STUDI KASUS MAHASISWI PELAKU SEKS BEBAS.

(1)

i

STUDI KASUS MAHASISWI PELAKU SEKS BEBAS

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Eko Sulistyo Ardi Nugroho NIM 09104244037

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Tetap berusaha dan yakinlah pada diri sendiri bahwa kita pasti bisa (Penulis)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk : 1. Orang tua tercinta

2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta 3. Sahabat-sahabatku


(7)

vii

“STUDI KASUS MAHASISWI PELAKU SEKS BEBAS

Oleh

Eko Sulistyo Ardi Nugroho NIM 09104244037

ABSTRAK

Penelitian ini berdasarkan adanya kasus seks bebas yang terjadi di kalangan mahasiswa Yogyakarta. Peneliti bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan dinamika psikologis mahasiswi pelaku seks bebas

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

case-study. Subjek penelitian adalah tiga mahasiswa pelaku seks bebas dan informan-

informan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara. Analisis data dilakukan melalui langkah-langkah reduksi data, display data, dan verification. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Rd mempunyai keyakinan berpacaran adalah pengorbanan sehingga wajar kalau seks pun juga dilakukan, namun perasaan cemas karena takut perbuatannya diketahui oleh orang tuanya juga selalu muncul (2) Ta melakukan hubungan seks karena dipaksa oleh pacar yang menuntut lebih dalam hubungan pacarannya, kecemasan muncul karena takut hamil dan perilakunya diketahui orang tuanya selalu muncul pada pemikiran Ta, dan (3) Sa melakukan hubungan sek bebas karena faktor ekonomi, Sa selalu menyalahkan orang tuanya yang tidak mengijinkan kos di kota Yogya. Subjek Rd dan Ta merasakan terjebak dalam pergaulan seks bebas. Subjek Sa pada awalnya merasa dipaksa namun kemudian ia pasrah pada pacarnya. Dinamika psikologis yang terjadi pada pelaku seks bebas ini secara garis besar, ketiga subjek mengaku pasrah dan menikmati dalam menjalani seks bebas ini, meskipun kecemasan juga selalu muncul pada setiap subjek dan merekapun juga menyadari bahwa hubungan tersebut merupakan hubungan yang tidak sah. Kondisi semacam ini bisa terjadi dikarena pergaulan bebas, dan pemahaman yang salah terhadap arti dari pacaran, di samping itu aspek religi subjek yang lemah.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Studi Kasus Mahasiswi Pelaku Seks Bebas

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta

Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi dari awal sampai selesainya skripsi ini. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah

memberikan izin dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Isti Yuni Purwanti, M.Pd selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasihat, pengarahan serta bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Suwarjo, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat selama penyelesaian skripsi ini. Alhamdulillah karena dorongan beliau saya mampu menyelesaikan tugas akhir ini.


(9)

ix

5. Seluruh Dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan ilmu selama menempuh studi di Universitas Negeri Yogyakarta.

6. Orang tuaku, terima kasih atas doa, kasih sayang, semangat, motivasi dan pengorbanannya selama ini.

7. Adikku tersayang terima kasih atas semangat dan motivasi yang telah diberikan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Seluruh subjek penelitian yang telah bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan.

9. Seluruh key informan yang telah memberikan waktu luang dan informasi yang dibutuhkan penulis.

10.Seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Yogyakarta khususnya Angkatan 2009, walau kalian sudah lulus terimakasih telah memberikan bantuan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu baik secara langsung maupun tidak langsung ikut memberikan bantuan tenaga dan pikiran sehingga terselesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran penyempurnaan sangat diharapkan.

Yogyakarta, Agustus 2016


(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Masalah ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Mahasiswa ... 12

1. Status Mahasiswa ... 12

2. Mahasiswa pada Usia Dewasa Awal ... 14

3. Ciri Masa Dewasa Awal ... 19

B. Perilaku Sex dan Kehidupan Sex Bebas ... 23

1. Perilaku Sex ... 23

2. Kehidupan Sex Bebas pada Mahasiswa ... 27

C. Kerangka Pikir Penelitian... 36


(11)

xi BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ... 41

B. Subyek Penelitian ... 42

C. Kriteria Penentuan Subjek ... 42

D. Objek Penelitian ... 43

E. Setting Penelitian ... 43

F. Langkah Penelitian ... 43

G. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 45

H. Uji Keabsahan Data ... 47

I. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 50

1. Deskripsi Setting Penelitian ... 50

2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 50

a. Subjek Rd ... 52

1) Aspek Perilaku ... …. 59

2) Aspek Kehidupan ... 76

b. Subjek Ta ... 87

1) Aspek Perilaku ... 87

2) Aspek Kehidupan ... 97

c. Subjek Sa ... 104

1) Aspek Perilaku ... 109

2) Aspek Kehidupan………. ... 120

3. Perilaku Seks Faktor-Faktor Penyebab Bebas ... 126

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 129

1 Perilaku Seks Bebas Pada Mahasiswi ... 129

2 Dinamika Psikologis ... 132

C. Display Data ... 136

D. Keterbatasan Penelitian ... 137

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 138


(12)

xii

DAFTAR PUSTAKA ... 141 LAMPIRAN ... 142


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Profil Singkat Subjek Pelaku Free Sex ... 51

Tabel 2. Key Informan 1 ... 51

Tabel 3. Key Informan 2 ... 51


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 142 Lampiran 2. Butir-butir Instrumen ... 143 Lampiran 3.Identitas Subjek dan Display Data Hasil Wawancara ... 145


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mahasiswa merupakan seorang pelajar yang menuntut pendidikan di suatu perguruan tinggi. Kata mahasiswa diambil dari dua kata yaitu maha dan siswa. Maha berarti tinggi, dan siswa berarti pelajar. Dari kata tersebut menggambarkan sosok mahasiswa adalah seseorang yang sudah dikatakan dewasa yang belajar di suatu perguruan tinggi. Sehingga jika dilihat dari tempat menuntut ilmu mahasiswa, mahasiswa adalah seseorang yang memiliki pemahaman dan pemikiran yang lebih baik dibandingkan tingkatan pelajar dibawahnya mengenai, kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Mahasiswa adalah penerus bangsa, dan cerminan bangsa dimasa depan. Untuk menjawabnya banyak referensi tentang arti dari istilah mahasiswa itu sendiri,baik dari segi hukum, para doktor, dan pandangan masyarakat umum mereka punya arti yang tersendiri jika berbicara mengenai mhasiswa. Sebab mahasiswa bisa mereka yang kuliah menempuh jenjang sarjana, pascasarjana, dan yang menempuh gelar doktor. Pandangan masyarakat mahasiswa adalah sosok orang yang serba bisa, yang menguasai ilmu pengetahuan lebih sehingga mahasiswa adalah sebuah impian yang tidak semua anak mampu menjadi mahasiswa.

Di masyarakat pun dalam strata sosial, golongan mahasiswa adalah kelas atas sebagai orang yang didamba mampu mengemban amanah pendidikan. Tidak jarang dalam kehidupan social mahasiswa banyak diberi berbagai jabatan karena dianggap tokoh yang mampu menjalani peran yang


(16)

2

diembannya. Dari kehidupan yang semcam ini maka mahasiswa adalah sosok idola yang perilakunya banyak di contoh untuk menjadi tauladan.

Mahasiswa merupakan generasi harapan bangsa yang secara nyata harus menunjukkan prestasinya baik dibidang akademik maupun sosial kemasyarakatan, serta memberikan contoh pribadi yang dapat diteladani oleh masyarakat segala usia. Perilaku mahasiswa pun seharusnya memiliki perilaku positif yang akademisdan diharapkan menjadi agent of change yang positif. Kehidupan mahasiswa banyak dihadapakan dengan kehidupan sosial baik di kampus atau di masyarakat dalam proses perkembangnya. Sebagai makhluk social, mahasiswa adalah individu yang membutuhkan peran dari orang lain disekitarnya.

Kehidupan sehari-sehari yang dijalankan mahasiswa yakni menuntut ilmu di perguruan tinggi, kemudian mereka memiliki waktu kosong di luar jam kuliah yang bisa diisi dengan apa saja yang mereka kehendaki. Dalam keseharian kehidupan mahasiswa, akan diisi dengan berbagai interaksi sosial yang terjadi di sekitarnya. Interaksi sosial menurut Vincentius Satu (2009: 20) merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antarindividu, antara individu dengan kelompok dan antarkelompok. Mila Saraswati dan Ida Widaningsih (2008: 17) menambahkan syarat terjadinya interaksi terdiri atas kontak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial mahasiswa yang dapat diamati dalam syarat terjadinya interaksi sosial adalah tidak hanya kontak fisik saja yaitu bersentuhan, namun kontak sosial bisa juga dilakukan melalui teknologi yang ada, seperti internet dan telepon.


(17)

3

Kontak sosial dan komunikasi sosial dalam interaksi sosial mahasiswa diawali dengan berjabat tangan, saling bertegur-sapa, memberikan informasi tentang akademik perkuliahan, hingga interaksi sosial yang berkaitan dengan kehidupan pribadi mahasiswa itu sendiri. Kontak sosial dan komunikasi sosial yang terjadi di kehidupan mahasiswa, yaitu mencakup hubungan antar mahasiswa perempuan dengan sesama jenis, mahasiswa laki-laki dengan sesama jenis, dan antara mahasiswa perempuan dengan mahasiswa laki-laki. Hubungan ini akan semakin intens manakala mereka melakukan kontak sosial dan komunikasi sosial setiap hari. Hal ini menyebabkan adanya ketertarikan bagi mahasiswa, khususnya pada lawan jenis mereka masing-masing.

