Deskripsi Hasil Penelitian 1. Perkembangan Investasi

Dari data BPM juga terungkap bahwa sejumlah Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN juga dilakukan di Jawa Timur, yang seluruhnya berupa proyek baru. Sepanjang April hingga 4 Juni 2003, tercatat tiga proyek baru dengan pemodal dari dalam negeri di Jawa Timur. Ketiga proyek itu adalah industri barang plastik di Kabupaten Gersik senilai Rp 4 miliar, industri peralatan rumah tangga di Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo dengan investasi Rp 5,1 milyar, serta perajutan dari benang di Kabupaten Gresik senilai Rp 504 juta. Ketiga proyek baru itu direncanakan akan menyerap tenaga kerja cukup banyak, berturut-turut 68 orang, 75 orang, dan 50 orang. Pada semester pertama tahun 2002, kondisi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Timur tercatat sebanyak 4 proyek dengan nilai keseluruhan mencapai Rp 127,808 miliar. Sementara itu, pada triwulan pertama tahun 2003, tidak ada proyek baru Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Timur, namun dana sebesar Rp 5,2 milar dikucurkan oleh pemodal dalam negeri untuk memperluas pasar. 4.2. Deskripsi Hasil Penelitian 4.2.1. Perkembangan Investasi Investasi adalah pengeluaran yang disediakan untuk meningkatkan atau mempertahankan barang-barang modal dan pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimana mendatang. Investasi memegang peranan yang teramat penting didalam menentukan, maju, mundurnya perekonomian. Karena investasi merupakan cermin produksi, sehingga tanpa adanya investasi yang memadai, maka kegiatan produksi akan terhambat. Perkembangan investasi di Jawa Timur selama periode 1989 sampai tahun 2008 mengalami fluktuasi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1. Perkembangan Investasi di Jawa Timur Pada Tahun 1989-2003 Milyar Juta Tahun Investasi Rp Juta Perkembangan 1994 2.695.677,961 - 1995 3.023.504,500 12,16 1996 5.019.449,304 66,01 1997 4.277.537,094 - 14,78 1998 9.689.125,600 126,51 1999 24.521.181,600 153,08 2000 30.542.687,748 24,56 2001 19.446.811,701 - 36,33 2002 34.735.359,500 78,62 2003 9.014.823,675 - 74,05 2004 2.521.904,100 - 72,02 2005 4.417.081,450 75,15 2006 17.308.023,600 291,84 2007 1.792.022,340 - 89,65 2008 5.398.842,435 201,27 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur Gambar 2. Perkembangan Investasi di Jawa Timur Pada Tahun 1989-2003 Juta Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat diketahui bahwa tingkat investasi di Jawa Timur selama periode tahun 1989-2003 mengalami fluktuasi yang beragam. Keadaan ini dimulai pada 1989 yang investasinya sebesar Rp 3.023.504,500 juta atau sekitar 12,16 dari tahun sebelumnya. Pada tahun 1994 investasi bertambah sebesar Rp 24.521.181,600 juta atau sekitar 153,08 dari tahun sebelumnya. Keadaan ini terus mengalami fluktuasi sampai dengan tahun kemudian 2003 dengan investasi sebesar Rp 5.398.842,435 juta atau mengalami pertumbuhan sebesar 201,27 dari tahun sebelumnya. Adapun kenaikan yang paling tinggi terjadi pada tahun 1995 yaitu sebesar Rp 30.542.687,748 juta atau mengalami kenaikan sekitar 24,56 dari tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut iklim investasi benar-benar menggairahkan ditunjang dengan dunia perbankan yang semakin baik, disamping itu peran dari pemerintah yang tidak memberlakukan syarat yang menyulitkan dalam berinvestasi. Untuk kenaikan yang paling rendah terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar Rp 1.792.022,340 juta, kondisi ini diikuti oleh adanya krisis moneter yang melanda bangsa Indonesia yang mengakibatkan keadaan investasi yang tidak sehat, banyak sekali investor menanamkan modalnya di bank dalam bentuk tabungandeposito dan lain sebagainya daripada digunakan untuk berinvestasi disektor-sektor tertentu. Tingkat investasi merupakan tolak ukur yang sangat penting untuk mendorong adanya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia, impor modal terutama modal asing membantu mengurangi kekurangan tabungan domestic melalui pemasukan peralatan modal dan bahan mentah. Sehingga dengan demikian dapat menaikkan laju tabungan dan pembentukan modal serta menggairahkan perekonomian dalam negeri.

