Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kerangka Berpikir Metode Penelitian

sikap yang jantan dan macho. Laki-laki yang bertubuh gemulai, kurus, dan lembek tidak sepenuhnya laki-laki, karena diragukan kemampuannya bisa menjaga perempuan. Simbol maskulinitas tampak pada otot yang menonjol melekat ditubuh dan juga dapat terlihat pada penampilannya. Hubungannya dengan iklan Watchout, karena iklan Watchout menampilkan sosok laki-laki maskulin, bersih, wangi, dan berpenampilan rapi dengan penggambarannya yang menarik. Iklan Watchout merupakan salah satu dari banyak iklan yang diorientasikan khusus bagi laki-laki yang ingin tampil maskulin dan terlihat rapi dan wangi dimata kaum wanita.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Maskulinitas pria pada iklan parfum Watchout dalam majalah Men’s Fitness?” Studi Semiotik iklan parfum Watchout versi pria maskulin dalam majalah men’s fitness.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimanakah maskulinitas pada iklan parfum Watchout pada majalah pria.

1.4 Manfaat Penelitian

Peneliti berharap, penelitian secara teoritis ini, dapat memberikan masukan atau wawasan serta bahan referensi bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian semiotik, dan seluruh mahasiswa pada umumnya. Sehingga dapat diaplikasikan bagi perkembangan Ilmu Komunikasi. Dan penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan visualisasi pengetahuan baru memaknai sebuah Iklan beserta makna yang terkandung di dalamnya. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan pada pihak biro iklan atau pengiklan agar dapat menciptakan iklan-iklan yang mudah dipahami oleh masyarakat. Khususnya pada pihak pengiklan agar semakin kreatif dalam membuat iklan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Periklanan Sebagai Bentuk Komunikasi Massa.

Menurut Harold D. Lasswell, unsur-unsur komunikasi massa terdiri dari sumber source, pesan message, saluran channel, penerima receiver dan efek effect – S-M-C-R-E -. Dalam konteks periklanan yang dimaksudkan sumber yaitu pengiklan itu sendiri atau kreator dari iklan tersebut. Unsur pesan adalah informasi yang terkandung dalam iklan tersebut atau apa yang dikomunikasikan oleh sumber pengiklan tersebut. Unsur pesan yang dimaksudkan ini bersifat terbuka untuk umum publicly, singkat dan simultan rapid, segera dan sekali pakai transient. Unsur saluran menyangkut media yang dipakai untuk menyebarluaskan pesan-pesan surat kabar, majalah, radio, televisi dan internet. Unsur penerimaan adalah khalayak sasara mass audience dari pesan komunikasi massa yang disampaikan melalui media. Sifat-sifat dari khalayak sasaran ini antara lain : luas dan banyak large, beragam heterogen, antara sasaran dengan komunikator tidak saling kenal anonim. Untuk itu, dalam strategi pemilihan media iklan dan strategi kreatif periklanan dikenal tahapan identifikasi dan segmentasi khalayak sasaran setelah menerima pesan tersebut. Identifikasi efek perubahan dalam tiga kecenderungan, yaitu antara lain : perubahan pengetahuan efek 11 kognitif, perubahan sikap efek afektif, perubahan perilaku efek konatif. Untuk itu, dalam strategi periklanan harus ada upaya-upaya : 1 Mengubah memberi pengetahuan baru bagi khalayak, dengan cara menginformasikan produk baru dan atau kelebihan produk tersebut. 2 Mengubah sikap khalayak, sehingga sasaran menjadi tertarik dan menyukai. 3 Mengubah perilaku, sehingga khalayak sasaran memutuskan untuk memberi produk yang diiklankan.