Pacaran bagi seorang mahasiswa adalah perbuatan yang wajar selaras dengan tugas perkembangannya yaitu mencari hubungan dengan lawan jenis. Menjalin hubungan dengan lawan jenis yang diawali dengan ketertarikan yang intens terhadap lawan jenis dan membuat suatu hubungan baru yang dinamakan pacaran. Pacaran menurut Muhammad Shodig dalam Aisha Chuang (2005: 83) adalah bercintaan atau berkasih-kasihan (antara lain dengan saling bertemu di suatu tempat pada waktu yang telah ditetapkan bersama) dengan kekasih atau teman lain jenis yang tetap (yang hubungannya berdasarkan cinta-kasih). Pacaran yang dilakukan mahasiswa diisi dengan makan bersama, jalan bersama, berbincang bersama di suatu tempat, serta berbagi masalah dan pendapat. Hal ini dapat mereka lakukan di kampus sebagai lingkungan belajarnya dan di luar kampus. Di luar kampus mahasiswa memanfaatkan restoran, cafe, atau obyek wisata sebagai tempat


(18)

4

yang dituju untuk berduaan. Mereka bisa menjalin komunikasi dengan intensif, berbagi perasaan, dan merencanakan masa depan ataupun karir.Pacaran menurut Munawar Zaman (2006: 109) hanya mengajarkan bagaimana caranya menjadi pacar terbaik, bukan suami atau istri terbaik. Tetapi tidak semua yang pacaran akan memberi pengaruh positif dalam hubungannya. Banyak mahasiswa yang pacaran tidak sehat termasuk ke dalam pacaran yang negatif.

Menurut Munawar Zaman (2006: 117) pacaran cenderung negatif dan bisa mendekatkan diri pada perilaku zina. Sesuatu yang mendekatkan diri pada perilaku zina dalam pacaran diawali dengan berpegangan tangan, kemudian lama-kelamaan menjadi berciuman (kissing), berpelukan (necking), dan meraba bagian anggota tubuh yang paling sensitif yaitu payudara dan alat kelamin, bermain alat kelamin seperti onani atau masturbasi bersama dan saling memainkan milik lawan jenisnya, hingga saling menggesekkan kelamin (petting). Tidak menutup kemungkinan jika sepasang pria dan wanita sudah bermain alat kelamin bersama, maka mereka akan melakukan kegiatan seksual yaitu memasukkan penis ke dalam vagina (sexual intercourse). Jika hal ini sudah terjadi maka mereka telah melakukan suatu hubungan zina. Zina sendiri erat kaitannya dengan free sex atau hubungan seks pra nikah. Kesempatan untuk melakukan zina atau seks pranikah ini sangat beranekaragam, seperti saat merayakan hari ulang tahun, merayakan hari peringatan (hari jadian), merayakan malam tahun baru, memperingati valentine’s day, dan kelulusan kuliah.


(19)

5

Terkadang mereka yang melakukan hubungan zina akan berujung dengan hubungan tinggal satu rumah atau kos, tanpa ikatan pernikahan yang sah. Kos yang dijadikan tempat tinggal sengaja mencari lokasi yang jauh dari kampus dengan harapan harga kos yang lebih murah. Di samping itu pengawasan dari induk semang yang tidak seketat yang berada di lingkungan kampus. Alasan lain adalah sengaja mengasingkan diri dari pergaulan sehingga hubungan mereka yang tidak syah tidak ketahuan oleh teman-teman sekampusnya. Perilaku yang semacam ini sesunggunhnya berawal dari mahasiswa yang tidak mau taunduk dengan peraturan dari kos yang dibuat oleh tuan rumah. Mereka sengaja ingin mencari kebebasan dengan tanpa ikatan aturan, sehingga bisa setiap saat menerima tamu di kamarnya sendiri, termasuk tamu lain jenis.

Adanya mahasiswa yang tinggal di kos dan memiliki perilaku menyimpang dapat secara bebas setiap waktu dan kemanapun mereka mau pergi tanpa ada pengawasan langsung dari keluarga karena banyaknya mahasiswa yang berasal dari luar daerah. Selain itu adanya kos-kosan perempuan dan laki-laki yang menjadi satu (campur) dan ada juga kos-kosan yang hanya untuk perempuan saja atau laki-laki tetapi tidak ada control yang ketat sehingga tamu boleh masuk dalam kamar atau bebas membawa tamu.

Peneliti tertarik melakukan penelitian mendalam mengenai studi kasus kehidupan mahasiswi yang melakukan seks bebas. Pada wawancara awal ada tiga mahasiswi yang ditemui peneliti. Mahasiswi pertama, salah satu pendatang dari luar Jawa yang kos di kawasan kampus. Ia mengaku bahwa


(20)

6

pacaran baginya adalah sebuah pengorbanan dan salah satunya adalah memberikan segalanya bagi pacar. Menjalani perilaku seks bebas semenjak dengan pacarnya di SMA, sekarang ia mendapatkan pacar baru di Yogyakarta. Permasalahan yang ia hadapi justru datang dari lingkungan kos yang memandang rendah dirinya yang sering pulang malam, sehingga ia berpindah-pindah kos. Dari berbagai tempat kos ia merasakan hal yang sama,

stress justru ia rasakan dengan kejadian-kejadian ini.

Kehidupannya sekarang dijalaninya dengan pacar dalam satu kos. Berdua memilih kos yang lokasinya cukup jauh dari kampus untuk menghapus stigma negatif pada dirinya. Ia memilih kontrak di perumahan bersama dengan teman yang lain. Di perumahan harapannya adalah penduduk yang cuek dan tidak mencampuri kehidupannya. Ia termasuk anak yang pandai walaupun IP nya tidak terlalu tinggi dan mempunyai kemampuan bahasa Inggris yang cukup bagus, tetapi kehidupannya yang sudah terikat dengan pacar menyebabkan banyak peluang untuk berprestasi disia-siakan.

Mahasiswi kedua, pendatang di kota Yogya dan sudah tinggal di Yogyakarta semenjak kelas III SMA, sehingga ia merasa nyaman dan

familiar di kota ini. Pindah ke Yogya dengan harapan sekaligus melanjutkan

kuliahnya. Diterima di bangku kuliah pada tahun 2013.Menjalani kuliah tanpa beradaptasi lama, karena banyaknya luasnya pergaulan. Sebagai anak putri pendatang di perantauan ini, ia membutuhkan pacar untuk berbagi dalam suka dukanya di tanah rantauan. Kehidupan seksual bebas ia jalani karena merasa ada paksaan dari pacarnya. Baginya perasaan bersalah selalu ada,


(21)

7

tetapi merasa sudah terlanjur. Perasaan bahwa dirinya sudah tidak virgin selalu ia rasakan, sehingga yang selalu menjadi permasalahan adalah perasaan bahwa dirinya sudah “layu”. Hal tersebut membuat ia minder, takut, cemas, dan kawatir ketika bergaul dengan teman-temannya.

Perasaan yang selalu ada pada dirinya menyebabkan kuliahnya berantakan. Nilai-nilainya jauh di bawah teman-temannya. Salah satu penyebabnya adalah seringnya ia membolos kuliah karena perasaan minder. Tugas-tugas sebatas dititipkan teman untuk dikumpulkan pada dosen, itu saja tidak semua dikerjakannya. Ia sebenarnya punya beberapa teman dekat di kelasnya, tetapi karena jarang kuliah sebatas hanya ketika kuliah saja ia merapat dengan teman dekatnya.

Dia sosok yang cukup cantik parasnya dengan penampilan yang selalu modis. Ia berusaha keras menutup muka dengan make–up tebal agar tidak pucat. Usahanya ini dilakukan sebagai usaha menutup kekurangan dirinya yang dianggap sudah layu. Usaha yang dilakukannya justru menjadikannya bahan pembicaraan teman-temannya. Ia dianggap tidak mampu membedakan tempat kuliah dan tempat “mejeng”.

Mahasiswi ketiga, adalah mahasiswi yang berasal dari salah satu kabupaten di Propinsi Yogyakarta. Ia tidak kos tetapi jarak tempuh lebih dari 30 km dari kampus, sehingga ia merasa capek manakala ada dua matakuliah dalam satu hari. Berawal dari permasalahan tersebut ia memutuskan untuk mencari pacar yang kos sehingga ada tempat untuk istirahat manakala pagi kuliah dan sore ada kuliah lagi. Kehidupan itulah yang membuat ia


(22)

8

terjerumus pada kehidupan seks, karena seringnya tidur siang di kos pacarnya. Perasaan bersalah selalu ada, tetapi kadang ia mencari pembenaran diri karena memang butuh tempat istirahat siang sementara ketika ia minta kos orangtuanya tidak mengiijinkan.

Dia adalah mahasiswa yang aktivis dan giat dalam mengikuti berbagai unit kegiatan kampus, bahkan mampu membagi waktu antara kuliah dan berorganisasi, tetapi kemudian semenjak mengenal pacar dan banyak tinggal di kos pacarnya ia berubah. Hampir sama dengan kasus-kasus yang lain, ia merasa terikat dengan pacar.

Kehidupan Ia sangat drastis berubah, banyak organisasi yang ditinggalkannya dan memilih tinggal di kos pacar bila tidak kuliah. Bahkan setiap hari ia berangkat dari rumahnya ia langsung menuju kos pacarnya baru kemudian berangkat kuliah. Bila tidak kuliah ia lebih banyak di kos pacar dan menjalani kehidupan seperti layaknya suami isteri yang sudah berumah tangga. Teman-teman kos yang ada seakan cuek-cuek saja karena bukan hanya. Prinsip yang dipegang adalah sama-sama menjaga rahasia.

