bersifat internasional dan universal untuk mengurus berbagai kepentingan internasional terhadap warisan bersama ini.
Dari uraian diatas menyatakan secara tegas bahwa warisan bersama umat manusia adalah segala sesuatu yang mempengaruhi hidup banyak orang atau
memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan manusia sehingga keberadaannya dan penggunaannya harus dijaga serta diatur secara tegas oleh suatu hukum yang
bersifat universal.
B. Sejarah dan Perkembangan Warisan Bersama Umat Manusia
Konsep warisan bersama umat manusia pertama kali muncul disebabkan oleh perkembangan hukum laut internasional yang banyak membahas mengenai
wilayah lautan yang tidak berada dalam wilayah yurisdiksi negara manapun. Konsep warisan bersama umat manusia pertama kali dinyatakan oleh Duta Besar
Malta untuk PBB, Arvid Pardo, pada sidang Majelis Umum PBB 1 November 1967. Arvid Pardo menyatakan:
16
“traditionally, international law has been essentially concerned with the regulation of relations between states. In ocean space, however, the
time has come to recognize as a basic principle of international law the overriding common interest of mankind in the preservation of the
qualitity of marine environment and in the rational and equitable development of its resources lying beyond national jurisdiction.”
16
http:www.jstor.orgstable40706663?seq=1page_scan_tab_contents, Diakses tanggal 13 Desember 2016
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan Pardo tersebut mengandung dua hal utama, pertama lingkungan dasar laut harus dimanfaatkan hanya untuk tujuan damai; kedua,
seharusnya tidak ada klaim yurisduksi nasional atas dasar laut. Sebelum konsep warisan bersama umat manusia lahir telah dikenal dua
konsep populer mengenai wilayah lautan dan digunakan secara universal oleh negara
– negara yang memiliki aktifitas diwilayah lautan, yaitu: res nullius dan res commanis.
1. Res nullius, berpendapat bahwa laut sebagai ranah tak bertuan atau kawasan
yang tidak ada pemiliknya. Karena tidak ada pemiliknya, maka laut dapat diambil atau dimiliki oleh masing - masing negara.
2. Res communis, berpendapat bahwa laut adalah milik masyarakat dunia,
karena itu tidak dapat diambil dan dimiliki secara individual oleh negara - negara. Sebagai milik bersama, maka laut harus dipergunakan untuk
kepentingan semua negara, dan pemanfaatannya terbuka bagi semua negara. Ini sesuai dengan pendapat Ulpian yang menyatakan bahwa
“the sea is open to everybody by nature
”, dan Celcius yang menyatakan “the sea like the air, is common to all mankind
”.
17
Dalam praktiknya kedua teori tersebut tidak diterapkan secara kaku, karena banyak negara
– negara yang menggunakan kedua teori tersebut dengan cara saling melengkapi. Seperti jika dalam suatu batasan tertentu wilayah lautan
dapat diklaim oleh suatu negara, namun jika melewati batasan tersebut maka
17
Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
wilayah lautan tersebut tidak dapat diklaim oleh negara yang bersangkutan. Praktik penggunaan dua teori tersebut memiliki beberapa fase
18
, yaitu : 1. Jaman Sebelum Romawi
Punisia kuno, sebuah kerajaan sebelum jaman Romawi menganggap laut yang mereka kuasai sebagai milik negara mereka. Paham ini juga dianut oleh
bangsa Persia, Yunani dan Rhodia. Di jaman Rhodia, hukum laut telah mulai berkembang, yang kemudian menjadi dasar bagi Hukum Romawi tentang laut.
2. Jaman Romawi Setelah perang Punis III, Romawi telah menjadi penguasa tunggal di Laut
Tengah. Laut Tengah kemudian dianggap oleh orang - orang Romawi sebagai “danau” mereka
19
. Dalam melaksanakan kekuasaannya di laut tersebut banyak tanda yang menunjukkan bahwa dalam pandangan orang Romawi laut bisa
dimiliki. Orang Romawi memandang laut sebagai “public property” yakni sebagai milik Kerajaan Romawi.
