Juliah, 2012 Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Dalam dunia pendidikan matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang mendapatkan porsi perhatian terbesar baik dari kalangan
pendidik, orangtua maupun siswa. Banyak di antara orangtua yang memiliki persepsi bahwa matematika merupakan pengetahuan terpenting yang harus
dikuasai siswa. Sayangnya, tidak semua siswa memiliki kemampuan cemerlang di bidang matematika. Bahkan banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika
merupakan pelajaran yang sulit dan menjadi hal yang paling menyeramkan. Salah satu tujuan diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar
dan menengah, tercantum dalam permen nomor 22 tahun 2006 pada butir ke empat yaitu “agar siswa mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah”.
Kalimat tersebut bermakna bahwa komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dikembangkan dalam diri siswa, sejalan
dengan kalimat yang terdapat dalam NCTM 2000: 60, bahwa: “Communication
is an essential part of mathematics and mathematics education ”. Ini bermakna
bahwa kemampuan komunikasi matematika menjadi hal yang fundamental yang harus dikembangkan dalam pembelajaran dan pendidikan matematika.
Juliah, 2012 Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
2
Lebih lanjut dalam N CTM 2000: 29 dijelaskan bahwa: “The process
standards problem solving, Reasoning and Proof, communication, connections, and representation highlight ways of acquiring and using content knowledge
”. Maksudnya bahwa komunikasi merupakan salah satu dari lima standar
proses yang ditekankan dalam NCTM, sehingga komunikasi menjadi hal yang sangat penting dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika, karena
melalui komunikasi inilah siswa dapat menyampaikan ide-idenya kepada guru dan kepada siswa lainnya. Dengan demikian kemampuan berkomunikasi mutlak
diperlukan bagi siswa dalam setiap proses pembelajaran, karena tanpa didukung kemampuan berkomunikasi proses pembelajaran tidak dapat berlangsung baik.
Brenner 1998: 107 mengemukakan bahwa: Penekanan atas komunikasi dalam pergerakan reformasi matematika
berasal dari suatu konsensus bahwa hasil pembelajaran sangat efektif di dalam suatu konteks sosial. Melalui konteks sosial yang dirancang dalam
pembelajaran matematika, siswa dapat mengkomunikasikan berbagai ide yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah matematika.
Dengan demikian jelas sekali bahwa melalui komunikasilah siswa dapat
menyampaikan ide-idenya dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran, sehingga tercipta aktivitas siswa yang menjadi tujuan
utama dalam proses pembelajaran. Lebih lanjut Brenner 1998: 104, menyatakan bahwa: “Peningkatan
kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan matematika adalah satu dari tujuan utama pergerakan reformasi matematika”. Menurut Hulukati 2005: 18
“Kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan masalah matematika pada umumnya ditunjang oleh pemahaman mereka terhadap bahasa”.
Juliah, 2012 Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
3
Bahkan menurut Barody yang dikemukakan oleh Hulukati, 2005: 17, ada dua alasan mengapa kemampuan berbahasa itu sangat penting dibutuhkan dalam
berkomunikasi, yaitu: Mathematics as language; matematika tidak hanya sekedar alat bantu
berpikir a tool to aid thinking, alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah, namun matematika juga adalah alat yang tak
terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat, dan ringkas, dan Mathematics learning as social activity, sebagai
aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, interaksi antar siswa, misalnya komunikasi antara guru dan siswa yang merupakan bagian
penting untuk memelihara dan mengembangkan potensi matematika siswa.
Dari ketiga pendapat di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang erat antara kemampuan komunikasi matematis, bahasa dan
pemecahan masalah. Dengan demikian untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika, siswa membutuhkan kemampuan komunikasi
matematis yang ditunjang dengan pemahaman terhadap bahasa. Oleh karena adanya hubungan antara bahasa dan matematika, maka guru
sebagai tenaga profesional di lapangan harus mampu membuat suatu hubungan yang membantu siswa mengekspresikan masalah matematika ke dalam bahasa
simbol atau model matematika. Karakteristik matematika yang abstrak, sarat dengan istilah dan simbol,
mengakibatkan banyak siswa yang hanya menelan mentah saja semua materi tanpa mencoba untuk memahami informasi yang terkandung di dalamnya,
sehingga penomena yang terjadi di lapangan adalah kebanyakan siswa menerapkan metode menghafal rumus untuk belajar matematika. Padahal esensi dari
pembelajaran matematika bukanlah untuk menghafal, melainkan lima standar proses yang ditekankan dalam NCTM yaitu kemampuan pemecahan masalah,
Juliah, 2012 Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
4
penalaran dan bukti, komunikasi, koneksi dan representasi. Artinya bahwa lima kemampuan tersebut harus dikembangkan dalam setiap pembelajaran matematika.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis di Indonesia masih kurang baik. Survei yang dilakukakan Trends in
International Mathematics and Science Study TIMSS menunjukkan bahwa: “Penekanan pembelajaran matematika di Indonesia lebih banyak pada penguasaan
keterampilan dasar, hanya sedikit sekali penekanan penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, berkomunikasi secara matematis, dan bernalar
secara matematis ” Herman, 2006: 5.