2.1.2 Komunikasi Periklanan

Iklan pada prinsipnya adalah sebuah upaya penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Karena merupakan bentuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan, maka aktivitas iklan adalah aktivitas komunikasi. Tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainnya seperti gambar, warna gambar, warna dan bunyi. Iklan disampaikan melalui dua saluran media massa berdasarkan media yang digunakan, yaitu : 1. Media Cetak surat kabar, majalah, brosur, papan iklan atau billboard. 2. Media Elektronik radio, televisi, film, serta iklan yang dipasang dalam media jaringan atau internet Sobur, 2003 : 116 Iklan tidak hanya berfungsi sebagai sarana mempromosikan produk atau jasa tetapi juga berfungsi sebagai sarana untuk membangun citra produk atau jasa yang kita tawarkan. Sebuah iklan dapat mempengaruhi pilihan terakhir kita dalam 12 membeli suatu produk atau jasa melalui tanda dan lambang yang sudah digunakan dalam sebuah iklan. Sejumlah pakar mengingatkan kita bahwa berkomunikasi yang digunakan dapat berdampak terhadap pemikiran dan kebiasaan pengambilan keputusan khalayak, terlepas dari tujuan khusus yang dicari si komunikator, apapun tujuannya, argumen, himbauan, struktur, dan bahasa yang kita pilih membentuk nilai-nilai, perilaku berpikir, pola bahasa dan tingkat kepercayaan khalayak. Di Indonesia, Masyarakat Periklanan Indonesia mengartikan iklan sebagai segala bentuk pesan yang disampaikan lewat suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sementara istilah periklanan diartikan sebagai keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian pesan Riyanto, 2001. Dari pengertian iklan sebagaimana diatas sekalipun terdapat beberapa perspektif yang berbeda-beda, namun sebagian besar definisi mempunyai kesamaan. Kesamaan tersebut dapat dirangkum dalam bentuk prinsip pengertian iklan, dimana dalam iklan mengandung enam prinsip dasar, yaitu sebagai berikut Widyatama, 2007 : 16 - 24 : 1. Adanya pesan tertentu. Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Tanpa pesan iklan tidak akan berwujud. Bila di media cetak, ia hanya ruang kosong tanpa tulisan, gambar atau bentuk apapun ; bila di media radio, tidak akan terdengar suara apapun ; bila di media televisi, tidak terlihat gambar dan suara apapun ; maka ia tidak dapat disebut iklan dapat berbentuk perpaduan antara pesan verbal dan pesan non verbal. 2. Dilakukan oleh komunikator sponsor Pesan iklan ada karena dibuat oleh komunikator. Sebaliknya, bila tidak ada komunikator, maka tidak akan ada pesan iklan. Dengan demikian, ciri sebuah iklan adalah bahwa pesan tersebut di buat dan disampaikan oleh komunikator atau sponsor tertentu secara jelas. Komunikator dalam iklan dapat datang dari perseorangan, kelompok, masyarakat, lembaga atau organisasi, bahkan negara. 3. Dilakukan dengan cara non personal. Dari pengertian iklan yang diberikan, hampir semua menyepakati bahwa iklan merupakan penyampaian pesan yang dilakukan secara non personal. Non personal artinya tidak dalam bentuk tatap muka. Penyampaian pesan dapat disebut iklan bila dilakukan melalui media yang kemudian disebut dengan media periklanan. 4. Disampaikan untuk khalayak tertentu Iklan diciptakan oleh komunikator karena ingin ditujukan kepada khalayak tertentu. Dalam dunia periklanan sasaran cenderung bersifat khusus. Pesan yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk diberikan kepada semua orang, melainkan kelompok target audience tertentu. Sasaran khalayak yang dipilih tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa pada dasarnya setiap kelompok khusus audience memiliki kesukaan, kebutuhan, keinginan, karakteristik, dan keyakinan yang khusus. Dengan demikian, pesan yang diberikan harus dirancang khusus yang sesuai dengan target khalayak. 5. Dalam penyampaian pesan tersebut, dilakukan dengan cara membayar, oleh kalangan pengiklanan dewasa ini dianggap sebagai bukan iklan. Pesan komunikasi yang disampaikan dengan cara tidak membayar, akan dimasukkan dalam kategori kegiatan komunikasi yang lain. 6. Penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu. Dalam visualisasi iklan, seluruh pesan dalam iklan semestinya merupakan pesan efektif. Artinya, pesan yang mampu menggerakkan khalayak agar mereka mengikuti pesan iklan. Semua pesan yang dibuat oleh pengiklanan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak tertentu di tengah khalayak. Aneh rasanya bila membuat pesan iklan namun tidak bermaksud mendapatkan pengaruh tertentu sebagaimana diharapkan. Sebuah pesan iklan disebut efektif bila pesan tersebut mampu menggambarkan apa yang dikehendaki oleh komunikator secara tepat dan apa yang dituangkan dalam pesan iklan tersebut mampu dipersepsi secara sama oleh khalayak dengan apa yang dikehendaki oleh komunikator secara tepat dan apa yang dituangkan dalam pesan iklan tersebut mampu dipersepsi secara sama oleh khalayak dengan apa yang dikehendaki oleh komunikator. Melalui pesan yang efektif ini diharapkan pesan akan mampu memberikan dampak tertentu pada khalayak yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh komunikator.

2.1.3 Konsep Makna

Kita semua sering menggunakan makna tetapi sering pula kita tidak memikirkan makna itu. Makna dalam satu bentuk atau bentuk lainnya, menyampaikan pengalaman sebagian besar umat manusia di semua masyarakat. Semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol mengacu pada pendapat Spradly, 1997:121 hádala objek atau peristiwa apapun yang menunjuk pada sesuatu. Semua simbol melibatkan tiga unsur, antara lain : 1. Simbol itu sendiri 2. Satu rujukan atau lebih 3. Hubungan antar simbol dengan rujukan Semua itu merupakan dasar bagi keseluruhan makna simbolik. Sementara itu, simbol sendiri meliputi apapun yang dapat kita rasakan atau alami. Salah satu cara yang digunakan oleh pakar untuk membahas lingkup mana yang lebih besar adalah dengan membedakan makna denotatif dengan makna konotatif. Menjabarkan makna denotatif meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata- kata makna referensial menurut Spradley 1997:122. Mengartikan makna denotatif adalah hubungan ekspilisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam petandaan tahap denotatif Piliang, 1998:14. Misalnya, ada gambar 16 manusia, binatang, pohon dan rumah. Warnanya juga dicatat seperti merah, kuning, biru, putih dan lain sebagainya. Pada tahapan ini hanya informasi data yang disampaikan. Makna konotatif menurut Spreadley 1997:123 adalah meliputi semua signifikasi sugesti dari simbol yang lebih daripada arti referensialnya. Konotatif sendiri meliputi aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai kebudayaan-kebudayaan dan ideologi Piliang, 1998:17. Contohnya gambar wajah orang tersenyum dapat diartikan sebagai suatu keramahan dan kebahagiaan. Tetapi sebaliknya, bisa saja senyum diartikan sebagai ekspresi penghinaan terhadap seseorang untuk memahami makna konotatif, maka unsur-unsur yang lain harus dipahami pula.

