ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI JAWA TIMUR.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Diajukan Oleh :
NANDA WARDANA
0411010099
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(2)
Disusun Oleh :
NANDA WARDANA
0411010099
Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh
Tim Penguji Skripsi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada Tanggal ………
Pembimbing : Tim Penguji : Pembimbing Utama Ketua
... ...
Sekretaris
... ...
Anggota
...
Mengetahui : Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
(3)
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan hidayahnya akhirnya penulisan ini dapat
menyelesaikan pada waktu dengan judul “Analisis Beberapa Faktor
Yang Mempengaruhi Investasi Di Jawa Timur”.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk mengikuti ujian lesan atau
komprehensip Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan sebagai
salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis cukup banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto , MM. selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur , MM. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Marseto D.S , MSi. selaku Ketua Jurusan Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas
(4)
5. Bapak/Ibu beserta staf karyawan Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan bekal kepada penulis
sehingga dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Semua pihak yang tidak dapat tersebutkan satu-satu yang telah
memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyusunan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini disadari masih banyak kesalahan dan
kekurangan, sehingga diharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna penulisan yang akan datang.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berdoa agar segala
bantuan yang telah diberikan akan mendapat balasan dan rahmat dari
Allah SWT. Selanjutnya penulis mempersembahkan tulisan ini dengan
harapan agar penulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, ……….
(5)
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAKSI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 10
2.2. Landasan Teori ... 15
2.2.1. Pengertian Investasi ... 15
2.2.1.1. Teori Investasi... 16
2.2.1.2. Macam Investasi... 19
2.2.1.3. Pengeluaran Investasi ... 21
2.2.1.4. Faktor-Faktor yang Menentukan Investasi ... 21
(6)
2.2.2. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto ... 27
2.2.2.1. Hubungan Antara Pendapatan Nasional Dan Investasi ... 30
2.2.3. Pengertian Inflasi ... 31
2.2.3.1. Inflasi Berdasarkan Sifatnya ... 32
2.2.3.2. Inflasi Berdasarkan Sebabnya ... 33
2.2.3.3. Inflasi Berdasarkan Asal Usulnya ... 36
2.2.3.4. Efek Inflasi ... 37
2.2.4. Pengertian Tingkat Suku Bunga ... 39
2.2.4.1. Tingkat Suku Bunga Kredit ... 39
2.2.4.2. Komponen Yang Menentukan Bunga Kredit... 40
2.2.4.3. Hubungan Tingkat Suku Bunga Kredit Dengan Kredit Modal Kerja ... 41
2.2.4.4. Komponen Yang Menentukan Bunga Kredit... 42
2.2.5. Pengertian Eksport ... 44
2.2.5.1. Tujuan Eksport ... 45
2.2.5.2. Timbulnya Eksport ... 45
(7)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 52
3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 52
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 54
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 54
3.4. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 55
3.4.1. Teknik Analisis ... 55
3.4.2. Uji Hipotesis ... 57
3.4.3. Asumsi Klasik ... 60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ...
4.1.1. Keadaan Geografis Daerah Jawa Timur...
4.1.2. Tugas Bank Indonesia Dalam Era Perubahan
Yang Pesat ...
4.1.3. Perkembangan Modal Di Jawa Timur ...
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ...
4.2.1. Perkembangan Investasi Di Jawa Timur ...
4.2.2. Perkembangan Produk Domestik Regional
(PDRB) Bruto Di Jawa Timur ...
(8)
4.3. Analisis Dan Pengujian Hipotesis...
4.3.1. Pengujian Asumsi Klasik ...
4.3.2. Analisis Hasil Perhitungan Regresi Berganda...
4.3.3. Uji Hipotesis ...
4.3.3.1. Uji Hipotesis Secara Simultan
(Keseluruhan)
4.3.3.2. Analisis Secara Parsial (Individu) ...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...
5.1. Kesimpulan ...
5.2. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA
(9)
Tabel 1. Perkembangan Investasi Di Jawa Timur Pada Tahun
1989-2003 (Juta) ...
Tabel 2. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Propinsi Jawa Timur Periode 1989 Sampai 2003 ...
Tabel 3. Perkembangan Tingkat Inflasi Propinsi Jawa Timur
Periode Tahun 1989 - 2003 ...
Tabel 4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Di Jawa Timur
Tahun 1989 - 2003...
Tabel 5. Perkembangan Total Ekspor Propinsi Jawa Timur Periode
Tahun 1989 - 2003...
Tabel 6. Nilai VIF Refresi Linier Berganda ...
Tabel 7. Batas-Batas Daerah Test Durbin Watson ...
Tabel 8. Hasil Korelasi Rank Spearman ...
Tabel 9. Hasil Pendugaan Parameter Regresi Antara Variabel Bebas
Dan Variabel Terkait ...
Tabel 10. Uji Secara Simultan (Anovab) ...
(10)
Gambar 1. Teori Investasi ...
Gambar 2. Hubungan Antara Investasi Dan MEI ...
Gambar 3. Hubungan Antara Investasi Dan Pendapatan Nasional ...
Gambar 4. Demand Pull Inflation ...
Gambar 5. Cash Push Inflation ...
Gambar 6. Teori Klasik Tentang Tingkat Suku Bunga ...
Gambar 7. Paradigma/Kerangka Pikir...
Gambar 8. Distribusi Daerah Keputusan Autokorelasi ...
Gambar 9. Perkembangan Investasi Di Jawa Timur Pada Tahun
1989-2003 (Juta) ...
Gambar 10. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Propinsi Jawa Timur Periode 1989 - 2003 ...
Gambar 11. Perkembangan Tingkat Inflasi Propinsi Jawa Timur
Periode Tahun 1989 - 2003 ...
Gambar 12. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Di Jawa
Timur Tahun 1989 - 2003...
Gambar 13. Perkembangan Total Ekspor Propinsi Jawa Timur Periode
Tahun 1989 - 2003 ...
(11)
Gambar 16. Kriteria Daerah Penerimaan Atau Penolakan Hipotesis
Variabel Tingkat Inflasi Terhadap Variabel Investasi
Di Jawa Timur ...
Gambar 17. Kriteria Daerah Penerimaan Atau Penolakan Hipotesis
Variabel Tingkat Suku Bunga Kredit Terhadap Variabel
Investasi Di Jawa Timur...
Gambar 18. Kriteria Daerah Penerimaan Atau Penolakan Hipotesis
Variabel Total Ekspor Terhadap Variabel Investasi
(12)
Lampiran 1. Data Hasil Penelitian
Lampiran 2. Hasil Pengolahan Dengan Program SPSS 10.0
Lampiran 3. Tabel F hitung
Lampiran 4. Tabel t hitung
(13)
NANDA 00000 Abstraksi
Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang cukup besar tersebut terjadi karena adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju baik di kawasan regional maupun di kawasan global. Investor yang menginvestasikan dana yang dimilikinya seperti dalam bentuk saham bertujuan memaksimumkan kekayaan yang didapat dari deviden ataupun modal lain. Karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor Produk Domestik Regional Bruto, Inflasi, tingkat suku bunga, dan eksport total mempengaruhi Investasi di Jawa Timur dan untuk mengetahui variabel mana yang memberikan pengaruh paling dominan terhadap Investasi di Jawa Timur.
Metode penelitian ini menggunakan data berkala (sekunder) yaitu dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2003 yang diperoleh dari Bank Indonesia cabang Surabaya, Kantor Biro Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur serta Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Model analisis yang digunakan model regresi linier berganda dan selanjutnya dilakukan uji hipotesis, untuk mengetahui pengaruh secara simultan digunakan uji - F dan untuk mengetahui secara parsial dilakukan uji - t.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel Produk Domestik Regional Bruto, Inflasi, tingkat suku bunga, dan eksport total berpengaruh nyata terhadap Investasi di Jawa Timur yaitu dengan uji F dimana Fhitung = 83,628 > Ftabel 3,48. Secara parsial menunjukkan bahwa
variabel Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh nyata terhadap investasi di Jawa Timur dengan thitung 2,484 < ttabel 2,228. Hal ini
dikarenakan apabila PDRB mengalami kenaikan akan memberikan rangsangan kepada investor, karena permintaan produk meningkat sehingga keuntungan meningkat. Variabel inflasi tidak berpengaruh nyata terhadap investasi di Jawa Timur dengan thitung 1,527 < ttabel 2,228, karena
walaupun terjadi inflasi pengusaha tetap membutuhkan modal untuk menambah produksinya disebabkan keuntungan besar, variabel tingkat suku bunga kredit tidak berpengaruh nyata terhadap investasi di Jawa Timur dengan thitung 1,758 < ttabel 2,228, hal ini disebabkan walaupun
(14)
suatu negara. Kondisi demikian akan mendorong beberapa investor untuk berinvestasi.
(15)
1.1. Latar Belakang
Sejak terjadinya krisis ekonomi yang diikuti oleh krisis
kepercayaan dan berkembang menjadi krisis sosial bahkan
mendorong terjadinya reformasi politik, ekonomi dan hukum maka
sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara Indonesia mengalami
perubahan yang sangat pesat mendasar, yang ditandai dengan
pergantian rezim pemerintah, kondisi domestik ini jelas membawa
dampak perubahan sikap usaha baik didalam maupun diluar negeri
terhadap Indonesia (Anonim, 2000 : 83).
Pergantian pemerintah yang merupakan tonggak
perkembangan demokrasi di Indonesia tersebut, secara cepat berubah
menjadi suatu euphoria politik. Berbagai unjuk rasa, ketidakpuasan
atas resim pemerintahan lama yang diwariskan kepada pemerintahan
baru yang ”egitimate” serta aksi protes yang berakhir dengan
kerusuhan, masih mempengaruhi kebijakan ekonomi yang diambil
pemerintah akibat euphoria berkepanjangan tersebut, kegiatan
pemulihan ekonomi menjadi lambat bila dibanding dengan pemulihan
Negara Asia lainnya yang juga mengalami krisis ekonomi seperti
Korea Selatan, Thailand, Malaysia dan Filipina (Anonim, 2000 : 83).
(16)
Dalam rangka mempercepat pemulihan perekonomian
nasional dalam hal itu semua pemanfaatan potensi sumber daya, baik
yang dimiliki oleh pemerintah Badan Usaha Milik Negara atau
swasta asing dalam bentuk investasi, memegang peranan penting.
