lxx
VI. ANALISIS TATANIAGA JAMUR TIRAM PUTIH
6.1. Sistem Tataniaga
Sistem Tataniaga jamur tiram putih di Desa Cipendawa yang dimulai dari petani sebagai penghasil produsen hingga konsumen akhir, melibatkan beberapa
lembaga tataniaga. Lembaga yang terlibat dalam tataniaga jamur tiram putih di lokasi penelitian adalah pedagang pengumpul desa atau lebih dikenal dengan petani
pengumpul, pedagang besargrosir dan pedagang pengecer. Pada umumnya jamur tiram putih yang diproduksi dari Desa Cipendawa hanya dipasarkan di daerah
Tangerang saja. Hal ini disebabkan tingginya permintaan terhadap jamur tiram putih di Tangerang.
6.2 Saluran Tataniaga
Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi atau rekam jejak dari organisasi-organisasi yang terlibat dalam proses menjadikan suatu produk barang
dan jasa yang siap dikonsumsi oleh konsumennya. Penelusuran pola tataniaga komoditas jamur tiram putih ini dimulai dari titik produsen sampai kepada
konsumen akhir. Berdasarkan hasil kuisioner, tataniaga jamur tiram putih di Desa Cipendawa
memiliki dua pola saluran tataniaga dan melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Adapun lembaga tataniaga yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul desa,
pedagang besar, dan pengecer. Jumlah rata-rata produksi jamur tiram putih sembilan petani responden adalah antara 47,78 kg per hari untuk setiap petani,
dengan masa panen selama empat bulan dalam satu kali musim tanam. Harga rata- rata yang diterima oleh petani adalah Rp. 7.000 per kg. Adapun pola saluran
tataniaga jamur tiram putih yang terbentuk adalah sebagai berikut: 1.
Pola I : Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang BesarGrosir - Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir
2. Pola II : Petani – Konsumen Akhir
Petani
lxxi 430 Kg 100 Persen
385 Kg 89,53 Persen 385 Kg 89,53 Persen
45 Kg 10,47 Persen
383 Kg 89,07 Persen
Gambar 3. Skema Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih di Desa Cipendawa,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur 2010. Keterangan :
= saluran 1 = saluran 2
Proses tataniaga jamur tiram putih di Desa Cipendawa diawali dari penjualan jamur tiram putih oleh petani kepada pedagang pengumpul desa. Jalur
tataniaga yang ada di tempat penelitian untuk saluran pola I diawali dari pedagang pengumpul desa PPD. Pedagang pengumpul desa PPD yang ada di tempat
penelitian ada sebanyak satu orang pedagang. Adapun orang yang bertindak sebagai pedagang pengumpul desa adalah petani itu sendiri yang mempunyai cukup
modal untuk melakukan kegiatan tataniaga ini. Berdasarkan dua pola saluran tataniaga yang ada, jumlah jamur tiram putih
yang dipasarkan setiap hari dari Desa Cipendawa rata-rata sebanyak 430 kg 100 persen, dimana tataniaga melalui PPD sebanyak 385 kg jamur tiram putih per hari
89,53 persen dan jalur tanpa melibatkan PPD sebesar 45 kg jamur tiram putih atau sekitar 10,47 persen dari total produksi jamur tiram putih setiap hari. Hampir semua
proses penjualan jamur tiram putih ini melalui pedagang pengumpul desa PPD tetapi ada juga petani yang menjual langsung kepada konsumen akhir rumah
tangga yang ada di Desa Cipendawa. Hal ini disebabkan petani kurang mempunyai alternatif pasar selain harus menjual kepada pedagang pengumpul desa PPD.
Selain itu, hal tersebut juga disebabkan jauhnya lokasi tataniaga dari sentra produksi yang memungkinkan timbulnya risiko pada petani berupa biaya
transportasi yang berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh. Secara umum,
Pedagang Pengumpul
Desa
Konsumen Akhir
Pedagang Pengecer
Pedagang Besar
Grosir
lxxii alasan petani menjual hasil panen mereka ke pedagang pengumpul disebabkan hal-
hal sebagai berikut: 1.
Tidak perlu mencari pasar dan menghemat waktu, karena petani bisa menjual langsung ke pedagang pengumpul desa.
2. Volume penjualan petani masih sedikit untuk setiap harinya.
3. Adanya ikatan kekeluargaan karena faktor domisili di desa yang sama.
6.2.1. Saluran Tataniaga I
Pola saluran tataniaga satu merupakan saluran terpanjang dalam rantai tataniaga jamur tiram putih yang digunakan oleh seluruh petani responden. Para
petani menjual langsung ke pedagang pengumpul desa PPD, kemudian pedagang pengumpul desa PPD menjualnya kepada pedagang besargrosir kemudian ke
pedagang pengecer yang ada di kawasan pasar induk Tangerang untuk dijual kembali kepada konsumen akhir.
Adapun alasan petani mengunakan saluran ini adalah karena jauhnya lokasi tataniaga dari sentra produksi yang memungkinkan timbulnya risiko bagi petani
seandainya petani menjual langsung kepada konsumen akhir berupa biaya transportasi. Jumlah jamur tiram putih yang dijual kepada pedagang pengumpul
sebanyak 385 kg 89,53 persen per hari. Jamur tiram tersebut kemudian dipasarkan kepada seorang pedagang besar dengan volume yang sama. Selanjutnya jamur
tiram putih yang dibeli pedagang besar dari pedagang pengumpul semuanya dijual ke pedagang pengecer dengan volume sekitar 383 kg setelah dikurangi penyusutan
jamur selama perjalanan. Selanjutnya pedagang pengecer menjual kembali ke konsumen. Harga yang diterima petani dari pola ini adalah Rp. 7.000 per kg.
