±58,8 saat C 1 C s = 0,6 ini berbanding lurus dengan peningkatan perpindahan panas aktual yang disebabkan peningkatan laju aliran fluida panas yang lebih besar dari laju aliran fluida dingin. Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.7, 4.8 telihat perbedaan efektifitas cukup besar saat C 1 C s lebih kecil dari 1 ini karena perpindahan panas yang terjadi perpindahan panas konveksi yang tidak konstan dan perpindahan panas antara ketiga saluran dipengaruhi oleh udara didalam saluran ketiga fluida masuk saluran menyebabkan perpindahan panas tidak stedi. Tingkat kesalahan efektifitas antara hasil eksperimen dan teoritis pada aliran beralawanan arah saat λ mendekati nol tepatnya antara 0 sd 0,3 tingkat kesalahan lebih besar jika dibandingkan λ berkisar 0,4 sd 0,6 ini berbanding lurus dengan peningkatan kapasitas laju aliran fluida dingin pada saluran dua, jika laju aliran saluran dua lebih besar dari saluran tiga maka λ akan meningkat dan sebaliknya maka sebagaimana grafik di Gambar 4.9 berikut : Gambar 4.9. Tingkat kesalahan antara efektifitas hasil eksperimen dan teoritis. 4.2.2. Penukar Panas dengan Konfigurasi Aliran Searah 5 10 15 20 25 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 T in g k a t K e sa la h a n λ Persen Kesalahan Universitas Sumatera Utara 76 Hasil eksperimen dan teoritis alat penukar kalor konfigurasi aliran searah paralel flow mempunyai perbedaan temperatur keluaran rata-rata masing-maisng saluran, T 1o , T 2o dan T 3 o, secara berturut-turut, yaitu ±5, ±6,3 dan ±8,6, sedangkan untuk efektifitas adalah ± 5,67 dengan menggunakan persamaan 4.2. Berikut grafik hubungan C 1 C s dan efektifitas antara hasil eksperimen dan pengukuran teoritis. Grafik efektifitas antara eksperimen dan perhitungan teoritis saat C 1 C s mendekati satu perbedaan efektifitas tidak begitu besar, hal ini karena fenomena perpindahan panas yang terjadi perpindahan panas konveksi pada pipa anulus dengan fluks panas konstan m c c pc = m h c ph dimana sesuai dengan asumsi dalam percobaan data-data yang digunakan dalam perhitungan nilai koefisien konveksi menyeluruh pada alat penukar panas tiga saluran satu laluan dengan aliran terbagi. Adapun grafik terdapat di Gambar 4.10 dan 4.11 berikut : Gambar 4.10. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran searah dengan 1,12 ≥ C 1 C s ≥ 1,01. Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.10. terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±42 saat C 1 C s = 1,1 ini berbanding lurus dengan peningkatan perpindahan panas aktual yang disebabkan besarnya laju aliran fluida panas lebih besar nilainya atau mendekati nilai laju aliran fluida dingin. 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 1,01 1,06 1,12 E fe k ti fi ta s C1Cs Eksperimen Teori Universitas Sumatera Utara 77 Gambar 4.11. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran searah dengan 0,97 ≥ C 1 C s ≥ 0,9. Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.11. terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±42 saat C 1 C s = 0,94 ini berbanding lurus dengan peningkatan perpindahan panas aktual yang disebabkan peningkatan laju aliran fluida panas yang sama besar dari laju aliran fluida dingin atau mendekati C 1 = C s . Gambar 4.12. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran searah dengan 0,88 ≥ C 1 C s ≥ 0,8. Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.12. terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±45 saat C 1 C s = 0,82 ini berbanding lurus dengan peningkatan 0,2 0,4 0,6 0,9 0,94 0,95 0,97 E fe k ti fi ta s C1Cs Eksperimen Teori 0,2 0,4 0,6 0,8 0,82 0,87 0,88 E fe k ti fi ta s C1Cs Eksperimen Teori Universitas Sumatera Utara 78 perpindahan panas aktual yang disebabkan peningkatan laju aliran fluida dingin yang lebih besar dari laju aliran fluida panas. Saat C 1 C s lebih kecil dari satu sebagaimana pada grafik di Gambar 3.12, perbedaan efektifitas antara hasil eksperimen dengan perhitungan teoritis tidak begitu besar, hal ini sesuai dengan asusmsi-asumsi yang dilakukan dengan eksperimen dalam menentukan koefisien perpindahan panas konveksi menyeluruh, sama halnya pada keadaan dimana C 1 C s. Efektifitas yang terjadi saat C 1 C s lebih kecil dari satu dipengaruhi peningkatan laju aliran fluida dingin. Gambar 4.13. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran searah dengan 0,78 ≥ C 1 C s ≥ 0,62. Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.13. terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±52 saat C 1 C s = 0,62 ini berbanding lurus dengan peningkatan perpindahan panas aktual yang disebabkan besarnya laju aliran fluida dingin. Saat C 1 C s lebih besar dari satu perbedaan nilai efektifitas antara hasil eksperimen dengan perhitungan teoritis juga tidak begitu besar hal ini sesuai dengan asusmsi-asumsi yang dilakukan dengan eksperimen dalam menentukan koefisien perpindahan panas konveksi menyeluruh, sama halnya pada keadaan dimana C 1 C s. Efektifitas yang terjadi saat C 1 C s lebih besar dari satu dipengaruhi 0,2 0,4 0,6 0,62 0,7 0,76 0,78 E fe k ti fi ta s C1Cs Eksperimen Teori Universitas Sumatera Utara 79 peningkatan laju aliran fluida panas. Adapun grafik terdapat di gambar 4.14 berikut : Gambar 4.14. Hubungan rasio kapasitas aliran C 1 C s dan efektifitas ε alat penukar panas aliran searah dengan 1,28 ≥ C 1 C s ≥ 1,16 Dari grafik yang terdapat di Gambar 4.14. terlihat bahwa efektifitas tertinggi sebesar ±44 saat C 1 C s = 1,28 ini berbanding lurus dengan peningkatan perpindahan panas aktual yang disebabkan besarnya laju aliran fluida panas. Persen kesalahan efektifitas antara hasil eksperimen dan teoritis pada aliran beralawanan arah saat λ mendekati nol tepatnya antara 0 sd 0,3 persentase persen kesalahan lebih besar jika dibandingkan λ berkisar 0,4 sd 0,6 ini berbanding lurus dengan peningkatan kapasitas laju aliran fluida dingin pada saluran dua, jika laju aliran saluran dua lebih besar dari saluran tiga maka λ akan meningkat dan sebaliknya maka sebagaimana grafik di gambar 4.15 berikut : 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 1,16 1,19 1,2 1,28 E fe k ti fi ta s C 1 C s Eksperimen Teori Universitas Sumatera Utara 80 Gambar 4.15. Tingkat kesalahan efektifitas hasil eksperimen dan teoritis

4.3 Desain Optimum Alat Penukar Kalor dengan Aliran Terbagi

Dokumen yang terkait

Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan dengan Variasi Temperatur Air Panas Masuk Pada Kapasitas Aliran yang Konstan

2 65 102

Analisis dan simulasi efektifitas alat penukar kalor tabung sepusat aliran berlawanan dengan variasi temperaturairpanas yang mengalir dalam tabung dalam (tube)

0 56 132

Analisis dan simulasi efektifitas alat penukar kalor tabung sepusat aliran berlawanan dengan variasi temperaturairpanas yang mengalir dalam tabung dalam (tube)

0 1 21

Analisis dan simulasi efektifitas alat penukar kalor tabung sepusat aliran berlawanan dengan variasi temperaturairpanas yang mengalir dalam tabung dalam (tube)

0 0 2

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

0 0 16

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

0 0 2

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

0 0 3

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

0 0 43

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

0 1 3

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

0 1 39