3. Setelah Jaman Romawi Setelah jaman Romawi terdapat banyak negara di sekitar Laut Tengah
yang merupakan pecahan dari Kerajaan Romawi. Negara - negara ini menuntut laut yang berdekatan dengan pantai mereka sebagai wilayah mereka. Karena itu
masa ini dipandang sebagai awal dari berkembangnya konsep laut wilayah. Tuntutan atas kepemilikan laut ini misalnya dilakukan oleh:
18
Nur Yanto, Memahami Hukum Laut Indonesia, Jakarta : Mitra Wacana Media, 2014 hlm. 8
19
Ibid., hlm. 13
Universitas Sumatera Utara
a Venesia yang menuntut sebagian besar Laut Adriatik. Tuntutan ini diakui oleh Alexander III pada tahun 1117. Di kawasan ini Venesia memungut
kepada setiap kapal yang melewati kawasan Laut Adriatik, b Genoa menuntut Laut Liguarian dan sekitarnya,
c Pysa menuntut dan melaksanakan kedaulatannya atas Laut Tyraania. Tuntutan - tuntutan itu cenderung menimbulkan penyalahgunaan hak oleh
negara - negara tersebut misalnya memungut biaya pelayaran . Untuk mengatasi hal ini, para penulis pada waktu itu membatasi tuntutan tersebut sampai batas
tertentu saja. Misalnya, Bartolus, Solorzan dan Cosaregis membatasi laut negara pantai itu sampai 100 mil Italia pada waktu itu 1480 m
20
. Baldus, Bodin dan Targa membatasinya sampai 60 mil, Loccanius membatasinya sampai batas yang
diinginkan oleh negara pantai tanpa merugikan negara tetangganya. 4. Jaman Portugal dan Spanyol
Jatuhnya Constantinopel ke tangan Turki pada tahun 1443, menyebabkan bangsa Portugis mencari jalan laut lain ke timur menuju Indonesia melalui
Samudera Hindia. Selain itu, Portugal juga menuntut Laut Atlantik sebelah selatan Maroko sebagai wilayah mereka. Bersamaan dengan ini, Spanyol sudah sampai di
Maluku melalui Samudera Pasifik, dan menuntut Samudera ini bersama dengan bagian Barat Samudera Atlantik dan Teluk Mexico sebagai kepunyaan mereka.
Tuntutan kedua Negara ini diakui oleh Paus Alexander VI, yang membagi dua lautan di dunia menjadi dua bagian dengan batas garis meridian 100 leagues
20
Arif Johan Tunggal, HUKUM LAUT, Jakarta, HARVARINDO, 2013 hlm. 42
Universitas Sumatera Utara
400 mil laut sebelah Barat Azores
21
. Sebelah barat dari meridian tersebut Samudera Atlantik Barat, Teluk Mexico dan Samudera Pasifik menjadi milik
Spanyol, dan sebelah Timur Atlantik sebelah Selatan Maroko, dan Samudera Hindia menjadi milik Portugal. Pembagian ini kemudian diperkuat dengan
perjanjian Tordissilias antara Spanyol dan Portugis 1494 dengan memindahkan garis perbatasannya menjadi 370 leagues sebelah barat Pulau Cape Verde di
pantai barat Afrika. Sementara itu, Swedia dan Denmark menuntut kedaulatan atas Laut Baltik,
dan Inggris atas Narrow Seas, dan Samudera Atlantik dari Cape Utara sampai ke Cape Finnistere, atau laut di sekitar kepulauan Inggris Mare Anglicanum
22
. Dan untuk melaksanakan kedaulatannya atas laut - laut tersebut, pada abad ke-17
Inggris memaksa orang - orang asing untuk mendapat lisensi Inggris untuk melakukan penangkapan ikan di Laut Utara, dan ketika dalam tahun 1636 Belanda
mencoba menangkap ikan, mereka diserang dan dipaksa membayar 30.000 found sebagai harga kegemaran the price of indulgence .
5. Belanda Tuntutan kedaulatan atas Samudera Pasifik, Atlantik, dan Hindia oleh
Portugal dan Spanyol serta kedaulatan atas Mare Anglicanum oleh Inggris dirasa sangat merugikan Belanda di bidang pelayaran dan perikanan. Di bidang
pelayaran Belanda sudah sampai di Indonesia melalui Samudera Hindia pada tahun 1596, dan mendirikan Verenigde Oost Indische Compgnie VOC pada
tahun 1602. Penerobosan melalui Samudera Hindia ini langsung berbenturan
21
Loc. Cit
22
Ibid, hlm. 51
Universitas Sumatera Utara
dengan kepentingan dan tuntutan Portugal. Di bidang perikanan orang - orang Belanda selama berabad - abad telah menangkap ikan di sekitar perairan Mare
Anglicanum, dan kegiatan ini telah dijamin oleh berbagai perjanjian antara kedua negara.