Selanjutnya hasil penelitian Tim Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika
juga mengungkapkan bahwa: “Di beberapa wilayah Indonesia yang berbeda, sebagian besar siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan
masalah dan menerjemahkan soal kehidupan sehari-hari ke dalam model matematika” Shadiq, 2007: 2-3. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa Indonesia masih kurang baik. Hal-hal yang mengindikasikan masih rendahnya kemampuan komunikasi
matematika siswa dalam pembelajaran adalah: Siswa kurang percaya diri dalam mengomunikasikan gagasannya dan masih ragu-ragu dalam mengemukakan
jawabannya ketika ditanya guru; ketika ada masalah dalam bentuk soal cerita siswa bingung bagaimana menyelesaikannya, siswa kesulitan membuat model
matematika dari soal cerita tersebut, dan belum mampu untuk mengomunikasikan ide atau pendapatnya dengan baik, pendapat yang disampaikan oleh siswa sering
kurang terstruktur sehingga sulit dipahami oleh guru maupun temannya.
Juliah, 2012 Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
5
Kondisi di atas terjadi karena dalam pembelajaran matematika konvensional siswa jarang sekali diminta untuk mengkomunikasikan ide-idenya.
Hal ini dikemukakan oleh Silver Turmudi, 2008 bahwa: Aktivitas siswa sehari-hari terdiri dari menonton gurunya menyelesaikan
soal-soal di papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja sendiri dalam buku teks atau LKS yang disediakan. Konsekuensinya kalau siswa diberi
soal yang berbeda dengan soal latihan mereka membuat kesalahan atau mengalami kesulitan dalam mencari penyelesaiannya.
Ini menunjukkan bahwa siswa hanya menghapalkan prosedur penyelesaian sehingga kemampuan komunikasi siswa tidak akan berkembang. Pendapat ini
didukung oleh Undang 1998: 1 yang mengatakan bahwa : “Guru sebagai subjek
dan siswa sebagai objek masih tetap mendominasi dunia pendidikan”. Guru sama
sekali tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat mengungkapkan rasa ingin tahunya, melalui pertanyaan atau pemberian tanggapan terhadap konsep
yang sedang dipelajari, sehingga mereka tidak memiliki kesempatan dan kebebasan untuk dapat berbuat, mencari tahu dan membangun pengetahuannya
sendiri. Akibatnya siswa menjadi pasif, tidak memiliki motivasi untuk belajar, kurang bergairah, dan kurang kreatif. Hal inilah yang menyebabkan kemampuan
komunikasi matematis siswa rendah, demikian pula tujuan pendidikan tidak dapat dicapai secara optimal. Pendapat yang senada disampaikan oleh Marpaung 2000:
264 bahwa: ”Problem yang muncul pada pembelajaran konvensional adalah
apabila ditanya suatu konsep atau proses siswa tidak menjawab dengan penuh keyakinan atau malah diam”.
Semua ini merupakan problematika yang harus segera dicari solusinya sehingga tujuan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dapat terwujud.
Juliah, 2012 Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
6
Terdapat beberapa alasan pentingnya kemampuan komunikasi matematis siswa dikembangkan dalam pembelajaran matematika: Pertama, kemampuan
komunikasi diperlukan untuk mempelajari bahasa dan simbol-simbol matematika serta mengekspresikan ide-ide matematika. Selanjutnya komunikasi juga
bermanfaat untuk melatih siswa dalam mengemukakan gagasan secara jujur berdasarkan fakta, rasional, serta meyakinkan orang lain dalam rangka
memperoleh pemahaman bersama. Dengan demikian kondisi pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai
subjek pasif, atau objek dalam pembelajaran jelas sangat tidak menguntungkan terhadap hasil belajar siswa. Oleh karena itu guru sebagai fasilitator, mediator dan
motivator dalam proses pembelajaran benar-benar dituntut harus dapat mengakomondasi
dan memfasilitasi
ide siswa.
Siswa harus
dapat mengilustrasikan dan menginterprestasikan berbagai masalah dalam bahasa dan
pernyataan-pernyataan matematika serta dapat menyelesaikan masalah tersebut menurut aturan atau kaidah matematika.
