secara terbalikdengan keparahanklinis.
13
Banyakpenelitipada akhir-akhir ini telah menemukan bahwa frekuensi alergi kontak pada pasien dengan DA adalah
sebanding dengan yang non atopi baik pada populasi dewasa maupunanak.
8,13
Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa individu atopi dan nonatopi memiliki reaksi imunologi yang sama dalam terjadinya DKterhadap alergen
tertentu.
13,14
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut didapatkan hasil yang bervariasi.Studi-studi yangmembahashubungan antaraDA danDKA
masih sangat sedikit dan belum ada penelitian yang dilakukan di Indonesia khususnya di
Medan. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan DA dengan kejadian DKA.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara DA dengan kejadian DKA.
1.3. Hipotesis
Ada hubungan antara DA dengan kejadian DKA.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan DA dengan kejadian DKA.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui proporsi DA pada pasien DK.
2. Mengetahui proporsi DA pada pasien DKA.
Universitas Sumatera Utara
3. Mengetahui proporsi DKA pada pasienDK.
4. Mengetahui alergenpenyebab pada pasienDK.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bidang Akademik atau Ilmiah
Membuka wawasan yang lebih mendalam mengenai peran DA sebagai perkiraan salah satu faktor risiko untukterjadinyaDKA.
1.5.2. Pelayanan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terhadap masyarakat mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi kejadian
penyakit alergi pada kulit.
1.5.3. Pengembangan Penelitian
Memberikan data dan dapat menjadi landasan teori bagi penelitian- penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dermatitis Kontak Alergi
2.1.1. Definisi
DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau reaksi imun tipeIV yang diperantarai sel terutama sel T akibatadanya kontak kulit dengan
alergen lingkungan yang terjadi hanyapada individu yangtelah mengalami sensitisasi terhadapalergenpada paparansebelumnya.
6,15,16
2.1.2. Epidemiologi
Berdasarkan studi retrospektif yang dilakukan oleh Thyssen dkk.mengenai epidemiologi alergi kontak di berbagai negara didapatkan
prevalensi median alergi kontak terhadap setidaknya satu alergen pada populasi umum sebesar 21,2.
6,17
DKAmerupakan kondisi yang umum dimanaterjadi pada 6-18 pria dan 11-35 wanita yang dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu.
17
2.1.3. Faktor-faktor predisposisi
2.1.3.1. Genetik
Sulzberger dkk.melakukan percobaan dengan p-nitroso-dimethylaniline NDMA dan 2,4-dinitrochlorobenzene DNCB dan mendapatkan variasi
individu dalam kerentanan terhadap sensitisasi kontak dimana individu yang lebih rentan terhadap sensitisasi dengan satu bahan kimia menunjukkan sedikit atau
tidak ada kerentanan terhadap sensitisasi dengan bahan kimia lain. Penelitian
5
Universitas Sumatera Utara
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kerentanan individu terjadi dengan amplifikasi spesifik non antigen dari sensitisasi imun.
8,18
2.1.3.2. Jenis kelamin
Wanita memiliki kadar imunoglobulin Ig yaitu IgM dan IgG yang lebih banyak daripada pria dan respon imun diperantarai sel yang lebih kuat.
18
Pengaruh hormon seks dalam induksi dan elisitasi alergi kontak sebagian besar tidak
diketahui. Pada suatu studi pilot didapatkan respon terhadap DNCB meningkat pada wanita yang mendapat hormon kontrasepsi oral dan reaktivitas tes tempel
yang berbeda pada siklus menstruasi.
8,18
Alasan utama dominasi perempuan dalam berbagai penelitian tes tempel klinis adalah jumlah wanita sensitif nikel dan kobalt yang tinggi.
18
Perbedaan inimungkin disebabkan juga olehfaktor sosial danlingkungan dimana perempuan
lebih cenderungmengalamisensitivitasnikelkarena
peningkatanpemakaianperhiasandanlaki-lakilebih cenderungmengalamisensitivitaskromatdaripaparan pekerjaan.
6,8
2.1.3.3. Usia
Pola paparan terhadap alergen lingkungan berbeda antara berbagai kelompok usia. Individu muda lebih sering terpapar terhadap bahan kimia industri
dan kosmetik dibandingkan individu lebih tua yang lebih sering terpapar obat-obat topikal. Prevalensi alergi kontak meningkat seiring dengan meningkatnya
usiakarena akumulasi alergi yang diperoleh sepanjang hidupnya.