Sementara itu harga yang diterima oleh pedagang pengumpul adalah Rp. 7.300 per kg, harga yang diterima pedagang besar dari pedagang pengecer adalah Rp. 9.000
per kg dan harga rata-rata jamur tiram putih di tingkat konsumen akhir Rp 12.000 per kg.
Pengecer pada saluran satu adalah pengecer yang biasanya menjual jamur tiram putih di pasar induk Tangerang. Konsumen akhir pada saluran satu adalah
konsumen perorangan rumah tangga. Biaya-biaya yang dikeluarkan pada pola saluran tataniaga satu yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul adalah biaya
pengemasan, pengangkutan, biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar adalah
lxxiii biaya pengangkutan, biaya retribusi, dan biaya penyusutan. Sementara itu, biaya
yang harus dikeluarkan oleh pengecer adalah biaya retribusi pasar dan biaya penyusutan,
Pada saluran ini petani mengeluarkan biaya tataniaga berupa pengemasan dengan menggunakan plastik polypropiline karena hasil panen jamur
tiram putih yang dijual ke pedagang pengumpul sudah dikemas plastik terlebih dahulu sebelum diangkut ke tempat pedagang pengumpul. Sistem pembayaran di
tingkat petani dan pedagang pengumpul desa PPD adalah dibayar kemudian. Jamur tiram putih hasil panen para petani di Desa Cipendawa diambil oleh
pedagang pengumpul di tempat produksi petani masing-masing. Jamur tiram putih hasil panen tersebut dijemput dengan menggunakan kendaraan berupa sepeda
motor oleh pekerja upahan. Kegiatan panen dilakukan oleh petani pada pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB. Seluruh petani jamur tiram putih di Desa Cipendawa
memasukkan atau mengemas jamur tiram putih hasil panen ke dalam plastik polypropiline
ukuran lima kilogram. Pedagang pengumpul desa PPD membeli jamur tiram putih dari para petani responden yang telah menjadi langganannya
karena adanya ikatan kebersamaan dan adanya rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
Pedagang pengumpul desa PPD melakukan pengumpulan jamur tiram putih di rumah. Jamur hasil panen tersebut akan diangkut oleh pihak pedagang
besargrosir pada hari yang sama dengan alat transportasi berupa mobil pick up. Pedagang besargrosir datang sendiri ke rumah pedagang pengumpul tersebut dan
melakukan transaksi jual beli di sana. Pedagang besar pada penelitian ini merupakan pedagang besar yang khusus membeli komoditas jamur tiram putih
yang dihasilkan dari daerah penelitian. Pedagang besar menjual kembali kepada para pedagang pengecer. Selanjutnya pedagang pengecer memasarkannya ke
konsumen akhir. Pedagang besargrosir melakukan penjualan dalam jumlah yang besar sehingga pedagang besargrosir mengeluarkan lebih banyak biaya
dibandingkan PPD. Biaya tersebut berupa biaya transportasi atau biaya operasional dari Desa Cipendawa ke Tangerang. Sistem pembayaran yang dilakukan antara
PPD dengan pedagang besargrosir adalah sistem tunai dengan harga yang berlaku sesuai dengan harga yang sedang terjadi di pasar berdasarkan informasi yang terjadi
di pasar.
lxxiv
6.2.2. Saluran tataniaga 2
Pada pola saluran tataniaga ke dua tidak ada sedikitpun peran pedagang pengumpul desa PPD sebagai penyalur jamur tiram putih hasil panen para petani.
Para petani menjual langsung hasil panen kepada masyarakat sekitar konsumen di Desa Cipendawa dengan harga rata-rata mencapai Rp 7.000, atau sama dengan
harga jual petani kepada pedagang pengumpul. Walaupun dengan volume yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan saluran pertama, namun penjualan dengan
pola seperti ini selalu terjadi setiap hari. Volume produksi jamur tiram putih yang dijual pada saluran ini adalah rata-rata 45 kg per hari atau sekitar sepuluh persen
dari total produksi jamur tiram putih yang diproduksi para petani di Desa Cipendawa.
Masyarakat yang membeli langsung jamur tiram putih dari para petani merupakan konsumen akhir, yaitu pihak rumah tangga di tempat penelitian yang
mengkonsumsi jamur tiram putih tersebut sebagai salah satu bahan pangan rumah tangga sehari-hari atau dengan kata lain jamur tiram putih tersebut dibeli tidak
untuk dijual kembali menjadi produk turunan. Masyarakat secara langsung datang ke rumah atau kumbung produksi milik petani untuk membeli jamur tiram putih.
Pada umumnya untuk satu orang petani rata-rata dapat menjual sekitar lima sampai sepuluh kilogram jamur tiram putih per hari. Adapun sistem pembelian yang
dilakukan oleh masyarakat sekitar adalah sistem tunai sesuai dengan harga pasar yang terjadi dan atas kesepakatan kedua belah pihak tawar menawar.
6.3. Fungsi-fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga