Hubungan Persepsi Kongruensi Budaya dengan Intergroup Contact Pada Masyarakat Suku Batak Toba Terhadap Masyarakat Suku Nias di Kabupaten Simalungun

(1)

HUBUNGAN PERSEPSI KONGRUENSI BUDAYA DENGAN

INTERGROUP CONTACT PADA MASYARAKAT SUKU

BATAK TOBA TERHADAP MASYARAKAT SUKU NIAS

DI KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

TOTA FIERDA RIA ANGELINA SIMBOLON

101301092

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2013/2014


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan Persepsi Kongruensi Budaya dengan Intergroup Contact Pada Masyarakat Suku Batak Toba Terhadap Masyarakat Suku Nias

di Kabupaten Simalungun

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penelitian skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Agustus 2014

Tota Fierda Ria Angelina Simbolon NIM: 101301092


(3)

Hubungan Persepsi Kongruensi Budaya dengan Intergroup Contact

Tota Fierda Ria Angelina Simbolon dan Omar Khalifa Burhan

ABSTRAK

Di dalam penelitian ini kami meneliti hubungan antara persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact, yaitu sejauh mana kecenderungan individu akan menjalin sebuah interaksi atau kontak dengan kelompok budaya yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact. Semakin kongruen atau sesuai komponen-komponen budaya yang dimiliki oleh suatu kelompok budaya dengan komponen-komponen budaya yang dimiliki oleh budaya lain maka akan semakin cenderung terjadi intergroup contact di antara kelompok budaya tersebut.

Kata kunci : persepsi kongruensi budaya, persepsi, kongruensi, budaya dan


(4)

The Relationship Between Congruence Culture Perception With Intergroup Contact

Tota Fierda Ria Angelina Simbolon dan Omar Khalifa Burhan

ABSTRACT

In this research we have examined the relation between the congruence perception of culture and intergroup contact, which is how far the tendency of an individu will twine on interaction or contact with a different group. The result of this research indicates that there is a relation between the congruence perception of culture and intergroup contact. More congruence or more appropriate the culture components that belong to a culture group with the culture components that belong to other culture so it incline the happening of intergroup contact in between that group culture.

Keywords : cultural perception congruence, perception, congruence, cultural and intergrop contact.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk

segala kasih karunianya sehingga akhirnya skripsi yang berjudul “Hubungan

Persepsi Kongruensi Budaya dengan Intergroup Contact Pada Masyarakat Suku

Nias di Kabupaten Simalungun” ini dapat peneliti selesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini diajukan guna memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara.

Bagi kedua orang tua yang sangat peneliti sayangi dan cintai menjadi alasan peneliti selalu bersemangat untuk mendapatkan gelar ini. Bapak G. Simbolon, bapak terhebat yang peneliti miliki dan Ibu S. Harefa mamak terhebat yang selalu memberikan cinta yang luar biasa. Abang dan kakak peneliti Handoko Frengki Simbolon, Harry Febrianto Simbolon, Maya Octaviana Ohy Sinaga, dan Welly Artha Simbolon yang sangat peneliti sayangi. Terimakasih banyak buat doa, semangat dan dukungan yang selalu diberikan. Bagi kalian ini semua kupersembahkan. Aku sangat menyayangi dan mengasihi kalian.

Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan banyak pihak, oleh karena itu peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Abang Omar Khalifa Burhan, M.Sc, selaku dosen pembimbing peneliti. Terima kasih atas bimbingan dan masukan-masukan yang telah abang berikan kepada peneliti, terima kasih juga buat kesabaran abang selama membimbing saya ditengah semua kesibukan abang. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan abang selama ini.


(6)

3. Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd selaku dosen pembimbing akademik peneliti. Terima kasih atas arahan dan perhatiannya selama peneliti berkuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terimakasih telah menjadi dosen yang mengajarkan banyak hal tentang komitmen dan tanggungjawab sebagai seorang mahasiswa.

4. Ibu Meutia Nauly, M.Si Psikolog dan kak Ridhoi Meilona Purba, M.Si sebagai dosen penguji. Terimakasih banyak telah bersedia menjadi penguji dan memberikan banyak saran untuk perbaikan skripsi saya serta telah meluangkan waktunya untuk membimbing selama masa revisi skripsi.

5. Seluruh dosen dan staff di Fakultas Psikologi. Terima kasih untuk ilmu yang sudah bapak dan ibu berikan buat peneliti dan kesediaannya untuk membantu mengurus administrasi yang saya perlukan dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Buat “baba” terbaik Tohar Mahadji Nainggolan. Terimakasih buat semua

dukungan dan semangatnya, yang selalu bertanya tentang perkembangan skripsiku. Terimakasih telah menjadi sahabat peneliti dalam segala hal dan telah menemani peneliti selama masa perkuliahan. Aku sangat mengasihimu. 7. Sahabat-sahabat peneliti, my lovely TRITA (Sasan, Widi, Pipit dan Puput)

dan KK ETOS METANOIA (Kak Erika, Olga, Selvia). Terimakasih selalu ada bersama dan mendampingi peneliti selama berada di kampus tercinta terkhusus selama pengerjaan skripsi. Terimakasih banyak buat waktu dan kesediaannya untuk bertukar pikiran dengan peneliti, mendengar keluh kesah, dalam penyelesaian penelitian ini. Terima kasih banyak sahabat-sahabatku buat semuanya. Tetaplah jadi sahabat terbaik.


(7)

8. Responden penelitian atas kerjasamanya dalam penelitian ini. Terima kasih banyak telah meluangkan waktunya untuk mengisi skala. Khususnya buat teman-teman yang telah membantu dalam penyebaran skala peneliti, Artha, Triwany, Rebecca dan Benni. Terimakasih banyak telah menemani dan membantu, semoga Tuhan senantiasa menyertai kalian.

9. Teman-teman sedoping, ada kak Rani, kak Santa, kak Nanda, kak Lili, Yosefine, Nanda dan Sri Saputri yang telah membantu dan memberikan saran serta semangat. Terkhusus buat kak Rani yang bersama-sama dengan peneliti berjuang untuk seminar dan skripsi, terimakasih banyak untuk doa, semangat dan semua yang telah kita lalui bersama.

10.Dan untuk menutup semuanya, buat semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa peneliti sebutkan namanya satu per satu. Semoga Tuhan senantiasa memberkati dimanapun kalian berada.

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca agar dapat menambah wawasannya terutama di bidang Psikologi Sosial. Akhir kata, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dengan segala kerendahan hati peneliti mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih.

Medan, Agustus 2014


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Urgensi Penelitian ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoritis ... 8

2. Manfaat Praktis ... 9

F. Sistematika Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Intergroup Contact ... 10

1. Pengertian Intergroup Contact ... 10

2. karakteristik Intergroup Contact ... 11

B. Persepsi Kongruensi Budaya ... 12

1. Pengertian Persepsi Kongruensi Budaya ... 12


(9)

C.Suku Batak Toba Di Kabupaten Simalungun ... 14

D.Suku Nias Di Kabupaten Simalungun ... 15

E.Evaluasi ... 16

1. Pengertian Evaluasi ... 16

2. Aspek Yang Diukur Dalam Evaluasi ... 16

F. Hubungan Persepsi Kongruensi Budaya Dengan Intergroup Contact ... 17

G. Hipotesa Penelitian ... 18

BAB III METODE PENELITIAN... 19

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 19

B. Definisi Operasional ... 20

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 21

1. Populasi ... 21

2. Teknik Pengambilan Sampel... 22

D. Metode Pengumpulan Data ... 23

E. Uji Coba Alat Ukur ... 25

1. Uji Validitas Alat Ukur ... 26

2. Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 26

3. Uji Daya Beda Aitem ... 29

F. Metode Analisa Data ... 30

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 31

1. Tahap Persiapan ... 31

2. Tahap Pelaksanaan ... 32


(10)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Analisis Data ... 33

1. Gambaran Umum Partisipan ... 33

2. Hasil Uji Asumsi ... 35

3. Hasil Utama Penelitian ... 36

3. Hasil Tambahan Penelitian ... 36

B. Pembahasan ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. Kesimpulan ... 40

B. Saran ... 40

1. Saran Metodologis ... 41

2. Saran Praktis ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Blue Print Skala Intergroup Contact Sebelum Uji Reliabilitas ... 20

Tabel 2.Blue Print Skala Persepsi Komgruensi Budaya Sebelum Uji Reliabilitas ... 21

Tabel 3.Blue Print Skala EvaluasiSebelum Uji Reliabilitas ... 21

Tabel 4.Reliabilitas alat ukur ... 24

Tabel 5.Blue Print Skala Intergroup Contact Setelah Uji Reliabilitas ... 24

Tabel 6.Blue Print Skala Persepsi Komgruensi Budaya Setelah Uji Reliabilitas ... 25

Tabel 7.Blue Print Skala Evaluasi Setelah Uji Reliabilitas... 21

Tabel 8.Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30

Tabel 9.Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia ... 31

Tabel 10.Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Pekerjaan ... 31

Tabel 11Uji Normalitas Variabel Persepsi Kongruensi Budaya dan Int-Contact... 32

Tabel 12.Hasil Analisa Korelasi Variabel Persepsi Kongruensi dan Int-Contact .... 33


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Subjek Penelitian

Lampiran 2. Skala Penelitian

Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 4. Hasil Uji Normalitas

Lampiran 5. Hasil Uji Korelasional


(13)

Hubungan Persepsi Kongruensi Budaya dengan Intergroup Contact

Tota Fierda Ria Angelina Simbolon dan Omar Khalifa Burhan

ABSTRAK

Di dalam penelitian ini kami meneliti hubungan antara persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact, yaitu sejauh mana kecenderungan individu akan menjalin sebuah interaksi atau kontak dengan kelompok budaya yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact. Semakin kongruen atau sesuai komponen-komponen budaya yang dimiliki oleh suatu kelompok budaya dengan komponen-komponen budaya yang dimiliki oleh budaya lain maka akan semakin cenderung terjadi intergroup contact di antara kelompok budaya tersebut.