Berbagai permasalah yang muncul di atas peneliti melakukan penelitian studi kasus mengenai kehidupan social mahasiswi yang melakukan seks bebas.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, permasalahan penelitian yang diamati dapat diidentifikasi diantaranya sebagai berikut :


(23)

9

1. Perilaku mahasiswa yang tidak ingin ada aturan tata tertib kos (rumah sewa) menyebabkan mahasiswa mencari kos yang jauh dari lingkugan kampus.

2. Pemikiran mahasiswa yang mendamba kebebasan sehingga mereka ingin bebas keluar malam, berhura-hura, dan menerima tamu lain jenis di kamar tanpa ada pengawasan dari induk semang.

3. Kehidupan mahasiswa yang mulai mencari pasangan hidup (pacaran). Pacaran yang dijalaninya membuat subjek terjerumus pada perbuatan yang tidak wajar dan tidak selaras dengan tugas perkembangannya yaitu melakukani hubungan dengan lawan jenis

4. Salah satu perilaku pacara yang menyimpang adalah terjadinya kehidupan seks bebas (tanpa ikatan perkawinan yang sah).

5. Mahasiswa pertama adalah pendatang yang berasal dari Kabupaten T, menjalani kehidupan seksual semenjak SMA,dia menilai pacaran adalah pengorbanan,salah satunya memberikan apa saja yang diminta oleh pasangannya, perasaan stress muncul dari lingkungan kos.

6. Mahasiswa kedua juga sebagai pendatang di kota Yogya. Kehidupan seksual bebas ia jalani karena merasa ada paksaan dari pacarnya.

7. Mahasiswa ketiga adalah mahasiswi yang menumpang di kos pacarnya di siang hari, kehidupan seks bebas dijalani di kos pacarnya.


(24)

10 C. Batasan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan diatas, banyak faktor yang melatarbelakangi kehidupan mahasiswi yang melakukan seks bebas, maka peneliti perlu membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini dibatasi pada kehidupan mahasiswi yang melakukan seks bebas.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitiannya adalah bagaimana dinamika psikologis mahasiswi yang memutuskan menjalani kehidupan seks bebas.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan mendeskripsikan dinamika psikologis kehidupan mahasiswi yang melakukan seks bebas.

F. Manfaat Penelitian

Dari hal-hal yang telah dipaparkan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dibidang bimbingan dan Konseling, khususnya yang berkaitan dengan pendidikan seks.


(25)

11 2. Manfaat Praktis

a. Untuk Masyarakat

Memberikan deskripsi gambaran dan pemahaman yang mendalam khususnya tentang kehidupan dan perilaku mahasiswa pelaku serks bebas di masyarakat untuk mencegah, mengurangi, dan menghentikan praktek tersebut.

b. Bagi Konselor (guru BK)

Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, khususnya menyangkut pendidikan seks.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, agar bisa dijadikan referensi bila variabelnya penelitiannya sama.


(26)

12 BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian tentang Mahasiswa 1. Status Mahasiswa

Di Indonesia banyak sekali perguruan tinggi, sehingga banyak sekali mahasiswa yang nota bene adalah agent of change . Mahasiswa adalah penerus bangsa, dan cerminan bangsa dimasa depan. Untuk menjawabnya banyak referensi tentang arti dari istilah mahasiswa itu sendiri,baik dari segi hukum, para doktor, dan pandangan masyarakat umum mereka punya arti yang tersendiri jika berbicara mengenai mhasiswa

Menurut Arief Budiman (2006: 251) mahasiswa adalah orang yang belajar di sekolah tingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian tingkat sarjana. Selanjutnya, Condra Antoni (2012: 68) menambahkan mahasiswa adalah insan yang dipercaya untuk mengemban tugas-tugas keilmuwan sesuai potensi dan kadar intelektual yang dimiliki masing-masing. Kata mahasiswa diambil dari dua kata yaitu maha dan siswa. Maha berarti tinggi, dan siswa berarti pelajar. Sehingga jika dilihat dari tempat menuntut ilmu mahasiswa, mahasiswa dapat dikatakan seseorang yang memiliki pemahaman dan pemikiran yang lebih baik dibandingkan tingkatan pelajar dibawahnya mengenai, kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Definisi Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi


(27)

13

tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat.Pengertian Mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Suwono, 1978) adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi ( yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan di harapkan menjadi calon-calon sarjana yang intelektual.

Mahasiswa juga merupakan orang yang sedang menimba ilmu untuk menggapai gelar sarjana di sebuah perguruan tinggi. Menurut Daldiyono (2009: 139) mahasiswa biasanya berumur 18 tahun, umur yang sudah dikategorikan sebagai orang dewasa. Sejalan dengan apa yang dikatakan Daldiyono, melihat dari usia mahasiswa, mahasiswa sudah bisa dikatakan sebagai individu yang dewasa, mahasiswa sudah memasuki tahap perkembangannya yaitu masa dewasa awal. Pada tahap masa dewasa awal ini, mahasiswa mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenisnya, dapat berpikir dengan berbagai sudut pandang, dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah dilakukan. Berbagai bentuk masalah yang terjadi dalam perjalanan hidup mahasiswa, sedapat


(28)

14

mungkin diselesaikan sendiri secara mandiri dan tanpa meminta bantuan dari orang lain termasuk kedua orang tuanya.

Mahasiswa pada usia 18 tahun ada beberapa pendapat yang mengatakan usia dewasa tetapi juga ada yang mengkategorikan pada remaja akhir, sebab ada usia mahasiswa yang masih 18 atau 19 tahun. Sependapat dengan usia tersebut menurut King, L. A. (2010: 188) masa remaja adalah masa perkembangan yang merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Masa ini dimulai sekitar usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 21 tahun.

Santrock, J. W. (2007:26) menjelaskan bahwa remaja

(adolescene) merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognisi, dan sosio-emosional. Masa ini dimulai pada rentang usia 10-13 tahun dan berakhir pada rentang usia 18-22 tahun.

Mohammad Ali (2012:9) menjelaskan bahwa istilah remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan baik secara fisik, mental,emosi dan sosial. 2. Mahasiswa pada Usia Dewasa Awal

Elizabeth B. Hurlock dalam Yudrik Jahja (2011: 246) mengatakan masa dewasa awal (young adult) adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduksi yaitu suatu masa yangpenuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreatifitas dan


(29)

15

penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kisaran umur antara 21 sampai 40 tahun. Menurut Siti Aisyah (2015:134) menuturkan masa dewasa awal merupakan perkembangan awal manusia yang dimulai setelah berakhirnya masa remaja 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Agoes Dariyo (2003: 3) menyatakan secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda (young adulthood) adalah mereka yang berusia 20-40 tahun, orang dewasa awal termasuk masa transisi baik transisi secara fisik, intelektual maupun peran sosial. Menurut Mappiare dalam Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 155), batasan memasuki usia dewasa ini ditinjau dari:

a. Segi hukum, bila orang dewasa itu telah dapat dituntut tanggung jawabnya atas perbuatan-perbuatannya.

b. Segi pendidikan, bila mencapai kemasakan: kognitif, afektif, dan psikomotorik, sebagai hasil ajar atau latihan.

c. Segi biologis, bila diartikan sebagai suatu keadaan pertumbuhan dalam ukuran tubuh dan mencapai kekuatan maksimal, serta siap berproduksi (meneruskan keturunan).

d. Segi psikologis, bila ditinjau dari status keadaan dewasa telah mengalami kematangan (maturity).

Menurut Santrock dalam Agoes Dariyo (2003: 4), orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition), transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition).


(30)

16 a. Transisi Fisik

Dari pertumbuhan fisik menurut Santrock dalam Agoes Dariyo (2003: 4), diketahui bahwa dewasa muda sedang mengalami peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa tua. Pada masa ini, seseorang tidak lagi disebut sebagai masa tanggung (akil balik), tetapi sudah tergolong seorang pribadi yang benar-benar dewasa

(maturity). Ia tidak lagi diperlakukan sebagai seorang anak atau

remaja, tetapi sebagaimana layaknya seperti orang dewasa lainnya. Penampilan fisiknya benar-benar matang sehingga siap melakukan tugas-tugas seperti orang dewasa lainnya, misalnya bekerja, menikah, dan mempunyai anak. ia dapat bertindak secara bertanggung jawab untuk dirinya ataupun orang lain (termasuk keluarganya). Segala tindakannya sudah dapat dikenakan aturan-aturan hukum yang berlaku, artinya bila terjadi pelanggaran, akibat dari tindakannya akan memperoleh sanksi hukum. Masa ini ditandai pula dengan adanya perubahan fisik, misalnya tumbuh bulu-bulu halus, perubahan suara, menstruasi, dan kemampuan reproduksi. b. Transisi Intelektual

Agoes Dariyo (2003: 5), taraf ini menyebabkan, dewasa muda mampu memecahkan masalah yang kompleks dengan kapasitas berpikir abstrak, logis, dan rasional. Dari sisi intelektual, sebagian besar dari merka telah lulus dari SMU dan masuk ke perguruan tinggi (universitas/akademi). Kemudian, setelah lulus


(31)

17

tingkat universitas, mereka mengembangkan karier untuk meraih puncak prestasi dalam pekerjaannya. Namun demikian, dengan perubahan zaman yang semakin maju, banyak di antara mereka yang bekerja, sambil terus melanjutkan perndidikan yang lebih tinggi, misalnya pascasarjana. Hal ini mereka lakukan sesuai tuntutan dan kemajuan perkemmbangan zaman yang ditandai dengan masalah yang makin kompleks dalam pekerjaan di lingkungan sosialnya. c. Trasisi Peran Sosial

Menurut Agoes Dariyo (2003: 5), pada masa ini, mereka akan menindaklanjuti hubungan dengan pacarnya (dating), untuk segera menikah agar dapat membentuk dan memelihara rumah tangga yang baru, yakni terpisah dari kedua orang tuanya. Di dalam kehidupan rumah tangga yang baru inilah, masing-masing pihak baik laki-laki maupun wanita dewasa, memiliki peran ganda, yakni sebagai individu yang bekerja di lembaga pekerjaan ataupun sebagai ayah atau ibu bagi anak-anaknya.

