1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mahasiswa merupakan seorang pelajar yang menuntut pendidikan di suatu perguruan tinggi. Kata mahasiswa diambil dari dua kata yaitu maha dan
siswa. Maha berarti tinggi, dan siswa berarti pelajar. Dari kata tersebut menggambarkan sosok mahasiswa adalah seseorang yang sudah dikatakan
dewasa yang belajar di suatu perguruan tinggi. Sehingga jika dilihat dari tempat menuntut ilmu mahasiswa, mahasiswa adalah seseorang yang
memiliki pemahaman dan pemikiran yang lebih baik dibandingkan tingkatan pelajar dibawahnya mengenai, kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Mahasiswa adalah penerus bangsa, dan cerminan bangsa dimasa depan. Untuk menjawabnya banyak referensi tentang arti dari istilah
mahasiswa itu sendiri,baik dari segi hukum, para doktor, dan pandangan masyarakat umum mereka punya arti yang tersendiri jika berbicara mengenai
mhasiswa. Sebab mahasiswa bisa mereka yang kuliah menempuh jenjang sarjana, pascasarjana, dan yang menempuh gelar doktor. Pandangan
masyarakat mahasiswa adalah sosok orang yang serba bisa, yang menguasai ilmu pengetahuan lebih sehingga mahasiswa adalah sebuah impian yang tidak
semua anak mampu menjadi mahasiswa. Di masyarakat pun dalam strata sosial, golongan mahasiswa adalah
kelas atas sebagai orang yang didamba mampu mengemban amanah pendidikan. Tidak jarang dalam kehidupan social mahasiswa banyak diberi
berbagai jabatan karena dianggap tokoh yang mampu menjalani peran yang
2 diembannya. Dari kehidupan yang semcam ini maka mahasiswa adalah sosok
idola yang perilakunya banyak di contoh untuk menjadi tauladan. Mahasiswa merupakan generasi harapan bangsa yang secara nyata
harus menunjukkan prestasinya baik dibidang akademik maupun sosial kemasyarakatan, serta memberikan contoh pribadi yang dapat diteladani oleh
masyarakat segala usia. Perilaku mahasiswa pun seharusnya memiliki perilaku positif yang akademisdan diharapkan menjadi agent of change yang
positif. Kehidupan mahasiswa banyak dihadapakan dengan kehidupan sosial baik di kampus atau di masyarakat dalam proses perkembangnya. Sebagai
makhluk social, mahasiswa adalah individu yang membutuhkan peran dari orang lain disekitarnya.
Kehidupan sehari-sehari yang dijalankan mahasiswa yakni menuntut ilmu di perguruan tinggi, kemudian mereka memiliki waktu kosong di luar
jam kuliah yang bisa diisi dengan apa saja yang mereka kehendaki. Dalam keseharian kehidupan mahasiswa, akan diisi dengan berbagai interaksi sosial
yang terjadi di sekitarnya. Interaksi sosial menurut Vincentius Satu 2009: 20 merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan
antarindividu, antara individu dengan kelompok dan antarkelompok. Mila Saraswati dan Ida Widaningsih 2008: 17 menambahkan syarat terjadinya
interaksi terdiri atas kontak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial mahasiswa yang dapat diamati dalam syarat terjadinya interaksi sosial adalah
tidak hanya kontak fisik saja yaitu bersentuhan, namun kontak sosial bisa juga dilakukan melalui teknologi yang ada, seperti internet dan telepon.
3 Kontak sosial dan komunikasi sosial dalam interaksi sosial mahasiswa
diawali dengan berjabat tangan, saling bertegur-sapa, memberikan informasi tentang akademik perkuliahan, hingga interaksi sosial yang berkaitan dengan
kehidupan pribadi mahasiswa itu sendiri. Kontak sosial dan komunikasi sosial yang terjadi di kehidupan mahasiswa, yaitu mencakup hubungan antar
mahasiswa perempuan dengan sesama jenis, mahasiswa laki-laki dengan sesama jenis, dan antara mahasiswa perempuan dengan mahasiswa laki-laki.