Kemampuan siswa mengilustrasikan dan menginterprestasikan berbagai masalah dalam bahasa dan pernyataan-pernyataan matematika, serta dapat
menyelesaikan masalah tersebut menurut aturan atau kaidah matematika, merupakan karakteristik siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi
matematis. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan dalam Principles and Standards for School Mathematics dari NCTM Yonandi, 2010: 276 bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari beberapa indikator berikut:
Juliah, 2012 Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
7
Kemampuan menyatakan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, serta menggambarkan secara visual, kemampuan menginterpretasikan dan
mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan maupun tertulis, dan kemampuan
dalam menggunakan
istilah-istilah, simbol-simbol
matematika, dan struktur-strukturnya untuk memodelkan situasi atau permasalahan matematika.
Untuk mencapai indikator di atas, guru sebagai ujung tombak di lapangan
memiliki peran sentral, guru perlu menemukan cara bagaimana menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan agar dapat bermakna bagi siswa serta dapat dipahami
dan diingat lebih lama oleh siswa, bagaimana guru dapat berkomunikasi secara efektif, serta bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari
siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengkaitkannya dengan kehidupan nyata yang mereka lihat dan mereka alami.
Dari gambaran tersebut jelas diperlukan sistem pembelajaran di samping mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis juga dapat melibatkan
siswa secara aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya, serta mampu menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya dengan konteks situasi
kehidupan nyata, agar pembelajaran menjadi bermakna. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang tercantum dalam kurikulum Depdiknas, 2006:1, bahwa:
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi contextual
problem. Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.
SD Laboratorium UPI yang beralamat di Desa Cibiru Wetan Kecamatan
Cilenyi Kabupaten Bandung merupakan salah satu SD yang berada di bawah naungan UPI yang telah menerapkan berbagai modelpendekatan pembelajaran
yang melibatkan siswa secara aktif sebagai subjek dalam proses pembelajaran.
Juliah, 2012 Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
8
Di antaranya adalah pembelajaran matematika realistik PMRI dan pelaksanaaan model pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan kepala sekolah Laboratorium UPI pada tanggal 24 April 2012 diperoleh gambaran bahwa modelpendekatan
tersebut diterapkan dan dikembangkan dengan asumsi bahwa modelpendekatan tersebut fokus pada siswa sebagai pembelajar yang aktif, dan dipandang tepat
dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa, karena belajar dengan model tersebut bukan hanya mendengarkan dan mencatat, tetapi
melibatkan proses pengalaman secara langsung, sehingga diharapkan siswa berkembang secara utuh, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya.
Dengan demikian visi SD Laboratorium UPI Kampus Cibiru dalam menciptakan generasi yang unggul, kompetitif dan berbudaya dapat dicapai
melalui misi SD tersebut yaitu mengembangkan program pembelajaran yang mampu membina kecerdasan spiritual, intelektual dan emosional sesuai dengan
kebutuhan perkembangan individu peserta didik serta melalui penciptaan lingkungan yang kondusif dan demokratis dalam upaya membantu perkembangan
bakat, minat, nilai dan kompetensi peserta didik secara optimal. Tujuan lain yang diharapkan oleh SD laboratorium UPI dalam menerapkan
model pembelajaran tersebut adalah dicapainya harapan pemerintah seperti yang tercantum dalam kurikulum Depdiknas, 2006: 1 bahwa:
Standar kompetensi matematika disusun agar siswa dapat berfikir secara sistematis logis, berfikir abstrak, dapat menggunakan matematika dalam
pemecahan masalah dan komunikasi menggunakan simbol dan diagram yang
dikembangkan melalui
pembelajaran yang
bertahap dan
berkesinambungan.
Juliah, 2012 Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
9
Studi ini akan mencoba menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IV Sekolah Dasar Laboratorium UPI Kampus Cibiru. Analisis
kemampuan komunikasi matematis siswa ini dilakukan secara kualitatif dengan berbagai alasan, di antaranya:
Pertama, analisis kualitatif jarang sekali dilakukan, selama ini analisis hanya terfokus pada analisis kuantitatif, padahal pendidikan tidak hanya berkaitan
dengan persoalan angka melainkan dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang visioner yang dapat menunjang keberhasilan pendidikan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Asmani 2011: 151 bahwa : Pendidikan tidak hanya berkaitan dengan persoalan angka dan statistik,
tetapi juga pemikiran-pemikiran progresif yang menjadi ruh pendidikan. Oleh sebab itu, dibutuhkan penelitian kualitatif untuk membangkitkan
pemikiran-pemikiran kreatif dan visioner dalam dunia pendidikan agar cepat berkembang pesat.
Kedua, pendidikan sebagai suatu sistem tidak hanya berorientasi pada hasil melainkan juga pada proses untuk meraih hasil yang optimal. Hal ini sesuai
dengan esensi dari pendekatan kualitatif yang lebih mementingkan proses dibanding hasil.
Ketiga, permasalahan yang ada dalam penelitian ini lebih tepat dicarikan jawabannya dengan metode kualitatif karena dengan metode kualitatif diharapkan
data yang didapat lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.
B. Fokus PenelitianBatasan Masalah