Untuk memperkuat dalil penentangannya atas kepemilikan laut, Belanda berusaha mencari dasar - dasar hukum yang menyatakan laut adalah bebas untuk
semua bangsa
23
. Untuk kepentingan ini Belanda menyewa Hugo de Groot, seorang ahli hukum untuk menulis sebuah buku yang membenarkan pendirian
Belanda, sehingga orang - orang Belanda dapat bebas berlayar ke Indonesia. Hasilnya, Grotius menyusun sebuah buku dengan judul “ Mare Liberum ”. Buku
ini menguraikan teori kebebasan lautan dalam arti bahwa laut bebas bagi setiap orang, dan tak dapat dimiliki oleh siapa pun
24
. Teori Gratius mendapat tentangan dari banyak penulis seangkatannya.
Gentilis misalnya , membela tuntutan Spanyol dan Inggris dalam bukunya “
Advocatio Hispanica ” yang diterbitkan setelah ia meninggal, tahun 1613. Pada
tahun yang sama William Wellwood membela tuntutan Inggris dalam bukunya “ de Dominio Maris
”. Dan John Seldon menulis Mare Clausum sive de Domino Marsnya pada tahun 1618 dan terbit pada tahun 1
635. Paolo Sarpi menerbitkan “ Del Dominio del mare Adriatico
” tahun 1676 untuk membela tuntutan Venesia atas lautan Adriatik.
Yang terpenting dari buku - buku yang membela kepentingan kepemilikan atas laut adalaah Mare Clausum Shelden. Karya ini diperintahkan untuk
23
A. W. Koers, Konvensi Perserikatan Bangsa – Bangsa Tentang Hukum Luat, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1994 hlm. 27
24
Ibid., hlm. 29
Universitas Sumatera Utara
diterbitkan pada tahun 1635 pada masa raja Charles I, yang meminta agar penulis Mare Liberium dihukum.
6. Inggris Pada mulanya, sebelum tahun 604 Inggris menganut faham kebebasan
lautan. Faham ini dianut terutama untuk menghadapi tuntutan Denmark atas kebebasan di laut Utara. N
amun dalam tahun 1604 Charles I memproklamirkan “ King Chamber Area
” yang meliputi 26 wilyayah di sepanjang dan sekitar lautan Inggris Mare Anglicanum sebagai wilayah kedaulatan Inggris
25
. Di daerah - daerah ini, diantaranya ada yang melebihi 100 mil, Charles I melarang kapal -
kapal nelayan asing menangkap ikan di kawasan tersebut. Tuntutan ini ditentang oleh Belanda.
Dalam perkembangan selanjutnya, telah diterima bahwa negara - negara dapat memiliki jalur - jalur laut yang terletak di sekitar atau di sepanjang pantainya, dan
di luar jalur - jalur tersebut dianggap bebas bagi semua umat manusia
26
. Beberapa jalur laut yang dapat dimiliki tidak sama untuk semua negara, dan ini tergantung
pada jenis dan fungsi jalur-jalur tersebut. Lebar laut untuk kepentingan perikanan misalnya, tidak sama dengan untuk kepentingan netralitas, pengawasan dan
kepentingan yurisdiksi perdata, pidana dan lain-lain. Dalam perkembangannya hukum laut mulai berkembang dan lahir pula
konsep – konsep baru mengenai laut, dalam fase perkembangan inilah lahir
sebuah konsep yang mengedepankan kepentingan seluruh manusia atas laut daripada kepentingan negara semata saja. Yaitu konsep warisan bersama umat
25
Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia, Jakarta, PT. RINEKA CIPTA, 2013 hlm. 51
26
Nur Yanto, Op. Cit., hlm. 34
Universitas Sumatera Utara
manusia, pada mulanya konsep ini hanya mencakup wilayah lautan saja, hal ini dapat dilihat dari pernyataan Majelis Umum PBB pada tahun 1967 yang
menyatakan bahwa laut dalam dan dasar laut merupakan warisan bersama umat manusia. Namun konsep ini juga terus mengalami perkembangan. Seperti saat ini
warisan bersama umat manusia tidak hanya wilayah laut saja, tetapi seluruh wilayah atau kawasan yang memiliki pengaruh besar terhadap keberlangsungan
hidup umat manusia.
C. Ruang Lingkup Warisan Bersama Umat Manusia Berdasarkan Hukum Internasional