Hubungan ini akan semakin intens manakala mereka melakukan kontak sosial dan komunikasi sosial setiap hari. Hal ini menyebabkan adanya ketertarikan
bagi mahasiswa, khususnya pada lawan jenis mereka masing-masing. Pacaran bagi seorang mahasiswa adalah perbuatan yang wajar selaras
dengan tugas perkembangannya yaitu mencari hubungan dengan lawan jenis. Menjalin hubungan dengan lawan jenis yang diawali dengan ketertarikan
yang intens terhadap lawan jenis dan membuat suatu hubungan baru yang dinamakan pacaran. Pacaran menurut Muhammad Shodig dalam Aisha
Chuang 2005: 83 adalah bercintaan atau berkasih-kasihan antara lain dengan saling bertemu di suatu tempat pada waktu yang telah ditetapkan
bersama dengan kekasih atau teman lain jenis yang tetap yang hubungannya berdasarkan cinta-kasih. Pacaran yang dilakukan mahasiswa diisi dengan
makan bersama, jalan bersama, berbincang bersama di suatu tempat, serta berbagi masalah dan pendapat. Hal ini dapat mereka lakukan di kampus
sebagai lingkungan belajarnya dan di luar kampus. Di luar kampus mahasiswa memanfaatkan restoran, cafe, atau obyek wisata sebagai tempat
4 yang dituju untuk berduaan. Mereka bisa menjalin komunikasi dengan
intensif, berbagi perasaan, dan merencanakan masa depan ataupun karir.Pacaran menurut Munawar Zaman 2006: 109 hanya mengajarkan
bagaimana caranya menjadi pacar terbaik, bukan suami atau istri terbaik. Tetapi tidak semua yang pacaran akan memberi pengaruh positif dalam
hubungannya. Banyak mahasiswa yang pacaran tidak sehat termasuk ke dalam pacaran yang negatif.
Menurut Munawar Zaman 2006: 117 pacaran cenderung negatif dan bisa mendekatkan diri pada perilaku zina. Sesuatu yang mendekatkan diri
pada perilaku zina dalam pacaran diawali dengan berpegangan tangan, kemudian lama-kelamaan menjadi berciuman kissing, berpelukan necking,
dan meraba bagian anggota tubuh yang paling sensitif yaitu payudara dan alat kelamin, bermain alat kelamin seperti onani atau masturbasi bersama dan
saling memainkan milik lawan jenisnya, hingga saling menggesekkan kelamin petting. Tidak menutup kemungkinan jika sepasang pria dan wanita
sudah bermain alat kelamin bersama, maka mereka akan melakukan kegiatan seksual yaitu memasukkan penis ke dalam vagina sexual intercourse. Jika
hal ini sudah terjadi maka mereka telah melakukan suatu hubungan zina. Zina sendiri erat kaitannya dengan free sex atau hubungan seks pra nikah.
Kesempatan untuk melakukan zina atau seks pranikah ini sangat beranekaragam, seperti saat merayakan hari ulang tahun, merayakan hari
peringatan hari jadian, merayakan malam tahun baru, memperingati valentine’s day, dan kelulusan kuliah.
5 Terkadang mereka yang melakukan hubungan zina akan berujung
dengan hubungan tinggal satu rumah atau kos, tanpa ikatan pernikahan yang sah. Kos yang dijadikan tempat tinggal sengaja mencari lokasi yang jauh dari
kampus dengan harapan harga kos yang lebih murah. Di samping itu pengawasan dari induk semang yang tidak seketat yang berada di lingkungan
kampus. Alasan lain adalah sengaja mengasingkan diri dari pergaulan sehingga hubungan mereka yang tidak syah tidak ketahuan oleh teman-teman
sekampusnya. Perilaku yang semacam ini sesunggunhnya berawal dari mahasiswa yang tidak mau taunduk dengan peraturan dari kos yang dibuat
oleh tuan rumah. Mereka sengaja ingin mencari kebebasan dengan tanpa ikatan aturan, sehingga bisa setiap saat menerima tamu di kamarnya sendiri,
termasuk tamu lain jenis. Adanya mahasiswa yang tinggal di kos dan memiliki perilaku
menyimpang dapat secara bebas setiap waktu dan kemanapun mereka mau pergi tanpa ada pengawasan langsung dari keluarga karena banyaknya
mahasiswa yang berasal dari luar daerah. Selain itu adanya kos-kosan perempuan dan laki-laki yang menjadi satu campur dan ada juga kos-kosan
yang hanya untuk perempuan saja atau laki-laki tetapi tidak ada control yang ketat sehingga tamu boleh masuk dalam kamar atau bebas membawa tamu.
Peneliti tertarik melakukan penelitian mendalam mengenai studi kasus kehidupan mahasiswi yang melakukan seks bebas. Pada wawancara awal ada
tiga mahasiswi yang ditemui peneliti. Mahasiswi pertama, salah satu pendatang dari luar Jawa yang kos di kawasan kampus. Ia mengaku bahwa
6 pacaran baginya adalah sebuah pengorbanan dan salah satunya adalah
memberikan segalanya bagi pacar. Menjalani perilaku seks bebas semenjak dengan pacarnya di SMA, sekarang ia mendapatkan pacar baru di
Yogyakarta. Permasalahan yang ia hadapi justru datang dari lingkungan kos yang memandang rendah dirinya yang sering pulang malam, sehingga ia
berpindah-pindah kos. Dari berbagai tempat kos ia merasakan hal yang sama, stress justru ia rasakan dengan kejadian-kejadian ini.