2.1.4 Pemanfaatan Warna Dalam Kemasan

Kita sering menggunakan warna untuk menunjukkan suasana emosional, cita rasa, afiliasi politik, dan bahkan mungkin keyakinan agama kita. Di Indonesia warna merah muda adalah warna feminim konon juga warna romantis yang disukai orang yang jatuh cinta, sedangkan warna biru adalah warna maskulin. Warna hijau diasosiasikan dengan Islam dan muslim, bukan warna ini menyejukkan mata, namun juga warna ini dipercaya sebagai warna surga Mulyana, 2000:376. Warna memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan banyak hal pada para pembeli prospektif, termasuk kualitas, rasa, serta kemampuan produksi untuk memuaskan beragam kebutuhan psikologis. Berbagai penelitian telah mendokumentasikan peran penting bahwa warna berperan penting dalam mempengaruhi panca indera kita. Strategi pemanfaatan warna dalam kemasan cukup efektif, karena warna mempengaruhi orang secara emosional. Warna tersebut dapat diartikan sebagai berikut : 1. Hijau : Berkonotasi kekayaan, kesehatan, ketenangan, dan ketentraman. Kemasan hijau sering dipakai untuk produk minuman dan sering untuk sayuran serta hampir selalu dipakai kemasan produk-produk yang mengandung menthol. Hijau juga dihadirkan bagi produk-produk yang ramah lingkungan, serta sebagai petunjuk konsumen terhadap produk-produk yang terkurangi lemaknya, rendah lemak serta bebas lemak. 2. Orange : Warna rasa yang kerap diasosiasikan dengan makanan. 3. Biru : Mengarah pada rasa kesegaran dan rasa dingin. 4. Ungu : Dikonotasikan sebagai warna yang berarti kelembutan, berduka, kesediahan, rasa takut, rasa bersalah, menjadi pemikat bagi emosi negatif. 5. Merah : Sering kali di gambarkan dalam penelitian aktif, merangsang, enerjik, dan penuh vitalitas. 6. Kuning : Pemecah perhatian yang baik bagi para konsumen. Produk penzoil adalah contoh dari beberapa merek yang menggunakan kemasan warna kuning. 7. Putih : Menandakan kemurnian, kebersihan serta kehalusan. Sebagai tambahan bagi dampak emosional yang dibawa oleh warna dalam kemasan, elegan, dan prestise bisa ditambahkan pada produk dengan warna tersebut. 8. Hitam : Menggambarkan kegagahan, elegan, melindungi. Produk rokok djarum black adalah contoh dari beberapa merek yang menggunakan kemasan warna hitam. 9. Abu-abu : Menandakan kalem, damai dan tentram. Sebagai tambahan, bagi dampak emosional yang dibawa oleh warna dalam kemasan, elegan, dan prestise bisa ditambahkan pada produk dengan menggunakan permukaan reflektif yang mengkilap serta berbagai skema warna yang menggunakan hitam, putih, perak, dan emas Shimp, 2003:308.

2.1.5 Konsep Gender

Konsep perempuan dan laki-laki tidak hanya dibagi berdasarkan perbedaan biologis. Pada masyarakat ternyata berkembang suatu sistem yang membedakan antara perempuann dan laki-laki berdasarkan streotipe dan nilai- nilai yang ditanamkan atau disosialisasikan sejak kecil, konsep ini dikenal dengan nama gender. Selama ini orang menganggap bahwa perbedaan antara pria dan wanita didasarkan pada konsep jenis kelamin seks saja. Konsep jenis kelamin seks 19 adalah persifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis pada jenis kelamin tertentu. Misalnya manusia jenis kelamin laki- laki adalah manusia yang mempunyai penis, kalamenjing jakala dan memproduksi sperma. Sedangkan manusia jenis kelamin wanita mempunyai alat reproduksi seperti rahim, dan saluran vagina serta mempunyai alat untuk menyusui, semua alat tersebut tidak dapat dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada laki-laki dan perempuan secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat Fakih, 1996:8. Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa peran gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan distiction dalam peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Hillary M. Lips dalam bukunya yang terkenal ”Sex and Gender An Introduction” mengartikan gender sebagai suatu harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan cultural expectation for women and men. Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender what a given society defines as masculine or feminim is a component of gender. Kemudian muncul bias gender yang berkembang dimana-mana antara lain  Perbedaan gender wanita dan pria, apa yang sesuai untuk pria dan wanita meliputi pekerjaankegiatan, pendidikan, penampilan, sikap perilaku 20  Perbedaan antara apa yang ideal untuk wanita dan pria, bahkan minat mereka pun berbeda  Perbedaan status sosial antara pria dan wanita Akibatnya, muncul beberapa stereotipe antara lain pria adalah pencari nafkah, dan wanita mengasuh anak, dll Harijani, 2001:2. Menurut Kreitner dan Kinicki 2003:218 stereotipe adalah keyakinan yang membedakan sifat dan kemampuan antara peran perempuan dan laki-laki untuk peran-peran yang berbeda. Misalnya, stereotipe gender menganggap bahwa perempuan sebagai sosok yang ekspresif, kurang independen, lebih emosional, kurang logis, secara kuantitatif kurang terorientasi dan lebih partisipatif daripada laki-laki. Sebaliknya, laki-laki lebih sering dianggap menentukan, orientasinya kuantitatif, dan lebih otokratis serta terarah daripada perempuan. Pandangan stereotipe mengaburkan pandangan terhadap manusia secara pribadi, karena memasukkan setiap jenis manusia dalam kotak stereotipe. Oleh karena itu, seorang pribadi baik perempuan maupun laki-laki merasa tidak pantas apabila ”keluar dari kotak” tersebut. Ia akan merasa bersalah apabila tidak memenuhi kehendak sosial, memenuhi label yang telah diciptakan untuk mereka. Pandangan ini telah dibakukan melalui tradisi selama berabad-abad sehingga dianggap kodrat yang tidak dapat diubah, seolah ciri-ciri perempuan dan laki-laki sudah terkunci mati Murniati, 2004:XVIII. Di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik, sering memuat iklan yang menunjang stereotipe gender gender-stereotyped advertising. Iklan yang mempromosikan berbagai produk keperluan rumah tangga cenderung 21 menampilkan perempuan dalam peran sebagai ibu rumah tangga maupun ibu. Sedangkan iklan yang mempromosikan produk mewah yang merupakan simbol status dan kesuksesan dibidang pekerjaan cenderung menampilkan model laki-laki Sunarto, 2000:115.

2.1.6 Ekspresi Simbolik Dalam Iklan

Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang dan hal tersebut membedakan manusia dengan lainnya. Dalam ’bahasa’ komunikasi, simbol seringkali diistilahkan sebagai lambang. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang, lambang meliputi kata- kata pesan verbal, perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Penggunaan lambang dalam kehidupan manusia merupakan suatu kelaziman yang tidak dapat dipisahkan. Apa saja yang dapat dijadikan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata lisan atau tulis, isyarat, anggota tubuh, makanan dan cara makan, dan sebagainya. Semua itu bisa menjadi lambang, lambang ada dimana-mana seperti contohnya majalah yang dibaca, berita televisi, iklan media cetak maupun elektronik, gambar dan sebagainya. Oleh karena penggunaan lambang atau kebutuhan simbolisasi merupakan kebutuhan pokok manusia, seperti dikatakan oleh Ernest Casster, manusia disebut animal symbolicum Sobur, 2003:164. Simbolisme dalam iklan, diwujudkan berupa citra image bisa berupa representasi verbal maupun visual. Istilah citra sendiri sebetulnya bisa mengandung makna konotasi negatif. Hal ini terutama citra diaplikasikan pada appreance yang hanya merupakan manipulasi karakter-karakter yang ada, sedangkan untuk tujuan dianggap sesuatu yang persuasive dan citra ikut mengatur pengalaman dan pemahaman manusia melalui sebuah cara signifikasi. Bentuk simbolisme yang lainnya disebut ikon, ikon sering disamakan dengan aspek pictorial citra. Ikon mengacu pada iklan yang elemen-elemen pictorial atau visualnya mendominasikan pesan secara keseluruhan. Ikon merupakan suatu bentuk fisik dua atau tiga demensi yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi itu ditandai dengan adanya kemiripan. Berbeda dengan ikon, indeks adalah sesuatu tanda yang secara ilmiah merepresentasikan objek lainnya, istilah lain sering digunakan untuk indeks adalah sinyal signal, indeks muncul berdasarkan hubungan antara sebab akibat yang mempunyai kedekatan eksistensi. Bentuk simbolisme yang lain yaitu simbol, yaitu tanda tentang sesuatu yang bisa dilihat dan keberadaannya mengacu kepada kenyataan. Hubungan diantaranya bersifat arbiter, hubungan berdasarkan konvensi perjanjian masyarakat.

2.1.7 Maskulinitas

Sebuah konsep yang mengacu pada pengertian laki-laki telah menjelaskan tentang makna dari laki-laki itu sendiri, bahwa sesungguhnya laki-laki adalah seorang pria yang secara fisik berbeda dengan perempuan, misalnya saja pada bentuk fisik maupun tingkah lakunya. Maskulinitas, pemberani, tidak boleh cengeng, tidak boleh menangis, tidak boleh bersifat pengecut, adalah nilai-nilai dan kode-kode sifat kejantanan yang identik dengan laki-laki. Laki-laki harus berani, dan konsep berani disini siap membela dan menjaga pasangannya, berani menjaga diri sendiri dan berani bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Laki-laki juga dianggap lebih berani dari perempuan, hal ini dapat kita lihat dari kegiatan-kegiatan keras yang memacu adrenalin kita dan sedikit mengundang bahaya yang sering dilakukan kaum laki-laki, misalnya : panjat tebing, arung jeram, tinju, sepak bola. Pria – pria maskulin dapat dengan mudah ditemui dikota-kota metropolitan atau wilayah urban. Dengan kata lain, lokasi geografis yang juga menjadi objek cinta bagi pria maskulin selain dirinya sendiri adalah gaya hidup metropolitan. Mereka dapat dengan mudah mengakses tempat yang dapat menunjang gaya hidupnya. Maskulinitas merupakan seksualitas yang baru lahir dari praktek visual dan tubuh yang membentuk penampilan yang pada akhirnya memperoleh atribut-atirbut seksualitasnya sendiri. Pria maskulin adalah pria normal yang sangat memperhatikan penampilan dengan selalu mengikuti perkembangan gaya hidup, menjaga kesehatan serta bentuk tubuhnya. Sehingga mereka tidak segan menghabiskan banyak uang untuk menunjang penampilan dan gaya hidup serta bentuk tubuh. Sehingga tidak heran 24 jika banyak sekali produk-produk perawatan tubuh yang dikhususkan untuk pria. Salah satunya produk parfum Watchout. Simbol maskulinitas tidak berhenti pada sifat intrinsic yang melekat pada diri manusia, ia juga dilekatkan dengan aksesoris yang mewah, dandanan rapi, rambut yang tertata rapi. Ini sesuai dengan tuntutan pria masa kini yang identik dengan penampilan yang rapi dan maskulin sehingga terlihat seperti pria metroseksual. Istilah metroseksual itu sendiri pertama kali muncul pada sekitar tahun 1994 dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Mark Simpson, menurutnya pria metroseksual adalah pria dandy yang rajin bekerja atau pekerja keras dan narsis yang cinta pada dirinya sendiri dan terkesan lemah lembut. Kategori pria baru ini memiliki rasionalitasnya sendiri yakni sifat narsistik yang tinggi sehingga dia selalu memperhatikan penampilannya dandy. Para pria ini selain sangat mencintai dirinya narsistic ia juga mencintai gaya hidup urban dengan segala fasilitasnya yang dapat menunjang penampilannya. Pada saat Simpson mengemukakan kata metroseksual untuk pertama kalinya pada tahun 1994 sebenarnya hal itu merupakan terminologi yang ia gunakan sebagai ungkapan hatinya tentang efek konsumerisme dan poliferasi media terutama pada majalah gaya hidup dan kesehatan pria. Berdasarkan pendapat Simpson terdapat bentuk spesifik dari pria metroseksual, antara lain : Pertama, pria berpenampilan cantik dan narsis, mencintai dirinya sendiri dan gaya hidup perkotaannya. 25 Kedua, dia harus memiliki uang untuk dibelanjakan demi penampilan. Ketiga, dia hidup diperkotaan karena akses ke berbagai tempat yang untuk menunjang penampilannya mudah ditemui dan didapat. Keempat, pria metroseksual adalah bentuk identitas seksual yang meliputi semua aspek seksualitas termasuk orientasi seksual, preferensi seksual, dan kenikmatan seksual yang didapat kesemuanya terpusat pada tubuhnya.

2.1.8 Iklan Media Cetak

Media periklanan merupakan metode komunikasi umum yang membawa pesan periklanan, yaitu televisi, majalah, surat kabar, dan sebagainya. Sarana vehicles adalah program siaran khusus atau pilihan posisi cetak dimana iklan dipasang Shimp, 2003:504 Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis dan mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar, atau foto dalam tata warna dan halaman putih Kasali, 1992:99. Sedangkan iklan media cetak adalah pesan atau informasi tentang penawaran suatu produk atau jasa yang disampaikan kepada khalayak dengan menggunakan media cetak seperti Koran, majalah, brosur dan lain-lain. Definisi iklan media cetak menurut Nuryanto 1993:5 adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan melalui media cetak dan dibiayai oleh pemrakarsa, serta ditujukan kepada khalayak sasarannya. Dapat dikatakan tujuan penampilan iklan media cetak adalah untuk membawa pesan yang ingin disampaikan oleh pihak produsen melalui penggambaran isi pesan 26 kepada pembaca. Pesan iklan yang disampaikan kepada pembaca saat itu juga secara tidak langsung membentuk perilaku berupa efek atau akibat penyampaian pesan dalam bentuk komunikasi periklanan Nuryanto, 1993:10. Iklan yang ditampilkan pada media cetak akan menimbulkan daya ingat pada pembacanya secara maksimal tentang isi pesan yang disampaikan, dalam hal ini tentang pemaknaan pria. Dengan demikian daya ingat khalayak pembaca relatif lebih baik bila dibandingkan dengan khalayak sasaran pada media yang lain seperti radio dalam menanggapi suatu iklan.

2.1.9 Majalah Sebagai Media Iklan

Setiap media dan setiap sarana memiliki sifat atau karakteristik dan kelebihannya yang unik. Para pengiklan berusaha untuk memilih media dan sarana yang karakteristiknya paling cocok dengan merek yang diiklankan untuk mencapai khalayak sasarannya dalam menyampaikan pesan yang dimaksud. Bila tujuannya untuk menyampaikan manfaat produk, TV merupakan media terbaik diikuti oleh koran, majalah, dan radio. Majalah lebih berkaitan dengan keindahan, keluwesan, gengsi, dan tradisi Shimp, 2003:506. Meskipun majalah dianggap sebagai media massa, tercatat ada ratusan majalah khusus special interest magazine yang masing-masing ditujukan untuk khalayak yang memiliki perhatian dan gaya hidup khusus. Banyak faktor yang mempengaruhi pemilihan majalah sebagai sarana pemasangan iklan. Yang paling penting adalah pemilihan majalah yang menjangkau pasar sasaran pengiklan. Para pengiklan yang tertarik untuk menggunakan majalah dapat memperoleh banyak data mengenai komposisi jumlah pembaca majalah. Periklanan majalah memiliki kekuatan dan keterbatasan, tergantung dari kebutuhan dan sumber daya pengiklan. Kekuatan periklanan majalah adalah : 1. Beberapa majalah mampu menjangkau khalayak yang sangat luas 2. Kemampuan untuk menjangkau khusus selektivitas. Bila muncul suatu produk, maka setidaknya akan ada satu majalah yang mencapai pasar tersebut. Selektivitas memungkinkan pengiklan untuk mencapai terpaan exposure yang efektif dan bukan dihamburkan. Diterjemahkan dalam bentuk periklanan yang efisien dan biaya yang lebih murah per seribu konsumen. 3. Majalah terkenal karena umumnya yang lama long life. Berbeda dari media lainnya, majalah sering digunakan untuk acuan dan disimpan dirumah selama berminggu-minggu. 4. Majalah mempunyai mutu reproduksi yang tinggi. Berdasarkan kualitas kualitatif majalah sebagai periklanan adalah pengecualian dalam hal-hal yang berhubungan dengan keindahan, mutu, keistimewaan, gengsi, dan daya tarik kemewahan. Ciri-ciri ini disebabkan karena tingkat mutu reproduksi yang tinggi dan isi editorial sekitar dihubungkan dengan produk yang diiklankan. 5. Majalah merupakan sumber yang sangat baik untuk memberikan informasi produk yang rinci dan untuk menyampaikan informasi ini dengan penuh tanggung jawab sense of authority. Karena isi editorial majalah seringkali menyajikan artikel-artikel yang menunjukkan wawasan, keahlian, dan kredibilitas, maka iklan-iklan yang terdapat didalam majalah menyajikan rasa tanggung jawab yang sama. 6. Kemampuan kreatif majalah untuk membuat konsumen merasa terpengaruh dengan iklan tersebut atau untuk menarik perhatian pembaca dan mendorong mereka untuk memikirkan merek-merek yang diiklankan. Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan pembaca untuk memilih sendiri dan mengendalikan sifat majalah dibanding media yang lebih mengganggu seperti radio dan televisi. Sedangkan beberapa keterbatasan yang berhubungan dengan perikalanan di majalah adalah : 1. Periklanan majalah tidak mengganggu. Pembacanya yang menetukan bagian mana yang akan dibaca dari iklan-iklan tersebut. 2. Tenggang waktu yang lama long lead time. Surat kabar dan media siaran, relatif lebih mudah untuk mengubah materi iklan cukup hanya dengan pemberitahuan yang singkat dan rincian pasar spesifiknya. Sebagai perbandingan, majalah memiliki waktu edar hingga munculnya edisi baru closing date yang lebih lama, dimana materi periklanan ditampilkan selama sebulan atau lebih lama lagi. 3. Ketidakberaturan clutter merupakan masalah pada periklanan melalui majalah. Dalam hal-hal tertentu, clutter merupakan masalah yang lebih buruk pada majalah daripada televisi, karena pembaca dapat menjadi terpikat oleh isi editorialnya dan mengabaikan iklan-iklan agar bacaan mereka tidak terganggu. 4. Periklanan majalah juga menyediakan pilihan geografis dari media lainnya. Misalnya Cosmopolitan menawarkan kesempatan kepada para pengiklan untuk memasang iklan di dalam satu dari tujuh daerah di negara tertentu. 5. Keberagaman dalam pola sirkulasi dari pasar ke pasar. Rolling Stone, misalnya lebih banyak dibaca di daerah metropolitan daripada di pedesaan. Dengan demikian, para pengiklan yang tertarik, tidak dapat menjangkau para pemuda pedesaan. Hal ini mengharuskan pengiklan menempatkan iklannya di suatu majalah tambahan selain Rolling Stone, yang akan menaikkan total biaya pembelian media. Radio, TV atau keduanya melayani kebutuhan pengiklan dengan lebih baik dan memberi jangkauan pasar yang lebih beragam.

