27 terhadap kristalisasi dan karakter melting dari cokelat. Interaksi unik
polimorfisme struktur lemak sangat menentukan parameter tekstur, rasa dan aroma, dan mouthfeel lembut cokelat Hartel dalam Tisoncik, 2010.
2. Snap
Pengukuran snap merupakan analisis sensori dari parameter kekerasan cokelat. Zari
ć et all 2012 menyebutkan kekerasan cokelat merupakan salah satu faktor penting dalam mendefinisikan sifat fisik cokelat dan ditentukan dengan
mengukur intensitas gaya yang diperlukan untuk mematahkan cokelat. Kekerasan cokelat tergantung pada kehalusan dan distribusi partikel padat. Perlakuan penda-
huluan terhadap sampel dilakukan dengan cara sampel cokelat dikemas dalam aluminium foil disimpan dalam chamber dengan suhu 32
o
C selama 4 jam, dikelu- arkan dari chamber dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu 20-28
o
C, kemudian dipatahkan menjadi dua bagian dan secara sensori diberi skor. Perlakuan pendahu-
luan bertujuan untuk membuat cokelat lebih lembek namun belum sampai meleleh. Suhu 32
o
C dipilih karena pada suhu ini biasanya cokelat sudah mulai lembek namun belum leleh sempurna sehingga masih bisa diukur snapnya.
Pengaruh tepung putih telur dan kitosan terhadap parameter snap dapat dilihat pada Gambar 4.4. Penggunaan putih telur secara tunggal dapat mening-
katkan nilai kemudahan patah snap dari cokelat, sedangkan penambahan kitosan memberikan nilai negatif pada skor snap, sedangkan kombinasi putih telur dan
kitosan memberikan efek yang bervariasi. Secara logika skor snap berkorelasi dengan nilai tekstur kekerasan, dimana semakin tinggi nilai kekerasan maka skor
snap semakin tinggi pula. Hasil penelitian menunjukkan skor snap yang menun- jukkan nilai lebih baik dari kontrol adalah 0.5
TPT;
1.0
K
dengan skor + 1, 0.5
TPT;
0.0
K
dengan skor +2, 1.0
TPT;
0.0
K
dengan skor + 3.
28 Gambar 4.4 Grafik snap cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan
kitosan Analisis regresi dilakukan untuk mencari hubungan antara penambahan
tepung putih telur, kitosan atau kombinasinya dengan skor snap. Model persa- maan dapat dinyatakan sebagai berikut:
Y= - 0.764 + 3.830TPT - 21.942TPT
2
K + 17.138TPT
2
K, dengan r= 0.865.
3.
Persen Menempel pada kemasan
Pengukuran persen menempel di kemasan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kelengketan cokelat selama penyimpanan di suhu 34°C selama 4 jam. Hal
ini sebagai gambaran ketahanan cokelat jika disimpan pada suhu minimal 34°C dan waktu 4 jam tanpa berubah bentuk. Persen menempel pada kemasan
mengambarkan parameter kelengketan cokelat dengan kemasan. Hasil analisis varian Lampiran 3 terhadap persen menempel pada kemasan
menunjukkan bahwa perlakuan tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap persen menempel p0.05, sedangkan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap
persen menempel di kemasan dengan p0.05, dan terdapat interaksi yang nyata antara tepung putih telur dan kitosan terhadap persen menemepel di kemasan
dengan p0.05. Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tepung putih telur menunjukkan kecenderungan menurunkan persen
menempel di kemasan, sedangkan semakin tinggi konsentrasi kitosan menun-
29 jukkan kecenderungan menurunkan persen menempel di kemasan. Persamaan
regresi dinyatakaan sebagai Y=0.640 - 0.497TPT r=0.483.
Gambar 4.5 Grafik persen menempel dikemasan cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan
Karena hanya tepung putih telur yang berpengaruh terhadap persen menempel di kemasan, maka grafik ditunjukkan oleh pada Gambar 4.5.
Berdasarkan grafik diketahui bahwa yang berpengaruh nyata terhadap penurunan persen menempel di kemasan adalah penambahan tepung putih telur, dimana
semakin tinggi persen tepung putih telur maka persen menempel dikemasan akan menurun. Hasil ini senada dengan analisa tekrtur nilai kelengketan cokelat dimana
hanya tepung putih telur yang berpengaruh nyata terhadap nilai kelengketan cokelat dan cenderung menurun dengan meningkatnya persen tepung putih telur.
4. Viskositas
Becket 2010 menyebutkan sifat alir cokelat merupakan parameter yang penting untuk konsumen maupun industri pengguna cokelat. Rheology cokelat
dapat diukur secara objektif salah satunya adalah pengukuran viskositas. Cokelat merupakan campuran partikel padatan gula, padatan kakao, polimer yang
bersifat hidrofilik dan lemak kakao yang bersifak hidrofobik. Hasil analisis varian Lampiran 4 terhadap parameter viskositas menunjukkan bahwa perlakuan:
30 tepung putih telur, kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap viskositasp0.05,
serta tidak ada interaksi antar tepung putih telur dan kitosan terhadap viskositas. Berdasarkan Tabel 4.2, parameter viskositas menunjukkan kecenderungan
peningkatan viskositas cokelat baik dengan penambahan putih telur maupun kitosan, namun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini dimungkinkan karena
penambahan polimer tersebut hanya sedikit, sedangkan produk cokelat yang diamati merupakan produk yang kental dengan viskositas 30000-80000 cps.
Johansson dan Bergenstahl dalam Tisconik 2010
menyebutkan bahwa emulsifier berperan dalam sifat alir cokelat
dan kristalisasi lemak kakao
.
Cokelat merupakan suatu emulsi “kering” dengan gula sebagai gugus hidrofilik dan partikel kakao
sebagai gugus lipofilik yang terdispersi dalam fase kontinyu lemak kakao Nieuwenhuyzen dan Szuhaj dalam Tisconik, 2010.
5. Warna dan Rasa
Pengujian warna dan rasa dimaksudkan untuk mengetahui hubungan parameter warna objektif dengan penerimaan konsumen terhadap sampel cokelat
dengan perlakuan penambahan polimer. Pengujian warna dilakukan secara objektif dengan colorimeter, sedangkan uji rasa dilakukan secara sensori. Hasil uji
warna dan rasa disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Analisa parameter warna secara objektif dan rasa secara organoleptik
pada cokelat yang diberi perlakun tepung putih telur dan kitosan
Perlakuan Warna
Rasa skor L
A b
Manis Pahit
Kakao 0.0
TPT;
0.0
K
13.48 ±0.04 13.22±0.09
15.70±0.18 0.60 ±0.55
-0.60±0.55 0.00±0.00
0.0
TPT;
0.5
K
14.48±0.73 12.43±0.09
15.17±0.24 0.60 ±0.55
-0.60±0.55 0.60±0.55
0.0
TPT;
1.0
K
15.56±0 .01 12.74±0.04
15.40±0.22 1.60±0 .55
-0.60±0.55 -0.60±0.55
0.5
TPT;
0.0
K
14.61±0.10 13.38±0 .18
15.24±0.14 1.60±0.55
-0.60±0 .55 -0.60±0.55
0.5
TPT;
0.5
K
14.45±0.07 12.90±0.07
15.41±0.039 2.00±0.00
0.60±0.55 -0.60±0.55
0.5
TPT;
1.0
K
15.55±0.29 12.35±0.28
14.88±0.04 1.60±0.55
0.60±0.55 -0.60±0.55
1.0
TPT;
0.0
K
15.06±0.00 13.59±0.00
17.21±0.00 2.00±0.00
-0.60±0.55 -0.60±0.55
1.0
TPT;
0.5
K
15.41±0.07 12.69±0.14
15.47±0.03 2.00 ±0.00
-0.60±0.55 -0.60±0.55
1.0
TPT;
1.0
K
15.87±0.02 12.94±0.12
16.08±0.14 3.00±0.00
-1.00±1.00 -1.00±1.00
TPT: tepung putih telur.; K: kitosan.; 0.0, 0.5 dan 1.0 menunjukkan persentase polimer yang digunakan.
Hasil analisis varian terhadap parameter warna L Lampiran 5 menunjukkan bahwa tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap warna L dengan p0.05,
kitosan berpengaruh nyata terhadap warna L p0.05, dan terdapat interaksi yang