Keberhasilan investasi tentunya juga tergantung dari sejauh mana dan
seberapa lama berbagai kendala yang menimpa perekonomian
nasional dapat diatasi dan bagaimana para pelaku ekonomi termasuk
BUN (Badan Usaha Milik Negara) menyikapi situasi yang terjadi
(Anonim, 2000 : 83).
Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana
yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Kebutuhan dana yang cukup besar tersebut terjadi karena adanya
upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari
negara-negara maju baik dikawasan regional maupun dikawasan global.
Indonesia masih belum mampu menyediakan dana pembangunan
tersebut. Disamping upaya menggali pembiayaan luar negeri salah
satunya penanaman modal asing langsung (foregh direct investment)
(Anonim, 2002 : 18).
Investor yang mengivestasikan dana yang dimilikinya seperti
dalam bentuk saham bertujuan memaksimumkan kekayaan yang
didapat dari diveden ataupun modal lain. Selain investor, pihak
menejemen perusahaan juga berusaha memaksimumkan kesejahteraan
(17)
membuat keputusan baik berupa peluang investasi. Pendanaan
maupun investasi semua keputusan tersebut harus dibuat dengan
hati-hati karena keputusan yang tidak akurat mempengaruhi nilai
perusahaan (Anonim, 2003 : 24).
Penanaman modal (investasi swasta), baik investasi swasta
dalam negeri maupun investasi swasta asing perlu terus didorong
dalam rangka meningkatkan peranan masyarakat dalam pembangunan
yang diarahkan untuk meningkatkan Produk Domestik Regional
Bruto serta pemerataan pembangunan.
Tujuan negara Indonesia adalah memberi kemakmuran
sebesar-besarnya pada masyarakat dengan meningkatkan Produk
Domestik Regional Bruto sebanyak-banyaknya dilihat dari besarnya
Produk Domestik Regional Bruto ditinjau atas dasar harga konstan
dari tahun ketahun mengalami peningkatan sehingga mendorong
adanya investasi.
Selain Produk Domestik Regional Bruto indikator yang dapat
menunjukkan pergerakan investasi yang meningkat. Tingkat rata-rata
suku bunga kredit investasi sebesar 6% pada tahun 2001.
Disamping hal tersebut keberadaan inflasi perlu ditekankan
pada suatu negara berkembang lantaran adanya ketidakseimbangan
antara permintaan dan penawaran barang. Barang domestik,
menyusul permulaan program investasi negara dalam jumlah besar
(18)
penting kedalam negara. Adanya penanaman modal asing dapat
meminimumkan tekanan inflasi tersebut. (Jhingan, 2002 : 482).
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang No. 2/tahun 1967
jo. No. 11/tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing dan
Undang-Undang No. 6/tahun 1968 jo. No. 12/tahun 1970 tentang Penanaman
Modal dalam negeri, investasi cenderung terus meningkat dari waktu
ke waktu. Walaupun demikian, pada tahun-tahun tertentu sempat juga
terjadi penurunan. Kecenderungan peningkatan bukan hanya
berlangsung pada investasi oleh kalangan masyarakat atau sektor
swasta, baik Penanaman Modal Dalam Negeri maupun Penanaman
Modal Asing, namun juga penanaman modal oleh pemerintah. Ini
berarti pembentukan modal domestik bruto meningkat dari tahun ke
tahun.
Di sektor investasi swasta, selam periode 1 Januari 1967
hingga 15 Juli 1994 secara kumulatif telah disetujui sebanyak 8.703
proyek Penanaman Modal Dalam Negeri dengan nilai total Rp
275.413,7 milyar. Dalam kurun waktu yang sama jumlah Penanaman
Modal Asing yang disetujui sebanyak 2.907 proyek dengan nilai total
US$ 83.945,6 juta, (angka-angka ini adalah data investasi swasta di
luar sektor migas dan lembaga keuangan). Namun dari jumlah-jumlah
yang disetujui itu, realisasi kumulatifnya hanya 5.649 proyek
Penanaman Modal Dalam Negeri (lebih kurang 65 persen) dengan
(19)
133). Sedangkan bila dilihat dari perkembangan investasi, baik
Penanaman Modal Asing maupun Penanaman Modal Dalam Negeri,
pada tahun 2000 sampai dengan 2003 secara komulatif pada tahun
2000 adalah sebagai berikut : jumlah proyek baru yang disetujui
Penanaman Modal Dalam Negeri berjumlah 27 buah dengan investasi
senilai US$ 1.534.804 sedangkan proyek dalam bentuk penanaman
Modal Asing berjumlah 60 buah dengan jumlah investasi senilai US$
319.310. Pada tahun 2001 secara komulatif jumlah proyek baru yang
disetujui Penanaman Modal Dalam Negeri berjumlah 20 buah dengan
investasi senilai US$ 710.154 sedangkan proyek dalam bentuk
Penanaman ModalAsing berjumlah 54 buah dengan jumlah investasi
senilai US$ 1.595.949. Pada tahun 2002 secara komulatif jumlah
proyek baru yang disetujui Penanaman Modal Dalam Negeri
berjumlah 10 buah dengan investasi senilai US$ 813.441 sedangkan
proyek dalam bentuk Penanaman Modal Asing berjumlah 58 buah
dengan jumlah investasi senilai US$109.461. Pada tahun 2003 secara
komulatif jumlah proyek baru yang disetujui Penanaman Modal
Dalam Negeri berjumlah 20 buah dengan investasi senilai US$
1.533.224 sedangkan proyek dalam bentuk Penanaman Modal Asing
berjumlah 67 buah dengan jumlah investasi senilai US$ 456.659. Bila
dilihat dari perbandingan diatas peranan Penanaman Modal Dalam
Negeri sangat dominan dibandingkan dengan Penanaman Modal
(20)
Hal ini terjadi seiring dengan gejolak politik dan sosial yang
seakan-akan tanpa ada akhirnya, dan cenderung semakin memanas saja,
selain itu salah satu pemicu memburuknya iklim investasi ini
semakin diperberat dengan masuknya era otonomi daerah yang
ternyata dalam pelaksanaannya masih dilanda oleh ketidakpastian dan
telah menakutkan sejumlah calon investor asing (Anonim, 2000 : 01).
Jawa Timur sebagai salah satu propinsi di Indonesia
mempunyai daerah yang sangat potensial dalam pembangunan
nasional, mempunyai wilayah yang luasnya terdiri dari 47.922 km
persegi berupa daratan dan 110 km persegi lautan ditunjang sumber
daya alam yang beraneka ragam dengan jumlah penduduk 1998
sebesar 34,84 juta jiwa. Sampai pada periode paruh pertama tahun
1997, perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang cukup baik
yang ditandai dengan menguatnya beberapa indikator makro ekonomi
mencapai 7,8% per tahun dan inflasi pada bulan pertama mampu
mencapai tingkat terendah selama 10 tahun terakhir dengan periode
yang sama. Adapun investasi luar negeri langsung mencapai $ 6,5
juta pada tahun fiskal 1996/1997. Cadangan devisa resmi pemerintah
mencapai $ 20 juta pada bulan maret 1997 (Anonim, 2003 : 01).
Perekonomian Indonesia mengalami perubahan mendadak
setelah pada pertengahan tahun 1997 angka inflasi mencapai 11,1%.
Pertumbuhan dan terus menerus meningkat hingga 77,6% pertahun
(21)
uang terhadap dollar yang terus-menerus kesektor lainnya hingga
menimbulkan krisis ekonomi Bank Indonesia (Anonim, 2003 : 12).
Dengan demikian berdasarkan uraian diatas kegiatan investasi
di Jawa Timur diharapkan mampu bertahan dan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan kenaikan Pendapatan
Domestik Regional Bruto atas harga yang berlaku pada tahun 1998
sebesar 135,753 trilliun, pada tahun 1999 = 151,729 trilliun. Nilai
investasi tahun 1998 = 9,014 trilliun, 1999 = 2,214 trilliun.
Pertumbuhan ekonomi terus dapat meningkat bila didukung oleh
tingkat inflasi yang tidak terlalu tinggi pada tahun 1998 = 95,21%
dan pada tahun 1999 sebesar 0,24% sebab dengan tingkat inflasi yang
tinggi mengakibatkan kemampuan daya beli masyarakat akan barang
dan jasa turun dan menghambat adanya investasi dan nilai ekspor
netto pada tahun 1998 = 1,529 trilliun dan tahun 1999 sebesar 14,84
trilliun dimana akan memberikan kontribusi pada cadangan devisa di
Jawa Timur dan dapat digunakan untuk mempercepat proses
pembangunan di Jawa Timur (Anonim, 2000 : 50-52).
Dengan melihat uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
kenaikan Produk Domestik Regional Bruto atas harga yang berlaku
pada tahun 1998 yang mengalami kenaikan dibandingkan dengan
tahun 1999 berakibat pada penurunan jumlah investasi dari tahun
(22)
buruk pada penurunan pada total ekspor yang ada yang mana akan
berakibat pada penurunan kontribusi di Jawa Timur.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraian diatas maka
permasalahan yang diangkat dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Apakah Produk Domestik Regional Bruto, Inflasi, tingkat suku
bunga kredit, dan Total ekspor berpengaruh terhadap Investasi di
Jawa Timur ?
b. Manakah dari keempat variabel yang mempunyai pengaruh paling
dominan terhadap Investasi di Jawa Timur ?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui Produk Domestik Regional Bruto, Inflasi,
tingkat suku bunga, dan total ekspor dalam mempengaruhi
Investasi di Jawa Timur.
b. Untuk mengetahui variabel yang paling dominan pengaruhnya
terhadap investasi di Jawa Timur.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Sebagai acuan akademik bagi mahasiswa dan koleksi
perpustakaan yang dapat digunakan untuk membantu memecahkan
(23)
b. Sebagai masukan serta informasi untuk semua pihak yang
berkepentingan dalam penetapan serta pelaksanaan kebijakan
dalam peningkatan investasi di Jawa Timur.
c. Bagi penulis sebagai pengalaman serta tambahan pengetahuan
serta wawasan dalam bidang investasi khususnya mengenai
(24)
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah
faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman modal asing di Jawa
Timur antara lain :
a. Sulistiyowati (1999 : 49) dengan judul “Analisis Tentang
Penanaman Modal Asing dengan beberapa faktor yang
mempengaruhi di Indonesia” dengan variabel bebas yang sangat
berpengaruh terhadap variabel terikat secara simultan melalui
pengujian hipotesis dengan menggunakan uji F diperoleh nilai
F-hitung > F-tabel yaitu 10,989 > F-4,35 yang berarti ada pengaruh
nyata antara variabel bebas dengan variabel terikat secara parsial
untuk jumlah tenaga kerja nilai t-hitung > t-tabel yaitu sebesar
3.008 > 2,228, untuk tingkat suku bunga kredit nilai hitung <
t-tabel yaitu -0,844 < 2,228. Hal ini menunjukkan tingkat suku
bunga kredit tidak berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing
dan untuk jumlah industri nilai t-hitung > t-tabel yaitu 4,847 >
2,228. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja, jumlah
industri berpengaruh nyata terhadap Penanaman Modal Asing Di
Indonesia.