2.1.10 Komunikasi Non Verbal

Dalam mempersepsi manusia tidak hanya lewat bahasa verbalnya, bagaimana bahasanya halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing, dan sebagainya, namun juga melalui perilaku nonverbalnya. Pentingnya pesan nonverbal bukan dari apa yang dikatakan, melainkan bagaimana mengatakannya. Lewat perilaku nonverbal, dapat mengetahui suasana emosional seseorang bahagia, bingung, atau sedih. Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata- kata. Menurut Larry A. Samovar dan Ricard E. Porter, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan kecuali rangsangan verbal dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan pengguna lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain, pesan- pesan nonverbal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut Mulyana, 2000 : 308 Dalam hubungannya dengan perilaku nonverbal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut Mulyana, 2000 : 314 : 1. Bahasa tanda sign language. Acungan jempol untuk menumpang mobil secara gratis, bahasa isyarat tuna rungu. 2. Bahasa tindakan action language. Semua gerakkan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan. 3. Bahasa objek objek language. Pertunjukan benda, pakaian, dan lambang nonverbal bersifat public lainnya ukuran ruangan, bendera gambar lukisan, musik misalnya marching band, dan sebagainya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja maupun tidak. Secara garis besar Larry A. Samovar dan Ricard E. Porter membagi pesan- pesan nonverbal menjadi dua kategori besar, yakni : pertama, perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakkan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan dan peribahasa. Kedua, ruang waktu, dan diam. Menurut Dedy Mulyana 2000 : 317, adapun berbagai jenis pesan nonverbal yang dianggap penting, misalnya sebagai berikut : 1. Bahasa tubuh. Bidang yang menelaah seorang perintis studi bahasa nonverbal, Ray L. Birdwishtell. Setiap anggota tubuh seperti wajah, termasuk senyuman dan pandangan mata, tangan, kepala, kaki dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat dijadikan isyarat simbolik. Bahasa tubuh meliputi : a. Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan” termasuk apa yang disebut emblem, yang dipelajari, yang punya makna dalam suatu budaya. Meskipun isyarat tangan yang digunakan sama, tetapi maknanya boleh berbeda atau isyarat fisiknya berbeda namun maksudnya sama. b. Gerakan kepala, di berbagai negara anggukan kepala malah berarti “tidak”, seperti di Bulgaria, sementara isyarat untuk “ya” di negara itu adalah menggelengkan kepala. Berbeda pula dengan orang Inggris, setiap orang Indonesia, kebalikan dari orang Bulgaria. c. Postur tubuh dan posisi kaki, postur sering bersifat simbolik dan mempengaruhi hubungan fisik dan karakter, yaitu dengan menghubungkan tubuh gemuk dan sifat yang malas dan tenang, tubuh yang atletis dengan sifat asertif dan kepercayaan diri, kemudian tubuh kurus dengan sifat introfert. d. Ekspresi wajah dengan tatapan mata merupakan perilaku nonverbal yang paling banyak “berbicara” meskipun mulut tidak berkata-kata. Kontak mata memiliki dua fungsi, pertama sebagai fungsi pengatur yaitu untuk memberi tahu orang lain apakah anda melakukan hubungan dengan orang itu atau menghindarinya. Kedua , fungsi ekspresi memberitahu orang lain bagaimana perasaan anda. 2. Penampilan fisik. Setiap orang mempunyai ekspresi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya dan juga ornamen lain yang dipakainya, seperti kacamata, sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin, anting- anting, dan sebagainya. Seringkali orang juga memberi makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, model rambu, dan sebagainya. 3. Warna. Warna memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan banyak hal pada para pembeli prospektif, termasuk kualitas, rasa sera kemampuan produk untuk memuaskan beragam kebutuhan psikologis. Warna yang cocok juga harus didukung oleh pemahaman tentang apa arti “warna” tersebut. Warna juga dapat mempengaruhi suasana hati mood, apalagi memastikan hubungan antara warna dengan respon tubuh kita, hingga derajat tertentu. Tampaknya ada hubungan antara warna yang digunakan dengan kondisi fisiologis dan psikologis manusia. Berikut ini adalah uraian makna warna yang diuraikan oleh Mulyana 2000 : 377 : Putih : menandakan kemurnian, kesedihan, kebersihan, serta kehalusan. Hitam : mempertahankan, berkuasa, kuat, bagus sekali. Coklat : melindungi, mempertahankan. Orange : menantang, melawan, memusuhi Hijau : kalem, damai, tentram 33

2.1.11 Komunikasi Visual

Gambar merupakan salah satu wujud simbol atau bahasa visual yang di dalamnya terkandung struktur rupa seperti garis, bentuk, warna, dan komposisi. Ia dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi nonverbal, dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan ataupun ucapan. Upaya mendayagunakan simbol-simbol visual berangkat dari kenyataan bahwa bahasa visual memiliki karakteristik yang bersifat khas, bahkan istimewa untuk menimbulkan efek tertentu pada pengamatnya. Hal demikian ada kalanya sulit dicapai bila diungkapkan dengan bahasa verbal Tinarbuko, 2008:7.