8,18
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.4. Ras
Pada percobaan sensitisasi terhadap poison ivy dan DNCB di tahun 1966 didapatkan perbedaan ras dimana individu berkulit hitam lebih resisten
dibandingkan individu berkulit putih.
8
2.1.3.5. Dermatitis atopik DA
Adanya downregulasi sel T helper Th1 pada individu atopi diharapkan menurunkan
kejadian DK, namun berbagai penelitian klinis masih
kontradiksi.Sebagian besar menemukan kecenderungan sensitisasi kontak yang menurun walaupun penelitian-penelitian terbaru mendapatkan bahwa pada
individu atopi terjadi peningkatan frekuensi sensitisasi nikel.
18
2.1.3.6. Penyakit penyerta
Pada pasien dengan penyakit akut atau yang menurunkan daya tahan tubuh seperti kanker, penyakit Hodgkin dan mikosis fungoides, terjadi gangguan
untuk terjadinya sensitisasi kontak. Ini juga terlihat pada pasien dengan fungsi limfosit T yang terganggu.
8,18
2.1.3.7. Faktor-faktor lain
Paparan alergen dan kemungkinan terjadinya variasi sensitisasi tidak hanya terjadi pada usia, tetapi jugaberhubungan dengan faktor sosial, lingkungan,
kegemaran, dan pekerjaan dimana kegemaran dan pekerjaan memiliki efek yang lebih menonjol.
8
Penelitian juga telahmenyelidikihubungan yang mungkin terjadi antaragaya hidupseperti minum alkohol dan merokoktembakaudenganDKA.
19
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Etiologi dan Patogenesis
DKA merupakan reaksi hipersensitivitas lambat tipe IVyang diperantarai sel akibat paparan dan sensitisasi individu yang rentan secara genetik
terhadap alergen lingkungan dimana pada paparan berulang memicu reaksi inflamasi kompleks.
2,6,20
Hal ini berbedadengan DKIdimana DKI tidak adareaksisensitisasidanintensitasreaksi inflamasinyasebanding dengankonsentrasi
danjumlahiritan.Adadua fase
berbedapada DKA
yaitufasesensitisasidan faseelisitasi.
6,21
2.1.4.1. Fase sensitisasi
Sebagian besaralergen lingkunganadalah molekulkecil, lipofilikdenganberat molekul rendah500 Dalton.
3,4,6
Hapteninidiaplikasikan padastratum korneumyangmenembus kelapisan bawahepidermisdanditangkap
olehselLangerhansdengan proses pinositosis. Di dalamsel, hapten akan diubah secara kimiawidengan enzimlisosomatausitosoldan
berkonjugasidengan molekulHuman Leucocyte AntigenHLA-DR yang baru disintesisuntuk
membentukantigenlengkap. Kompleks inidiekspresikan padapermukaan
selLangerhansdan dipresentasikanke
selThelperspesifik yangmengekspresikanmolekulCluster of DifferentiationCD4yang
mengenaliHLA-DR selLangerhansdan secara lebih spesifikkompleks reseptor selT–CD3 yang mengenaliantigenyang diproses.
3,20
Ada atau tidak adanya sel-sel T spesifik kemungkinan besar ditentukan secara genetikyang memungkinkan interaksi dengan ribuan antigen terjadidengan
penyusunan ulang reseptor sel T selama pengembangan timus awal. Interaksi
Universitas Sumatera Utara
HLA-DR – antigen dan reseptor sel T – CD3awal terjadi di kulit dan sel Langerhans bermigrasi melalui limfatik ke kelenjar regional serta
mempresentasikan kompleks HLA-DR – antigen ke sel-sel T spesifik. Setelah pengenalan antigen terjadi, kedua sel diaktifkan. Serangkaian sitokin disintesis
oleh sel Langerhans dan sel T. Pada sel T, pesan ini ditransmisikan melalui molekul CD3.Sel Langerhans mensekresiInterleukin IL-1yang merangsang sel T
untuk mensekresi IL-2 dan untuk mengekspresikan reseptor IL-2.
3,22
Sitokin ini menyebabkan stimulasi proliferasi sel T sehingga memperluas klon sel T spesifik
yang mampu merespon antigen pemicu yang terjadi selama fase jeda klasik sensitisasi. Sel T primer atau memori yang dihasilkan sekarang jauh
lebihbanyakbila dibandingkan dengan populasi asli sel-sel dengan reseptor sel Tspesifik yangkemudian meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke
seluruh tubuh. Fasesensitisasiumumnya berlangsung10-15 haridansering asimptomatis.