(25)
b. Prihandoko (1996 : 81) dengan judul “Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Investasi Swasta (Penanaman Modal Dalam
Negeri) Di Kota Surabaya”. Dapat ditarik kesimpulan bahwa dari
hasil pengujian secara simultan diperoleh nilai F-hitung > F-tabel
yaitu 74,119 > 4,79 yang berarti ada pengaruh nyata antara
variabel bebas dengan variabel terikat secara parsial untuk Produk
Regional Domestik Bruto nilai t-hitung < t-tabel yaitu -0,887 <
2,447, untuk pengeluaran pemerintah daerah nilai hitung >
tabel yaitu 3,453 > 2,224, untuk tingkat suku bunga kredit nilai
t-hitung > t-tabel yaitu 2,920 > 2,224 menunjukkan pengaruhnya
terhadap investasi swasta PMDN dan begitu juga pengeluaran
pemerintah daerah berpengaruh secara nyata terhadap investasi
swasta PMDN untuk PDRB yang tidak berepengaruh terhadap
investasi swasta PMDN dikarenakan pada tahun 1998 dan tahun
1999 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) cenderung
mengalami penurunan sementara investasi swasta PMDN
cenderung menurun terus karena krisis moneter sampai tahun
1997.
c. Hesti (1995 : 63) dengan judul “ Pengaruh Penanaman Modal dan
Penanaman Modal Dalam Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Di Jawa Timur” dapat ditarik kesimpulan bahwa dari hasil
pengujian secara simultan diperoleh nilai F-hitung > F-tabel yaitu
(26)
bebas dengan variabel terikat. Secara parsial, untuk ekspor nilai
hitung > tabel yaitu 6,54 > 2,306 untuk total nilai ekspor nilai
t-hitung > t-tabel yaitu 2,476 > 2,306 untuk PDRB nilai t-t-hitung >
t-tabel yaitu 3,214 > 2,306. Hal ini menunjukkan bahwa inflasi,
total ekspor, dan PDRB berpengaruh secara nyata terhadap
Pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur.
d. Mandhyaningsih (2003 : 45) dengan judul “Analisis Beberapa
Faktor yang berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing Di
Surabaya”. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pengujian simultan
diperoleh nilai F-hitung 5,7462 > F-tabel 4,76 yang berarti ada
pengaruh nyata antara variabel bebas dengan variabel terikat
secara parsial PDRB nilai t-hitung 2,5296 > t-tabel 2,4469 untuk
Upah Minimum Regional nilai t-hitung - 1,9233 < t-tabel 2,4469,
hal ini menunjukkan tidak berpengaruh terhadap PMA, untuk
tingkat suku bunga nilai t-hitung -3,2449 > t-tabel 2,4469 hal ini
menunjukkan bahwa berpengaruh nyata terhadap Penanaman
Modal Asing (PMA).
e. Monoarfa (1997 : 79) dengan judul “Pengaruh Investasi Swasta
dan Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur”.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa dari pengujian secara simultan
diperoleh nilai F-hitung > F-tabel yaitu 6,634 > 4,76 yang berarti
ada pengaruh nyata antara variabel bebas dengan variabel terikat
(27)
t-hitung > t-tabel yaitu 3,581 > 1,943 untuk Penanaman Modal
Asing nilai t-hitung < t-tabel yaitu 0,996 < 1,943 hal ini
menunjukkan bahwa Penanaman Modal Dalam Negeri
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk PMA
itdak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi karena
hasil keuntungan yang diperoleh investor Asing dalam
menanamkan modalnya ke Indonesia sebagian besar akan
teralokasikan ke negara dimana investor itu berasal atau untuk
menanamkan modal ke negara lain selain Indonesia sehingga
besar kecilnya penanaman modal di Indonesia khususnya Jawa
Timur tidak mampu untuk menjadi patokan untuk melihat tingkat
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan inflasi tidak berpengaruh nyata
karena tingkat inflasi yang selalu berubah setiap waktu sehingga
tidak mampu menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu
negara.
f. Puspitasari (1997 : 63) dengan judul “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penanaman Modal Asing Di Jawa Timur” dapat
ditarik kesimpulan bahwa dari hasil pengujian secara simultan
diperoleh hasil F-hitung > F-tabel yaitu 6,016 > 3,89 yang berarti
bahwa ada pengaruh nyata antara variabel bebas dengan variabel
terikat. Secara parsial untuk total ekspor nilai t-hitung > t-tabel
yaitu 3.279 > 2,179. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh nyata
(28)
Untuk UMR nilai t-hitung < t-tabel yaitu -3,212 , 2,179, untuk
GNP negara investasi Asing nilai t-hitung > t-tabel yaitu sebesar
3,328 > 2,179. Hal ini menunjukkan bahwa total ekspor
berpengaruh secara nyata terhadap Penanaman Modal Asing,
sedangkan untuk variabel UMR tidak berpengaruh nyata terhadap
Penanaman Modal Asing dikarenakan bahwa dengan tingkat UMR
yang kecil seperti sekarang ditakutkan memicu demontrasi buruh
sehingga tidak menarik Penanaman Modal Asing.
g. Sarwedi (2002 : 18) yang berjudul “Investasi Asing Langsung Di
Indonesia Dan Faktor Yang Mempengaruhinya” yang menyatakan
bahwa sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana
yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Kebutuhan dana yang cukup besar tersebut terjadi karena adanya
upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari
negara-negara maju, baik dikawasan regional maupun kawasan global.
Disamping berupaya menggali sumber pembiayaan dalam negeri,
pemerintah juga mengundang sumber pembiayaan luar negeri,
salah satunya adalah Penanaman Modal Asing Langsung 9foreig
direct invesment = FDI).
h. Hermiendito Kaaro (2003 : 5-34) dengan judul “Keputusan
Pendanaan Dan Keputusan Investasi Berbaris Peluang Investasi
Dan Kendala Keuangan : Pembuktian Empiris Dalam Kondisi
(29)
pendanaan mencakup penentuan sumber dana eksternal dan
internal. Sumber pendanaan dana eksternal dapat diperoleh dari
utang dan ekuitas baru, sedangkan sumber internal terutama
diperoleh dari laba ditahan. Penentuan laba ditahan terkait dengan
kebijakan deviden, sehingga keputusan investasi, keputusan
pendanaan, dan kebijakan deviden menjadi saling terkait.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu dan perbedaan
dengan penelitian ini berjudul “Analisis Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Investasi di Jawa Timur” hanyalah berbeda tempat
dan waktu penelitian. Dan penelitian yang sedang diteliti sekarang
menggunakan Variabel Terikat Tingkat Investasi Swasta (PMA dan
PMDN) dan variabel bebas yaitu Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), tingkat Suku Bunga, Inflasi dan total ekspor.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Investasi
Menurut Sukirno (2002 : 107) investasi diartikan sebagai
pengeluaran yang dilakukan oleh pengusaha untuk membeli
barang-barang modal dan membina industri-industri pengertiannya meliputi
hal yang lebih luas, yaitu :
a. Seluruh nilai pembelian pengusaha atas barang-barang modal
(30)
b. Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal,
bangunan kantor dan bangunan lain.
c. Pertambahan dalam nilai stok-stok barang perusahaan, berupa
bahan mentah, barang yang belum selesai diproses dan barang
jadi (kalau stok barang dalam perusahaan-perusahaan berkurang,
maka itu merupakan investasi negatif).
Menurut Dornbusch dan Fisher (1986 : 236) investasi adalah
pengeluaran yang disediakan untuk meningkatkan atau
mempertahankan barang-barang modal.
Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah
dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan
dimasa mendatang (Halim, 2003 : 02).
Menurut Raharja dan Manurung (2004 : 50) keputusan
menunda konsumsi sumber daya atau bagian penghasilan demi
meningkatkan kemampuan menambah atau menciptakan nilai hidup
(penghasilan dan atau kekayaan) dimasa mendatang.
Menurut Noprin (1987 : 134) investasi perubahan capital
stock maka teori tentang investasi haruslah dimulai dengan konsep
jumlah (stock) kapital yang diinginkan (desined capital stock).
2.2.1.1. Teori Investasi
Investasi memegang peranan yang teramat penting didalam
(31)
merupakan cermin produksi, sehingga tanpa adanya investasi
yang memadai, maka produksi akan seret Rosyidi (1989 : 174).
Menurut Suparmoko (1992 : 84) terdapat dua teori investasi,
yaitu :
1. Teori Klasik
Teori klasik tentang investasi didasarkan atas teori
produktivitas batas marginal productivity dari faktor produksi
modal. Pegangan teori produktivitas batas, maka misal
investasi oleh para ahli ekonomi klasik dipecahkan atas dasar
prinsip maksimalisasi laba dari perusahaan industri.
2. Teori Keynes
Masalah investasi oleh Keynes didasarkan atas konsep
MEI (Marginal Efficiency of Investment) dimana investasi
akan dijalankan apabila Marginal Efficiency of Investment
lebih tinggi dari tingkat bunga : marginal efficiency of
investment digambarkan sebagai garis menurun yang
menyatakan jumlah investasi yang akan dilaksanakan pada
setiap bunga.
Menurunnya garis marginal efficiency of investment ini
antar alain disebabkan oleh 2 hal yaitu :
a. Bahwa semakin banyak jumlah investasi yang terlaksana
(32)
b. Semakin banyak investasi dilakukan, maka biaya dari barang
modal menjadi tinggi. Penjelasan tentang konsep Marginal
Efficiency of Investment dapat dilihat pada gambar 1.
Suku Bunga
MEC
i1
i2
I1 I2 Jumlah Investasi
Sumber : Suparmoko, M., 1992, Ekonomi Makro, BPFE UGM, Yogyakarta, hal. 84.