2.1.12 Semiotika

Secara etismologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti ”tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Contohnya asap menandai adanya api. Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda Sobur, 2001:95. Von Zoest mengartikan semiotik, sebagai ilmu tanda sign dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Batasan yang lebih jelas dikemukakan Preminger, dikatakan semiotik adalah ilmu tentang tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosialmasyarakat dan kebudayaan 34 itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan- aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti Sobur, 2001:96. Semiotik dalam arti modern berangkat dari seorang ahli bahasa Swiss, Ferdinand de Saussure 1857-1913, yang mengemukakan pandangan bahwa linguistik hendaknya menjadi bagian suatu ilmu pengetahuan umum tentang tanda yang disebut semiologi. Orang yang sejaman dengannya adalah seorang filsuf Amerika, Charles Sanders Peirce 1839-1914, secara mandiri telah mengerjakan sebuah tipologi tentang tanda-tanda yang maju. Teori dari Pierce menjadi grand theory dalam semiotik. Gagasannya yang bersifat menyeluruh, deskripsi sosial struktural dari semua sistem penandaan. Pierce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktural tunggal Sobur, 2001:96-97. Tanda dalam linguistik maupun non linguistik menunjukkan sesuatu yang lebih, memunculkan representasi makna dan tanda sebenarnya mengemukakan sesuatu. Tanda sendiri berupa suatu pesan, pesan tersebut mengacu pada masa yang telah dilalui maupun pada masa yang akan datang. Menurut Aranguren, sign atau tanda memiliki ciri-ciri, yaitu tanda tidak akan berarti tanpa diberikan suatu interpretasi sebelumnya, kemudian setiap tanda selalu dapat menunjukkan respon yang aktif, serta bahwa setiap tanda menunjukkan respon yang sebaliknya Littlejohn, 1991:346. Dalam perkembangannya hingga sekarang, semiotik dibagi menjadi dua yaitu, semiotik komunikasi dan semiotik signifikasi. Yang pertama menekankan 35 teori produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi yaitu, pengirim, penerima kode, pesan, saluran komunikasi dan acuan hal yang dibicarakan, sementara itu yang kedua memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. Pada jenis yang kedua tidak dipersoalkan tujuan komunikasi, sebaliknya yang lebih diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya telah diperhatikan ketimbang komunikasinya Sobur, 2001:132. Dilihat dari segi perspektif semiotik signifikasi, meninjau iklan berarti memberikan tekanan pada pemahaman sebagai bagian dari proses semiotik. Dalam signifikasi ini yang terpenting adalah interpretan. Interpretan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peniliti itu sendiri. Untuk mengkaji makna iklan dalam perspektif semiotika signifikasi, iklan dapat dikaji lewat keseluruhan sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan tanda yang terdiri atas lambang dan bahasa, baik yang verbal maupun nonverbal. Lambang verbal adalah bahasa yang berlaku umum dimasyarakat, sedang lambang nonverbal adalah bentuk warna yang disajikan dalam iklan, yang tidak secara khusus meniru rupa atau bentuk realitas. Ikon adalah bentuk dan warna yang serupa atau mirip dengan keadaan yang sebenarnya seperti gambar benda, orang, atau binatang, ikon disini digunakan sebagai lambang. Kajian sistem tanda juga mencakup obyek, obyek iklan adalah hal yang diinginkan. Dalam iklan produk atau jasa, produk atau jasa itulah obyeknya Sobur, 2003:116.

2.1.13 Model Semiotik Charles Peirce

Charles S. Peirce menjelaskan istilah tanda sign yang merupakan representasi dari sesuatu diluar itu sendiri, yang disebut obyek dan kemudian dipahami oleh peserta komunikasi interpretant. Model Charles S. Peirce dapat digambarkan dalam bentuk segitiga berikut : Tanda Interpretan Obyek Gambar 2.1. Model Semiotik Peirce Garis-garis berpanah tersebut hanya bisa dimengerti dalam hubungan antar suatu elemen dengan elemen lainnya. Tanda menunjuk pada sesuatu diluar itu sendiri, yaitu obyek yang dipahami oleh seseorang. Interpretant merupakan suatu konsep mental yang diproduksi oleh tanda dan pengalaman pengguna tanda terhadap sebuah obyek Imaniar, 2000:20. Charles S. Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga kategori yaitu ikon, indeks, simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam sebuah model sebagai berikut : 37 ikon Indeks Simbol Gambar 2.2. Model kategori Tanda Peirce Charles S. Peirce berpendapat bahwa model tersebut merupakan model dasar dan sangat fundamental dari hakekat tanda. Ikon adalah suatu tanda dimana hubungan antar tanda dan acuannya berupa hubungan kemiripan. Umumnya sering terlihat pada tanda-tanda visual, misalnya adalah peta pulau Madura yang merupakan ikonik dari pulau Madura. Hal ini disebabkan tanda dalam peta menyerupai obyek masing-masing. Indeks merupakan tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya ada terdapat karena kedekatan eksistensi, seperti asap sebagai indeks akan adanya api atau bersin sebagai indeks dari sakit flu. Simbol merupakan tanda yang hubungannya dengan acuannya merupakan sebuah konvensi. Anggukan kepala, misalnya merupakan simbol yang menandakan persetujuan yang terbentuk secara konvensional Imaniar, 2000:22. Tanda digunakan oleh pengguna tanda yang diketahui secara kultural oleh penggunanya. Pengetahuan tentang hal tersebut didapat oleh pengguna tanda melalui berbagai jenis interaksi sosial sebagai anggapan masyarakat atau budaya tertentu berupa suatu bentuk pengalaman dalam menghadapi peristiwa atau obyek. Pengguna akan menginterpretasikan obyek dan tanda tersebut sesuai dengan kerangka referensi yang dimiliki. Karena hal tersebut, hubungan antara obyek, pengguna tanda dan tanda adalah hubungan makna. 38 Dalam mengacu model Peirce, makna dalam suatu teks tidak terjadi dengan sendiri, melainkan diproduksi dalam hubungan antara teks dan pengguna tanda. Hal ini merupakan tindakan dinamis, kedua elemen saling memberi sesuatu yang sejajar. Bila suatu teks dan pengguna tanda berasal dari budaya yang relatif sama, interaksi keduanya menjadi lebih mudah terjadi. Konotasi dan mitos dalam teks telah menjadi referensi pengguna tanda yang bersangkutan Fiske dalam Imaniar, 2000:23.