Kata kunci : persepsi kongruensi budaya, persepsi, kongruensi, budaya dan


(14)

The Relationship Between Congruence Culture Perception With Intergroup Contact

Tota Fierda Ria Angelina Simbolon dan Omar Khalifa Burhan

ABSTRACT

In this research we have examined the relation between the congruence perception of culture and intergroup contact, which is how far the tendency of an individu will twine on interaction or contact with a different group. The result of this research indicates that there is a relation between the congruence perception of culture and intergroup contact. More congruence or more appropriate the culture components that belong to a culture group with the culture components that belong to other culture so it incline the happening of intergroup contact in between that group culture.

Keywords : cultural perception congruence, perception, congruence, cultural and intergrop contact.


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki ciri khas dengan berbagai macam bentuk keberagaman. Keberagaman tersebut terlihat dari adanya perbedaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat di Indonesia, meliputi keberagaman dalam bentuk tradisi maupun keyakinan yang berbeda-beda. Perbedaan budaya sebagai salah satu identitas bagi masyarakat merupakan sebuah pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan hidup tersebut meliputi keyakinan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, serta kebiasaan yang akan diperoleh seorang individu sebagai angggota dalam suatu masyarakat. Hal-hal tersebut merupakan bagian dari ciri khas suatu kelompok masyarakat yang secara nyata bisa ditemukan dalam aktivitas sehari-hari individu di lingkungan, dan ciri khas apa yang dimiliki oleh kelompok cenderung akan dianggap benar oleh masing-masing kelompok.

Ketika berada dalam lingkungan yang terdiri dari kelompok budaya berbeda, proses adaptasi atau penyesuaian diri antara individu satu dengan individu lainnya akan terjadi dan tidak dapat dihindari (Matsumoto, 2008). Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu dari kelompok yang budaya berbeda menjadi salah satu cara untuk bisa saling menerima perbedaan-perbedaan yang ada. Setelah melakukan proses adaptasi dan saling menerima perbedaan yang ada, maka setiap individu dari kelompok budaya berbeda akan menjalin sebuah kontak antara anggota kelompok atau saling berinterkasi satu dengan yang


(16)

lainnya. Kontak antara anggota kelompok (intergroup contact) merupakan proses terjadinya hubungan antara satu individu dengan indivu lainnya baik yang berasal dari kelompok budaya yang sama atau juga kelompok budaya yang berbeda. Kontak antara anggota kelompok budaya yang berbeda tersebut dapat terjadi karena adanya status yang sama sebagai bagian dari kelompok budayanya masing-masing, memiliki tujuan, menjalin kerjasama, dan saling memberikan dukungan sosial (Allport, 1954). Seorang individu melakukan interaksi dengan individu lain bertujuan untuk menciptakan suatu hubungan sosial yang baik di antara kelompok budaya yang saling berbeda.

Untuk menciptakan sebuah hubungan yang baik pada kelompok budaya yang berbeda dibutuhkan sebuah penilaian. Penilaian yang dimaksud merupakan persepsi kongruensi budaya dalam melakukan penyesuaian komponen budaya pada kelompok yang berbeda. Menurut Cameron dan Ettington (1988) kongruensi budaya merupakan kesesuaian dalam budaya bukan sebuah keseragaman ataupun kesepakatan di antara kedua budaya yang berinteraksi. Persepsi kongruensi budaya adalah bentuk penilaian atau interpretasi dari kesesuaian komponen budaya (nilai, norma, ataupun cara pandang) yang dilakukan oleh dua atau lebih kelompok budaya yang berbeda saat beradaptasi. Penilaian bertujuan untuk melihat bagaimana kongruensi budaya di antara kedua kelompok budaya yang berbeda. Secara perlahan anggota kelompok dari budaya yang berbeda tersebut bisa saling mengetahui, mengenal atau bahkan memahami budaya dari kelompok lainnya sehingga akan menciptakan suatu hubungan sosial yang baik di antara kedua kelompok budaya yang berbeda tersebut.


(17)

Kabupaten Simalungun merupakan daerah yang masyarakatnya identik dengan keberagaman. Keberagaman yang dimaksud adalah latar belakang budaya dari masyarakatnya antara lain, suku Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Mandailing, Jawa, Melayu, Tionghoa, dan juga suku Nias. Kabupaten Simalungun memiliki 31 kecamatan yang terdiri dari 306 desa dan 17 kelurahan. Berdasarkan data BPS tahun 2010 tercatat bahwa jumlah penduduk di daerah Kabupaten Simalungun sebanyak 818.104 jiwa, dari jumlah tersebut hanya ada 244 jiwa masyarakat suku Nias di Kabupaten Simalungun (berdasarkan data organisasi Orahua Nono Niha Bandar Serbalawan). Dengan jumlah yang cukup sedikit tersebut serta maka masyarakat suku Nias dapat dikategorikan sebagai masyarakat pendatang (minoritas) di daerah Kabupaten Simalungun.

Berdasarkan data BPS Kabupaten Simalungun ditemukan bahwa yang menjadi kelompok mayoritas adalah masyarakat suku Batak Toba yang bukan suku Batak Simalungun. Hal tersebut dapat terjadi karena lokasi geografisnya cukup strategis, yaitu dekat dengan daerah yang mayoritas masyarakatnya suku Batak Toba seperti daerah Danau Toba.

Masyarakat suku Nias dan masyarakat suku Batak Toba memiliki perbedaan dan persamaan dalam komponen-komponen budaya, baik dalam adat-istiadat, norma, nilai maupun kebiasaan. Perbedaan budaya antara masyarakat suku Nias dengan masyarakat suku Batak Toba terletak pada “tarombo” atau cara memanggil sanak saudara dan juga adat-istiadat dalam pernikahan, seperti mahar atau jujuran serta prosesi penyelenggaraan pesta pernikahan. Hal tersebut disampaikan oleh penasehat organisasi Orahua Nono Niha Bandar Serbalawan.


(18)

“…kalau berbicara tentang perbedaan, suku Nias sama Batak Toba

bedanya itu pada pelaksanaan adat pernikahannya dan juga tarombo

yang dimiliki suku Nias cukup berbeda dengan Batak Toba.”

(Komunikasi personal, 2014)

Namun dari kedua perbedaan tersebut adat penyelenggaraan pernikahan menjadi sebuah perbedaan yang mencolok. Sistem kekerabatan dan kerjasama masyarakat suku Nias memang cukup menonjol, sehingga pada saat menyelenggarakan pesta pernikahan sudah seperti sebuah keharusan bagi mereka menyembelih babi dengan jumlah banyak sebagai mahar atau jujuran untuk menghormati mempelai wanita dan para keluarganya, tetua adat serta masyarakat.

“…orang Nias udah terkenal dengan maharnya, semakin banyak babi

yang dipotong semakin dihormati dan dihargailah calon istrinya.”

(Komunikasi Personal, 2014)

Sementara pada masyarakat suku Batak Toba penyelenggaraan adat pernikahan tidak terlalu berfokus pada jumlah pembayaran mahar untuk calon mempelai perempuan seperti adat suku Nias, namun lebih kepada pelaksanaan prosesi adat “tor-tor” atau tarian sebagai bentuk penghormatan kepada kedua mempelai dan keluarganya. Hal tersebut disampaikan oleh seorang tetua adat “raja

parhata” sebuah organisasi di Kabupaten Simalungun.

“…Batak Toba dan Nias itu cukup beda dalam adat pernikahan. Kalau orang Nias banyak-banyak dipotong babi untuk menghormati keluarga, tapi Batak Toba pakai tor-tornya itulah keluarga akan merasa sangat

dihormati”

(Komunikasi Personal, 2014)


(19)

Perbedaan adat pernikahan suku Batak Toba dan suku Nias tersebut terletak pada cara pelaksanaannya, namun untuk makna yang terkandung didalam adat tersebut memiliki persamaan, yaitu sama-sama sebagai bentuk penghormatan dan menghargai mempelai berserta keluarganya. Begitu juga halnya dengan

tarombo”, meskipun istilah yang digunakan untuk memanggil para sanak-saudara berbeda tetapi masyarakat suku Batak Toba dan suku Nias saling menunjukkan adanya rasa hormat kepada para keluarga. Komponen-komponen budaya lainnya seperti agama, strata sosial, penggunaan bahasa, bahkan pada kebiasaan dalam bersosialisasi juga memiliki perbedaan. Namun perbedaan tersebut tidak menjadi sebuah penghalang bagi individu dari kedua kelompok budaya yang berbeda untuk bisa hidup berdampingan dengan damai. Mereka saling menghormati dan menghargai budaya yang dimiliki oleh kelompok budaya lainnya.