4.2.2. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

Dalam perhitungan Produk Domestik Regional Bruto PDRB agak rumit ternyata cukup untuk menggambarkan perkembangan ekonomi atau dinamika pembangunan di suatu daerah. Produk Domestik Regional Bruto PDRB Propinsi Jawa Timur perlu disusun karena merupakan salah satu alat yang cukup handal untuk perencanaan dan evaluasi hasil pembangunan secara makro. Dengan tersedianya data Produk Domestik Regional Bruto PDRB dari tahun ketahun, para pembuat kebijaksanaan ekonomi di Propinsi Jawa Timur akan mampu menentukan sasaran pembangunan yang tepat pada kurun waktu tertentu. Untuk lebih jelasnya tentang perkembangan Produk Domestik Regional Bruto PDRB Propinsi Jawa Timur dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto PDRB Harga Konstan Propinsi Jawa Timur Periode 1989 Sampai 2003 Tahun PDRB Rp Juta Perkembangan 1994 15.495.181 - 1995 16.736.981 8,01 1996 17.924.004 7,09 1997 19.186.564 7,04 1998 20.511.498 6,91 1999 52.727.481 157,06 2000 57.047.813 8,19 2001 61.794.259 8,32 2002 64.863.764 4,97 2003 54.336.273 - 16,23 2004 55.058.970 1,33 2005 56.828.133 3,21 2006 58.750.180 3,38 2007 60.754.056 3,41 2008 63.252.166 4,11 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur Gambar 3. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto PDRB Propinsi Jawa Timur Periode 1989 Sampai 2003 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur Pada tabel dan grafik diatas menunjukkan bahwa perkembangan Produk Domestik Regional Bruto PDRB relatif adanya perubahan dari tahun 1989 hingga tahun 2003. Keadaan ini dimulai pada tahun 1989 PDRB propinsip Jawa Timur sebesar Rp 15.495.181 juta kemudian terus mengalami kenaikan hingga tahun 1997 sebesar Rp 64.863.764 juta atau sekitar 4,97 dari kenaikan tahun sebelumnya dan kenaikan ini merupakan kenaikan yang paling besar pada periode tahun 1989 sampai 2003. Kemudian pada tahun 1998 PDRB menurun hingga Rp 54.336.273 juta atau - 16,23 dari tahun sebelumnya. Setelah itu perlahan-lahan naik secara berkala dari tahun 1999 sebesar Rp 55.058.970 juta atau sebesar 1,33. Keadaan ini terus secara bertahan mengalami kenaikan sapai tahun 2003 menjadi 63.252.166 juta atau sekitar 4,11 dari tahun sebelumnya. Pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan selama ini telah menyentuh hampir seluruh wilayah Indonesia khususnya propinsi Jawa Timur oleh karena itu evaluasi hasil pembangunan di daerah memerlukan gambaran ekonomi. Untuk itu Produk Domestik Regional Bruto sangat diperlukan untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan selama ini serta kaitannya dengan menentukan sasaran-sasaran pembangunan pada masa yang akan datang. Persentase kenaikan PDRB secara sektoral menunjukkan peranan masing-masing sektor dalam pembentukan PDRB secara keseluruhan, semakin besar persentase suatu sektor maka semakin besar pula pengaruh sektor tersebut dalam perkembangan ekonomi suatu daerah. Dengan melihat perkembangan suatu sektor dalam kurun waktu tertentu akan kurang tepat tanpa memperhatikan peranan sektor tersebut dalam PDRB secara keseluruhan dengan kurun waktu yang sama. Jika peranan suatu sektor besar dan terjadi perubahan kecil saja dalam sektor tersebut, maka akan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan ekonomi daerah tersebut, sebaliknya jika peranan suatu sektor kecil dan terjadi perubahan baik besar maupun kecil dalam sektor tersebut maka pengaruh yang diakibatkan kurang signifikan.