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa suku bunga yang
tinggi (i1) tidak terlalu menarik minat investor sehingga hanya
akan menciptakan tingkat investasi yang rendah (I1), sedangkan
pada suku bunga yang rendah (i2) malah akan menarik minat para
(33)
2.2.1.2. Macam Investasi
Menurut Rosyidi (1984 : 170-172) investasi terbagi
menjadi delapan jenis yang dikelompokkan berisi dua. Yang perlu
diperhatikan sebelum membicarakan hal ini lebih dalam adalah
bahwa suatu produk barang investasi mungkin sekali memiliki
atau menempati lebih dari satu jenis diantara jenis-jenis investasi
dibawah ini. Namun demikian, perangkapan seperti ini tidak
mungkin terjadi didalam sesuatu kelompok pembagian tertentu.
Perangkapan seperti ini hanya dapat terjadi pada lebih dari satu
pengelompokan. Jenis-jenis investasi tersebut :
1. Autonomous Investment dan Induced Investment. Autonomous
investment (investasi otonoin) adalah investasi yang besar
kecilnya tidak dipengaruhi pendapatan, tetapi dapat berubah
oleh adanya perubahan-perubahan faktor-faktor diluar
pendapatan. Induced investment (investasi terimbas) adalah
investasi yang bersebelahan dengan autonomous investment.
Induced investaris sangat dipengaruhi oleh pendapat.
2. Public Investment dan Private Investment
Public Investment adalah investasi atau penanaman modal
yang dilakukan oleh pemerintah. Pertimbangan yang diarahkan
untuk melayani atau menciptakan kesejahteraan rakyat banyak.
(34)
swasta. Pertimbangan yang dipakai dalam Private Investment
adalah pertimbangan untuk mencari keuntungan.
3. Domestic Investment dan Foreign Investment
Domestic artinya adalah dalam negeri, sedangkan foreign
adalah luar negeri. Jadi Domestik Investment adalah Investasi
dalam negeri, dan Foreign investment adalah investasi luar
negeri.
4. Gross Investment dan Net Investment
Gross Investment (inventasi bruto) adalah total seluruh
investasi yang diadakan atau yang dilaksanakan pada suatu
ketika.
5. Net Investment (inventasi netto) adalah selisih antar investasi
bruto dengan penyusutan.
Berdasarkan jenis-jenis investasi diatas, maka dapat
diketahui bahwa yang dimaksud dengan penanaman Modal Asing
(PMA) ini resiko dari kegagalan investasi ditanggung oleh
investor luar negeri tersebut penanaman modal dalam negeri.
Merupakan investasi yang dilakukan oleh investor dalam negeri
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ini lebih banyak
dilakukan oleh pemerintah dengan motivasi untuk kesejahteraan
(35)
2.2.1.3. Pengeluaran Investasi
Pengeluaran investasi secara khusus kurang dari 20% dari
Gross Nasional Produk. Tetapi Investasi berfluktuasi jauh lebih
besar daripada konsumsi. Konsumsi naik meskipun GNP (Gross
Nasional Produk) turun dan pembelian-pembelian Pemerintah
untuk barang dan jasa meningkat. Meskipun GNP (Gross Nasional
Produk) menurun dengan tajam sebagian besar disebabkan oleh
pengeluaran investasi bruto maupun menurun jauh lebih besar
daripada keseluruhan GNP (Gross Nasional Produk) yang
menurun.
Permintaan investasi akan turun oleh karena kenaikan
tingkat suku bunga, peranan output juga pajak menentukan
investasi. Banyak alasan untuk menelaah pengeluaran investasi
adalah fluktuasi-fluktuasinya membantu menyebabkan gelombang
usaha (business cycle), alasan lain adalah bahwa pengeluaran
investasi dapat dipengaruhi secara berarti melalui kebijaksanaan
Dornbusch dan Fischer (1984 : 236-236).
2.2.1.4. Faktor-Faktor Yang Menentukan Investasi
Apabila seorang pemilik modal atau para pengusaha
menggunakan uangnya membeli barang-barang modal, maka
pembelajaran itu dinamakan investasi. Akan tetapi berhasil
(36)
kenyataan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
menentukan, yaitu :
a. Ramalan mengenai keadaan ekonomi dimasa yang akan
datang. Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan
memasang barang-barang modal baru dinamakan kegiatan
memakan waktu, dan apabila investasi tersebut telah selesai
dilaksanakan, yaitu pada waktu industri atau perusahaan itu
sudah mulai menghasilkan barang atau jasa yang menjadi hasil
produksinya, maka pemilik modal akan melakukan kegiatan
terus selama beberapa tahun.
b. Perubahan Dan Perkembangan Teknologi
Pada umumnya semakin banyak perkembangan ilmu dan
pengeluaran yang dilaksanakan, maka semakin banyak pula
jumlah kegiatan yang dilakukan oleh para pengusaha.
c. Tingkat Pendapatan Nasional Dan Perubahan-Perubahannya
Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan antara
pendapatan nasional dan investasi merupakan hal yang saling
berkaitan, dimana investasi itu pada umumnya cenderung
untuk mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapat
nasional semakin besar jumlahnya dan begitu juga sebaliknya
semakin rendah jumlah investasi akan mempengaruhi tingkat
(37)
d. Keuntungan Yang Dicapai Oleh Perusahaan
Apabila perusahaan-perusahaan itu melakukan investasi
dengan menggunakan tabungan atau modal khas, maka
perusahaan yang dimaksud tidak lagi dikenai biaya-biaya yang
harus dibayar untuk jangka waktu berikutnya.
e. Tingkat Bunga
Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan
memberikan keuntungan para pengusaha dan dapat
dilaksanakan. Para pengusaha hanya akan melaksanakan
keinginan untuk menanam modal apabila tingkat pengembalian
modal dari penanam modal itu, yaitu presentasi keuntungan
netto (tetapi sebelum dikurangi bunga yang dibayar) modal
yang diperoleh, lebih besar dari tingkat bunga (Soekirno, 2002
: 109).
2.2.1.5. Hubungan Antara Investasi Dan MEI
Dalam waktu tertentu misalnya dalam tempo setahun,
dalam praktek akan terdapat banyak individu dan perusahaan yang
mempertimbangkan untuk melakukan investasi. Berbagai proyek
investasi ini mempunyai tingkat pengembalian modal yang
berbeda, yaitu sebagai bagian proyek investasi itu akan
menghasilkan keuntungan yang tinggi, dan ada proyek
(38)
Berdasarkan pada jumlah modal yang akan ditanam dan
tingkat pengembalian modal yang akan diperoleh, analisa makro
ekonomi membentuk kurva yang dinamakan kurva efisient modal
marginal (Marginal Eficiency Of Investment).
Gambar 2. Hubungan Antara Investasi Dan MEI
Tingkat Pengembalian Modal
R0
A
R1
B
R2
C
O I0 I1 I2 MEI
Tingkat Investasi Yang Diperlukan
Sumber : Soekirno Sadono, 1995, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Raja Gravindo Persada, Jakarta, hal 112.
Berdasarkan kepada hal-hal yang dibutuhkan dengan
efisiensi modal marginal dapat didefinisikan sebagai berikut :
Suatu kurva menunjukkan hubungan antara tingkat pengembalian
modal dan jumlah modal yang diinvestasikan. Untuk memperjelas
(39)
modal marginal, sumbu tegak menunjukkan tingkat pengembalian
modal dan sumbu datar menunjukkan nilai investasi yang
dilakukan. Pada kurva MEI ditunjukkan dengan 3 titik A, B, C
dimana titik A menggambarkan tingkat pengembalian modal
sebesar R0 dan investasi sebesar I0 ini berarti titik A
menggambarkan bahwa dalam perencanaan terdapat kegiatan
investasi yang akan menghasilkan tingkat pengembalian modal
sebanyak R0 atau lebih tinggi, dan untuk menunjukkan investasi
tersebut yang diperlukan adalah sebanyak I0. Titik B dan C juga
memberikan gambar yang sama, titik B menggambarkan wujud
kesempatan untuk menginvestasikan dengan tingkat pengembalian
modal Ri atau lebih dan modal yang diperlukan adalah Ii, dan titik
C menggambarkan untuk mewujudkan usaha yang menghasilkan
tingkat pengembalian modal sebanyak R2 atau lebih, diperlukan
modal sebanyak I2.
2.2.1.6. Keputusan Untuk Menanam Modal
Orang akan menanam modal dalam modal fisik yang baru
seperti mesin-mesin peralatan, toko dan gudang atau tidak
tergantung pada soal adakah tingkat keuntungan yang diharapkan
terhadap investasi baru itu lebih besar ataukah lebih kecil dari
suku bunga yang harus dibayar terhadap dana-dana yang perlu
(40)
siap untuk digunakan harus juga diambil keputusan antara
alternative-alternative menggunakan dana itu untuk membeli asset
fisik yang baru atau meminjamkan dana itu ke orang lain, barang
kali dengan jalan membeli saham.
Dengan investasi baru dalam modal fisik ada dua
perbedaan. Pertama hasil pengembalian yang diharapkan dari
tahun ke tahun mungkin berbeda-beda sepanjang umur asset itu.
Kedua, hasil pengembalian itu hanyalah berupa perkiraan menurut
terkaan terbaik pada saat diambilnya keputusan untuk menanam
modal itu. Pada kenyataannya bahwa harus diadakan penyesuaian
untuk berbagai hasil pengembalian dan ketidakpastian (Mc
Dougall, 1982 : 132).
2.2.1.7. Peranan Modal Dalam Pembangunan
Bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia, impor
modal asing membantu mengurangi kekurangan tabungan
domestic melalui pemasukan peralatan modal dan bahan mentah.
Sehingga dengan demikian dapat menaikkan laju tabungan dan
pembentukan modal. (Jhingan, 1994 : 605) mengemukakan bahwa
penggunaan modal asing tidak hanya mengatasi kekurangan
modal saja tetapi juga keterbelakangan teknologi.
Bersamaan dengan modal uang dan modal fisik, modal
(41)
pengalaman organisasi, informasi pasr teknik, teknik produksi
maju dan pembaharuan keahlian baru semua ini akan dapat
mempercepat pembangunan ekonomi.
2.2.2. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto
Pengertian Produk Domestik Regional Bruto adalah suatu
indicator untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu
daerah secara sektoral, sehingga dapat dilihat penyebab
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tersebut. Selain daripad itu
Produk Domestik Regional Bruto juga alat ukur untuk menganalisa
perubahan tingkat kemakmuran secara riil atas harga konstan.
(Dumairy, 1997 : 38).
Juga dapat disimpulkan Produk Domestik Regional Bruto
merupakan salah satu indicator makro ekonomi dimana dari total
turunnya dapat diketahui pertumbuhan ekonomi struktur ekonomi
dan pendapatan perkapita suatu daerah. (Anonim, 2001 : 01).