Sedangkan menurut Sri Iswanti Mahmudi dalam Dhemy Prihatini (2012: 49-51) menyatakan bahwa karena masa dewasa dini hanya terpaut satu tahun dengan masa remaja, maka awal masa dewasa dini masih membawa banyak kondisi seperti pada masa remaja. Secara perlahan, sesuai dengan perkembangannya, kondisi tersebut akan beralih pada perkembangan orang dewasa, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Berikut ini merupakan penjelasan dari aspek perkembangan dewasa dini:


(32)

18 a. Perkembangan fisik

Pada masa dewasa dini, terutama pada usia dua puluhan, perkembangan fisik telah mencapai puncak efisiensi, begitu juga perkembangan motorik dan kekuatannya. Pada masa ini seseorang pada kondisi kesehatan fisik terbaik, serta telah mampu mengusasi kemampuan-kemampuan motorik baru.

b. Perkembangan psikologis

Pada usia dua puluhan, perkembangan mental, kemampuan mengingat, menalar, mempelajari situasi baru, berpikir kreatif, dan menyesuaikan dengan situasi baru telah mencapai puncaknya. Hal ini terjadi karena pada masa dewasa dini, perkembangan kognitif sampai pada tahap dapat membuat rencana dan memecahkan

problem yang dihadapi secara lebih sistematis. Dengan

perkembangan yang demikian, orang dewasa dini sudah dapat berpikir yang lebih luas dan menyadari adanya perbedaan-perbedaan.

Perkembangan emosi banyak dialami orang dewasa dini, terutama pada pertengahan masa ini. hal ini terjadi berhubungan dengan penyesuaian-penyesuaian yang dialami, seperti penyesuaian dalam perkawinan, pekerjaan, ekonomi, dan sebagainya. Kondisi emosional yang meningkat akan nampak dalam bentuk ketakutan dan kekhawatiran.


(33)

19 c. Perkembangan sosial

Pada awal masa dewasa dini, dimana terjadi perubahan status, baik status perkawinan maupun pekerjaan, orang dewasa dini akan mengalami keterasingan dan kesepian, karena perubahan status tadi menyebabkan teman-teman dan kelompok pergaulannya berubah. Namun, untuk selanjutnya mereka akan berusaha untuk menyesuaikan diri, mengikuti aktivitas dalam masyarakat dan akan menempati berbagai posisi dalam kelmpoknya.

d. Perkembangan karir

Dalam masalah pekerjaan, penyesuaian pertama yang harus dilakukan oleh orang dewasa dini adalah memilih bidang pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat dan faktor psikologis lainnya. Makin sesuai dengan bakat dan minatnya dengan jenis pekerjaan yang diemban, makin tinggi kepuasan kerja yang dicapai.

Sehingga berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa usia dewasa muda atau dewasa awal berawal dari usia 19 tahun yaitu berakhirnya usia masa remaja ketika usia 18 tahun. Dewasa muda ialah usia yang beranjak meninggalkan masa remaja. Pada dewasa muda ini mereka sudah bertanggung jawab atas perilaku mereka sendiri baik secara hukum maupun secara psikologis, dan sudah dianggap sebagai individu yang bukan lagi anak-anak.

3. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal

Menurut Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 156) ciri-ciri dari masa dewasa awal yaitu:


(34)

20 a. Usia reproduktif (reproductive age)

Reproduktifitas atau masa kesuburan sehingga siap menjadi ayah/ibu dalam mengasuh/mendidik anak.

b. Usia memantapkan letak kedudukan (setting down age)

Mantap dalam pola-pola hidup. Misalnya, dalam dunia kerja, perkawinan, dan memainkan perannya sebagai orang tua.

c. Usia banyak masalah (problem age)

Persoalan yang pernah dialami pada masa lalu mungkin berlanjut, serta adanya problem baru. Yaitu yang berhubungan dengan rumah tangga baru, hubungan sosial, keluarga, pekerjaan dan faktor kesempatan, demikian pula faktor intern.

d. Usia tegang dalam emosi (emotional tension age)

Mengalami ketegangan emosi yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi. Misalnya, persoalan-persoalan jabatan, karier, perkawinan, keuangan, hubungan sosial/saudara, teman, kenalan.

Sedangkan menurut Hurlock dalam Dhemy Prihatini (2012: 51-54), menyampaikan sepuluh ciri-ciri yang ada pada masa dewasa awal sebagi berikut:

a. Masa pengaturan

Masa dewasa telah membatasi dan mengakhiri kebebasannya dan beralih menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa. Pria mulai mengatur perannya sebagao pencari nafkah, ayah, kepala keluarga, dan wanita mulai merencanakan perannya sebagai pengatur rumah


(35)

21

tangga, ibu, membantu mencari nafkah dan sekaligus anggota keluarga.

b. Masa reproduktif

Setelah seorang menikah biasanya diikuti memiliki anak, bahkan sering melupakan keluarga besar. Menjadi orang tua merupakan salah satu perang yang paling penting pada masa ini.

c. Masa bermasalah

Orang dewasa awal dihadapkan kepada masalah penyesuaian diri yang berkatian dengan status barunya sebagai orang dewasa. Masalah-masalah itu meliputi penyesuaian diri dalam kehidupan perkawinan, sebagai orang tua, dalam pekerjaan dan sebagainya. d. Masa ketergantunngan emosional

Memasuki dunia baru yang mendatangkan keresahan emosional, dengan bertambahnya sebagian dari mereka mulai mampu memecahkan masalah-masalah dengan cukup baik sehingga menjadi stabil dan tenang secara emosional. Sebagian lagi tetap resa sebagai pertanda bahwa penyesuaian diri kepada kehidupan orang dewasa belum terlaksana secara memuaskan.

e. Masa keterasingan sosial

Mulai masuknya seseirang ke dalam kehidupan perkawinan, rumah tangga dan karir atau pekerjaan, hubungan dengan teman sebaya menjadi agak renggang, mereka mengalami keterpencilan sosial.


(36)

22 f. Masa komitmen

Sebagai manusia dewasa yang mandiri, mereka menentukan pada hidup baru, memikul tanggung jawab baru dan membuat komitmen-komitmen baru.

g. Usia ketergantungan

Meskipun secara resmi sebagai manusia dewasa mandiri namun masih banyak anak muda yang tergantung pada orang lain, baik orang tua, lembaga pendidikan dan sebagainya dalam jangka waktu tertentu. mereka mendapat bantuan keuangan dari orang tua maupun lainnya.

h. Usia perubahan nilai

Terjadi perubahan nilai pada orang dewasa, bila ketika remaja menganggap sekolah sebagai kewajiban tidak berguna, kini mulai sadar betapa bernilai pendidikan sebagai batu loncatan untuk meraih keberhasilan sosial, karir dan kepuasan pribadi. Akibatnya banyak orang dewasa yang semula putus sekolah berusaha melanjutkan pendidikannya.

i. Masa penyesuaian diri dengan hidup baru

Masa dewasa awal merupakan periode yang paling banyak menghadapi perubahan terutama yang berhubungan dengan perkawinan dan peran sebagai orang tua.

j. Masa kreatif

Masa dewasa tidak terikat lagi oleh ketentuan dan aturan orang tua maupun guru-gurunya. Kini mereka lepas dan bebas berbuat apa


(37)

23

yang mereka inginkan. Mereka menyalurkan kreatifitasnya melalui hobi dan pekerjaanya.

B. Perilaku Seks dan Kehidupan Seks Bebas 1. Perilaku Seks

Banyak pendapat yang salah tentang perilaku seks, karena orang langsung mendefinisikan perilaku seks semata hanya hubungan seksual.Perilaku seksual seringkali dimaknai salah oleh banyak orang dengan hubungan seksual. Perilaku seksual ditanggapi sebagai sesuatu hal yang melulu “negatif”. Padahal tidak demikian halnya. Perilaku seksual merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku seksual tersebut sangat luas sifatnya, mulai dari berdandan, mejeng, ngerling, merayu, menggoda hingga aktifitas dan hubungan seksual.

Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi yang berbeda hal ini seperti yang pendapat berikut ini.Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan,


(38)

24

bercumbu dan senggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi.Dorongan seksual adalah keinginan untuk mendapatkan kepuasan secara seksual yang diperoleh dengan perilaku seksual. Hal yang wajar pada remaja muncul dorongan seksual karena ketika memasuki usia pubertas, dorongan seksual akan muncul dalam diri seseorang. Saat puber, organ-organ reproduksi sudah mulai berfungsi, hormon-hormon seksualnya juga mulai berfungsi. Hormon-hormon inilah yang menyebabkan munculnyadorongan seksual, yaitu hormon esterogen dan progesteron pada perempuan, sertahormon testosteron pada laki-laki. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketika dorongan seksual muncul tidak diimbangi dengan pemahaman terhadap hal-hal yang berkaitan dengan perilaku seksual. Tidak ada perbedaan antara dorongan seksual yang dimiliki laki-laki dan perempuan. Tidak ada yang lebih tinggi. Walaupun di masyarakat muncul kepercayaan bahwa dorongan seksual pada laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan, hal tersebut sebetulnya disebabkan oleh budaya yang mengijinkan laki-laki untuk lebih ekspresif (termasuk dalam hal seksualitas), sementara perempuan dilarang untuk menunjukkan ketertarikan seksualnya di depan banyak orang.