4.2.3. Perkembangan Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan harga-harga pada suatu perekonomian mengalami kenaikan secara terus menerus akibat adanya kenaikan permintaan agregat dan juga merupakan suatu komitmen atas sejumlah dana yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan ada pula yang diuntungkan. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaan dalam bentuk uang akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya pihak-pihak yang mendapat keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan persentase lebih besar daripada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian kekayaan masyarakat. Inflasi seolah-olah merupakan pajak bagi seseorang dan merupakan subsidi bagi orang lain. Di Propinsi Jawa Timur selama periode 1989 sampai 2003 laju inflasi sangat berfluktuasi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. Perkembangan Tingkat Inflasi Propinsi Jawa Timur Periode Tahun 1989-2003 Tahun Investasi Rp Juta Perkembangan 1994 6,73 - 1995 9,69 2,96 1996 9,97 0,28 1997 5,28 - 4,69 1998 10,19 4,91 1999 8,25 - 1,94 2000 8,69 0,44 2001 6,68 - 2,01 2002 9,11 2,43 2003 9,52 0,41 2004 0,24 - 9,28 2005 10,46 10,22 2006 14,13 3,67 2007 9,15 - 4,98 2008 4,79 - 4,36 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur Gambar 4. Perkembangan Tingkat Inflasi Propinsi Jawa Timur Periode Tahun 1989-2003. Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur Berdasarkan tabel dan grafik diatas bahwa inflasi khususnya propinsi Jawa Timur setiap tahunnya cenderung tetap tinggi. Keadaanini dimulai pada tahun 1989 inflasi sebesar 6,73 sampai pada tahun 1991 kenaikannya menjadi 9,97 atau sekitar 0,28 dari tahun sebelumnya. Sesaat kemudian menurun mencapai angka 5,28 di tahun 1992 sampai pada akhirnya mengalami naik turun fluktuasi yang tidak terlalu mencolok. Setelah itu pada tahun 2001 inflasi menembus angka 14,13 dan sebagai pertumbuhan inflasi tertinggi sepanjang periode 1989 sampai 2003. Terjadinya inflasi yang sangat tinggi ini disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya yaitu : kapasitas dan tingkat fleksibilitas produksi, efisiensi di dalam proses produksi atau ekonomi secara keseluruhan dan struktur biaya produksi yang dikarenakan adanya kebijakan uang ketat dari pemerintah yang dapat enurunkan tingkat inflasi tinggi. Dampak yang paling terasa saat itu adalah terjadinya krisis moneter dibeberapa negara kawasan Asia termasuk Indonesia sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mengalami penurunan.

4.2.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit

Tingkat suku bunga dapat diartikan sebagai tingkat balas jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabah yang diberikan atau menjual produknya. Sejak adanya deregulasi dibidang keuangan dan perbankan telah terjadi perubahan yang drastis pada dunia perbankan. Dimulai dengan perbankan untuk menentukan besarnya tingkat suku bunga kredit maupun simpanan termasuk menentukan kebijaksanaan dibidang perkreditan, sehingga tingkat suku bunga mengikuti tingkat suku bunga pasar. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Investasi Di Jawa Timur dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2003 mengalami kenaikan dan penurunan yang beragam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Di Jawa Timur Tahun 1989-2003 Tahun Tingkat Suku Bunga Kredit Perkembangan 1994 19,40 - 1995 20,30 0,90 1996 19,30 - 1,00 1997 18,30 - 1,10 1998 17,60 - 0,60 1999 14,25 - 3,35 2000 14,51 0,26 2001 15,08 0,57 2002 14,63 - 0,45 2003 18,39 3,76 2004 21,45 3,06 2005 16,35 - 5,10 2006 17,11 0,76 2007 17,50 0,39 2008 15,54 - 1,96 Sumber : Bank Indonesia Surabaya Gambar 4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Di Jawa Timur Tahun 1989-2003. Sumber : Bank Indonesia Surabaya Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat diketahui bahwa tingkat suku bunga kredit di Jawa Timur mulai tahun 1989-2003 mengalami peningkatan dan penurunan yang beragam. Pada tahun 1989 suku bunga kredit sebesar 19,40 kemudian naik menjadi 20,30 di tahun 1990 atau mengalami peningkatan sebesar 0,90 dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 1991 mengalami penurunan sebesar 19,30 atau sekitar -1,00 dari tahun sebelumnya. Tingkat suku bunga kredit ini terus berlanjut mengalami penurunan sampai pada tahun 1994 turun menjadi 14,25 atau mengalami penurunan sebesar -3,35 dari tahun sebelumnya. Setelah itu pada tahun 1995 tingkat suku bunga kredit investasi mulai ada kenaikan yaitu sebesar 14,51 atau mengalami peningkatan sebesar 14,51 dari tahun sebelumnya. Pada tahun 1998 yang kenaikannya mencapai 18,39 atau mengalami peningkatan sebesar 3,76 dari tahun sebelumnya. Kondisi demikian terus berlanjut mengalami fluktuasi tiap tahunnya suku bunga kredit investasi tertinggi terjadi pada tahun 1999 sebesar 21,45 atau meningkat 3,06 dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada dunia perbankan terjadi total dana merupakan biaya untuk memperoleh simpanan setelah ditambah dengan cadangan wajib reserve requirement yang ditetapkan pemerintah tidak berjalan dengan baik serta banyak sekali kredit macet diberikan karena setiap kredit diberikan pasti mengandung suatu resiko tidak dibayar, biaya yang tinggi sekali dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya yang terdiri dari biaya gaji, biaya administrasi, biaya pemeliharaan. Disampig itu pula pemerintah membebankan pajak yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya. Dengan meningkatkan tingkat suku bunga kredit, dapat mendorong dana yang dapat dihimpun oleh bank. Kemudian dalam pemberian kredit, bank melakukannya melalui seleksi, sehingga kredit hanya akan diberikan kepada pengusaha yang investasinya produktif. Sehingga penambahan uang yang beredar diimbangi dengan penambahan produksi barang.