3,4.6
Paparan berikutnyaterhadap antigenataurechallengemengakibatkanfaseelisitasi.
3,6
Rechallengedemikian dapatterjadi melaluibeberapa rute, termasuktransepidermal, subkutan, intravena,
intramuskular, inhalasi, dankonsumsi oral.
6
2.1.4.2.
Fase kedua atau elisitasi hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada paparan berulang. Sekali lagi, hapten berdifusi ke sel Langerhans, ditangkap dan diubah
secara kimia, terikat ke HLA-DR, dan kompleks diekspresikan pada permukaan sel Langerhans.
Fase elisitasi
3,16
Kompleks ini berinteraksi dengan sel T primer baik dalam kulit atau kelenjar getah bening atau keduanya dan proses aktivasi berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
Sel-sel Langerhans mensekresikan IL-1 yang merangsang sel T untuk menghasilkan IL-2 dan mengekspresikan Interleukin ReseptorIL-2R yang akan
menyebabkan proliferasi dan perluasan populasi sel Tdalam kulit.
3,4,6
Selain itu, sel-sel T teraktivasi mensekresi Interferon IFN-
γyang mengaktifkan keratinosit danmenyebabkannya mengekspresikanIntercellular Adhesion MoleculeICAM-1
dan HLA-DR.
3,16
Molekul ICAM-1 memungkinkan keratinosit berinteraksi dengan sel T dan leukosit lain yang mengekspresikan molekulLymphocyte Function-
associated AntigenLFA-1. Ekspresi HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi langsung dengan sel T CD4 dan untuk presentasi antigen ke sel-sel ini
juga.Selain itu, ekspresi HLA-DR dapat membuat keratinosit menjadi target bagi sel T sitotoksik. Keratinosit teraktivasi juga menghasilkan sejumlah sitokin
termasuk IL-1, IL-6, danGranulocyte Macrophage Colony-Stimulating FactorGMCSFyang semuanya dapat lebih lanjut memperluas keterlibatan dan
aktivasi sel T. Selain itu, IL-1 dapat merangsang keratinosit untuk menghasilkan eikosanoid. Kombinasi sitokin dan eikosanoid menyebabkan aktivasi sel mast dan
makrofag.
3,21
Histamindari selmastdaneikosanoiddari selmast, keratinosit,
danleukositinfiltrasimenyebabkandilatasipembuluh darah danpeningkatan permeabilitasterhadapfaktor-faktor dan sel-sel larutproinflamatori yang beredar.
Kaskadeini menyebabkanrespon DKAklinisinflamasi, kerusakanselular, dan selanjutnyaprosesperbaikan.
3
2.1.5. Gambaran klinis
Universitas Sumatera Utara
Pasien umumnya mengeluh gatal dengan gambaran klinis dermatitis berupa efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.
8,16,23
2.1.5.1.Fase akut
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi, ada yang
ringan ada pula yang berat.
16,22
Pada yang ringan hanya berupa eritema dan edema, sedangkan pada yang berat terdapat eritema dan edema yang lebih hebat
disertai vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batas kurang jelas.
8,16
2.1.5.2.Fase sub akut
Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.
6,22
2.1.5.3.Fase kronis
Lesi cenderung simetris, batas kabur, kelainan kulit likenifikasi, papul, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta
eritema ringan.
6,8,16
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis DKA ditegakkan dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
5,6,22,24
Universitas Sumatera Utara
Anamnesis dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan mencari penyebab.Hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjut untuk
mencegah kekambuhan. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang
pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, pertanyaan personal mengenai pakaian baru, sepatu lama, kosmetik, kaca mata, dan jam tangan serta
kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik. Pemeriksaan fisik didapatkan eritema, edema dan papul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas,
dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.
5,6,16
Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan
korektif dapat diambil. Uji tempel dilakukan untuk konfirmasi dan diagnostik tetapi hanya dalam kerangka anamnesis dan pemeriksaan fisik.
5,6
Uji tempel yang paling sering digunakan adalah dengan Finn Chambers aluminium bulat, IQ Ultra Chamber persegi, dan TRUE test Thin-layer Rapid-
Use Epicutaneous.
2
2,25,26
Serangkaianseri alergenstandar direkomendasikan untuk digunakanpada setiap individuyang menjalani uji tempel.
