masyarakat. Secara esensial peranan pemerintah lokal dan kelompok berbasis masyarakat dalam mengelola sumber daya berupaya untuk mengembangkan usaha
kemitraan baru dengan pihak swasta atau dengan pihak lainnya untuk menciptakan pekerjaan baru dan mendorong berkembangnya berbagai kegiatan ekonomi dalam
suatu daerah wilayah ekonomi. Ciri atau sifat utama suatu pembangunan yang berorientasi atau berbasis ekonomi lokal dengan menekankan pada kebijaksanaan
pembangunan pribumi yang memanfaatkan potensi SDM lokal, sumber daya institusional lokal dan sumber daya fisik lokal. Orientasi ini menekankan pada
pemberian prakarsa lokal dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong peningkatan kegiatan ekonomi secara luas.
Pembangunan ekonomi lokal berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan
dalam kapasitas perusahaan untuk menghasilkan produk yang lebih baik, identifikasi pasar baru dan transformasi pengetahuan. Pemerintah lokal dengan partisipasi
masyarakat dan menggunakan sumberdaya kelembagaan berbasis masyarakat yang ada dan berpotensi ekonomi diperlukan untuk memanfaatkan potensi
sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki untuk merancang dan melaksanakan pembangunan ekonomi lokal. Pemerintah lokal dan organisasi kemasyarakatan
menyadari bahwa semua kegiatan sektor publik mempunyai suatu pengaruh terhadap keputusan-keputusan sektor swasta. Keputusan swasta dan kegiatan
ekonomi publik adalah erat terkait satu sama lain dan mempengaruhi peluang untuk menciptakan lapangan kerja. Organisasi berbasis masyarakat perlu menyusun
prespektif baru yang bermanfaat untuk mendorong prakarsa pembangunan terencana dan terkoordinasi. Dalam masyarakat, baik yang besar maupun kecil perlu
memahami bahwa pemerintah lokal, lembaga kemasyarakatan dan sektor swasta merupakan mitra utama dalam proses pembangunan ekonomi Adisasmita., 2005.
3. Rasionalisasi Dana Bergulir
Pengentasan kemiskinan baik melalui program Inpres Desa Tertinggal IDT maupun program non IDT, pada dasarnya mengacu pada upaya meningkatkan atau
menstimulasi aktivitas perekonomian di daerah pedesaan. Aktivitas perekonomian pada umumnya didasarkan pada kegiatan investasi, antara lain dipengaruhi oleh
jumlah tabungan terakumulasi dan tingkat harga modal untuk investasi yakni berupa tingkat bunga yang harus dibayar bagi balas jasa atas modal. Dengan demikian,
harga barang atau jasa adalah masalah sentral dalam pembahasan perekonomian
pada umumnya maupun perekonomian pedesaan pada khususnya Nurdin dalam Prijono, 1996
Dalam kerangka dasar pemikiran pengembangan program IDT maupun pembangunan keluarga sejahtera di daerah tertinggal, dikemukakan bahwa
kemiskinan yang terjadi terutama di daerah pedesaan, bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada
padanya. Kemiskinan antara lain ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang menerima keadaan seakan-akan tidak dapat diubah, tercermin dalam lemahnya
keinginan untuk maju, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktivitas, terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya
pendapatan dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan Mubyarto dalam Prijono,1996.
Kondisi tersebut sangat umum terlihat di daerah pedesaan. Kenyataan memperlihatkan bahwa tingkat harga dalam perekonomian desa sangat ditentukan
oleh kekuatan ekonomi di luar pedesaan, antara lain oleh para pedagang perantara, khususnya untuk barang produksi hasil industri maupun hasil pertanian desa.
Ketidakmampuan masyarakat pedesaan untuk melakukan ”bargaining” dengan pelaku dari luar daerah pedesaan disebabkan oleh banyak faktor, antara lain
kurangnya modal, tingkat pengetahuan dan keterampilan, dan lain sebagainya. Lemahnya posisi dalam ”bargaining” ini akan menggerogoti kekuatan ekonomi
masyarakat desa, sehingga akhirnya menjadi lemah dan kurang berdaya dalam sistem ekonomi pasar untuk bersaing bebas antara sesama pelaku ekonomi Nurdin
dalam Prijono, 1996. Oleh karena itu, ekonomi pedesaan tidak mungkin dibiarkan bersaing dengan
pelaku ekonomi lainnya, terutama mereka yang berasal dari daerah perkotaan. Untuk itu dalam upaya menggerakkan daya ekonomi pedesaan pada umumnya dan
masyarakat desa, khususnya, diperlukan sejumlah investasi tertentu. Investasi ini harus dilakukan sendiri oleh masyarakat desa swasembada agar pelaku ekonomi
yang ada di daerah pedesaan tersebut merasa memiliki dan bertanggungjawab terhadap investasi yang dilakukan.
Pertanyaan sekarang, dari mana memperoleh modal untuk melakukan investasi ? Disinilah peran pemerintah dalam membantu mengembangkan modal
awal bagi aktivitas perekonomian pedesaan. Beberapa program yang dapat dilakukan, antara lain melalui mekanisme akumulasi dan alokasi tabungan serta
penciptaan modal bergulir revolving funds dalam kerangka pemikiran ekonomi kelembagaan. Dalam kaitan dengan penciptaan modal bergulir tersebut, kerangka
pemikiran ekonomi kelembagaan perlu digarisbawahi. Hal ini mengingat keberhasilan modal bergulir sangat tergantung dari eksistensi kelompok.
Program IDT maupun Tabungan Kesejahteraan Keluarga Takesra dan Kredit Usaha Kesejahteraan Keluarga Kukesra yang dikembangkan di daerah desa
tidak tertinggal, pada dasarnya merupakan bentuk dari penciptaan modal bergulir dalam upaya membantu menyediakan modal awal investasi bagi perekonomian
pedesaan agar tercipta perekonomian yang swasembada di daerah pedesaan. Program IDT dan pembangunan keluarga sejahtera di daerah tidak tertinggal adalah
program untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan penduduk miskin atau Pra Sejahtera dan Sejahtera 1 untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan membuka
kesempatan berusaha. Dalam kerangka itu, program IDT dan keluarga sejahtera diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan
kemandirian penduduk miskin di desa dengan menerapkan prinsip gotong royong, keswadayaan dan partisipasi Sayogyo dalam Prijono, 1996.
Namun demikian, keberhasilan menggerakkan ekonomi pedesaan menuju ekonomi yang swasembada tidak saja tergantung dari penciptaan modal bergulir,
tetapi juga bagaimana membantu masyarakat desa mengembangkan jiwa kewirausahaan, peningkatan pengetahuan pasar dan lain sebagainya, melalui
pendidikan dan latihan serta bantuan pemasaran Sayogyo dalam Prijono, 1996. Sayogo mengemukakan bahwa, keberhasilan program ekonomi pedesaan termasuk
program IDT, keluarga sejahtera, maupun program lainnya sangat tergantung dari partisipasi anggota kelompok. Dalam hal ini perencanaan top down dan bottom up
harus benar-benar diperhatikan dalam mengembangkan setiap program di daerah pedesaan. Lebih lanjut Sayogyo mengemukakan bahwa dalam banyak hal,
ketidakberhasilan dalam suatu program pembangunan, terutama di daerah pedesaan, termasuk pengembangan ekonomi pedesaan yang swasembada, karena
kurangnya bentuk partisipasi aktif dari anggota kelompok. Dengan kata lain, kurangnya perencanaan yang bersifat bottom up dan terlalu menekankan pada
perencanaan top down.
4. Pengertian Dana Bergulir