Hal tersebut dapat terjadi karena dibalik perbedaan ada juga persamaan yang terjadi dalam aktifitas sehari-hari. Seperti penggunaan bahasa Indonesia saat individu suku Batak Toba berkomunikasi dengan individu dari suku Nias, begitu juga sebaliknya. Selain itu juga adanya persamaan pada agama yang dianut menciptakan sebuah interaksi saat melakukan kegiatan kerohanian (pergi ibadah ke Gereja dan ikut serta dalam organisasi Gereja). Ketika mengadakan sebuah acara tertentu seperti acara pernikahan dan meninggal dunia, dengan mayoritas beragama Kristen masyarakat suku Batak Toba dan suku Nias tetap menyediakan acara tersendiri bagi masyarakat yang non-Kristen untuk menghargai dan menghormati perbedaan yang dimiliki tersebut (hasil observasi lapangan peneliti).


(20)

Upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat suku Nias maupun suku Batak Toba untuk menciptakan sebuah hubungan baik adalah melakukan sebuah penilaian terhadap komponen budaya yang dimiliki dengan komponen budaya yang dimiliki oleh kelompok lain. Sehingga ketika terjadi kesesuaian dari persamaan dalam komponen budaya maka kelompok budaya yang berbeda akan membangun sebuah kontak dan hubungan sosial. Persepsi kongruensi budaya juga akan membantu dalam meminimalisir kemungkinan timbulnya kesalahpahaman ketika melakukan kontak antar kelompok.

Kontak yang terjadi antar kelompok budaya berbeda dapat bersifat positif atau negatif, dikarakteristikkan dengan keharmonisan atau konflik di antara kelompok yang bersangkutan (Bourhis, Montreuil, Barrete, & Montaruli, 2009). Kesalahpahaman yang mungkin cenderung akan terjadi pada masyarakat suku Nias dan suku Batak Toba adalah ketika individu-individu baik dari suku Nias maupun suku Batak Toba sangat sering berinteraksi menggunakan bahasa aslinya maka masyarakat dari suku lain (Batak Toba dan Nias) sulit untuk bisa mengerti dan memahami apa yang sedang dibicarakan sehingga akan cenderung merasa terabaikan. Berawal dari sebuah kesalahpahaman pada akhirnya bisa memicu munculnya sebuah konflik ataupun hal negatif lainnya yang tidak diinginkan oleh masyarakat.

Sejauh ini memang belum pernah ada kesalapahaman, konflik ataupun hal buruk lainnya yang secara besar-besaran terjadi pada masyarakat suku Batak Toba di Kabupaten Simalungun karena keberadaan kelompok budaya yang berbeda, terutama karena keberadaan kelompok suku Nias. Namun, tidak menutup


(21)

kemungkinan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ketika kelompok-kelompok budaya tersebut belum secara sadar saling melakukan penilaian terhadap komponen budaya yang dimiliki. Semakin kita menyadari ada persamaaan atau perbedaaan dalam komponen budaya yang dimiliki akan membantu dan menentukan terjadinya sebuah interaksi. Asumsi bahwa persepsi kongruensi budaya antara kelompok yang berbeda (suku Batak Toba dan suku Nias) memiliki hubungan dengan terbentuknya sebuah kontak antar kelompok (intergroup contact) akan dibuktikan kebenarannya melalui penelitian ini.

B. Urgensi Penelitian

Hampir semua negara dapat dikatakan beragam dalam hal budaya. Tidak ada negara yang terdiri hanya dari satu budaya, satu bahasa dan satu identitas saja, oleh karena di setiap negara plural sudah pasti akan melalui proses adaptasi terlebih dahulu sebelum akhirnya melakukan kontak atau interaksi dan hubungan antar dua atau lebih kelompok budaya yang berbeda. Kontak antar kelompok itu sendiri perlu melibatkan suatu penilaian kongruensi budaya melalui komponen budaya yang dimiliki oleh masing-masing kelompok. Penilaian kongruensi tersebut dilakukan untuk melihat bagaimana kesesuaian budaya yang terjadi pada kelompok budaya yang berbeda.

Sehingga dibutuhkan penelitian dan kajian lebih lanjut untuk memahami bagaimana persepsi kongruensi budaya menentukan apakah akan terjadi sebuah kontak atau interaksi dengan masyarakat yang berbeda budaya.


(22)

Maka topik ini penting untuk diteliti karena hasil dari penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penilaian kongruensi budaya pada masyarakat dalam proses interaksi di antara kelompok budaya yang berbeda tersebut.

C. Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: Adakah hubungan antara persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact. Apakah akan terjadi kontak di antara kelompok budaya yang berbeda ketika individu dari masing-masing kelompok melakukan sebuah penilaian terhadap komponen budaya yang dimiliki.

E. Manfaaat Penelitian

1. Secara teoritis, peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan yang berarti terhadap kemajuan ilmu pengetahuan terutama yang termuat dalam ruang lingkup masalah, khususnya di bidang Psikologi Sosial yang menyangkut hubungan antara persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact.


(23)

2. Secara praktis, dengan penelitian ini diharapkan individu dapat melakukan persepsi kongruensi budaya terhadap komponen-komponen budaya yang dimilikinya oleh budaya lain sehingga akan membantu dalam menciptakan sebuah hubungan sosial yang bersifat positif.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bab I Pendahuluan, yang menguraikan latar belakang masalah, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab II Ladasan Teori, menguraikan teori-teori yang dipakai sehubungan dengan permasalahan yang dibahas yaitu tentang persepsi kongruensi budaya dan intergroup contact serta mengemukakan hipotesa sebagai dugaan sementara terhadap masalah penelitian.

3. Bab III Metode Penelitian, menguraikan variabel penelitian, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, uji daya beda item dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil penelitian.

4. Bab IV Analisa Data dan Pembahasan, menguraikan secara singkat hasil yang diperoleh dari penelitian, interpretasi data dan pembahasan.

5. Bab V Kesimpulan dan Saran, menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Intergroup Contact

1. Pengertian Intergroup Contact

Kontak antarkelompok pertama kali dikemukakan oleh Allport (1954), yang menyatakan bahwa efek positif dari kontak antarkelompok terjadi dalam situasi kontak yang ditandai dengan empat kondisi yaitu, memiliki status yang sama, adanya kerjasama antarkelompok, memiliki tujuan bersama, dan adanya dukungan oleh otoritas sosial dan kelembagaan. Mempertimbangkan penjelasan tersebut maka kami mendefinisikan intergroup contact sebagai situasi atau kondisi yang terjadi diantara anggota-anggota dari dua kelompok berbeda atau lebih saling melakukan interaksi ketika berada pada lingkungan yang sama.

Interaksi atau kontak antarkelompok yang terjadi diantara anggota-angoota kelompok budaya yang berbeda tersebut akan menimbulkan efek positif terhadap hubungan sosialnya. Efek positif yang terjadi ditandai dalam situasi ketika setiap anggota kelompok menyadari bahwa dia memiliki status yang sama sebagai seorang individu yang berasal dari kelompok budaya tertentu. Setiap anggota adalah bagian dari kelompok budayanya bukan budaya lain. Anggota kelompok dari budaya yang berbeda akan menjalin kerjasama dan saling bekerjasama untuk menciptakan sebuah hubungan yang baik. Pada dasarnya dua atau lebih kelompok budaya yang berbeda akan memiliki sebuah tujuan yang sama, yaitu bersama-sama menjalin interaksi dan kontak untuk menciptakan hubungan sosial dalam lingkungannya.


(25)

2. Karakteristik Intergroup Contact

Kontak antarkelompok yang terjadi akan menimbulkan efek-efek positif bagi para anggota-anggota dari setiap kelompok yang terlibat. Adapun kondisi yang menjadi sebuah pertimbangan ketika akan menjalin sebuah kontak atau interaksi antarkelompok adaah sebagai berikut:

a. Equal Status: anggota memiliki status yang tidak sama, ada sebuah hubungan yang hirarkis.

b. Cooperation: anggota harus saling bekerja sama dalam lingkungan non-kompetitif.

c. Common Goals: anggota harus saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

d. Support by Social and Institutional Authorities: tidak boleh ada otoritas sosial atau kelembagaan yang secara eksplisit maupun implisit, dan harus ada otoritas yang mendukung kontak positif.

Berdasarkan keempat karakteristik tersebut dalam penelitian ini kami lebih berfokus untuk menggunakan satu diantaranya saja, yaitu cooperation. Dalam sebuah interaksi yang terjadi pada kelompok budaya yang berbeda karakteristik tersebut lebih jelas terlihat dan lebih memungkinkan terjadi di lingkungan masyarakat. Sehingga akan lebih mempermudah kami saat melakukan penelitian dan dalam pembuatan serta penyusunan skala yang akan digunakan untuk mengambil data yang diperlukan dalam penelitian ini.


(26)

B. Persepsi Kongruensi Budaya

1. Pengertian Persepsi Kongruensi Budaya

Persepsi merupakan proses pengelolaan, pengorganisasian, dan pemberian makna pada stimulus yang terdapat pada lingkungan (Solso, Maclin & Maclin, 2007). Kongruensi merupakan konsistensi atau kesesuaian sistem dan komponen budaya yang ada dalam suatu lingkungan masyarakat antara budaya yang satu dengan budaya lainnya. Kongruensi yang dimaksud adalah keselarasan dalam budaya saat melakukan interaksi, bukan keseragaman di antara subkultur atau kesepakatan diantara kedua budaya (Cameron & Ettington, 1991). Budaya merupakan cara hidup sekelompok orang (meliputi nilai-nilai, norma-norma, cara pandang, dll), yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup kelompok tersebut (Berry, 1992). Adapun informasi tentang tata-tata cara hidup ini diturunkan dari satu generasi ke generasi (Matsumoto, 2008).