Seksualitas memiliki makna yang sangat luas. Seksualitas adalah aspek kehidupan yang menyeluruh mencakup seks, gender, orientasi


(39)

25

seksual, erotisme, kesenangan (pleasure), keintiman dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diekspresikan dalam pikiran, fantasi, hasrat, kepercayaan/ nilai-nilai, tingkah laku, kebiasaan, peran dan hubungan. Walaupun seksualitas mencakup keseluruhan dimensi yang disebutkan, tidak semuanya selalu dialami atau diekspresikan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, sejarah, agama dan spiritual (definisi WHO).

Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.

Pendidikan seks merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan


(40)

26

kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak ( dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan keluarga, 1991).

Dalam hal ini pendidikan seks dealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar.

Tujuan Pendidikan Seks

Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.

Menurut Kartono Mohamad pendidikanseks yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam dan Pendidikan Seks Bagi Remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan


(41)

27

antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat.

Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seks adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan (Tirto Husodo, Seksualitet dalam mengenal dunia remaja, 1987).

Secara ringkas penyebab perilaku seks bebas pranikah itu menurut Sidik Hasan dan Abu Nasma (2008: 44-46) disebabkan oleh maraknya budaya serba boleh (permisif), maraknya pornografi-pornoaksi, kurangnya pengetahuan tentang seks, rendahnya pengetahuan agama, rendahnya pengawasan orang tua dan masyarakat, keliru memahami arti cinta, dan akibat mengalami pemaksaan.

2. Kehidupan Seks Bebas pada Mahasiswa

Perbuatan zina juga sama halnya dengan perilaku seksual di luar nikah atau seks pranikah. Seks pranikah (pre-marital sex) menurut Sidik Hasan dan Abu Nasma (2008: 29) merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah. Bentuk-bentuk aktivitas seksual pranikah yang dilakukan itu biasanya beragam pula.


(42)

28

Mulai dari sekedar pegangan tangan, berciuman, berangkulan, petting (saling menggesekkan kelamin), sampai yang paling mengkhawatirkan, yakni melakukan hubungan kelamin (sex intercourse). Selain itu, menurut Janu Murdiyatmoko (2007: 130) perilaku seksual di luar nikah merupakan tindakan penyimpangan perilaku individu yang menyangkut moral dan melanggar norma-norma kesusilaan. Contoh perilaku seksual di luar nikah, diantaranya pelacuran, homoseksualitas, perkosaan, kumpul kebo, dan dapat terjadi dalam pernikahan juga.

Menurut Irwansyah (2006: 187) penyimpangan perilaku seks atau seks bebas akan berpengaruh pada aspek sosial-psikologis. Biasanya pelaku seks bebas memiliki perasaan dan kecemasan tertentu. Menurut Agus Mukholid (2007: 120), aspek psikologis, penyimpangan perilaku seksualitas atau seks bebas akan menyebabkan remaja menjadi memiliki perasaan dan kecemasan tertentu, sehingga bisa bisa mempengaruhi kondisi kualitas sumber daya manusia (SDM) remaja.

Pelaku seks bebas di kalangan mahasiswa tidak menutup kemungkinan yang sampai hidup serumah tanpa ikatan. Pria dan wanita yang hidup bersama seperti suami-istri, padahal mereka belum resmi menikah . (Sudarsono, 2010: 141). Istilah hidup serumah tanpa ikatan pernikahan (cohabitation) menurut Agoes Dariyo (2003: 149) memiliki pengertian sebagai hidup bersama antara pasangan seorang laki-laki dan wanita tanpa didasari ikatan pernikahan yang sah (Hoffman, et al., 1994; Papalia, et al., 1998, Santrock, 1999).


(43)

29

Janu Murdiyatmoko (2007: 130) menambahkan seks bebas merupakan hubungan pria dan wanita tanpa didasari pernikahan yang sah, biasanya mereka hidup bersama layaknya suami istri. Kehidupan yang dijalaninya sama seperti halnya kehidupan suami isteri yang syah. Demikian juga dengan aktivitas kesehariannya sama seperti sebuah keluarga yang lain. Salah satu pasangan bekerja atau masih kuliah , bergaul dan bahkan tidak jarang hingga memiliki anak. Pandangan para tetangga saja yang akan memberikan penilaian.

Menurut Anne Krabill Hersberger (2008: 81)kumpul kebo merupakan hidup bersama sebagai suami-istri tanpa ikatan. Sedangkan Sidik Hasan dan Abu Nasma (2008: 48) memaparkan kumpul kebo tidak sama dengan perkawinan. Perkawinan bukan sebuah ikatan, ia memiliki muatan sakral sebagai ibadah kepada Tuhan. Sementara, hidup serumah semata sebuah ikatan tanpa landasan norma.Hubungan yang dijalaninya semata karena suka sama suka, tetapi legalitas sebagai sebuah keluarga diabaikan. Kehidupan yang dijalaninya tanpa ada ikatan bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa isteri yang menjadi pasangannya adalah isteri kedua atau isteri simpanan yang dijadikan isteri keduanya. Kehidupan yang dijalaninya di masyarakat sesungguhnya bukanlah perkawinan yang syah, yang kadang-kadang dengan berdalih sudah menikah secara syiri atau dinikahkan “bawah tangan” untuk menutup aib atau kekurangannya.


(44)

30

Secara sederhana seks bebas dapat diartikan sebagai pasangan pria dan wanita yang telah tinggal serumah dalam satu atap tetapi belum menikah dan tanpa ikatan pernikahan yang sah, serta melakukan berbagai kegiatan bersama-sama layaknya suami isteri. Pasangan kumpul kebo juga melalukan hubungan seksual atau zina.

Penyebab perilaku seks bebas ada bermacam-macam, salah satunya adalah masalah ekonomi (Sudarsono, 2010: 141). Sedangkan menurut Agoes Dariyo (2003: 149-150) ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang individu mengambil keputusan untuk melakukan seks bebas , diantaranya:

a. Ketidaksiapan mental untuk menikah

b. Menurut Popenoe dan Whitehead dalam Agoes Dariyo (2003: 150) menyatakan bahwa orang laki-laki cederung menganggap kumpul kebo sebagai kesempatan melakukan hubungan seksual dengan pasangan hidupnya, sedangkan bagi wanita, kumpul kebo dianggap sebagai persiapan untuk memasuki pernikahan yang sah.

c. Ketidaksiapan secara ekonomis

d. Menurut Agoes Dariyo (2003: 150) menyatakan, dari segi usia, mungkin seseorang telah memenuhi syarat, namun dari segi ekonomi mungkin merasa belum siap untuk menikah. Mereka yang tergolong belum mandiri secara ekonomi, misalnya mereka yang masih duduk di bangku perguruan tinggi, lulus universitas/akademi tetapi masih menganggur, atau sudah bekerja tetapi penghasilannya belum


(45)

31

mencukupi jika dipergunakan untuk hidup berdua dalam pernikahan. Sementara itu, dorongan seksual dari dalam dirinya sudah seharusnya memperoleh penyaluran secara teratur dan sah dari segi hukum perkawinan. Dengan kondisi tersebut, akhirnya mereka seringkali hanya berpikir dalam jangka pendek, yaitu yang penting bagaimana kebutuhan biologis tersebut segera dapat dipenuhi, tetapi dengan konsekuensi mengabaikan nilai-nilai agama, norma sosial atau etika. Akhirnya, mereka memilih hidup serumah

(cohabituation) sebagai alternatif yang terbaik.

e. Pengalaman traumatis sebelum atau sesudah pernikahan

f. Mereka yang mendapatkan pengalaman traumatis dari pasangan mereka misalnya ditinggal pasangan yang sangat dicintai karena telah mengorbankan apa saja, mendapatkan pasangan berselingkuh dengan orang lain, pasangan yang dulu tidak sesuai harapan mereka setelah mereka nikahi, atau ketahuan pasangannya selalu berbohong dari segi ekonomi misalnya selalu menyembunyikan uang yang didapat dari hasil kerja untuk senang-senang sendiri ataupun dengan pasangan selingkuhannya. Pengalaman-pengalaman ini dapat mendorong seseorang untuk melakukan kumpul kebo karena takut pengalaman buruknya terulang kembali.

Menurut Tri Astuty (2015: 61-62), seks bebas merupakan bagian dari tanda-tanda anak nakal. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu:


(46)

32 a. Faktor kepribadian

b. Faktor kondisi fisik

c. Faktor status dan peranannya di masyarakat d. Kondisi lingkungan keluarga

e. Kontak sosial dari lembaga masyarakat kurang baik atau kurang efektif

f. Kondisi geografis atau kondisi alam fisik

g. Faktor kesenjangan ekonomi dan disintegrasi politik h. Faktor perubahan sosial.

Melihat dari pendapat para ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kumpul kebo disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal, yakni sebagai berikut:

a. Faktor internal

Yang termasuk kedalam faktor internal penyebab kumpul kebo yakni sejalan dengan teori perkembangan psikoseksual Freud dan Anne K. Hersberger yaitu dari penghayatan kehidupan seksualnya. Kehidupan seksual dari awal kelahiran yang memberikan pengalaman yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan. Selain itu disebabkan juga oleh ketidaksiapan mental untuk menikah, iman yang lemah, adanya pergeseran di dalam memaknai hakikat perkawinan, adanya anggapan bahwa cinta, seks, dan pernikahan adalah urusan pribadi. Semua faktor ini


(47)

33

melingkupi dalam pengalaman yang terjadi di dalam diri sendiri, kepribadian, dan kondisi fisik.

b. Faktor eksternal

Yang termasuk ke dalam faktor eksternal yakni ketidaksiapan secara ekonomis baik di dalam keluarga dan untuk menikah, pengalaman traumatis sebelum atau sesudah pernikahan, tidak ada sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku seks bebas , kondisi lingkungan keluarga termasuk juga modellingdari dalam keluarga maupun dari lingkungan luar, sisi religius dan kondisi lingkungan sosial yang berkaitan dengan pengaruh-pengaruh yang menjadikan seseorang tergelincir dalam seks bebas .