Cara perhitungan Produk Domestik Regional Bruto dapat
digunakan melalui 3 pendekatan, antara lain :
Menurut pendekatan produksi, Produk Domestik Regional Bruto
adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu
(satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya
(42)
Pertanian
Pertambangan dan penggalian
Industri pengolahan
Listrik, gas dan air bersih
Bangunan
Perdagangan, hotel dan restoran
Pengangkutan dan komunikasi
Jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
Jasa-jasa lain (Anonim, 1993 : 3)
Menurut pendekatan pengeluaran, Produk Domestik
Regional Bruto adalah penjumlahan semua komponen permintaan
akhir, yaitu :
Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak
mencari untung.
Konsumsi pemerintah
Pembentukan modal tetap domestik bruto
Perubahan stock
Ekspor netto, jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) (Anonim, 1998 : 3)
Menurut pendekatan pendapatan, Produk Domestik Regional
Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor
(43)
dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa
faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah,
bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum
dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam
pengertian Produk Domestik Regional Bruto, kecuali faktor
pendapatan termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tidak
langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut
sektor tersebut disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Produk
Domestik Bruto merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh
sektor atau lapangan usaha (Anonim, 1998 : 4).
Produk Domestik Bruto menurut atas harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku setiap tahun.
Produk Domestik Bruto dapat diartikan satu-persatu, yaitu
produk, domestik dan bruto. Dinamakan produk karena yang
dihitung adalah produksi barang dan jasa. Dinamakan domestik
karena batasnya adalah wilayah suatu negara, termasuk didalamnya
orang-orang dan perusahaan asing. Dinamakan Bruto karena
memasukkan penyusutan.
Produk Domestik Bruto adalah sebagai nilai barang-barang
dan jasa-jasa yang diproduksi didalam negara tersebut dalam satu
(44)
2.2.2.1. Hubungan Antara Pendapatan Nasional Dan Investasi
Perlulah disadari bahwa tingkat pendapatan nasional yang
tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat, dan selanjutnya
pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar
permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Maka
keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan ini akan
mendorong dilakukannya lebih banyak investasi. Dengan kata,
apabila pendapatan nasional bertambah tinggi, maka investasi
akan bertambah tinggi pula (Sukirno, 1995 : 115).
Gambar 3 : Hubungan Antara Investasi Dan Pendapatan Nasional
Tingkat Investasi
1
I2
I1
Y0 Y1 Pendapatan
Nasional
Sumber : Sukirno Sadono, 1995, Pengantar Teori Makro Ekonomi, LPFE-UI, Jakarta, hal. 193.
(45)
Gambar 2 menggambarkan bahwa makin tinggi pendapatan
nasional, makin tinggi pula tingkat investasi. Pada gambar
tersebut, kenaikan pendapatan nasional dari Y0 menjadi Y1
menyebabkan investasi naik dari I0 menjadi I1.
2.2.3. Pengertian Inflasi
Beberapa definisi inflasi dapat dikemukakan antara lain :
a. Kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara terus
menerus dan kenaikkan tersebut meluas kepada (mengakibatkan
kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain
(Boediono, 1982 : 155).
b. Kenaikan terus-menerus dalam tingkat harga suatu
perekonomian akibat adanya kenaikan permintaan agregat.
(William, 2000 : 133).
c. Komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang
dilakukan pada saat ini dengan tujuan untuk memperoleh
sejumlah keuntungan dimasa mendatang (Anonim, 2002 : 01).
d. Inflasi dimaksudkan suatu keadaan dalam mana terjadi
senantiasa meningkatnya harga-harga pada umumnya atau suatu
keadaan dimana terjadi senantiasa turunnya nilai uang.
Dari keempat definisi inflasi diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa inflasi adalah kecenderungan harga-harga pada suatu
(46)
adanya kenaikan permintaan agregat dan juga merupakan suatu
komitmen atas sejumlah dana yang dilakukan pada saat ini dengan
tujuan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang.
2.2.3.1. Inflasi Berdasarkan Sifatnya
Seperti halnya wabah penyakit, inflasi memiliki beberapa
tingkat kejadian yang berbeda. Atas dasar besarnya laju inflasi,
Samuelson dan Nordhaus (1993 : 311-312) membagi inflasi
kedalam tiga kategori, yaitu :
a. Inflasi Moderat Atau Menyerap (Creeping Inflasion)
Inflasi moderat atau menyerap adalah inflasi yang ditandai
dengan naiknya harga-harga secara lamban. Mungkin kita bisa
menyebutkan inflasi satu digit per tahun (kurang dari 10% per
tahun).
b. Inflasi Ganas Atau Menengah (Golloping Inflasion)
Yaitu inflasio yang ditandai dengan kenaikan harga yang
cukup besar (biasanya dalam dua atau empat digit, seperti
20,100 atau 200% per tahun). Dalam kondisi ini, uang
kehilangan nilainya sangat cepat, tingkat suku bunga riil dapat
menjadi minus 50 atau 100% per tahun. Sebagai
konsekuensinya, masyarakat hanya memegang jumlah uang
yang minimum yang hanya diperlukan untuk transaksi harian
(47)
.
c. Hiper Inflasi
Yaitu inflasi yang paling parah akibatnya dan sangat
mematikan kehidupan perekonomian. Apabila wabah hiper
inflasi ini menyerang tidak ada segi baik perekonomian pasar,
karena harga-harga meningkat jutaan atau bahkan trilliunan
persen per tahun.
2.2.3.2. Inflasi Berdasarkan Sebabnya
Ditinjau dari sebab terjadinya, inflasi dibagi menjadi dua,
yiatu :
a. Demand-Pull Inflation
Samuelson and Nordhaus (1993 : 319-320) berpendapat bahwa
Demand-pull inflation terjadi karena adanya kenaikan
permintaan total agregat demand yang disebabkan oleh
banyaknya pengeluaran uang dan terbatasnya penawaran
barang-barang yang dihasilkan oleh perekonomian dalam
keadaan penggunaan tenaga kerja penuh (full employment).
Disamping mempunyai persamaan, keduanya juga mempunyai
perbedaan dalam membahas demand pull inflation. Didalam
bukunya Nopirin menambahkan bahwa apabila kenaikan
permintaan menyebabkan keseimbangan Gross Nasional
(48)
kerja penuh, maka akan terdapat adanya “inflationary gap”.
Sedangkan Samuelson and Nordhaus didalam bukunya tidak
membahas masalah tersebut. Dengan menggunakan kurva
permintaan dan penawaran total, demand pull inflation bisa
dilihat pada gambar 3 berikut ini :
Gambar 4 : Demand Pull Inflation
Sumber : Nopirin, 1987, Ekonomi Moneter, BPFE UGM, Yogyakarta, Hal. 29
Bermula dengan harga P1 dan Q1 kenaikan permintaan
total dari AD1 ke AD2 menyebabkan adanya sebagian
permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh penawaran yang
ada. Akibatnya harga naik menjadi P2 dan output naik menjadi
QFE. Kenaikan AD2 selanjutnya menjadi AD3 menyebabkan
(49)
Kenaikan harga ini disebabkan oleh adanya inflationary gap.
Proses kenaikan harga ini berjalan terus sepanjang permintaan
total naik (misal menjadi AD4).
b. Cost Push Inflation
Berbeda dengan demand pull inflation, cost push
inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga, serta
turunnya produksi. Keadaan ini timbul biasanya dimulai
dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregate
supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan
biaya produksi ini dapat timbul karena beberapa faktor
dibawah ini :
c. Perjuangan serikat buruh yang berhasil menuntut kenaikan
upah.
d. Suatu industri sifatnya monopolitis yaitu manajer dapat
menggunakan kekuasaannya di pasar untuk menentukan harga
yang lebih tinggi.
e. Kenaikan harga bahan baku industri. Salah satu contoh yang
tidak asing lagi adalah krisis minyak yang terjadi pada tahun
(50)
Gambar 5 : Cash Push Inflation
Sumber : Nopirin, 1987, Ekonomi Moneter Edisi 1, BPFE UGM, Yogyakarta, hal. 30.
Bermula pada harga P1 dan QFE karena adanya kenaikan
biaya produksi, kurva penawaran total akan bergeser dari AS1
menjadi AS2. Konsekuensinya harga naik menjadi P2, produksi
turun menjadi Q1. Kenaikan harga selanjutnya akan menggeser
kurva AS menjadi AS3. Harga naik menjadi P3 dan produksi
turun menjadi QFE. Proses ini akan berhenti apabila AS tidak lagi
bergeser keatas (Nopirin, 1987 : 30).
2.2.3.3. Inflasi Berdasarkan Asal Usulnya
Inflasi berdasarkan asal usulnya dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan
(51)
164-165) inflasi yang berasal dari dalam negeri dapat terjadi
karena :
a. Meningkatnya permintaan efektif dari masyarakat terhadap
barang-barang di pasar, sedangkan kenaikan penawaran dari
barang-barang tersebut tidak mampu mengimbangi laju
permintaannya.
b. Defisit anggaran belanja dibiayai dengan percetakan uang
baru.
c. Meningkatnya biaya produksi barang dalam negeri yang
mengakibatkan naiknya harga jual.
d. Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul
karena kenaikan harga-harga diluar negeri atau negara-negara
langganan berdagang.
2.2.3.4. Efek Inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi
faktor produksi serta output. Dibawah ini ketiganya akan dibahas
suatu demi satu.
a. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada
yang dirugikan ada pula yang diuntungkan. Demikian juga
orang yang menumpuk kekayaan dalam bentuk uang kas akan
(52)
Sebaliknya pihak-pihak yang mendapat keuntungan
dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh
kenaikan pendapatan dengan persentase lebih besar daripada
laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan
terjadinya perubahan dalam pola pembagian kekayaan
masyarakat. Inflasi seolah-olah merupakan pajak bagi
seseorang dan merupakan subsidi bagi orang lain.
b. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula merubah pola alokasi faktor-faktor
produksi, perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan
permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian
mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa
barang tertentu. Hal ini akan menyebabkan kenaikan produksi
barang sehingga akan merubah pola produksi itu lebih efisien.
c. Efek Terhadap Output (Output Effect)
Efek terhadap output mempertanyakan bagaimana efek
inflasi terhadap produksi. Artinya apakah akan mengakibatkan
kenaikan atau menurunkan output. Inflasi dapat menyebabkan
terjadinya kenaikan produksi, alasannya dalam keadaan inflasi
biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah
sehingga keuntungan pengusaha baik.
Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan
(53)
ada hubungan langsung antara inflasi dengan p\output. Inflasi
bisa dibarengi dengan penurunan output (Nopirin, 1987 :
32-33).
2.2.4. Pengertian Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga dapat diartikan sebagai tingkat balas
jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip
konvensional kepada nasabah yang diberikan atau menjual
produknya.
Bunga bagi bank dapat juga diartikan sebagai harga yang
harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan
harga yang harus dibayar olehnasabah kepada bank yaitu nasabah
yang memperoleh pinjaman (Boediono, 2001 : 45).
2.2.4.1. Tingkat Suku Bunga Kredit
Menurut Sinungan, bunga atas kredit adalah “Kontra
Prestasi” atau penyerahan uang dengan demikian yang dimaksud
tingkat suku bunga kredit adalah suatu jumlah ganti kerugian atau
balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah (Sinungan, 1998 :
42).
Dalam penetapan suku bunga kredit kepada pemohon
kredit, bank telah memperhitungkan besarnya resiko kredit (Risk
(54)
bunga kredit tergantung pada pengalaman masing-masing bank.
Penetapan tingkat suku kredit ini dimaksudkan untuk menyerap
kerugian bank akibat kegagalan atau kerugian dalam pemberian
kredit yang normal (Suhardjono, 2003 : 95).
2.2.4.2. Komponen Yang Menentukan Bunga Kredit
Untuk menentukan besar kecilnya suku bunga kredit yang
akan dibebankan kepada debitur. Komponen-komponen tersebut
yaitu :
1. Total biaya dana (cost of fund) merupakan biaya untuk
memperoleh simpanan setelah ditambah dengan cadangan
wajib (reserve requirement) yang ditetapkan pemerintah.
2. Laba Yang Diinginkan
Merupakan laba atau keuntungan yang ingin diperoleh oleh
bank yang biasanya dalam presentase tertentu. Penentuan
besarnya laba juga sangat mempengaruhi besarnya kredit.
3. Cadangan Resiko Cadangan Macet
Merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang
diberikan, karena setiap kredit diberikan pasti mengandung
(55)
4. Biaya Operasi
Merupakan biaya yang diperoleh, oleh bank dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya yang terdiri dari biaya
gaji, biaya administrasi, biaya pemeliharaan dll.
5. Pajak
Yaitu pajak yang dibebankan oleh pemerintah kepada bank
yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya (Kasmir,
2003 : 137).
2.2.4.3. Hubungan Tingkat Suku Bunga Kredit Dengan Kredit Modal Kerja
Menurut teori klasik tabungan merupakan fungsi dari
tingkat suku bunga. Maka makin tinggi pula keinginan
masyarakat untuk menabung artinya pada tingkat suku bunga yang
lebih tinggi masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan atau
mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah
tabungan. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat suku
bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga, maka keinginan untuk
melakukan investasi juga sangat kecil, sebab tingkat
pengembalian dan tingkat penggunaan dana juga semakin besar
tingkat suku bunga dalam keseimbangan (artinya tidak ada
(56)
menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha
melakukan investasi (Nopirin, 1995 : 70).
2.2.4.4. Komponen Yang Menentukan Bunga Kredit
Yang menentukan besar kecilnya suku bunga kredit yang
akan dibebankan kepada debitor komponen-komponen tersebut
yaitu :
1. Total biaya dana (cost of fund) merupakan biaya untuk
memperoleh simpanan setelah ditambah dengan cadangan
wajib (reserve requirement) yang ditetapkan pemerintah.
2. Laba yang diinginkan merupakan laba atau keuntungan yang
ingin diperoleh oleh bank yang biasanya dalam prosentase
tertentu. Penentuan besarnya laba juga sangat mempengaruhi
besarnya kredit.
3. Cadangan Resiko Cadangan Macet
Merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang diberikan
karena setiap kredit diberikan pasti mengandung suatu resiko
tidak dibayar.
4. Biaya Operasi
Merupakan biaya yang diperoleh, oleh bank dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya yang terdiri dari biaya
(57)
Gambar 6 : Teori Klasik Tentang Tingkat Suku Bunga
Tingkat Suku Bunga
Jumlah Uang yang ditabung dan diinvestasikan
Sumber : Sukirno Sadono, 1995, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 87
Teori Keynes Tentang Suku Bunga
Pandangan Keynes tentang suku bungan adalah suku bunga
merupakan fenomena moneter yang ditentukan dari permintaan
dan penawaran yang terjadi di pasar uang, permintaan akan uang
dalam teori Keynes dikemukakan dalam teori likuidity preference,
yaitu permintaan atas uang oleh masyarakat dalam perekonomian.
Keynes menyatakan bahwa permintaan uang oleh masyarakat
mempunyai 3 tujuan yaitu :
1. Motif spekulasi yaitu permintaan akan uang untuk ditanamkan
(58)
2. Motif transaksi yaitu permintaan akan uang untuk memenuhi
dan melancarkan konsumsi yang akan dilakukan.
3. Motif berjaga-jaga yaitu permintaan akan uang untuk
memenuhi pembayaran-pembayaran yang tidak terduga atau
diluar rencana.
2.2.5. Pengertian Ekspor
Ekspor menurut Syahrudin (1998 : 55) adalah mengirimkan
barang keluar negeri dari negara asal baik dalam satuan rangkaian
perdagangan normal maupun sebagai tindakan pribadi. Jadi dapat
dikatakan bahwa barang itu sendiri dikirim dari suatu negara ke
negara lain.
Ekspor menurut Donald dan Wendell (2000 : 91) adalah
menjual beberapa produksi regular mereka diluar negeri. Metode ini
memerlukan sedikit investasi dan relative bebas resiko.
Kesimpulannya bahwa ekspor adalah suatu rangkaian
kegiatan produksi yang menyangkut proses produksi barang dan
jasa dalam suatu negara tetapi tidak untuk dikonsumsi didalam
negeri tetapi melainkan untuk dikonsumsi diluar negeri. Dengan
jalan dikirim ke negara konsumen dalam rangkaian suatu
perdagangan dan kemudian diperoleh penerimaan dalam mata uang
asing. Oleh sebab itu ekspor merupakan bagian dari perdagangan
(59)
2.2.5.1. Tujuan Ekspor
Menurut Amir (2003 : 100) tujuan ekspor ada empat dan
diantaranya :
1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta
untuk memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi
laba).
2. Membuka pasar baru diluar negeri sebagai perluasan pasar
domestik (membuka pasar ekspor).
3. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity).
4. Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga
terlatih dalam persaingan yang ketat dan terhindar dari
sebuatan “Jago kandang”.
2.2.5.2. Timbulnya Ekspor
Menurut Syahrudin (1998 : 55) ekspor merupakan bagian
dari perdagangan internasional disebabkan oleh beberapa kondisi
sebagai berikut :
1. Kebutuhan devisa untuk membiayai pembangunan dalam
negeri.
2. Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk.
3. Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan keluar
(60)
4. Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan
tersebut dijual keluar negeri sebagai kebijakan ekspor.
2.2.5.3. Manfaat Ekspor
Menurut Amir (1993 : 361) manfaat ekspor antara lain :
1. Meningkatkan pendapatan devisa negara yang akan
memperlancar arus barang impor dan roda pemerintahan.
2. Memperluas manfaat Sumber Daya Nasional seperti Sumber
Daya Tenaga Kerja dan Teknologi.
3. Memperluas pasar dari pasar domestik menjadi pasar global
sehingga memungkinkan produksi optimal dan optimalisasi
laba.
4. Dapat memanfaatkan idle capacity dari kapasitas terpasang
suatu industri pada saat pasar dalam negeri melemah sehingga
mencegah penganggaran modal dan tenaga kerja atau untuk
mengisi kebutuhan musiman.
5. Terbiasa dalam persaingan yang ketat di pasar internasional
sehingga akan sangat mendorong tingkat efisiensi, inovasi,
produktivitas, pengembangan dan restrukturisasi teknologi.
6. Dalam menikmati fasilitas dan insentif yang diberikan
pemerintah terhadap komoditas ekspor seperti fasilitas
(61)
2.2.5.4. Kuota
Kuota adalah pembatas jumlah fisik terhadap barang yang
masuk atau kuota impor dan keluar atau kuota ekspor (Nopirin,
1992 : 65) kuota terbagi atas dua jenis yaitu :
1. Kuota Impor
Kuota impor mempunyai sedikit persamaan dengan pelarangan
impor, apabila pelarangan impor sama dengan nol, sedang
kalau kuota impor adalah pemerintah menetapkan batas
maksimum jumlah (volume atau kualitas barang yang boleh
diimpor).
Dengan pembatasan tersebut diharapkan produk dalam negeri
akan mampu bersaing dengan produk luar negeri. Efek adanya
kuata impor bagi negara eksportir dan negara importir adalah
sebagai berikut :
a. Negara Importir
1) Harga barang akan naik di negara importir
2) Konsumsi berkurang
3) Produksi dalam negeri bertambah
b. Negara Ekportir
1) Harga barang itu akan turun di negara eksportir
2) Konsumsi bertambah
(62)
Jenis-jenis kuota impor adalah sebagai berikut :
a. Absolut atau unilateral quota, kuota yang besar atau
idealnya ditentukan sendiri oleh suatu negara tanpa
persetujuan dengan negara lain. Kuota ini sering
menimbulkan tindakan balasan oleh negara lain.
b. Negotiated atau bilateral quota, kuota yang besar atau
kecilnya ditentukan berdasarkan perjanjian dua negara atau
lebih.
c. Tarif quota, gabungan antara tarif dan kuota, untuk
sejumlah tertentu barang diijinkan masuk (impor) dengan
tarif tertentu tambahan impor masih diijinkan tetapi
dikenakan tarif lebih tinggi.
d. Mixing quota, membatasi penggunaan bahan mentah yang
diimpor dalam proporsi tertentu dalam produksi barang
akhir. Pembatasan ini untuk mendorong berkembangnya
industri didalam negeri. (Nopirin, 1992 : 65).
2. Kuota Ekspor
Seperti halnya dengan kuota impor maka eksporpun dapat
dibatasi jumlahnya. Kuota ekspor adalah pembatasan jumlah
ekspor secara kuantitatif, atau suatu bentuk pembatasan dalam
perdagangan internasional yang sudah lama dikenal manusia
bila suatu negara mengenakan kuta ekspor maka jumlah
(63)
pada jumlah atau volume tertentu dan selama jangka waktu
tertentu.