2,25
The European Standard Series adalah yang paling umum digunakan di Eropa dan tempat lain di
dunia.
25
Dalam protokol uji tempel, hapten yang didugadiaplikasikan dalam jumlah tertentu ke kulit selama 48 jam 24 jam di beberapa negara dan penilaian
untuk reaksi kulit yang timbul dilakukan pada waktu tertentu, biasanya setelah 2, 3, 4, danatau 7 hari. Pembacaan tambahan setelah 7 hari dapat memperlihatkan
Universitas Sumatera Utara
hingga 10reaksi positif, yang negatif pada pemeriksaan
sebelumnya.
2,5,6,25
Intensitas reaksi dinilai dan dicatat sesuai dengan International Contact Dermatitis Research Group ICDRG menurut sistem penilaian oleh
Wilkinson dkk. yaitu, + reaksi non vesikular lemah dengan eritema yang dapat diraba, ++ reaksi kuat edema atau vesikular, +++ reaksi hebat bulosa atau
ulserasi. Bila reaksi sangat lemah atau meragukan dimana hanya ada eritema samar atau makular tidak dapat diraba dicatat dengan tanda tanya ?+, dan
reaksi iritan dicatat sebagai IR.
6,21,26,27
Jika memungkinkan, tes tempelharusdipasang di bagian punggung atas pasien karena merupakan
lokasiyang paling nyaman baik untuk dokter dan pasien, dan sebagian besar validasi uji tempel dilakukan di daerah ini. Aplikasi tes di daerah tubuh lain
misalnya tangan, lengan, paha, perut harus dibatasi pada situasi pengecualian dan harus dilakukan oleh dokter berpengalaman karena kesulitan interpretasi.
3,25
2.2. Dermatitis Atopik
2.2.1. Definisi
DA adalah penyakit kulit inflamasi kronik sangat gatal yang umumnya timbul selama masa bayi dan kanak-kanak tetapi dapat bertahan atau mulai di
masa dewasa.
28,29
2.2.2. Epidemiologi
DAmerupakan masalahkesehatan masyarakatutama di seluruh
duniadengan prevalensipada anak-anaksebesar 10-20 di Amerika Serikat, Eropa Utara danBarat, Afrikaperkotaan, Jepang, Australia, dan negara-negaraindustri
Universitas Sumatera Utara
lainnya.PrevalensiDApada orang dewasasekitar1-3.
28,29,30
Prevalensi DA yang lebih tinggi ditemukanpada daerah kota dibandingkandaerah pedesaan negara-
negara maju dan penyakit lebih sering ditemukan pada kelompok kelas sosial yang lebih tinggi.Berdasarkan jenis kelamin, rasio terjadinya DAadalah
perempuan :laki-lakisebesar 1,3:1,0.
29,31
Sejak tahun 1960, telah terjadipeningkatanlebihdari tiga kali lipatdalam prevalensiDA.
29
Dasar peningkatan prevalensi DA ini belum dipahami dengan baik. Variasi yang luas dalam prevalensi telah diamati pada negara-negara yang
dihuni oleh kelompok etnis yang sama. Tampak bahwa faktor lingkungan sangat penting dalam menentukan ekspresi penyakit, meliputi ukuran keluargayang kecil,
peningkatan pendapatan dan pendidikan baik pada kulit putih maupun kulit hitam, migrasi dari lingkungan pedesaan ke perkotaan, dan peningkatan penggunaan
antibiotikyang disebut sebagai gaya hidup Barat.
28,29
2.2.3. Etiopatogenesis
DA merupakan penyakit kulit inflamatori sangat gatal yang terjadi akibat interaksi kompleks antara gen-gen kerentanan genetik yang mengakibatkan sawar
kulit rusak, kerusakan sistem imun bawaan, dan peningkatan respon imunologi terhadap alergen dan antigen mikroba.
29,30,32
Kelainansawar kulittampaknya terkaitdengan mutasigenfilaggrinyang mengkodeproteinstrukturalyang penting
untuk pembentukansawarkulit.Kulitindividu denganDAjuga telahterbuktikekurangan
seramidamolekul lipid
sertapeptida antimikrobasepertikatelisidinyang merupakanpertahanan lini
pertamaterhadapberbagaiagen infeksius.
29,30
Kelainansawar
Universitas Sumatera Utara
kulitinimenyebabkankehilangan airtransepidermaldan peningkatanpenetrasialergendan mikrobake dalam kulit.