4.2.5. Perkembangan Total Ekspor

Ekspor adalah suatu rangkaian kegiatan produksi yang menyangkut proses produksi barang dan jasa dalam suatu negara tetapi tidak untuk dikonsumsi didalam negeri tetapi melainkan untuk dikonsumsi diluar negeri. Dengan jalan dikirim ke negara konsumen dalam rangkaian suatu perdagangan dan kemudian diperoleh penerimaan dalam mata uang asing. Oleh sebab itu ekspor merupakan bagian dari perdagangan internasional. Di negara Indonesia khususnya Propinsi Jawa Timur di dalam rangka menariknya investasi baik dalam negeri maupun luar negeri pemerintah menggalakkan pertumbuhan diberbagai sektor baik itu berskala rumah tangga sampai industri besar yang pada akhirnya dapat meningkatkan kegiatan ekspor secara tidak langsung berdampak pada pembangunan ekonomi negara. Sehingga dapat dilihat dari realisasi total ekspor Propinsi Jawa Timur selama beberapa tahun terakhir ini mengalami perubahan sejak tahun 1989- 2003 seperti tabel berikut ini. Tabel 5. Perkembangan Total Ekspor Propinsi Jawa Timur Periode Tahun 1989-2003 Tahun Total Ekspor US Perkembangan 1994 1.257.490.314 - 1995 1.613.609.927 28,32 1996 2.296.248.459 42,31 1997 2.973.981.786 29,51 1998 3.336.000.000 12,17 1999 3.355.100.000 0,57 2000 3.677.034.214 9,60 2001 3.979.342.213 8,22 2002 4.236.613.055 6,47 2003 5.335.308.251 25,93 2004 4.655.601.739 - 12,74 2005 5.766.242.301 23,86 2006 5.770.579.896 0,08 2007 5.383.203.943 - 6,71 2008 5.668.775.276 5,30 Sumber : Disperindag Propinsi Jawa Timur Gambar 6. Perkembangan Total Ekspor, Propinsi Jawa Timur, Periode Tahun 1989-2003. Sumber : Dispreindag Propinsi Jawa Timur Sesuai dengan tabel maupun gambar diatas bahwa periode tahun 1989 sampai dengan tahun 2003, total ekspor di Propinsi Jawa Timur mengalami fluktuasi yang beragam. Total ekspor mengalami kenaikan dimulai pada tahun 1989 sebesar Rp 1.257.490.314 juta kemudian tahun 1990 naik menjadi Rp 1.613.609.927 juta atau mengalami perkembangan sebesar 28,32 dari tahun sebelumnya. Keadaan ini terus berlanjut naik sampai tahun 1998 total ekspornya sebesar Rp 5.335.308.251 juta. Hal ini disebabkan sudah mulai membaiknya perekonomian negara Indonesia khususnya propinsi Jawa Timur sehingga terdapat banyak kemajuan diberbagai bidang dan industri. Disamping itu ditunjang oleh adanya kebijakan pemerintah dengan tentang tata niaga ekspor dari semua produk buatan Jawa Timur. Kemudian pada tahun 1999 total ekspor Jawa Timur mengalami penurunan yaitu sebesar Rp 4.655.601.739 juta atau mengalami penurunan sebesar -12,74 dari tahun sebelumnya, keadaan ini dikarenakan turunnya harga di pasaran ekspor beberapa komoditi dari Jawa Timur seperti tekstil, hasil pertanian, perikanan dan lain-lain. Keadaan ini bertambah memburuk seiring kondisi di dalam negeri mengalami krisis moneter, sehingga berdampak pada sejumlah produsen yang pada akhirnya tidak beroperasi dan menutup usahanya. Sehingga total ekspor di propinsi Jawa Timur semakin merosot.

4.3. Analisis Dan Pengujian Hipotesis