2.2 Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini akan dianalisis penggambaran iklan Watchout versi pria maskulin. Kemudian iklan tersebut akan diinterpretasikan dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda yang terdapat dalam setiap bentuk penggambaran iklan secara keseluruhan. Iklan tersebut akan dianalisa dengan menggunakan model semiotik milik Peirce. Charles S. Peirce membagi tanda berdasarkan obyeknya, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Dalam pemaknaan iklan Watchout, tanda-tanda seperti gambar pria metroseksual model pria adalah simbol. Indeks dalam iklan ini adalah kata-kata “men’s personal care”. Dan ikon dalam iklan tersebut hádala gambar produk Watchout itu sendiri, karena berdasarkan pengertian ikon adalah suatu benda fisik dua atau tiga dimensi yang menyerupai apa yang diinterpretasikannya. Representasi ini ditandai dengan kemiripan, misalnya gambar produk Watchout adalah ikon dari produk Watchout. Adapun sistematika tergambar seperti dibawah ini : 39 Iklan Watchout Di majalah pria Analisis Semiotik Peirce: - Ikon - Indeks - Simbol Interpretan Gambar 2.3 Elemen Makna Peirce 40 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, penelitian ini menginterpretasi penggambaran iklan melalui media cetak yaitu majalah. Alasan digunakannya metode deskriptif kualitatif ini dikarenakan beberapa factor. Pertama, metode kualitatif ini akan lebih mudah menyesuaikan apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti. Dan ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola yang dihadapi Moleong, 1995:5. Kemudian untuk menginterpretasi obyek dari iklan Watchout harus diketahui terlebih dahulu sistem tanda yang terdapat dalam iklan yang akan dijadikan korpus atau sampel dalam penelitian ini. Karena itulah peneliti menggunakan pendekatan semiotik untuk menganalisis atau menafsirkan makna yang terdapat dalam iklan tersebut. 3.2 Kerangka Konseptual 3.2.1 Populasi dan Korpus

Dokumen yang terkait

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM IKLAN PARFUM PRIA Analisis Semiotik Terhadap Axe Versi Saus dan Axe Versi Perpustakaan

2 34 60

REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN (Analisis Semiotik Deskriptif Kualitatif Representasi Maskulinitas dalam Iklan BVLGARI Aqva, Hugo Boss yewear, dan ROCKPORT di Majalah Pria Men’s Folio Edisi Mei-Juni 2014).

1 10 117

REPRESENTASI SENSUALITAS DALAM IKLAN PARFUM “SIREN” (Studi Semiotik tentang Representasi Sensualitas dalam Iklan Parfum “SIREN” pada majalah cosmopolitan).

1 6 87

REPRESENTASI KECANTIKAN DALAM IKLAN PARFUM ELLE SHOCKING. (Studi Semiotik Representasi Kecantikan Barat dalam Iklan Parfum Elle Shocking “YvesSaintLaurent” pada Majalah Cosmopolitan Edisi September 2009).

1 15 108

Maskulinitas pria pada iklan parfum Watchout dalam majalah Men’s Fitness?” (Studi Semiotik iklan parfum Watchout versi pria maskulin dalam majalah men”s fitness)”

0 0 17

REPRESENTASI SENSUALITAS DALAM IKLAN PARFUM “SIREN” (Studi Semiotik tentang Representasi Sensualitas dalam Iklan Parfum “SIREN” pada majalah cosmopolitan)

0 0 19

REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN (Analisis Semiotik Deskriptif Kualitatif Representasi Maskulinitas dalam Iklan BVLGARI Aqva, Hugo Boss yewear, dan ROCKPORT di Majalah Pria Men’s Folio Edisi Mei-Juni 2014)

0 0 20

Representasi Maskulinitas Pria Dalam Iklan Televisi (Analisis Semiotika Maskulinitas Pria Dalam Iklan Vaseline Men Face Versi Ariel Noah Ganteng Maksimal) SKRIPSI

0 0 16

STEREOTIP LAKI-LAKI PADA IKLAN TELEVISI PARFUM AXE TERHADAP MASKULINITAS PRIA METROSEKSUAL (Analisis Semiotika Iklan Parfum Axe Versi “Dark & Gold Temptation”) - Unika Repository

0 0 13

STEREOTIP LAKI-LAKI PADA IKLAN TELEVISI PARFUM AXE TERHADAP MASKULINITAS PRIA METROSEKSUAL (Analisis Semiotika Iklan Parfum Axe Versi “Dark & Gold Temptation”) - Unika Repository

0 0 9