28
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pemeriksaan Data
Pengamatan struktur tegakan dilakukan di lima petak ukur dengan luasan masing-masing satu hektar. Petak ukur yang terpilih merupakan petak ukur yang
dianggap memiliki perbedaan strata tegakan hutan. Dalam setiap petak ukur, data hasil pengamatan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kolompok jenis pinus,
kelompok jenis lain, dan kelompok seluruh jenis. Setiap kelompok ini dicobakan empat model famili sebaran, yaitu famili sebaran normal, famili sebaran
lognormal, famili sebaran gamma, dan famili sebaran eksponensial negatif. Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan dari ke lima petak ukur,
didapatkan data hasil pengamatan terhadap pohon dengan pembagian berdasarkan masing-masing kelompok jenis sebagai berikut : a kelompok jenis pinus, terdiri
dari 2 jenis pinus, yaitu P. merkusii, dan Pinus oocarpa, b kelompok jenis lain, hutan tanaman pinus di HPGW memiliki komposisi jenis yang cukup
beranekaragam, diantaranya agatis A. lorantifolia, caratan, cempedak Artocarpus integer, cianjing, dara uncal, huru Litsia chinensis, jambu bol
Eugenia malaccensis, jangkurang, kayu afrika M. eminii, ki hu’ud, ki sireum Eugenia cymosa, ki teja, ki terasi, kopo Physalis angulata, laban Vitex
pubescens , mahoni S. macrophylla, peuris, puspa S. wallichii, ramogiling,
simpur Dillenia exelsa, sengon P. falcataria, suren Toona sureni, teureup, dan beberapa jenis tanaman liar lainnya yang tidak diketahui jenisnya,
c kelompok seluruh jenis, kelompok ini mencakup seluruh jenis pohon berdasarkan hasil pengumpulan data yang diamati.
Pada Tabel 1 menunjukkan struktur tegakan dilihat dari kerapatan Nha yang terdapat pada masing-masing petak ukur untuk kelompok jenis pinus,
kelompok jenis lain, dan kelompok seluruh jenis.
29 Tabel 1
Kerapatan tegakan pada masing-masing petak ukur menurut kelompok jenis dan tingkatan pertumbuhannya Kelas
Diameter cm
Petak Ukur 1 Petak Ukur 2
Petak Ukur 3 Petak Ukur 4
Petak Ukur 5 Pinus
Jenis Lain
Seluruh Jenis
Pinus Jenis
Lain Seluruh
Jenis Pinus
Jenis Lain
Seluruh Jenis
Pinus Jenis
Lain Seluruh
Jenis Pinus
Jenis Lain
Seluruh Jenis
10-19 5
144 149
1 16
17 11
11 22
17 118
135 4
69 73
20-29 17
60 77
24 4
28 38
18 56
43 23
66 9
22 31
30-39 58
12 70
82 9
91 60
47 107
60 4
64 35
9 44
40-49 74
1 75
94 6
100 69
33 102
53 1
54 39
3 42
50-59 49
1 50
53 4
57 37
20 57
38 38
42 2
44 60-69
26 26
29 29
11 16
27 12
12 10
10 70-79
6 6
3 3
6 3
9 2
2 3
1 4
80-89 1
1 2
1 1
2 2
1 1
90-99 1
1 100 up
1 1
1 1
2 1
3 1
1 Total
236 218
454 288
41 329
234 150
384 228
146 374
143 106
249
30 Jika digambarkan ke dalam bentuk histogram, maka data kerapatan
tegakan akan membentuk pola yang berbeda-beda dalam menggambarkan struktur tegakan untuk kelompok jenis pinus, kelompok jenis lain, dan kelompok seluruh
jenis pada masing-masing petak ukurnya. Pola tersebut dapat berupa pola J terbalik atau pun pola yang mendekati pola lonceng telungkup Gambar 1. Dari
hasil penyajian histogram Gambar 1 diketahui bahwa pola J terbalik lebih dominan ditemukan dalam menggambarkan struktur tegakan untuk kelompok
jenis lain pada masing-masing petak ukurnya, sedangkan untuk pola yang mendekati pola lonceng telungkup lebih dominan ditemukan dalam
menggambarkan struktur tegakan untuk kelompok jenis pinus pada masing- masing petak ukurnya.
Pola J terbalik biasanya terbentuk pada hutan tidak seumur, yaitu hutan yang memiliki beberapa kelompok umur atau ukuran Arief 2001 dalam Patrycia
2010. Hutan tidak seumur biasanya memiliki pola penyebaran yang khas, menurut Daniel et al 1987 dalam Patrycia 2010, pada tegakan tidak seumur
jumlah pohon tersebar berada dalam kelas diameter terkecil, jumlahnya menurun lebih kurang sebanding dengan bertambahnya ukuran.
Hal itu dikarenakan, individu pohon yang tumbuh pada masa awal pertumbuhan cukup banyak dan seiring berjalannya waktu energi yang diperlukan
untuk pertumbuhan akan semakin besar, karena adanya persaingan antar individu untuk mendapatkan sinar matahari yang cukup, air, mineral, dan pertahanan
terhadap gangguan luar seperti hama dan penyakit. Persaingan seperti ini akan terus berlanjut dan terjadilah proses seleksi alam, yaitu kematian pada individu
yang tidak dapat bersaing. Secara alami persaingan ini akan mengakibatkan pengurangan jumlah individu yang bertahan hidup pada setiap tingkat kelas
diameter Patrycia 2010. Sementara itu, terlihat pula pada histogram, bentuk struktur tegakan untuk
kelompok jenis pinus yang mendekati pola lonceng telungkup, hal ini sesuai dengan pernyataan Daniel et al 1992 dalam Payungallo 2010 mengenai bentuk
distribusi pada tipe tegakan hutan tanaman seumur yang mendekati kurva bentuk lonceng telungkup, yaitu mendekati sebaran normal.
31
a
b
c
32
d
e
f Gambar 1 Histogram kerapatan tegakan berdasarkan kelas diameternya untuk
kelompok jenis pinus, kelompok jenis lain, dan kelompok seluruh jenis pada a PU 1, b PU 2, c PU 3, d PU 4, e PU 5, dan f
Keseluruhan PU.
33 Pada Gambar 1, terlihat bahwa struktur tegakan kelompok jenis lain
memiliki pola yang lebih tidak teratur daripada kelompok jenis pinus. Struktur tegakan pada kelompok jenis pinus terlihat lebih rapat satu sama lain dengan
bentuk grafik yang hampir sama untuk setiap petak ukurnya, sedangkan untuk kelompok jenis lain walaupun lebih didominasi oleh grafik dengan pola J terbalik,
namun masih ditemui pola yang mendekati pola lonceng telungkup pada salah satu petak ukurnya PU 3. Pada histogram juga terlihat bahwa pada masing-
masing petak ukur, jumlah individu lebih didominasi oleh kelompok jenis pinus. Hal ini berarti potensi untuk kelompok jenis pinus kedepannya akan lebih besar
daripada kelompok jenis lain. Pada kondisi normal, menurut Ermayani 2000, struktur tegakan yang
lebih tua biasanya berada di atas struktur tegakan yang lebih muda. Namun pada tegakan hutan yang dijadikan petak ukur penelitian ini tidak dapat dibuktikan
kebenarannya, hal itu dikarenakan pada tegakan hutan di HPGW tidak diketahui secara pasti mengenai ketentuan tahun tanam pada masing-masing petak ukur.
5.2. Pemilihan Model