Dengan adanya kuota ekspor bagi negara produsen
komoditi tertentu maka ekspor komoditi tersebut akan mengalami
hambatan terutama bagi negara-negara penghasil komoditi yang
jumlahnya relatif sedikit pembatasan jumlah ekspor ini bertujuan
antara lain :
1. Untuk mencegah barang-barang yang penting jatuh atau berada
di tangan musuh.
2. Untuk menjamin tersedianya barang didalam negeri dalam
proporsi yang cukup.
Kuota ekspor biasanya dikenakan terhadap barang mentah
yang merupakan barang dagangan penting dan dibawah suatu
pengawasan badan internasional misalnya kopi dan timah.
2.3. Kerangka Pikir
Untuk menciptakan perekonomian yang seimbang dibutuhkan
peningkatan Penanaman Modal Asing. Penanaman Modal Asing
dipengaruhi beberapa faktor antara lain : Produk Domestik Regional
Bruto, Tingkat suku bunga kredit investasi, inflasi dan ekspor.
Berdasarkan pemikiran diatas maka dapat dijelaskan mengenai
hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat sebagai
(64)
1. Jika Produk Domestik Regional Bruto meningkat maka akan
mempengaruhi kenaikan produksi barang dan jasa yang akan
menghasilkan pendapatan bagi investor asing sehingga para
investor terdorong untuk melakukan investasi yang besar
(Suparmoko, 1992 : 84).
2. Jika tingkat inflasi mengalami penurunan. Maka dapat
mengakibatkan meningkatnya konsumsi masyarakat sehingga
investasi akan mengalami peningkatan (Sukirno, 1995 : 16).
3. Jika tingkat suku bunga kredit rendah, maka akan dapat
mendorong jumlah investasi meningkat (Sukirno, 1995 : 16).
4. Jika jumlah ekspor meningkat akan berpengaruh pada peningkatan
pendapatan nasional sehingga hal ini mengakibatkan
meningkatnya investasi (Soediyono, 2002 : 214).
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang
telah disesuaikan sebelumnya “diduga Produk Domestik Regigonal
Bruto, inflasi, tingkat suku bunga kredit investasi dan nilai ekspor
total mempunyai pengaruh terhadap adanya penanaman modal asing
(65)
Gambar 7. Paradigma/Kerangka Pikir
PDRB
(X1)
Produksi
Barang & Jasa
Inflasi
(X2)
Tingkat
Konsumsi Masy
Tingkat Suku Bunga Kredit
(X3)
Keputusan Melakukan Investasi
Pendapatan
Nasional
Investasi
Ekspor
(X4)
Sumber : Penulis
2.4. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang
telah diuraikan diatas maka hipotesis sebagai berikut :
1. Diduga Produk Domestik Regional Bruto, Inflasi, tingkat suku
bunga kredit dan total ekspor berpengaruh terhadap investasi di
Jawa Timur.
2. Diduga faktor inflasi paling dominan pengaruhnya terhadap
(66)
3.1. Definisi Operasional Dan Pengakuan Variabel
Yang dimaksud dengan definisi operasional adalah pernyataan tentang definisi, arti, batasan, pengertian dan pengukuran variabel-variabel secara operasional, baik berdasarkan teori yang telah ada maupun secara empiris. Variabel dalam usulan penelitian ini terdiri dari :
1. Variabel Terikat (Y)
Adalah variabel yang tidak dapat berdiri sendiri (dependent variabel) yaitu Investasi di Jawa Timur, investasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah investasi langsung yang berasal dari pemilik modal yang menanam modalnya di Jawa Timur menurut sektor ekonomi antara tahun 1989 sampai dengan tahun 2003 yang pengukurannya dinyatakan dalam jutaan rupiah.
2. Variabel Bebas (X)
Adalah variabel yang dapt berdiri sendiri (Independent variabel) yaitu :
(67)
a. X1 = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam kawasan Jawa Timur. Nilai tambah tersebut pengukurannya menggunakan atas dasar harga konstan pada suatu periode tertentu (biasanya satu tahun) yang dinyatakan dalam bentuk jutaan rupiah (Rp).
b. X2 = Tingkat Inflasi
Adalah suatu keadaan yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga secara umum dan terus-menerus. Cara pengukuran kenaikan tersebut menggunakan tingkat harga rata-rata inflasi periode tertentu (biasanya satu tahun) yang dinyatakan dalam bentuk (%). c. X3 = Tingkat suku bunga kredit
Adalah suatu perjanjian bahwa pihak pertama (kreditur) memberikan prestasi baik berupa barang, uang, atau jasa kepada pihak lain (debitur). Sedang kontra prestasi akan diterima kemudian (dalam jangka waktu tertentu) dalam bentuk persen (%).
d. X4 = Total Ekspor
Adalah mengirim barang keluar negeri dari negara asal baik dalam satuan rangkaian perdagangan normal maupun sebagai
(68)
tindakan pribadi. Jadi dapat dikatakan bahwa barang itu sendiri dikirim dari satu negara ke negara lain dalam $US.
3.2. Teknik Penentuan Sampel
Populasi yang diamati dalam penelitian ini mencakup wilayah seluruh Indonesia dari populasi yang diamati diambil sampel secara time series (runtun waktu), yaitu data tahunan selama 15 tahun (mulai tahun 1989 sampai dengan tahun 2003).
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam upaya pengumpulan data atau memperoleh data guna menyusun penelitian ini, maka digunakan metode antara lain :
a. Jenis Data
Data yang dipergunakan untuk menganalisis dan menarik kesimpulan dalam penulisan ini adalah data sekunder yaitu data yang dikumpulkan dari instansi-instansi terkait dalam penelitian ini.
b. Metode Pengumpulan Data
1. Studi Pustaka
Yaitu pengumpulan yang dilakukan guna memperoleh data dengan mempelajari literature, karya ilmiah, majalah dan lainnya
(69)
yang berkaitan dengan permasalahan yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Studi Lapangan
Yaitu pengumpulan yang digunakan untuk memperoleh data tentang kenyataan yang ada pada obyek penelitian dengan cara pengamatan, dokumenter, menggunakan catatan, berupa laporan, jurnal dan sebagainya yang berkaitan dengan apa yang hendak dibahas. Dalam hal ini data yang digunakan berupa data sekunder.
c. Sumber Data
Adapun data tersebut diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI). Kantor Wilayah Dinas Perindustrian dan Perdagangan, media cetak (koran, majalah, jurnal) dan wib site dari berbagai situs yang mendukung dalam penelitian ini.
3.4. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan model linier berganda. Data diolah dengan menggunakan statistik dalam bentuk persamaan untuk mengetahui adanya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut :
(70)
Y = f(X1, X2, X3, X4) ...(3.1) (Sudrajat 1988 : 127) Model fungsional tersebut diatas akan ditetapkan pada model regresi berganda baik yang linier maupun non linier, seperti rumus dibawah ini :
Y1 = 0 + 1X1i + 2X2i + 3X3i + 4X4i + ...(3.2) (Sudrajat 1988 : 127) Dimana :
Y = Investasi di Jawa Timur
X1 = Produk Domestik Regional Bruto
X2 = Inflasi
X3 = Suku bunga kredit
X4 = Total ekspor
0 = Konstanta atau intersep
1 - 4 = Koefisien regresi untuk masing-masing variabel bebas
i = pengamatan
= Variabel pengganggu
Untuk mengetahui apakah model linier berganda tersebut cukup banyak digunakan dalam pembuktian selanjutnya dan untuk mengetahui sampai sejauh mana variabel bebas mampu menjelaskan
(71)
variasi atau keeratan variabel terikat maka perlu untuk diketahui nilai R2 (koefisien determinasi) dengan menggunakan rumus :
R2 =
Total JK
Regresi JK
...(3.3) (Sudrajat, 1988 : 122) Dimana :
R2 = Koefisien determinasi
JK Regresi = Jumlah kuadrat regresi JK Total = Jumlah kuadrat total
JKR = b1 Y1 X1i + b2 Y X2 I + b3 Yi X3 I + b4 Yi X4
JKT = atau Y1 -
I 2 n Y n y) ( 2
R2 = 2
i 4i i 4 3i i 3 2i i 2 1i 1
1ΣYX b ΣYX b ΣYX b ΣYX
b
Y
:
b. Nilai berkisar antara 0 dan 1 atau 0 R2 1
3.4.2. Uji Hi
Karakteristik utama dari R2 adalah a. Tidak mempunyai nilai negatif
(72)
Selanjutnya untuk menguji pengaruh secara simultan antara variabel terikat terhadap variabel bebas digunakan Uji F dengan rumus :
F hitung =
k) -(n / ) R -(1 2 1) -(k / R2 ...(3.1)
(Sudrajat 1998 : 84)
atau pengaruh dari variabel bebas secara simultan terhadap variabel
H0 : 1 = 2 = 3 = 4 = 0 3, X4
Hi
pengaruh X1, X2, X3, X4 terhadap Y) Keterangan :
(k - 1) = derajat bebas pembilang (n - k) = derajat bebas penyebut R2 = koefisien determinasi
k = jumlah variabel
n = jumlah sampel
Uji F, yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan
dengan kriteria sebagai berikut :
(tidak ada pengaruh X1, X2, X terhadap Y)
(73)
ber-a. Apabila F hitung F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya secara simultan variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.
b. Ap
dilihat pengaruhnya secara parsial atau individu variabel bebas terhadap variabel terikat melalui uji t dengan rumus :
t hitung =
abila F hitung F tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak artinya secara simultan variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat.