Mempertimbangkan definisi-definisi ini, kami mendefinisikan persepsi kongruensi budaya sebagai proses pengelolaan, pengorganisasian, dan pengintepretasian kesesuaian tata cara hidup satu budaya dengan budaya lainnya.

2. Dimensi yang Membentuk Persepsi Kongruensi Budaya

Budaya dipengaruhi oleh tiga faktor (Matsumoto, 2008) yaitu faktor ekologikal, sosial, dan biologikal. Ketiga faktor tersebut dapat membentuk aspek-aspek psikologis masyarakat. Secara spesifik, faktor-faktor tersebut dapat membentuk hal-hal sebagai berikut:


(27)

a. Attitudes, evaluasi yang bersifat positif atau negatif. b. Value,nilai yang menyediakan informasi untuk bertindak. c. Beliefs,keyakinan/kepercayaan dasar tentang suatu hal d. Opinions, alasan dibalik tindakan individu dan orang lain. e. Worldviews, cara individu mempersepsikan dunia mereka. f. Norms, norma yang disepakati berdasarkan aturan.

g. Behaviors, mempunyai dan mengekspresikan emosi.

Aspek-aspek psikologis yang dijelaskan oleh Matsumoto tersebut berkontribusi terhadap bagaimana persepsi kongruensi budaya dalam masyarakat. Pada masyarakat Kabupaten Simalungun, ketujuh aspek tersebut akan memberikan kontribusi pada persepsi kongruensi budaya masyarakat mayoritas terhadap komponen budaya yang dimiliki oleh masyarakat suku Nias dan sebaliknya. Persepsi kongruensi budaya tersebut merupakan sebuah penilaian maupun penginterpretasian untuk melihat bagaimana kesesuaian dan keselarasan komponen-komponen budaya berdasarkan aspek-aspek psikologis yang telah dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Simalungun (masyarakat mayoritas dan masyarakat suku Nias).

Masyarakat mayoritas yang tinggal di daerah Kabupaten Sim alungun akan melakukan penilaian dan menginterpretasikan sudah sejauh mana aspek -aspek psikologis tersebut memiliki kongruensi dengan budaya masyarakat Nias melalui faktor sosial yang mereka miliki. Menurut Matsumoto ada beberapa faktor sosial yang mempengaruhi suatu budaya, salah satunya adalah faktor riwayat sosial budaya.


(28)

Secara garis besar riwayat sosial budaya masyarakat Nias meliputi sistem patrilineal, sistem kekerabatan dan kerjasama cukup menonjol, penggunaan huruf vocal dominan dalam kata atau kalimat (akhiran vocal), memiliki tingkatan kasta (siulu = bangsawan, siila = menteri, banuasato = rakyat biasa), tata hidup masyarakat dijalankan lembaga (fondrako), budaya owase (pesta adat untuk menaikkan derajat sosial dan kekuatan sosial yang tinggi), hombo batu (bentuk keperkasaan dan ketangguhan bagi laki-laki) dan mengutamakan prinsip gotong-royong (Koestoro dan Wiradnyana, 2007). Hal inilah yang nantinya akan membentuk karakteristik psikologis masyarakat Nias ketika berinteraksi dengan masyarakat mayoritas di Kabupaten Simalungun serta mempengaruhi persepsi masyarakat mayoritas dalam menginterpretasikan kongruensi budayanya dengan budaya masyarakat Nias, begitu juga sebaliknya akan mempengaruhi persepsi masyarakat Nias dalam menginterpretasikan dan menilai kongruensi budayanya dengan budaya masyarakat mayoritas Kabupaten Simalungun.

C. Suku Batak Toba di Kabupaten Simalungun

Suku Batak Toba adalah salah satu dari rumpun suku Batak yang memiliki jumlah marga paling banyak dibandingkan dengan marga dari s uku Batak lainnya. Keberadaan dari masyarakat suku Batak Toba sudah tersebar hamper di seluruh wilayah Indonesia, dan bahkan ada juga telah berdomisili di Negara lain diluar Negara Indonesia.


(29)

Jumlah marga yang cukup banyak dari masyarakat suku Batak Toba mengakibatkan keberadaannya bisa menjadi kelompok mayoritas atau kelompok minoritas tergantung wilayah atau daerah tempat berdomisili.

Salah satu wilayah yang menjadi lokasi berdomisilinya masyarakat suku Batak Toba adalah di daerah Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Di Kabupaten Simalungun sendiri masyarakat suku Batak Toba sudah menjadi sebuah kelompok Mayoritas dibandingakan dengan suku-suku lainnya seperti Suku Batak Karo, Batak Mandailing, Nias, jawa dan juga Tionghoa.

D. Suku Nias di Kabupaten Simalungun

Suku Nias merupakan suku yang jumlah marganya tidak begitu banyak dibandingkan dengan marga dari suku lain. Keberadaan dari masyarakat suku Nias sudah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Jumlah marga yang cukup sedikit dari masyarakat suku Nias menjadikan keberadaannya bisa sebagai kelompok mayoritas atau kelompok minoritas tergantung wilayah atau daerah tempat berdomisili.

Salah satu wilayah yang menjadi lokasi berdomisilinya masyarakat suku Nias adalah di daerah Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Di Kabupaten Simalungun sendiri masyarakat suku Nias menjadi kelompok minoritas dibandingakan dengan suku lainnya seperti Suku Batak Toba dan Batak Simalungun.


(30)

E. Evaluasi

1. Pengertian Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses penilaian yang bersifat positif dan negatif atau juga gabungan dari keduanya. Proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana suatu objek bernilai namun juga digunakan untuk membuat keputusan apakah objek tersebut memnag bernilai atau tidak (Margaret, 2011).

Mempertimbangkan definisi tersebut maka kami mendefinisikan evaluasi dalam penelitian ini sebagai proses memberikan penilaian terhadap aspek-aspek yang bersifat positif dan negatif yang dimiliki oleh kelompok budaya tertentu.

2. Aspek yang Diukur Dalam Evaluasi

Pada penilitian ini kami menggunakan dua aspek yang akan dievaluasi antara lain:

a. Kehangatan (warmth), yaitu adanya kedekatan, persahabatan dan suasana yang hangat (Lestari, 2012). Dalam penelitian ini kehangatan yang dimaksud adalah sifat-sifat kedekatan dan persahabatan yang dimiliki oleh suatu kelompok budaya.

b. Kompetensi (competence), yaitu karakteristik dari seseorang yang merupakan perpaduan dari pengetahun, keterampilan dan direfleksikan dalam kebiasaan berpikir serta bertindak yang dapat dilihat dari perilakunya (Sudarman, 2010). Dalam penelitian ini kami mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh individu dari suatu kelompok budaya.


(31)

F. Hubungan Persepsi Kongruensi Budaya dengan Intergroup Contact

Pada kelompok budaya tertentu ada hal yang membuat orang-orang akan merasa terikat erat dalam suatu sistem dan pada kelompok budaya lainnya orang-orang merasa relatif bebas untuk melakukan sesuatu (Berry, 2004). Hal tersebut bisa terjadi karena adanya faktor sosial berupa riwayat sosial budaya yang mempengaruhi dan mendukung suatu kelompok budaya sehingga pada akhirnya akan membentuk suatu karakteristik-karakteristik psikologis dalam kelompok budaya tersebut (Matsumoto, 2008).

Tujuh karakteristik psikologis tersebut akan berbeda pada setiap kelompok budaya dan ketika dua kelompok budaya yang berbeda berada di lingkungan yang sama maka perbedaan tersebut sebisa mungkin diminimalisir supaya terjalin hubungan interaksi dua arah dalam kelompok. Sebelum menentukan apakah akan menjalin sebuah hubungan interaksi maka kedua kelompok budaya yang berbeda tersebut harus saling menggunakan persepsi untuk menilai apakah ada terjadi sebuah kongruensi dan seperti apa kekongruensiaan atau kesesuaian budaya diantara kedua kelompok budaya.

Persepsi atau penilaian yang dimiliki oleh individu dapat mempengaruhi perilakunya dan perlakuannya terhadap suatu objek serta situasi lingkungannya, dengan kata lain perilaku seseorang terhadap suatu objek akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap objek tersebut (Solso, Maclin & Maclin 2007).

Persepsi seseorang terhadap kesesuaian budaya antara dua kelompok budaya berbeda diproses lebih lanjut dalam bentuk perilaku ataupun kecenderungan berperilaku untuk menjalin dan membangun sebuah hubungan


(32)

atau kontak antarakelompok. Semakin kongruensi atau sesuai komponen-komponen budaya antara dua kelompok budaya yang berbeda maka akan cenderung terjalin sebuah interaksi atau kontak antarkelompok sehingga akan terjadi kontak yang lebih tinggi dan bersifat positif. Sebaliknya, semakin tidak kongruensi atau sesuai komponen-komponen budaya antara dua kelompok budaya yang berbeda maka akan cenderung tidak terjalin sebuah interaksi atau kontak antarkelompok sehingga kontak akan akan terjadipun sangat sedikit bahkan ada kemungkinan menimbulkan interaksi atau hunbungan yang bersifat negatif.