Dampak kumpul kebo menurut Sidik Hasan dan Abu Nasma (2008: 47-48) adalah sebagai berikut:

a. Pertama, perasaan berdosa dan tidak tenang dalam menjalani kehidupan senantiasa akan menghampiri.

b. Kedua, kamu juga akan merasakan kekhawatiran-kekhawatiran jika sewaktu-waktu pasangan kumpul kebomu pergi menginggalkanmu. c. Ketiga, kamu juga akan dihantui ketakutan jika terjadi kehamilan. d. Keempat, kalaupun kehamilan itu bisa kamu terima dengan lapang

dada, lantas akan muncul kekhawatiran berikutnya tentang nasib anak yang akan dilahirkan nanti.


(48)

34

e. Kelima, lebih dari itu, kami akan merasa tertekan dan terkucilkan karena masyarakat memberi stempel jelek terhadap apa yang kamu lakukan.

Janu Murdiyatmoko (2007: 129-130) menjelaskan menurut nilai dan norma serta kaidah agama, hubungan seksual yang dibenarkan adalah hubungan seksual antara pria dan wanita yang diikat dalam hubungan pernikahan. Akibat-akibat perilaku seksual diluar nikah diantaranya:

a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga

c. Memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan

d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika

e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum, dan agama.

Berdasarkan defenisi diatas dapat ditarik pengertian bahwa setiap perbuatan pria memasukkan penis kedalam lubang vagina perempuan di luar pernikahan yang sah adalah zina. Perbuatan tersebut tidak diperbolehkan di dalam agama manapun yang ada di Indonesia, juga karena melanggar norma yang ada di masyarakat, yakni norma kesusilaan, dan melanggar hukum.

Perilaku seks bebas merupakan sebuah pelanggaran norma di masyarakat. Perilaku ini, pertama melanggar norma agama, seseorang yang melakukan seks bebas biasanya melakukan zina, sehingga akan


(49)

35

mengakibatkan rasa berdosa pada diri seseorang tersebut. Kedua, perilaku ini melanggar norma kesopanan dan kebiasaan, karena perilaku ini tidaklah wajar terjadi di masyarakat. Ketiga, perilaku ini melanggar norma kesusilaan, karena seseorang yang melakukan perilaku ini bisa dikatakan tidak memiliki akhlak yang baik, mungkin saja hati nuraninya sudah tertutup atau tidak bisa membedakan perilaku yang baik dan yang buruk, serta bisa disebut tidak memiliki etika bermasyarakat. Kemudian perilaku ini juga melanggar hukum, walaupun di negara barat perilaku ini merupakan budaya, namun perilaku ini tidak dapat diterima oleh budaya Indonesia, sehingga pemerintah sudah membuat Rancangan Undang-undang mengenai perilaku ini.

Pelanggaran norma perilaku seks bebas erat kaitannya dengan etika yang ada pada masyarakat. Menurut Mimin Emi Suhaemi (2002: 39), etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang mengatur bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang melibatkan aturan atau prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu baik dan buruk atau kewajiban dan tanggung jawab. Menurut Andreas Soeroso (2006: 37) etika menjadi tolak ukur untuk menganggap tingkah laku atau perbuatan seseorang dianggap baik atau menyimpang. Etika adalah suatu nilai tentang baik atau buruk yang terkait dengan perilaku seseorang dalam kehidupan bersama. Selain itu, tindakan yang melanggar nilai-nilai agama adalah tindakan yang tidak baik. Etika menurut Kasmir dalam Ferdinandus Rio Priambudi (2014: 15) sebagai tindakan mengatur


(50)

36

tingkah laku atau perilaku manusia dalam bermasyarakat. Sujoko Efferin, dkk dalam Ferdinandus Rio Priambudi (2014: 15) menambahkan, etika adalah batasan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, apa yang dianggap bermoral dan tidak.

C. Kerangka Pikir Penelitian

Mahasiswa dapat dikatakan seseorang yang memiliki pemahaman dan pemikiran yang lebih baik dibandingkan tingkatan pelajar dibawahnya mengenai aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Kognitif mahasiswa menunjuk bahwa dalam diri mahasiswa adalah insan yang dipercaya untuk mengemban tugas-tugas keilmuwan sesuai potensi dan kadar intelektual yang dimiliki masing-masingnya. Psikomotor menunjuk bahwa mahasiswa memiliki sejumlah keterampilan yang didapat sesuai dengan disiplin ilmunya yang dapat digunakan dalam kehidupan yang nyata di masyarakat. Aspek afeksi mahasiswa merupakan seseorang yang terpelajar dan mengerti nilai-nilai positif, norma, etika, serta budaya yang ada di tempat mereka tinggal. Afeksi yang ada diri mahasiswa juga memberikan gambaran di masyarakat bahwa mahasiswa adalah sosok yang dapat dijadikan teladan baik keilmuan, keterampilan, dan perilakunya. Untuk itulah dalam status sosial di masyarakat mahasiswa ditempatkan sebagai golongan terpelajar.

Namun tidak semua mahasiswa pada posisi demikian, ada yang kurang bisa memahami dan mempraktikkan nilai-nilai yang baik, norma dan


(51)

37

etika yang sesuai di masyarakat. Perilaku tersebut ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat misalnya pacaran yang tidak santun, bocengan yang yang tidak etis, adanya kehamilan mahasiswi, pengguguran kandungan, dan kehidupan seks bebas. Perilaku adalah seluruh tindak-tanduk atau gerakan individu baik secara verbal maupun nonverbal, dan secara nyata yang bisa dilihat maupun yang ada dipikiran individu saja yakni yang tidak bisa dilihat. Perilaku yang tidak sewajarnya ada di masyarakat bisa dikatakan sebagai perilaku yang menyimpang. Perilaku yang yang menyimpang yang terjadi di kalangan mahasiswa adalah perilaku seks bebas

Perilaku tersebut menunjukkan kemerosotan moral yang terjadi di kalangan orang-orang yang terdidik (mahasiswa). Perilaku mahasiswa yang semestinya menjadi tauladan mengalami pergeseran menjadi perilaku yang negatif. MenurutSidik Hasan dan Abu Nasma (2008: 44-46) free sex disebabkan oleh maraknya budaya serba boleh (permisif), maraknya pornografi-pornoaksi, kurangnya pengetahuan tentang seks, rendahnya pengetahuan agama, rendahnya pengawasan orang tua dan masyarakat, keliru memahami arti cinta, dan akibat mengalami pemaksaan.Penyebab perilaku seks bebas ada bermacam-macam, salah satunya adalah masalah ekonomi (Sudarsono, 2010: 141).

Sejalan dengan pendapat di atas, Janu Murdiyatmoko (2007: 130) mengatakan perilaku seksual di luar nikah merupakan tindakan penyimpangan perilaku individu yang menyangkut moral dan melanggar norma-norma kesusilaan.


(52)

38

Penyebab perilaku seks bebas di kalangan mahasiswa juga bermacam-macam. Perilaku seks bebas bisa karena pola hidup bebas yang bergaya kebarat-baratan (westernisasi), kontrol orang tua yang kurang, dan juga kehidupan di kos yang tidak mendapat pengawasan dari pemilik kos. Di samping itu lemahnya pendidikan seks, informasi tentang pendidikan seks yang salah, dan anggapan tabu tentang seks juga menjadi fak tor penyebab terjadinya seks bebas.

Menurut Sarlito Wirawan (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan

Perilaku mahasiswa yang menyimpang dari aturan masyarakat ini bisa karena pendidikan yang diterima dari sejak individu lahir hingga saat ini yang berkaitan dengan nilai-nilai yang telah ditanamkan, perkembangan psikoseksual terhadap enam tahun awal kehidupan, menemukan jalan keluar yang salah akibat kecemasan seksualnya, kurangnya ilmu agama yang dimiliki, pengaruh ekonomi, dan pengaruh lingkungan yang kurang baik.

Penelitian ini dengan responden mahasiswa yang mempunyai perilaku seks bebas atau perilaku menyimpang . Subjek pertama Rd mengaku bahwa pacaran baginya adalah sebuah pengorbanan dan salah satunya adalah memberikan segalanya bagi pacar. Rd kurangnya memahami pengetahuan tentang seks, rendahnya pengetahuan agama, rendahnya pengawasan orang


(53)

39

tua dan masyarakat, dan keliru memahami arti cinta. Kedua Ta, walaupun awalnya merasa dipaksa tetapi perilaku seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, agama, dan spiritual.

Ketiga Sa dorongan seksual dari dalam dirinya sudah seharusnya memperoleh

penyaluran secara teratur dan sah dari segi hukum perkawinan. Dengan kondisi tersebut, akhirnya mereka seringkali hanya berpikir dalam jangka pendek, yaitu yang penting bagaimana kebutuhan biologis tersebut segera dapat dipenuhi, tetapi dengan konsekuensi mengabaikan nilai-nilai agama, dan norma sosial.

Seks bebas merupakan suatu perbuatan yang melanggar agama, etika dan norma yang ada di masyarakat serta tidak sesuai dengan budaya luhur bangsa Indonesia. Bangsa Indonesai yang menjunjung nilai-nilai luhur yang merupakan warisan nenek moyang dengan selalu mengedepankan moral sehingga terkenal dengan bangsa beradab.