31
Agen infeksius yang paling sering terlibat dalam DA adalah Staphylococcus aureus yang berkolonisasi
pada sekitar 90 pasien DA.
30
Respon imun bawaan yang rusak juga tampaknya berkontribusi dalam peningkatan infeksi bakteri dan virus pada pasien dengan
DA. Interaksi faktor-faktorini menyebabkan respon sel T dalam kulit awalnya didominasi respon Th2 dan kemudian didominasi Th1 dengan pelepasan
kemokin dan sitokin proinflamasi misalnyaIL-4, IL-5 dan TNF yang mendorong produksiIgE dan respon inflamasi sistemik yang selanjutnya menyebabkan
inflamasi kulit yang gatal.
29,30
Penelitian yang
terbarumenghubungkan ketidakseimbanganantararesponlimfositTh1danlimfosit Th2.
Dalam respon terhadappaparanantigen,limfositTh1mengaktifkanIFN-
γ, IL-2danTNFα serta membantu dalamperekrutandan aktivasimonosit,
makrofagdan limfositT sitotoksikdalam melawanpatogen intraselular.LimfositTh2mensekresikanIL-4, IL-
5, IL-10.
31,32
IL-4 akan
merangsangperalihanselBuntuk produksiIgE, sedangkanIL-5 menyebabkaneosinofiliadanIL-10 menekaninflamasi imunyang
diperantarai selT.Ini
merupakan kecenderungan
genetik atopi
untuk memperlihatkan perluasan sistemik aktivitas sel Th2 oleh berbagai alergen
imunologi dan nonimunologi.
32
Faktor pemicu dan alergen yang paling sering dilaporkan adalah panas, berkeringat, bahan iritan sabun, bahan kimia keras,
kelembaban, stres dan kecemasan, makanan tertentu, alergen inhalan dan agen mikroba seperti Staphylococcus, virus, Pityrosporum,
Candida dan
dermatofita.
32,33
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Gambaran klinis
DA biasanya dimulai pada masa bayi. Sekitar 50 pasien mengalami penyakit ini pada tahun pertama kehidupan dan 30 di antara usia 1-5 tahun.
29,34
Sekitar50-80 pasien dengan DAakan mengalami rhinitis alergi atau asma ketika usia anak lebih besar.
29,30
Pruritushebatdanreaktivitaskulitmerupakan gambaranutama DA.
28,29
Pruritusdapat intermiten sepanjang haritetapibiasanya memburukdi sore dan malamhariyang mengakibatkan garukan, papulprurigo, likenifikasi, danlesi
kuliteksematosa.
28,32
Lesi kulitakutditandai dengan papuleritematosayang
berkaitan denganekskoriasi,
vesikeldi atas kuliteritematosa, daneksudatserosa.DAsubakutditandai denganpapul eritematosa, ekskoriasi, sisik.
DAkronis ditandaiolehplak, likenifikasi, danpapulfibrotikprurigo nodularis. PadaDAkronis, ketiga tahapreaksi kulitseringterjadi bersamaan.Pasienbiasanya
memilikikulitkering dan kusampada semua tahapDA. Distribusi dan pola reaksi kulit bervariasi sesuai dengan usia pasien dan
aktivitas penyakit.
28,29
33
Selama masa bayiusia 2 bulan-2 tahun, DA umumnya lebih akut dan terutama melibatkan wajah, kulit kepala, pergelangan tangan dan
permukaan ekstensor ekstremitas. Daerah popok biasanya terhindar.
32,33
Pada anak-anak usia 2-12 tahun lokasi umumnya padadaerah fleksor, leher,
pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Lokasi lesi pada remaja dan dewasa muda adalah pada daerah lipat siku dan lutut antekubiti dan popliteal, kaki,
wajah terutama daerah periorbital dan leher.
32
Pada anak-anak lebih tua dan yang memiliki penyakit kulitkronis, umumnyaterjadi lesi kronis berupa likenifikasi dan
Universitas Sumatera Utara
lokasi ruam pada lipatan fleksural ekstremitas.
33,35
DA sering menghilang seiringdengan usia. Pada DA kulit lebihrentan terhadap gatal-gatal dan inflamasi
saat terpapar iritan eksogen. Eksema tangan kronis dapat menjadi manifestasi utama pada banyak orang dewasa dengan DA.
2.2.5. Diagnosis
29
Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan
kriteria tertentu yang mempertimbangkan anamnesis dan manifestasi klinis.