Berdasarkan uraian tersebut, persepsi seseorang tentang kongruensi budaya berhubungan dengan bagaimana individu melakukan interaksi atau kontak untuk menciptakan sebuah hubungan diantara kelompok budaya yang berbeda sebagai sebuah wujud interaksi untuk bertahan di lingkungan sosial.

G. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini adalah: Ada hubungan antara persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact. Semakin kongruensi atau sesuai komponen-komponen budaya antara dua kelompok budaya yang berbeda maka akan cenderung terjalin sebuah interaksi atau kontak antarkelompok. Sebaliknya, semakin tidak kongruensi atau sesuai komponen-komponen budaya antara dua kelompok budaya yang berbeda maka akan cenderung tidak terjalin sebuah interaksi atau kontak antarkelompok.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel (Azwar, 2012). Penelitian korelasional merupakan jenis penelitian yang dirancang untuk mengukur dan menggambarkan hubungan antara dua variabel tanpa menjelaskan penyebab hubungan tersebut. Variabel yang akan diuji korelasinya adalah Persepsi Kongruensi Budaya dan Intergroup Contact.

A. Identifikasi Variabel

Identifikasi variabel penelitian merupakan langkah penetapan variabel-variabel utama yang menjadi fokus dalam penelitian serta penentuan fungsinya masing-masing (Azwar, 2010). Adapun variabel yang terlibat dalam penelitian ini, antara lain:

1. Variabel Tergantung (dependent variable): Intergroup contact 2. Variabel Bebas (independet variable): Persepsi Kongruensi Budaya


(34)

H. Definisi Operasional 1. Intergroup Contact

Intergroup Contact merupakan situasi yang terjadi ketika anggota-anggota dari dua atau lebih kelompok berbeda saling menjalin sebuah interaksi, seperti masyarakat suku Batak Toba dengan masyarakat suku Nias menjalin sebuah interaksi dan menciptakan hubungan sosial di lingkungan Kabupaten Simalungun. Aspek yang digunakan dalam penyusunan skala intergroup contact ini hanya menggunakan satu karakteristik kondisi pendukung yang diungkapkan oleh Allport, yakni Cooperation. Berdasarkan keempat karakteristik yang ada, dalam penelitian ini kami hanya menggunakan satu diantaranya saja karena dalam sebuah interaksi yang terjadi pada kelompok budaya yang berbeda kedua karakteristik tersebut lebih jelas terlihat dan lebih memungkinkan terjadi di lingkungan masyarakat. Sehingga akan lebih mempermudah kami dalam proses pembuatan serta penyusunan skala yang akan digunakan untuk mengambil data yang diperlukan dalam penelitian ini. Sehingga data yang akhirnya akan digunakan bisa memberikan hasil yang baik dan akurat sesuai dengan kondisi di lapangan yang didapat dari para subyek penelitian yang ikut berpartisipasi dalam mengisi skala penelitian.


(35)

2. Persepsi Kongruensi Budaya

Persepsi Kongruensi Budaya merupakan kemampuan seseorang untuk menginterpretasikan kesesuaian budaya antara dua kelompok budaya yang berbeda, seperti menginterpretasikan kesesuaian norma, adat-istiadat, nila-nilai, kebiasaan, sistem kepercayaan, bahasa, dan kesenian suku Batak Toba dengan masyarakat suku Nias di Kabupaten Simalungun.

Aspek yang digunakan dalam penyusunan skala persepsi kongruensi budaya adalah karakteristik psikologis yang diungkapkan oleh Matsumoto, yakni:

a. Attitudes b. Value c. Beliefs d. Opinions e. Worldviews f. Norms g. Behaviors

I. Populasi Dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah seluruh penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama. Populasi memiliki karakteristik yang dapat diperkirakan dan diklasifikasikan sesuai dengan keperluan penelitian. Sedangkan sampel merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang diambil dari suatu populasi dan diteliti secara rinci (Hadi, 2000).


(36)

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat suku Batak Toba yang berdomisili di daerah Kabupaten Simalungun.

Karakteristik dari sampel yang akan diteliti adalah :

a) Masyarakat suku Batk Toba yang berdomisili di Kabupaten Simalungun b) Berusia 17 tahun – 60 tahun

Jumlah partisipan dalam penelitian ini sebanyak 100 orang.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Azwar (2010) menyatakan bahwa pengambilan sampel bertujuan untuk menggeneralisasikan sampel dan menarik kesimpulan sampel sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi. Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan sebagai penalaah, dengan harapan sampel tersebut dapat mewakili (representative) terhadap populasinya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik non-random sampling, yaitu incidental sampling. Hadi (2000) menyatakan bahwa incidental sampling biasa digunakan pada penelitian-penelitian sosial, dimana hanya individu-individu dalam populasi yang dijumpai atau di tempat-tempat yang individu dari populasi mudah untuk ditemukan saja yang dijadikan sebagai sampel penelitian.

Secara tradisional, statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak (Azwar, 2010). Maka dalam penelitian ini sampel yang digunakan sebanyak 100 orang masyarakat suku Batak Toba yang berdomisili di Kabupaten Simalungun.


(37)

D. Metode Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala psikologi. Skala psikologi merupakan suatu alat yang digunakan dalam suatu penelitian dengan menggunakan daftar pernyataan yang telah disusun sebagai stimulus yang secara tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur dengan mengungkap indikator perilaku berupa aitem-aitem pertanyaan atau pernyataan dari atribut yang bersangkutan (Azwar, 2010).

Skala psikologi merupakan suatu daftar yang berisi sejumlah pertanyaan yang diberikan kepada subjek agar dapat mengungkapkan kondisi-kondisi yang ingin diketahui. Masing-masing skala disusun dengan menggunakan skala model Force Choice. Skala terdiri dari dua pilihan jawaban, yakni setuju dan tidak setuju. Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable (mendukung) dan unfavourable (tidak mendukung). Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu setuju = 1 dan tidak setuju = 0, sedangkan untuk bobot pernyataan unfavorabel yaitu setuju = 0 dan tidak setuju = 1.

1. Skala Intergroup Contact

Pengambilan data intergroup contact dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala intergroup contact yang disusun dengan format Forced Choice, memiliki rentang nilai dari 0 sampai 1 (0 = tidak sesuai dan 1 = sesuai). Jadi, semakin tinggi skor partisipan pada pengukuran intergroup contact maka semakin tinggi kecenderungan untuk melakukan kontak atau interaksi.


(38)

Skala ini berisikan 10 aitem dengan 5 aitem favorable dan 5 aitem unfavorable yang mengacu pada satu karakteristik berdasarkan teori mengenai karakteristik-karakteristik intergroup contact dari Allport (1954).

Tabel 1

Blue PrintSkala Intergroup Contact

No Aspek

Pernyataan

Jumlah

favorable unfavorable

1 Cooperation 1, 2, 4, 5, 9 3, 6, 7, 8, 20 10

Jumlah 5 5 10

2. Skala Persepsi Kongruensi Budaya

Pengambilan data mengenai persepsi kongruensi budaya masyarakat suku Batak Toba terhadap masyarakat suku Nias yang berdomisili di Kabupaten Simalungun dilakukan dengan menggunakan skala persepsi kongruensi budaya yang disusun dengan format format Forced Choice. Skala ini berisikan 10 aitem dengan mengacu kepada karakteristik psikologis yang diungkapkan oleh Matsumoto (2008). Skala ini memiliki rentang nilai dari 0 sampai 1 (0 = tidak sesuai dan 1 = sesuai). Jadi, semakin tinggi skor partisipan pada pengukuran persepsi kongruensi budaya maka semakin tinggi derajat persepsi kongruensi budaya yang ia miliki.


(39)

Tabel 2

Blue Print Skala Persepsi Kongruensi Budaya

No Aspek Aitem Jumlah

1 Attitudes 4 dan 7 2

2 Values 2 1

3 Beliefs 1 dan 5 2

4 Opinions 10 1

5 Worldviews 9 1

6 Norms 3 1

7 Behaviors 6 dan 8 2

Jumlah 10 10

3. Skala Evaluasi

Pengambilan data mengenai evaluasi masyarakat suku Batak Toba terhadap masyarakat suku Nias yang berdomisili di Kabupaten Simalungun dilakukan dengan menggunakan skala evaluasi yang disusun dengan format format Forced Choice. Skala ini berisikan 18 yang teriri dari dua aspek, yaitu warmt (kehangatan) dan competence (kompetensi). Skala ini memiliki rentang nilai dari 0 sampai 1 (0 = tidak sesuai dan 1 = sesuai). Jadi, semakin tinggi skor partisipan pada pengukuran aspek warmth persepsi maka semakin tinggi derajat kehangatan yang dimiliki oleh masyarakat suku Nias sementara jika semakin tinggi skor pada aspek competence makan semakin tinggi derajat kompetensi yang dimiliki masyarakat suku Nias.


(40)

Tabel 3

Blue Print Skala Evaluasi No Aspek

Pernyataan

Jumlah

favorable unfavorable

1 Warmth

3, 4, 5, 6, 9, 11, 12, 13,

1, 2, 7, 8, 10, 13

2 Competence 14, 15, 16, 17, 18 - 5

Jumlah 13 5 18

E. Uji Coba Alat Ukur

Menurut Azwar (2010) tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran.