Perilaku ini, pertama melanggar norma agama, seseorang yang melakukan seks bebas biasanya melakukan zina, sehingga akan mengakibatkan rasa berdosa pada diri seseorang tersebut. Kedua, perilaku ini melanggar norma kesopanan dan kebiasaan, karena perilaku ini tidaklah wajar terjadi di masyarakat. Ketiga, perilaku ini melanggar norma kesusilaan, karena seseorang yang melakukan perilaku ini bisa dikatakan tidak memiliki akhlak yang baik, mungkin saja hati nuraninya sudah tertutup atau tidak bisa membedakan perilaku yang baik dan yang buruk, serta bisa disebut tidak memiliki etika bermasyarakat. Kemudian perilaku ini juga melanggar hukum,


(54)

40

walaupun di negara barat perilaku ini merupakan budaya, namun perilaku ini tidak dapat diterima oleh budaya Indonesia. Sehingga terdapat dari mereka melakukan perilaku yang tidak sesuai nilai-nilai, norma dan etika masyarakat.

D. Pertanyaan Fokus

Berdasarkan kerangka piker penelitian yang telah diuraikan maka pertanyaan penelitian yang diajukan sebagai berikut:

1. Bagaimana perasaan subjek pada awal mula terjerumus dalam kehidupan seks bebas ?

2. Pengaruh atau penyebab mahasiswa melakukan tindakan seks bebas ? 3. Bagaimana mahasiswa menilai dirinya sendiri terhadap perilaku seks


(55)

41 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian kualitatif juga merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sample sumber data dilakukan secara purposive, teknik pengumpulan data trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2013: 15).

Moloeng (2010: 6) mendefenisikan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Metode studi kasus juga akan lebih banyak menggunakan pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana” dalam wawancara.

Kemudian, penelitian kualitatif ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus.J.R. Raco (2010: 49) menjelaskan studi kasus atau


(56)

42

kasus tertentu secara lebih mendalam dengan melibatkan pengumpulan beraneka sumber informasi.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, jadi penelitian kualitatif adalah melihat, mengamati, menganalisis, dan mendiskripsikan tentang gambaran orang serta pemikirannya mengenai apapun dari sudut pandangnya. Kemudian studi kasus merupakan bagian dari penelitian kualitatif itu sendiri. Studi kasus lebih melihat kepada kasus dan fenomena yang ada. Pemilihan metode penelitian ini didasari karena judul atau tema dalam penelitian ini merupakan sebuah masalah yang unik dan langka.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini yaitu :

1. Rd adalah pendatang yang berasal dari Kabupaten T, yang menjalani perilaku seks bebas semenjak dengan pacaranya di SMA,dan sekarang ia mendapatkan pacar baru di Yogyakarta.

2. Ta, yang menjalani kehidupan seks bebas karena merasa ada paksaan dari pacarnya.

3. Sa adalah mahasiswi yang berasal dari salah satu kabupaten di Propinsi Yogyakarta, terjerumus pada kehidupan seks bebas, karena seringnya berada/tinggal di kos pacarnya.

C. Kriteria penentuan Subjek

1. Mahasiswa atau mahasiswi yang aktif terdaftar sebagai mahasiswa di salah satu universitas di Yogyakarta baik swasta ataupun negeri.


(57)

43

2. Mahasiswa atau mahasiswi yang menjadi pelaku seks bebas. 3. Bersedia menjadi subjek (responden) dalam penelitian ini.

D. Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah perilaku seks bebas dengan mengacu pada aspek-aspek pelaku seks bebas yaitu :

a. Aspek penyebab perilaku Seks bebas b. Kehidupan dari aspek fisik pelaku c. Kehidupan dari aspek sosial d. Kehidupan dari aspek ekonomi e. Kehidupan dari aspek agama

E. Setting penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di kota Yogyakarta yang merupakan tempat tinggal mahasiswa yang melakukan perilaku seks bebas. Setting penelitian dilakukan di kos tempat tinggal mahasiswi dan di kafe tempat yang dijanjikan untuk bertemu.

F. Langkah Penelitian

Dalam mewujudkan pelaksanaan penelitian yang terarah dan sistematis, maka peneliti membagi pelaksanaan penelitian ke dalam beberapa tahap.


(58)

44

Adapun tahapan-tahapannya menurut Lexy J. Moleong (2010: 127-148) yaitu:

1. Tahap pra lapangan

Tahap ini, peneliti mengadakan survei pendahuluan. Selama proses survei ini peneliti melakukan penyusunan rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan (field study), memilih dan memanfaatkan informan,dan menyiapkan perlengkapan penelitian.Tahap ini dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Juni 2016.

2. Tahap pekerjaan lapangan

Pada tahap ini, peneliti memahami latar penelitian dan melakukan persiapan diri, serta memasuki lapangan dalam rangka pengumpulan data. Pengumpulan data akan dilakukan dengan wawancara dan observasi. Tahap ini dilakukan pada pertengahan bulan Juni 2016 sampai dengan pertengahan bulan Agustus 2016.

3. Tahap analisis data

Pada tahap ini peneliti melakukan serangkaian proses analisis dan interpretasi data-data yang telah diperoleh sebelumnya. Selain itu peneliti juga melakukan proses triangulasi data yang diperbandingkan dengan teori kepustakaan.


(59)

45

G. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Wawancara yang akan dilakukan peneliti adalah wawancara berstruktur (structurd interview) dimana peneliti telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis. Peneliti akan mewawancarai subjek dengan pertanyaan-pertanyaan yaitu what, why, when, who, dan

where.Wawancara dilakukan dengn perlakuan yang sama dan berulang-ulang

kepada ketiga subjek penelitian sesuai pedoman wawancara yang telah disusun. Hanya yang berbeda adalah ketika peneliti melakukan variasi pertanyaan yang sesuai kondisi di lapangan.Pertanyaan yang dikembangkan menyangkut menyangkut masalah faktor penyebab perilaku seks bebas, aspek fisik pelaku, aspek sosial , aspek ekonomi, dan aspek agama

Wawancara dilakukan sampai menemukan titik jenuh. Untuk kenyamanan ketika wawancara berlangsung, peneliti akan meminta izin kepada ketiga subjek penelitian, untuk menggunakan alat bantu yaitu tape

recorder atau catatan untuk menulis wawancara yang sedang berlangsung.

1. Wawancara Mendalam( indepth interview)

Wawancara akan dilakukan dengan tiga subjek, yaitu 1) Rd adalah pendatang yang berasal dari Kabupaten T, yang menjalani perilaku seks bebas semenjak dengan pacaran di SMA, sekarang ia mendapatkan pacar baru di Yogyakarta., 2) Ta, yang menjalani kehidupan seksual bebas karena merasa ada paksaan dari pacarnya, dan 3) Sa, mahasiswi yang berasal dari salah satu kabupaten di Propinsi Yogyakarta, terjerumus pada kehidupan seks, karena seringnya tidur siang di kos pacarnya.


(60)

46

Setting dilakukan di kos subjek dengan persetujuan dari subjek. Wawancara akan dilakukan berulang-ulang hingga data jenuh dan tidak ada lagi yang ditanyakan sehingga kemungkinan juga akan terjadi di setting yang berpindah.

2. Observasi

Di samping wawancara juga dilakukan observasi untuk mendukung data di lapangan.

Observasi yang dilakukan berkaitan dengan perilaku mahasiswa sebagai pelaku seks bebas dan berbagai aspek kehidupan seperti aspek fisik, agama, sosial dan ekonomi. Observasi dilakukan selama penelitian untuk memperoleh data-data yang diperoleh dari hasil wawancara.

3. InstrumenPenelitian

Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara. Pedoman wawancara ini berisi daftar pertanyaan yang akan membantu peneliti untuk melakukan wawancara di lapangan. Instrumen penelitian atau pedoman wawancara disusun secara garis besar saja, hal ini dikarenakan untuk membantu peneliti agar wawancara dapat dikendalikan sehingga tidak menyimpang dari inti permasalahan ketika peneliti melakukan variasi pertanyaan di lapangan.

Pedoman peneliti instrument untuk membantu peneliti agar pertanyaan tidak keluar dari fokus, peneliti juga tidak sepenuhnya bergantung pada pedoman wawancara dikarenakan mungkin akan ada pertanyaan variasi yang muncul sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Sehingga pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara ini bersifat pertanyaan terbuka.


(61)

47

Pedoman wawancara ini berkaitan dengan latar belakang penyebab subjek melakukan seks bebas , aspek kehidupan yang dijalani subjek pelaku seks bebaas , dan bagaimana subjek melihat pribadi diri sendiri. Kisi-kisi pedoman wawancara dan butir-butir instrument sebagai alat bantu dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.

H. Uji Keabsahan Data

Lexy J. Moleong (2010: 321), keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbarui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) menurut versi „positivisme‟ dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria dan paradigmanya sendiri. Menurut Sugiyono (2013: 366), uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji, credibility (validitas internal), transferability (validitas ekternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas).

Untuk menguji keabsahan data pada penelitian ini sehingga data-data yang didapat seseuai dengan tujuan penelitian, peneliti menggunakan menggunakan teknik trianggulasi. Lexy J. Moleong (2010: 330), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data itu. Teknik trianggulasi sumber yaitu dilakukan dengan membandingkan data hasil wawancara antara subjek dengan informan yang lain. Teknik trianggulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh melalui wawancara dengan observasi. Dalam penelitian ini guna


(62)

48

mendapatkan keabsahan data, peneliti menggunakan triangulasi dengan membandingkan data yang telah diperoleh melalui hasil observasi, wawancara, dan informan-informan lain yang dekat dan mengetahui keadaan subjek.

I. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model interaktif Miles dan Huberman (1992) langkah-langkah teknik analisis data kualitatif adalah:

Gambar 1

(Diadaptasi dari Milles and Hubberman hal. 20) Reduksi data

Kesimpulan/ve rifikasi Penyajian data Pengumpulan


(63)

49

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak untuk itu perlu dicatat secara teliti dan terperinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah reduksi data, langkah selanjutnya yaitu penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data adalah dengan teks yang bersifat naratif. Pada tahap ini, peneliti mendeskripsikan data yang telah diperoleh melalui berbagai teknik pengumpulan data, seperti mendeskripsikan data hasil observasi dan wawancara. Data yang dideskripsikan yaitu mengenai subjek penelitian.Peneliti membahas secara lebih mendalam data-data yang telah dideskripsikan tersebut berdasarkan fokus dalam penelitian.

3. Conclusion Drawing / Verification

Pengambilan kesimpulan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Pengambilan kesimpulan diambil melaluijawaban atas pertanyaan penelitian yang telah diajukan yang didasarkan pada deskripsi hasil penelitian dan pembahasannya.


(64)

50 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya kota Yogyakarta. Hal ini karena ketiga subjek pelaku sek bebas pada saat ini tinggal di Yogyakarta. Ketiga subjek adalah mahasiswa yang masih aktif menimba ilmu di Yogyakarta, dua diantaranya adalah perantau yang datang dari luar Jawa. Salah satunya adalah mahasiswa datang dari Propinsi DIY yang berbeda kabupaten.

Penelitian ini dilakukan pada subjek yang duduk di bangku kuliah dan masih aktif sebagai mahasiswa. Setting penelitian dilakukan di kos mahasiswa yang menjadi subjek penelitian.

2. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini ditentukan oleh peneliti dengan kriteria yaitu, mahasiswa atau mahasiswi pada salah satu universitas di Yogyakarta, masih menjalani perilaku seks bebas dan berkenan memberikan informasi terhadap penelitian yang sedang di lakukan peneliti. Subjek masih menjalani perilaku seks bebas. Subjek pada penelitian ini berjumlah 3 orang, yaitu masing-masing subjek memiliki

key informan berjumlah 3 orang. Berikut profil singkat ketiga subjek


(65)

51

Tabel 1. Profil Singkat Subjek Pelaku Free Sex

No. Keterangan Subjek I Subjek II Subjek III

1. Nama Rd Ta Sa

2. Jenis Kelamin perempuan perempuan perempuan

3. Umur 21 21 19

4. Semester 6 8 4

5. Agama Islam Islam Katholik

Tabel 2. Key Informan 1

No. Keterangan key informan 1 Subjek

1. Nama Ya Rd

2. Jenis Kelamin perempuan Perempuan

3. Umur 20 21

4. Semester Enam 6

5. Agama Islam Islam

7 Hubungan dengan subjek

teman dekat sampai sekarang, pernah tinggal satu kos dengan subjek

Tabel 3. Key Informan 2

No. Keterangan key informan 2 Subjek

1. Nama AR Ta

2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

3. Umur 22 21

4. Semester Sepuluh 8

5. Agama Islam Islam

7 Hubungan dengan subjek

teman dekat, kos di depan kos subjek

Tabel 4. Key Informan 3

No. Keterangan key informan 3 Subjek

1. Nama Rr. Ag Sa

2. Jenis Kelamin laki-laki Perempuan

3. Umur 20 tahun 19

4. Semester delapan 4

5. Agama Islam Katholik

7 Hubungan dengan subjek

satu kos dengan pacar Sa, kamar bersebelahan dengan Ss (pacar Sa).


(66)

52

Berikut ini adalah deskripsi subjek berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti:

a. Subjek Rd

Subjek pertama adalah Rd. Rd merupakan seorang mahasiswa perguruan tinggi yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Rd adalah mahasiswa duduk di semester 6 mengambil jurusan manajemen. Melihat Usianya dengan semester yang saat ini dihadapi ia termasuk tertinggal dibanding dengan seusianya.

Rd adalah pendatang yang berasal dari Kabupaten Tenggarong , salah satu propinsi dari luar Jawa yang kos di kawasan sekitar kampus.Rd merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Adiknya seorang perempuan masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, dan laki-laki yang sudah kuliah di kota Yogya juga. Kedua orang tua Rd bekerja di Kalimantan Timur, ibunya Pegawai Negeri Sipil dan ayahnya wiraswasta. Rd merupakan mahasiswa yang berasal dari Kalimantan Timur yang dari sisi ekonomi tergolong sangat mampu, karena ayahnya adalah pengusaha trasnportasi khususnya dalam jasa pengiriman barang. Papa Rd memiliki lima truk fuso berkapasitas 60 ton yang disewa oleh perusahaan batubara, di samping itu juga bisnis mobil mewah bekas. Kalimantan Timur merupakan salah satu propinsi yang kaya dengan perbedaan harga yang relativ cukup jauh dibanding dengan kota Yogya.


(67)

53

Hal ini juga ditunjukkan dengan gaya hidup Rd selama di Yogya, walaupun jarak yang cukup jauh namun Rd sangat sering pulang dengan tiket pesawat yang terbilang mahal. Baginya pulang ke Tenggarong bila ada keperluan dan kangen orang tua, tiket pun ia selalu difasilitasi orangtuanya.

Ia mengaku bahwa pacaran baginya adalah sebuah pengorbanan dan salah satunya adalah memberikan segalanya bagi pacar. Pacaran sudah dilakukannya semenjak SMP di kota asalnya. Di bangku SMP ia sudah berganti-ganti pacar dan sudah cukup banyak dikenal teman sebagai cewek yang suka ganti pacar. Pengakuan yang ia katakan sebenarnya sangat sederhana, yakni masa puber dinikmati saja kalau pacar masih cocok yang lanjut kalau udah tidak cocok ya ganti. Ia selalu mencari teman di kalangan ekonomi yang high untuk mendukung persahabatan dan gaya hidup dari keluarganya yang kaya.

Menjalani perilaku seks bebas semenjak dengan pacarnya di SMA, ia pertama kali melakukan hubungan seksual dan merasa mendapatkan kasih sayang dari pacarnya di SMA. Ia dimanja sekali oleh pacarnya bahkan merasa seperti mendapatkan segalanya seperti yang ia rasakan kektika di rumah. Di SMA memanfatkan hotel yang ada di kotanya dengan sewa shortime, ketika pulang sekolah atau ketika hari libur. Orang tuanya tidak pernah mengetahui sama sekali sebab ketika terlambat pulang sekolah ia selalu berdalih ada


(68)

54

tambahan materi atau les ini itu dan itu selalu dipercaya oleh orang tuanya. Sementar ketika bermain libur ia selalu dijemput oleh teman-temannya, setelah itu ia dengan pacarnya memisahkan diri untuk mencari tempat pacaran.sekarang ia mendapatkan pacar baru di Yogyakarta.

Permasalahan yang ia hadapi justru datang dari lingkungan kos yang memandang rendah dirinya yang sering pulang malam, sehingga ia berpindah-pindah kos. Ia lebih senang memilih kos bulanan dengan memilih kos eksekutive walau tidak selalu yang ber-AC tetapi selalu mencari kamar mandi di dalam. Pindah-pindah kos di Yogya ini baginya tidak masalah sebab merasa kos di kota ini relative masih murah harganya dan sangat terjangkau. Pindah kos juga tidak pernah dipermasalahkan oleh orang tuanya selama kontak Hp-nya masih jalan sehingga bila orang tua menghubunginya selalu terjalin komunikasi. Orang tuanya sering juga datang di kota ini tetapi selalu memilih tidur di hotel dan Rd lah yang menemui dan terkadang ikut tidur bersama orang tuanya.

Dari hasil wawancara, orang tua Rd sangat memberi memperhatikan pada anak-anaknya bahkan mungkin malah berlebihan. Orang tuanya tidak pernah membedakan dengan adik-adiknya baik dari sisi keuangan ataupun perhatian dalam hal kasing sayang. Bahkan Rd bilang orang tuanya selalu memanjakan, pernah ia ditawari untuk membawa mobil di kota Jogja ini disamping untuk


(69)

55

keperluan kuliah juga bila sewaktu-waktu bila orang tuanya datang. Rd menolak tawaran mobil tersebut karena mengaku kawatir jika kemudian cowok akan minder bila mendekatinya. Orang tua Rd selalu berkomunikasi dengan Rd tidak hanya jika ada perlunya saja. Ayah Rd mendidik Rd dari sejak kecil dengan menggunakan materi yaitu dengan memberikan segalanya bila meminta sesuatu. Tak pernah ditunda ataupun ditolaknya sedangkan ibu Rd mendidik Rd dari sejak kecil dengan hal yang sama seperti ayahnya. Inilah yang membuat Rd sebagai anak mama dan papa yang sangat manja dengan kasih sayang dan materi.

Dari berbagai tempat kos yang pernah dihuninya inilah justru ia merasakan problem-problem yang muncul. Ia merasa sebagai wanita yang wajar-wajar saja karena kebiasaan dia adalah ke kafe, diskotik, atau menghabiskan malam dengan jalan-jalan dengan kekasihnya. Baginya ke kafe dan diskotik adalah kebutuhan dan sudah biasa ia jalani juga ketika berada di kota asalnya. Pemandangan yang tidak nyaman ia rasakan dari orang-orang di sekitar kos. Sering ia merasa orang bisik-bisik ketika ia baru beli sesuatu kebutuhan di sekitar kosnya. Bahkan juga ia merasakan pandangan yang tajam dari pemuda-pemudanya. Hal itu ternyata terbukti ketika salah satu teman kosnya ada yang terbuka mengatakan bahwa Rd dikira wanita yang bisa di pakai (dibawa). Benturan-benturan semacam itu yang kemudian ia memutuskan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)