Apabila telah terjadi pengaruh secara simultan maka akan
β ) (β Se 1
1 ...(3.2)
(Sudrajat 1998 : 92)
i = 1, 2,
h variabel bebas terhadap variabel terikat) Keterangan :
= koefisien regresi Se = standart error
3, 4
Uji hipotesis yang digunakan :
H0 : i = 0 (tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat)
(74)
Selanjutnya, t hitung dibandingkan t tabel nilai t-tabel, diperoleh dari n dengan “degree of freedom” (dF) derajat
Dim
k
Kaid pengujiannya adalah :
ditolak dan H1 diterima, ada pen
3.4.3.
untuk mendeteksi ada tidaknya autoko
ulan yang diperoleh, untuk itu dilakukan uji asumsinya.
tabel student distributio kebebasan sebesar n-k.
ana :
n = jumlah sampel = jumlah variabel
ah
a. Apabila t-hitung > t-tabel, maka H0
garuh antara variabel bebas dengan variabel terikat.
b. Apabila t-hitung t-tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak berarti tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Asumsi Klasik Analisis Regresi Linier
Pengujian ini dimaksudkan
relasi, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas dalam hasil estimasi, karena apbila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut, uji t dan uji F yang dilakukan sebelumnya menjadi tidak valid dan secara statistic dapat mengacaukan kesimp
(75)
Tujuan utama penggunaan uji asumsi klasik adalah untuk efisien regresi yang terbaik lini
mendapatkan ko er dan tidak bias
Unbiased Estima tu sendiri adalah :
b. Linier = emudahkan dalam
. Unbiased = Nilai jumlah sampel sangat besar penaksir parameter peroleh dari sampel besar kira-kira lebih mendekati
d.
1.
u keadaan dimana kesalahan pengganggu dalam suatu periode tertentu berko
(BLUE = Best Linier Unbiased Estimator), sifatnya dari Best Linier tor (BLUE) i
a. Best = Pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan baku terhadap dan .
Sifat ini dibutuhkan untuk m penaksiran.
c
di
nilai parameter sebenarnya. Estimasi = e diharapkan sekecil mungkin.
Autokorelasi
Satu dari asumsi penting dari model regresi linier klasik adalah bahwa kesalahan atau gangguan. Ui yang masuk kedalam fungsi regresif populasi adalah random atau tak berkorelasi. Jika ini dilanggar, kita mempunyai problem serial korelasi atau autokorelasi. Sedangkan yang dimaksud dengan autokorelasi yait
(76)
lain. Pengujian terhadap gejala autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin Watston (Gujarati, 1995 : 223).
2 n n e ) e -(et d ... 1 t 1 -t 1 t ...(3.6) imana :
1 adalah residual (perbedaan variabel tak bebas yang sebenarnya eng iabel tak bebas yang ditaksir) dari setiap periode waktu.
eda t-1 h residual dari waktu se nya.
bar istribusi Daerah Keputusan Autokorelasi
er :
Kedua, Erlangga, Jakarta, hal. 216.
Dari hasil d kemudian dilambangkan dengan d . Hipotesis :
D e
d an var ngkan e Gam a 10 dala . D belum S
Menerima Hi atau
nol ak o D ae ra K er agu K er a nol to Ho Kedua-duanya M e H o B ukt i A u t kore la si P o si ti f h -r agu an D ae ra h gu -r agu an M e ak H o B ukt i A u kore la si N eg at if d
Sumb Gujarati Damodar, 1995, Ekonometrika Dasar, Cetakan
(1)
investasi yang berupa dana untuk digunakan memproduksi suatu barang dan jasa yang tetap dibutuhkan oleh masyarakat.
5. Untuk variabel total ekspor diperoleh t hitung sebesar 2,521 sedangkan t tabel sebesar 2,228, yang berarti t hitung (2,521) > t tabel (2,228), sehingga dapat disimpulkan bahwa total ekspor berpengaruh secara nyata terhadap investasi di Jawa Timur. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh antara total ekspor terhadap investasi Jawa Timur.
6. Berdasarkan hasil dari pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa variabel paling dominan dalam mempengaruhi tingkat investasi di Jawa Timur adalah total ekspor. Hal ini dibuktikan dengan r2 paling besar dari keempat variabel yang ada yaitu sebesar 0,776 yang berarti 77,60% berpengaruh dan sisanya sebesar 22,40% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
7. Untuk kesimpulan data perkembangan variabel Y didapat kenaikan tertinggi pada tahun 1995 sebesar Rp 30.542.687,748 juta atau mengalami kenaikan sebesar 24,56% dari tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut iklim investasi benar-benar menggairahkan ditunjang dunia perbankan yang cukup baik, disamping pesan pemerintah yang tidak menyulitkan investor untuk kenaikan paling rendah terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 1.792.022,340 juta karena terjadi krisis moneter yang melanda sehingga kondisi investasi tidak sehat dan
(2)
107
menyebabkan investor menanamkan modalnya di bank dalam bentuk tabungan/deposito dan lain sebagainya.
8. Untuk kesimpulan data perkembangan variabel Produk Domestik Regional Bruto yang dimulai tahun 1989-2003 kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 1997 sebesar Rp 64.863.764 juta atau sekitar 4,97% hal ini disebabkan konsusi masyarakat terus meningkat karena kesejahteraannya terus meningkat, kemudian menurun tahun 1998 sebesar Rp 54.336.273 juta atau sekitar -16,23% dari tahun sebelumnya dan perlahan-lahan naik lagi dari tahun ke tahun sampai tahun 2003 menjadi Rp 63.252.166 juta atau sekitar 4,11% dari tahun sebelumnya dikarenakan kondisi ekonomi mulai membaik.
9. Untuk kesimpulan data perkembangan variabel inflasi yang dimulai tahun 1989 inflasi sebesar 6,73% sampai tahun 1991 kenaikan menjadi 9,97 atau sekitar 0,28% sesaat kemudian turun sampai angka 5,28% di tahun 1992 kemudian tahun 2001 inflasi menembus angka 14,13% yang merupakan kenaikan tertinggi hal ini terjadi karena kapasitas dan tingkat fleksibilitas produksi efisiensi di dalam proses produksi turun. Sedangkan kebijakan pemerintah yang ketat atas struktur biaya produksi dan kebijakan uang beredar dapat menurunkan tingkat inflasi.
10. Untuk kesimpulan data perkembangan variabel tingkat suku bunga yang dimulai tahun 1989 mengalami peningkatan dan
(3)
penurunan yang beragam pada tahun 1989 suku bunga kredit sebesar 19,40%. Kemudian naik menjadi 20,30% tahun 1990 kemudian tahun 1991 mengalami penurunan sebesar 19,30% atau sekitar -1,00% tingkat suku bunga kredit mengalami penurunan terus sampai tahun 1994 sebesar 14,25% kemudian tahun 1998 mengalami kenaikan mencapai 18,39 atau mengalami peningkatan sebesar 3,76% dari tahun sebelumnya. Kondisi ini fluktuatif dan peningkatan tertinggi terjadi total dana merupakan biaya untuk memperoleh simpanan setelah ditambah dengan cadangan wajib yang ditetapkan pemerintah tidak berjalan baik serta banyak terjadi kredit macet.
11. Untuk kesimpulan data perkembangan variabel total ekspor yang dimulai tahun 1989 sebesar 1.257.490.314 $ US yang naik terus sampai tahun 1998 sebesar 5.335.308.251 $ US. Hal ini terjadi karena mulai membaiknya perekonomian negara Indonesia khususnya Propinsi Jawa Timur. Sehingga industri semakin maju ditunjang juga kebijakan pemerintah yang semakin baik. Kemudian tahun 1999 total ekspor Jawa Timur mengalami penurunan sebesar 4.655.601.739 $ US atau sebesar -12,74% hal ini disebabkan turunnya harga dipasaran ekspor dan beberapa komoditi di Jawa Timur seperti tekstil hasil pertanian, perikanan dan lain-lain.
(4)
109
5.2. Saran
Dari pembahasan yang telah diuraikan maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Pemerintah khususnya Jawa Timur tetap memperhatikan serta mengantisipasi perubahan kurs US dollar terhadap Rupiah dimana setiap perdagangan internasional Indonesia dinilai dengan mata uang asing sehingga fluktuasi/perubahan mata uang dollar sangat berpengaruh terhadap daya saing komoditi ekspor di Jawa Timur. 2. Pada masa pembangunan pemerintah diharapkan dapat
kesempatan yang cukup besar kepada para anggota untuk mendapatkan kredit dengan tingkat bunga kredit yang lunak sehingga para kreditur mendapatkan kesempatan untuk lebih mengembangkan usahanya.
3. Pemerintah khususnya Jawa Timur perlu menyederhanakan tata cara dan prosedur ekspor dengan memberikan kebijaksanaan yang berhubungan dengan perekonomian dan perdagangan dalam luar negeri, agar biaya yang tinggi akan terus dapt ditekan/dikurangi.
(5)
Anonim, 1993, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Jawa
Timur, Penerbit Kantor Statistik dan Pemerintah Daerah Tingkat 1
Jawa Timur, Surabaya.
__________, 1993, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah/Regional
Economic, Penerbit Kantor Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia,
Surabaya.
__________, 1998, Produk Regional Bruto Jawa Timur, Penerbit Kantor Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur, Surabaya.
__________, 2000, Peranan Investasi dan BUMN Dalam Pemulihan
Ekonomi Indonesia, Pandangan, Kebijakan, Strategi dan Program Pemerintah, Volume 1 No. 1, Hal. 83-96, Surabaya.
__________, 2001, Hubungan Antara Peluang Investasi Dengan Arus
Kas, Kebijakan, Pendanaan dan Deviden, Volume 2 No. 1, April
2003, Hal. 24-31, Surabaya.
__________, 2002, Investasi Asing Langsung di Indonesia dan Faktor
Yang Mempengaruhinya, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume
4 No. 1 Hal. 17-35, Surabaya.
__________, 2003, Jawa Timur Dalam Angka 2003, Penerbit Kantor Statistik dan Pemerintah Daerah Tingkat 1 Jawa Timur, Surabaya. Denberg, Thomas F, 1984, Makro Ekonomi, Konsep, Teori dan
Kebijaksanaan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Dornbush, Reudiger & Fischer, Stanley, 1992, Makro Ekonomi, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Dougall. M.C. & Denburg, Thomas, F. 1992, Makro Ekonomi, Edisi Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Dumairy, 1997, Perekonomian Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta. Jhinghan. M. L., 2002, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Cetakan
Kedua Belas, Penerbit PT. Grafindo Persada, Jakarta.
(6)
Napa J. Awat, 1995, Metode Statistik dan Ekonometri, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Nopirin, 1987, Ekonomi Moneter, Penerbit BPFE, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.
__________, 1992, Ekonomi Moneter, Buku II, Edisi Pertama Penerbit BPFE, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.
Raharjo Pratama dan Manurung Mandala, 2004, Teori Ekonomi Makro
Suatu Pengantar, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta.
Samuelson, Paul dan Nourdaus, William, 1995, Makro Ekonomi, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.
Sjahrir, 1995, Analisis Ekonomi Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Keempat, Jakarta.
Sukirno, Sadono, 1995, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Penerbit Raja Garfindo Persada, Jakarta.