1. Validitas Alat Ukur

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur yang valid tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.

Pendekatan terhadap validitas alat ukur dilakukan dengan menyusun terlebih dahulu operasional aspek-aspek pengukuran yang tepat dalam blue-print. Penelitian ini menggunakan face validity dan content validity. Face validity adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada


(41)

penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur, maka dapat dikatakan bahwa face validity telah terpenuhi. Content validity berkaitan dengan item-item alat ukur sesuai dengan apa yang akan di ukur. Content validity diperoleh melalui pendapat profesional dari dosen pembimbing dan dosen yang memiliki kompetensi dalam bidang yang hendak diteliti (Azwar, 2010).

2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menurut Hadi (2000) reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi item-item yang dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2010). Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal (Internal consistency) di mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek.

Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan memiliki efisiensi yang tinggi (Azwar, 2010). Teknik yang digunakan untuk pengukuran reliabilitas alat ukur penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha Cronbach. Untuk menguji reliabilitas ini menggunakan bantuan program SPSS versi 17.0 for Windows.


(42)

Batasan penerimaan reliabilitas dianggap memuaskan apabila koefisiennya mencapai minimal 0,5 (Azwar, 2010).

Tabel 4

Reliabilitas Alat Ukur

Alat ukur Koefisien alpha

Intergroup Contact 0,78

Persepsi Kongruensi Budaya 0, 76 Intergroup Contact dan

Persepsi Kongruensi Budaya 0,82

Evaluasi 0,88

Tabel 5

Blue Print Skala Intergroup Contact Setelah Uji Reliabilitas

No Aspek Pernyataan Jumlah

Favorable unfavorable

1 Cooperation 1, 2, 4, 5, 9 3, 6, 7, 8, 10 10

Jumlah 5 5 10

Tabel 6

Blue Print Skala Persepsi Kongruensi Budaya Setelah Uji Reliabilitas

No Aspek Aitem Jumlah

1 Attitudes 4 dan 7 2

2 Values 2 1

3 Beliefs 1 dan 5 2

4 Opinions 10 1

5 Worldviews 9 1

6 Norms 3 1

7 Behaviors 6 dan 8 2


(43)

Tabel 7

Blue Print Skala Evaluasi Setelah Uji Reliabilitas No Aspek

Pernyataan

Jumlah

favorable Unfavorable

1 Warmth

3, 4, 5, 6, 9, 11, 12, 13,

1, 2, 7, 8, 10, 13

2 Competence 14, 15, 16, 17, 18 - 5

Jumlah 13 5 18

3. Uji Daya Beda Item

Uji daya beda butir pernyataan untuk melihat sejauh mana butir pernyataan mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis butir pernyataan ini adalah dengan memilih butir-butir pernyataan yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih butir pernyataan yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2010). Pengujian daya beda butir pernyataan ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap butir pernyataan dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment.

Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total yang dikenal dengan indeks daya beda butir pernyataan (Azwar, 2010). Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien


(44)

korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2000). Batasan nilai indeks daya beda item dalam penelitian ini adalah 0,3 sehingga setiap item yang memiliki

harga kritik ≥ 0,3 sajalah yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.

F. Metode Analisis Data

Azwar (2000) menyatakan bahwa pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik korelasi Regresi Sederhana dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS for windows 17.0 version, karena peneliti Ingin melihat apakah ada hubungan antara persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact.

Data dalam penelitian akan dianalisa dengan analisa statistik dengan alasan analisa statistik bekerja dengan angka – angka, bersifat objektif dan universal. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa regresi. Sebelum dilakukan analisa data terlebih dahulu dilakukan uji asumsi terhadap hasil penelitian yang meliputi uji normalitas, yaitu:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas sebaran dimaksudkan untuk menguji apakah data yang dianalisis sudah terdistribusi sesuai dengan prinsip–prinsip distribusi normal agar dapat digeneralisasikan pada populasi. Uji normalitas sebaran pada penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa data semua variabel yang berupa skor–skor yang diperoleh dari hasil penelitian


(45)

tersebar sesuai dengan kaidah normal. Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program computer SPSS 17.0.

G. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian ini memiliki prosedur yang terdiri dari tiga tahap, antara lain:

1. Tahap Persiapan

Persiapan penelitian dilakukan peneliti dengan: a. Pembuatan alat ukur

Alat ukur dibuat oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan sebelumnya. Ada dua buah skala yang dibuat yakni skala intergroup contact, dan skala persepsi kongruensi budaya. Masing-masing skala terdiri dari 10 aitem yang dibentuk seperti sebuah buku untuk memudahkan subjek penelitian memberikan jawabannya.

b. Uji coba alat ukur

Uji coba alat ukur melibatkan masyarakat yang berdomisili di daerah Kabupaten Simalungun. Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat validitas dan reliabilitas skala intergroup contact dan skala persepsi kongruensi budaya.

c. Revisi alat ukur

Setelah melakukan uji coba alat ukur, peneliti menguji daya beda aitem, validitas dan reliabilitas kedua skala dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS version 17.0 for Windows. Aitem


(46)

yang digunakan untuk pengambilan data adalah aitem yang memiliki

daya diskriminasi ≥ 0.3. Setelah diketahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi validitas dan reliabilitasnya, peneliti mengambil aitem-aitem yang sesuai untuk dijadikan aitem-aitem-aitem-aitem dalam skala.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah dilakukan uji coba dan revisi, maka dilaksanakan penelitian. Sebelum menyebarkan skala, peneliti mencari subyek penelitian yang sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan sebelumnya. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan memberikan alat ukur kepada 100 orang masyarakat suku Batak Toba yang berdomisili di daerah Kabupaten Simalungun. Penyebaran dilakukan dibeberapa tempat di daerah Kabupaten Simalungun agar penyebaran skala lebih luas serta merata, peneliti langsung menjumpai partisipan penelitian dan meminta kesediaan untuk mengisi alat ukur tersebut.

3. Tahap Pengolahan

Setelah melewati proses penyebaran skala dalam batas waktu tertentu yanag telah dilakukan oleh peneliti maka diperoleh data dari masing-masing subyek penelitian. Selanjutnya untuk melakukan pengolahan data selanjutnya akan diolah dengan menggunakan paket aplikasi SPSS for windows 17.0 version.


(47)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan dengan analisis dan interpretasi data penelitian, hasil utama penelitian serta hasil tambahan penelitian.

A. Analisa Data

1. Gambaran Umum Partisipan Penelitian

Partisipan dalam penelitian ini merupakan masyarakat suku Batak Toba yang berdomisili di daerah Kabupaten Simalungun. Partisipan berada pada rentang usia dari 14 tahun sampai dengan 66 tahun. Sebagian besar berada pada usia 40 tahun. Berikut ini merupakan rincian subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, dan pekerjaan.

Tabel 8

Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 47 47 %

Perempuan 53 53 %

Total 100 100 %

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 47 orang (47%) dan perempuan sebanyak 53 orang (53%).


(48)

Tabel 9

Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persentase (%)

14 – 20 tahun 11 11 %

21 – 40 tahun 38 38 %

41 – 60 tahun 44 44 %

61 – 70 tahun 7 7 %

Total 100 100 %

Berdasarkan usia, subjek penelitian dapat dikelompokkan menjadi empat menurut perkembangan usia Hurlock (2004) yaitu remaja (14-20 tahun), dewasa awal (21-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun) dan dewasa akhir (61-70 tahun). Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jumlah partisipan yang paling banyak adalah yang berusia antara 41– 60 tahun, yaitu sebanyak 44 orang (44%). Sedangkan partisipan yang paling sedikit adalah yang berusia diantara 61 – 70 tahun, yaitu sebanyak 7 orang (7%).

Tabel 10

Gambaran Subjek Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

PNS 23 23 %

Karyawan 20 20 %

Petani 16 16 %

Wiraswasta 19 19 %

Mahasiswa 12 12 %

Dll 10 10 %


(49)

2. Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua variabel terdistribusi secara normal. Data diuji menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov. Kaidah normal yang digunakan adalah jika p > 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Field, 2009). Hasil uji normalitas dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 11

Hasil Uji Normalitas Variabel Persepsi Kongruensi Budaya dan Intergroup Contact

Intergroup Contact

Persepsi

N 100 100

Normal Parametersa,,b Mean

4.60 5.66

Std. Deviation 2.712 2.293

Most Extreme .129 .099

Differences Positive .091 .095 Negative -.129 -.099

Kolmogorov-Smirnov Z 1.286 .989

Asymp. Sig. (2-tailed) .073 .282

Berdasarkan data diatas diketahui hasil uji normalitas terhadap variabel intergroup contact diperoleh nilai Z = 1,286 dan p = 0,073. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai p (0,073) > 0,05 maka data dari variabel intergroup contact terdistribusi secara normal. Hasil uji normalitas terhadap variabel persepsi kongruensi budaya diperoleh nilai Z = 0,989 dan p = 0,282. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai p (0,282) > 0,05 maka data dari variabel persepsi kongruensi budaya distribusi secara normal.


(50)

3. Hasil Utama Penelitian

Hubungan Persepsi Kongruensi Budaya dan Intergroup Contact

Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian korelasi dengan menggunakan teknik Pearson Product Momen dengan bantuan SPSS version 17.0 for windows, diperoleh hasil r = 0.388 dan p = 0.000 (p < 0.01) , yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact.