Kehidupannya sekarang dijalaninya dengan pacar dalam satu kos. Berdua memilih kos yang lokasinya cukup jauh dari kampus untuk
menghapus stigma negatif pada dirinya. Ia memilih kontrak di perumahan bersama dengan teman yang lain. Di perumahan harapannya adalah penduduk
yang cuek dan tidak mencampuri kehidupannya. Ia termasuk anak yang pandai walaupun IP nya tidak terlalu tinggi dan mempunyai kemampuan
bahasa Inggris yang cukup bagus, tetapi kehidupannya yang sudah terikat dengan pacar menyebabkan banyak peluang untuk berprestasi disia-siakan.
Mahasiswi kedua, pendatang di kota Yogya dan sudah tinggal di Yogyakarta semenjak kelas III SMA, sehingga ia merasa nyaman dan
familiar di kota ini. Pindah ke Yogya dengan harapan sekaligus melanjutkan kuliahnya. Diterima di bangku kuliah pada tahun 2013.Menjalani kuliah
tanpa beradaptasi lama, karena banyaknya luasnya pergaulan. Sebagai anak putri pendatang di perantauan ini, ia membutuhkan pacar untuk berbagi dalam
suka dukanya di tanah rantauan. Kehidupan seksual bebas ia jalani karena merasa ada paksaan dari pacarnya. Baginya perasaan bersalah selalu ada,
7 tetapi merasa sudah terlanjur. Perasaan bahwa dirinya sudah tidak virgin
selalu ia rasakan, sehingga yang selalu menjadi permasalahan adalah perasaan bahwa dirinya
sudah “layu”. Hal tersebut membuat ia minder, takut, cemas, dan kawatir ketika bergaul dengan teman-temannya.
Perasaan yang selalu ada pada dirinya menyebabkan kuliahnya berantakan. Nilai-nilainya jauh di bawah teman-temannya. Salah satu
penyebabnya adalah seringnya ia membolos kuliah karena perasaan minder. Tugas-tugas sebatas dititipkan teman untuk dikumpulkan pada dosen, itu saja
tidak semua dikerjakannya. Ia sebenarnya punya beberapa teman dekat di kelasnya, tetapi karena jarang kuliah sebatas hanya ketika kuliah saja ia
merapat dengan teman dekatnya. Dia sosok yang cukup cantik parasnya dengan penampilan yang selalu
modis. Ia berusaha keras menutup muka dengan make –up tebal agar tidak
pucat. Usahanya ini dilakukan sebagai usaha menutup kekurangan dirinya yang dianggap sudah layu. Usaha yang dilakukannya justru menjadikannya
bahan pembicaraan teman-temannya. Ia dianggap tidak mampu membedakan tempat kuliah dan tempat
“mejeng”. Mahasiswi ketiga, adalah mahasiswi yang berasal dari salah satu
kabupaten di Propinsi Yogyakarta. Ia tidak kos tetapi jarak tempuh lebih dari 30 km dari kampus, sehingga ia merasa capek manakala ada dua matakuliah
dalam satu hari. Berawal dari permasalahan tersebut ia memutuskan untuk mencari pacar yang kos sehingga ada tempat untuk istirahat manakala pagi
kuliah dan sore ada kuliah lagi. Kehidupan itulah yang membuat ia
8 terjerumus pada kehidupan seks, karena seringnya tidur siang di kos
pacarnya. Perasaan bersalah selalu ada, tetapi kadang ia mencari pembenaran diri karena memang butuh tempat istirahat siang sementara ketika ia minta
kos orangtuanya tidak mengiijinkan. Dia adalah mahasiswa yang aktivis dan giat dalam mengikuti berbagai
unit kegiatan kampus, bahkan mampu membagi waktu antara kuliah dan berorganisasi, tetapi kemudian semenjak mengenal pacar dan banyak tinggal
di kos pacarnya ia berubah. Hampir sama dengan kasus-kasus yang lain, ia merasa terikat dengan pacar.
Kehidupan Ia sangat drastis berubah, banyak organisasi yang ditinggalkannya dan memilih tinggal di kos pacar bila tidak kuliah. Bahkan
setiap hari ia berangkat dari rumahnya ia langsung menuju kos pacarnya baru kemudian berangkat kuliah. Bila tidak kuliah ia lebih banyak di kos pacar dan
menjalani kehidupan seperti layaknya suami isteri yang sudah berumah tangga. Teman-teman kos yang ada seakan cuek-cuek saja karena bukan
hanya. Prinsip yang dipegang adalah sama-sama menjaga rahasia. Berbagai permasalah yang muncul di atas peneliti melakukan
penelitian studi kasus mengenai kehidupan social mahasiswi yang melakukan seks bebas.
B. Identifikasi Masalah