34,35
Sampai saat ini, yang paling banyak digunakan untuk diagnosis DA adalah kriteria Hanifin dan Rajka
Tabel 1.1 dimana diagnosis DA dapat ditegakkan bila dijumpai 3 atau lebih kriteria mayor dan 3 atau lebih kriteria minor.
Tidak ada tes diagnostik khusus untuk DA.
29,34 32
Peningkatan kadarIgE ditemukan hingga 80 pasien yang terkena, namun hasil ini dapat didapati pula
pada gangguan atopi lain.
29,32
Biopsi kulit menunjukkan dermis yang menebal dan hiperkeratotik dengan inflamasi perivaskular.
32
Tabel 1.1 Kriteria diagnostikDAoleh Hanifin dan Rajka
Kriteria mayor
Pruritus
Morfologi dan distribusi
karakteristik
Likenifikasi fleksor pada orang dewasa
Keterlibatan wajah, permukaan fleksor dan ekstensor pada anak-anak dan
remaja
Kombinasi kedua pola pada anak-anak dan dewasa
Kronis dan rekuren Riwayat pribadi atau keluarga atopi
Kriteria minor
Iktiosis
Universitas Sumatera Utara
Reaktivitas kulit segera tipe I pada pengujian kulit
Kadar IgE serum yang meningkat
Usia onset dini
Kecenderungan untuk infeksi kulit dan defisiensi imunitas diperantarai sel Kecenderungan untuk dermatitis tangan dan kaki non spesifik
Tabel
1.1 Lanjutan
Eksema puting susu
Keilitis
Konjungtivitis rekuren
Lipatan kulit infraorbital Dennie-Morgan
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Cincin mata “shiner”, penggelapan periokular kulit
Pucat atau eritema wajah
Pitiriasis alba
Lipatan kulit pada bagian anterior kerongkongan
Pruritus yang diinduksi oleh keringat
Intoleransi terhadap wol dan pelarut lemak
Peningkatan perifolikular
Intoleransi terhadap beberapa makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan emosional
∗ Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 29 Dermografisme putih
2.3. DKA dan DA
Beberapa penelitian telah membuktikan dengan jelas bahwa pasien DAmemilikirisiko lebih besar terkena DKI dibandingkan pasien nonatopi,
namunrisiko terkena DKA masih kontroversi.
5,13,34
Sampai saat ini,dianggap pasien denganDAlebih
kecil kemungkinannya untukmenderitaDKA.
Universitas Sumatera Utara
Beberapapenelititelah melaporkanadanya penurunanfrekuensisensitisasikontak di antara individu denganDA.
13
Konsep inididukung olehpenelitian yangmenunjukkan bahwa pasien denganDAtidakmudahdisensitisasi
oleh aplikasiberulangdinitrochlorobenzenetetapimudah
disensitisasi sewaktuDAmembaik.
36,37
Penelitian yang
lebih barumenunjukkanbahwa frekuensiDKAatausensitisasikontak terhadap alergenumumseperti nikel, kobalt,
thimerosal, dan
fragrance mixterjadi samaseringnyaantara
pasiendenganDAdanpopulasi umum dimana
tingkatfrekuensi sampai
40.Sebuahpenelitian laintelahmelaporkan tingkatsensitisasiyang
secara signifikan lebih tinggipada subjekatopisebesar
65,0 biladibandingkandenganyang terlihat padasubjeknonatopi.
Banyak peneliti sekarang telah menemukan bahwa frekuensi alergi kontak pada pasien dengan DA adalah sebanding dengan non atopi baik populasi
dewasa maupunanak.
36
13,36
Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa individu atopi dan nonatopi memiliki reaksi imunologi yang sama dalam kejadian
DKterhadap alergen tertentu. Setelah pengujian dengan nikel, pasien DA dan nonatopi memiliki peningkatan IL-2, IL-4, dan INF-
γyang sama. Satu-satunya perbedaan dalam respon imun kedua kelompok yaitu ditemukan peningkatan IL-
10 pada yang nonatopisaja. Studi
13
pediatrikbaru-baru inimenunjukkan bahwaDKAdansensitisasi kontakterhadap alergensetidaknyasama seringnya pada anak-anakatopisepertipada
anak-anakyang sehat.Luas dan keparahan, durasi penyakitDApada anak-
Universitas Sumatera Utara
anakditemukanberkorelasi denganprevalensisensitisasi kontakyang selanjutnya menekankankaitan antaraDAdanDKA.
36
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Teori