Tabel 12

Hasil Analisis Korelasi antara Variabel Persepsi Kongruensi Budaya dan Intergroup Contact

Intergroup Contact

Persepsi Kongruensi Budaya

Pearson Correlation .388** Sig. (2-tailed) .000

N 100

4. Hasil Tambahan Penelitian

Evaluasi Aspek Warmth dan Competence Tabel 13

Gambaran Evaluasi Aspek Warmth dan Competence

Evaluasi

Aspek Persentase (%)

Warmth Competence Warmth Competence

Sesuai 70 77 70 % 77 %

Tidak Sesuai 30 23 30 % 23 %


(51)

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel diperoleh hasil bahwa dari 100 orang subjek, 70% masyarakat suku Batak Toba mengevaluasi masyarakat suku Nias sebagai kelompok yang memiliki kehangatan dan 77% masyarakat suku Batak Toba mengevaluasi masyarakat suku Nias sebagai kelompok yang memiliki kompetensi.

Sehinngga dapat disimpulkan bahwa hampir secara keseluruhan para partisipan dalam penelitian ini mengevaluasi atau menilai masyarakat suku Nias secara positif sebagai kelompok yang memiliki kehangatan dan berkompetensi.

B. Pembahasan

Di dalam penelitian ini peneliti memeriksa peran dari persepsi kongruensi budaya terhadap intergroup contact. Bagaimana persepsi kongruensi budaya yang dilakukan oleh kelompok mayoritas yaitu masyarakat suku Batak Toba terhadap kelompok minoritas yaitu masyarakat suku Nias sehingga mendorong terjadinya kontak atau interaksi. Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact.

Semakin seseorang mempersepsikan komponen budaya yang dimilikinya sesuai dengan budaya lain maka individu tersebut akan cenderung melakukan kontak dengan individu yang berasal dari kelompok budaya yang berbeda tersebut. Sebaliknya, jika seseorang mempersepsikan komponen budaya yang dimilikinya tidak sesuai dengan budaya lainnya maka individu tersebut akan cenderung tidak melakukan kontak dengan individu yang berasal dari kelompok budaya yang berbeda tersebut.


(52)

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ada hubungan antara persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact. Persepsi kongruensi yang dimiliki oleh individu akan mendorongnya untuk melakukan kontak karena pada dasarnya seseorang akan lebih tertarik untuk memulai interaksi ketika memiliki sebuah penilaian bahwa ada kesamaan diantara mereka, sehingga akan memudahkan dan memungkinkan untuk menjalin sebuah hubungan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukankan oleh Vaughan (2002), bahwa ketika semakin dianggap kongruen suatu budaya maka akan semakin ingin individu dari kelompok budaya tersebut untuk menjalin kontak dengan individu dari budaya lain yang memiliki kesesuai dalam komponen budaya.

Dalam hidup bermasyarakat kesadaran akan pemahaman terhadap budaya yang dimiliki membantu seorang individu lebih mudah beradaptasi dengan kelompok budaya lain dan akan meminimalisir terjadinya prasangka. Melakukan penilaian seperti apakah persamaan dan perbedaan antara komponen budaya yang kita miliki dengan komponen budaya kelompok lain. Terutama ketika berada dalam lingkungan yang berdampingan dengan banyak kelompok budaya yang berbeda-beda, harus benar-benar bisa menumbuhkan pemahaman terhadap budaya agar bisa melakukan sebuah penilaian kesesuaian budaya. Sehingga dengan mudah akan menentukan bagaimana cara beradaptasi dan berinteraksi sampai akhirnya menjalin serta menciptakan sebuah hubungan sosial yang aman, damai, tentram dan harmonis (Bourhis, 2009). Karena pada dasarnya sebuah perbedaan akan menjadi lebih indah ketika kita melihat adanya persamaan untuk dijaga dan dijadikan sebuah pondasi dalam hidup bermasyarakat.


(53)

Selain penilaian dalam komponen budaya, melakukan evaluasi terhadap sifat-sifat yang dimiliki oleh individu dari kelompok budaya yang berbeda juga memberikan informasi tentang bagaimana sifat positif dan negatif budaya tersebut. Evaluasi yang dilakukan juga akan membantu ketika hendak memulai interaksi dengan anggota kelompok budaya yang berbeda. Semakin kita memiliki evaluasi yang positif terhadap sifat dan karakteristik individu-individu dari budaya yang berbeda maka kita dapat membuat suatu keputusan untuk berinteraksi (Burn, 2004). Ketika kita mengevaluasi secara positif kelompok budaya tertentu sebagai kelompok yang memiliki kehangatan maka kita akan lebih mudah dalam menjalin sebuah kontak, nyaman saat berinteraksi dan tidak takut ditolak oleh kelompok tersebut. Begitu juga ketika kita mengevalusi individu-individu dari kelompok budaya tertentu memiliki kompetensi dalam pengetahuan dan keterampilan maka kita akan merasa bahwa kelompok tersebut dapat diajak untuk bekerja sama dalam suatu kegiatan (Kenrick, 2010).


(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh oleh peneliti tentang hubungan persepsi kongruensi budaya dengan intergroup contact, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Persepsi akan kongruensi budaya memiliki hubungan yang signifikan dengan intergroup contact yang dilakukan oleh individu-individu yang berasal dari kelompok budaya yang berbeda.

2. Individu yang mempersepsikan bahwa komponen-komponen budaya yang mereka miliki sesuai atau kongruensi dengan budaya lain maka individu tersebut cenderung menjalin interaksi atau kontak antarkelompok dengan individu yang berasal dari budaya yang berbeda tersebut.

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti dapat memberikan saran agar penelitian ini dapat berguna bagi penelitian lanjutan mengenai persepsi kongruensi budaya dan interegroup contact. Adapun beberapa sarannya antara lain:


(55)

1. Saran Metodologis

1) Karena peneliti menggunakan skala tambahan yang hasilnya tidak digunakan secara keseluruhan, sebaiknya untuk penelitian lebih lanjut dapat digunakan dan dijadikan sebagai skala utama agar memperoleh data yang lebih dan menemukan hasil yang berbeda dari penelitian ini.

2) Kurang komprehensifnya teori yang peneliti gunakan, sehingga perlu dilakukan penelitian-penelitian lebih lanjut mengenai intergroup contact demi mendapatkan hasil penelitian yang lebih komprehensif.

2. Saran Praktis

1) Dalam proses penyesuian budaya antara kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas dan sebaliknya, maka perlu dilakukan sebuah penilaian terhadap komponen-komponen yang dimiliki oleh budayanya sendiri dengan budaya yang dimiliki oleh kelompok lain. 2) Untuk membantu proses penilaian, sebaiknya setiap individu harus

mengenal dan memahami budayanya agar lebih mudah dalam mempersepsikan apakah budayanya kongruen atau tidak kongruen dengan budaya lain.

3) Agar persepsi negatif terhadap kelompok budaya yang berbeda dapat berkurang dan untuk menghindari terjadinya konflik maka persepsi kongruensi budaya perlu dilakukan serta kontak perlu dijaga.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. _______. (2010). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

_______. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Berry, J.W., Segall, M.H., & Kagitcibasi, C. (1992). Handbook of Cross-Cultural

Psychology: Social Behavior and Application Volume 3 (2nd ed). United State of America: Allyn & Bacon.

Berry, J.W., Poortinga, Y.H., & Pandey, J. (1999). Handbook of Cross-Cultural Psychology: Theory and Method Volume 1 (2nd ed). United State of America: Allyn & Bacon.

Bourhis, R.Y., Barrette, G,. El-Geledi, S., & Schmidt, R. (2009). Acculturation orientations and social relations between immigrant and host community members in California. Journal of Cross-Cultural Psychology, 40 (3), 443-467.

Bourhis, Y.R., Montreuil, A., Barrette, G., & Montaruli, E. (2009). Acculturation and Immigrant-Host Community Relations in Multicultural Settings. Dalam S. Demoulin, J.P. Leyens, & J.F. Dovidio, Intergroup misunderstandings: Impact of divergent social realities; Part. 1. Overarching phenomena (hal. 39-61). New York: Psychology Press. Burn, Shawn.M (2004). Groups: Theory and Practice. Canada: Thomson

Wadsworth

Cameron, K.S., & Freemen, S.J. (1991). Cultural congruence, strength, and type: Relationships to effectivesness. Research in Organizational Change and Development, 5, 23-55.

Danim, Sudarman. (2010). Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi. Bandung: Alfabeta Bandung

Everett, Jim.A (2013, 15 Februari), Intergroup Contact Theory: Past, Present, and Future, 17, 2.


(57)

Garliah, L., Irmawati., Widiyanta A., dkk (2008). Pedoman Penulisan Skripsi (edisi revisi). Medan.

Gredler, Margaret. (2011). Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi (edisi keenam). Jakarta: Kencana

Hadi, Sutrisno.(2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Hogg, A., & Vaughan, GM (2002). Social Psychology (3rd edition). London:

Prentice Hall.

Kenrick, D. T., Neuberg, S. L., & Cialdini, R. B. (2010). Social Psychology: Goals in Interaction (5th edition). Boston: Pearson Education.

Koestoro, L.R., & Wiradnyana, K. (2007). Tradisi Megalitika di Pulau Nias. Medan: Balai Arkeologi Medan.

Lestari, Sri. (2012). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta: Kencana

Matsumoto, D., & Juang, L., (2008). Culture & Psychology (4th ed). United State America: Thomson Wadsworth.

Prabawati, Ari. (2010). Mengolah Data Statistik Hasil Penelitian Dengan SPSS 17. Semarang: Andi Offset

Sam, D.L., & Berry, J.W. (2004). The Cambridge Handbook of Acculturation Psychology. New York: Cambridge University Press.

Solso, R.L, Maclin, O.H, & Maclin, M.K (2007). Psikologi Kognitif (edisi kedelapan). Jakarta: Penerbit Erlangga.


(58)

LAMPIRAN 1: DATA SUBJEK PENELITIAN

SUBJEK USIA JENIS KELAMIN

1 44 Perempuan

2 44 Perempuan

3 34 Perempuan

4 37 Laki-laki

5 37 Laki-laki

6 31 Perempuan

7 54 Laki-laki

8 56 Laki-laki

9 51 Perempuan

10 19 Laki-laki

11 56 Perempuan

12 30 Perempuan

13 47 Perempuan

14 26 Perempuan

15 58 Perempuan

16 27 Laki-laki

17 32 Laki-laki

18 27 Laki-laki

19 30 Perempuan

20 33 Perempuan

21 53 Laki-laki

22 43 Perempuan

23 46 Laki-laki

24 49 Perempuan

25 49 Laki-laki

26 65 Perempuan

27 65 Laki-laki

28 37 Laki-laki

29 66 Laki-laki

30 49 Perempuan

31 42 Laki-laki

32 35 Laki-laki

33 64 Perempuan

34 39 Perempuan

35 45 Laki-laki

36 17 Laki-laki

37 61 Perempuan


(59)

39 39 Perempuan

40 30 Perempuan

41 63 Perempuan

42 34 Laki-laki

43 27 Perempuan

44 49 Perempuan

45 54 Laki-laki

46 21 Laki-laki

47 23 Laki-laki

48 32 Perempuan

49 58 Laki-laki

50 55 Perempuan

51 39 Perempuan

52 42 Laki-laki

53 16 Laki-laki

54 26 Perempuan

55 56 Perempuan

56 26 Perempuan

57 52 Perempuan

58 37 Perempuan

59 18 Laki-laki

60 14 Perempuan

61 28 Laki-laki

62 52 Perempuan

63 51 Perempuan

64 50 Perempuan

65 21 Laki-laki

66 16 Laki-laki

67 48 Laki-laki

68 52 Laki-laki

69 43 Perempuan

70 45 Laki-laki

71 50 Perempuan

72 46 Laki-laki

73 56 Laki-laki

74 40 Laki-laki

75 61 Perempuan

76 19 Perempuan

77 42 Laki-laki

78 55 Laki-laki


(60)

80 32 Perempuan

81 39 Perempuan

82 40 Perempuan

83 44 Laki-laki

84 20 Laki-laki

85 18 Laki-laki

86 32 Perempuan

87 46 Laki-laki

88 29 Laki-laki

89 45 Perempuan

90 18 Perempuan

91 18 Laki-laki

92 22 Perempuan

93 58 Perempuan

94 30 Perempuan

95 32 Laki-laki

96 32 Laki-laki

97 52 Perempuan

98 21 Laki-laki

99 52 Perempuan


(61)

LAMPIRAN 2: SKALA PENELITIAN

No : ____

SKALA PSIKOLOGI

DEPARTEMEN SOSIAL

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(1)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 4,49 4,72 4,60 ,060 100

Residual -4,643 5,409 ,000 2,711 100

Std. Predicted Value -1,893 2,032 ,000 1,000 100

Std. Residual -1,704 1,985 ,000 ,995 100

a. Dependent Variable: Intergroup

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Unstandardized Residual 100 0E-7 2,71107830 -4,64338 5,40888

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 100

Normal Parametersa,b Mean 0E-7

Std. Deviation 2,71107830

Most Extreme Differences

Absolute ,115

Positive ,084

Negative -,115

Kolmogorov-Smirnov Z 1,147

Asymp. Sig. (2-tailed) ,144

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(2)

2.

Normalitas Variabel Intergoup Contact

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Intergroup 100 4,60 2,712 0 10

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Intergroup

N 100

Normal Parametersa,b Mean 4,60

Std. Deviation 2,712

Most Extreme Differences

Absolute ,129

Positive ,091

Negative -,129

Kolmogorov-Smirnov Z 1,286

Asymp. Sig. (2-tailed) ,073

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

3.

Normalitas Variabel Persepsi Kongruensi Budaya

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Persepsi 100 5,66 2,293 1 10

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Persepsi

N 100

Normal Parametersa,b Mean 5,66

Std. Deviation 2,293

Most Extreme Differences

Absolute ,099

Positive ,095

Negative -,099

Kolmogorov-Smirnov Z ,989

Asymp. Sig. (2-tailed) ,282


(3)

LAMPIRAN 5: Uji Korelasional Variabel Persepsi Kongruensi Budaya

Dengan Intergroup Contact

Correlations

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Intergroup 4,60 2,712 100

Persepsi 7,03 2,500 100

Correlations

Intergroup Persepsi

Intergroup

Pearson Correlation 1 ,388**

Sig. (2-tailed) ,000

N 100 100

Persepsi

Pearson Correlation ,388** 1

Sig. (2-tailed) ,000

N 100 100


(4)

LAMPIRAN 6: Deskripsi Evaluasi

Subjek

Warmth Competence

1-6 = n;

7-13 = y

1-2 = n;

3-5 = y

1

7

5

y

y

2

13

5

y

y

3

7

3

y

y

4

10

3

y

y

5

3

3

n

y

6

8

1

y

n

7

11

5

y

y

8

13

5

y

y

9

9

5

y

y

10

10

5

y

y

11

13

3

y

y

12

13

3

y

y

13

12

3

y

y

14

11

5

y

y

15

11

5

y

y

16

10

5

y

y

17

11

5

y

y

18

11

5

y

y

19

11

5

y

y

20

11

5

y

y

21

11

2

y

n

22

11

5

y

y

23

12

5

y

y

24

5

3

n

y

25

4

3

n

y

26

9

4

y

y

27

12

3

y

y

28

2

3

n

y

29

8

5

y

y

30

13

5

y

y

31

6

2

n

n

32

8

2

y

n


(5)

37

4

1

n

n

38

12

3

y

y

39

13

4

y

y

40

0

0

n

n

41

0

0

n

n

42

0

0

n

n

43

6

1

n

n

44

9

5

y

y

45

5

0

n

n

46

7

2

y

n

47

8

5

y

y

48

8

5

y

y

49

11

4

y

y

50

13

5

y

y

51

5

0

n

n

52

10

3

y

y

53

9

3

y

y

54

5

3

n

y

55

6

3

n

y

56

3

3

n

y

57

2

0

n

n

58

6

3

n

y

59

9

3

y

y

60

2

4

n

y

61

10

5

y

y

62

11

2

y

n

63

0

4

n

y

64

11

3

y

y

65

12

4

y

y

66

5

0

n

n

67

11

4

y

y

68

1

0

n

n

69

13

5

y

y

70

13

5

y

y

71

13

5

y

y

72

12

3

y

y

73

11

0

y

n


(6)

76

11

0

y

n

77

10

4

y

y

78

13

5

y

y

79

12

2

y

n

80

3

2

n

n

81

13

5

y

y

82

12

3

y

y

83

10

2

y

n

84

10

5

y

y

85

8

4

y

y

86

4

4

n

y

87

4

3

n

y

88

7

4

y

y

89

13

5

y

y

90

8

5

y

y

91

8

5

y

y

92

9

5

y

y

93

12

5

y

y

94

4

3

n

y

95

7

5

y

y

96

5

4

n

y

97

6

3

n

y

98

2

5

n

y

99

2

5

n

y

100

7

5

y

y

Kesimpulan

n = 30

n = 23


Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Ant

1 91 173

Psychological Well-Being yang Positif pada Janda Lansia Suku Batak Toba yang Tinggal dengan Anak (Anak Laki-laki)

7 103 146

Gambaran kepribadian suku bangsa batak toba di Pematangsiantar Menggunakan Big Five Inventory

16 72 76

Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Batak Toba di Kelurahan Kenangan Kecamatan Percut Sei Tuan

3 77 92

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Anta

0 1 12

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Anta

0 1 15

Hubungan Persepsi Kongruensi Budaya dengan Intergroup Contact Pada Masyarakat Suku Batak Toba Terhadap Masyarakat Suku Nias di Kabupaten Simalungun

0 0 23

BAB II LANDASAN TEORI A. Intergroup Contact 1. Pengertian Intergroup Contact - Hubungan Persepsi Kongruensi Budaya dengan Intergroup Contact Pada Masyarakat Suku Batak Toba Terhadap Masyarakat Suku Nias di Kabupaten Simalungun

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hubungan Persepsi Kongruensi Budaya dengan Intergroup Contact Pada Masyarakat Suku Batak Toba Terhadap Masyarakat Suku Nias di Kabupaten Simalungun

0 0 9

HUBUNGAN PERSEPSI KONGRUENSI BUDAYA DENGAN INTERGROUP CONTACT PADA MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA TERHADAP MASYARAKAT SUKU NIAS DI KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI

0 1 12