Hasil yang Dicapai TBM Rumah Singgah Anak Mandiri

58 “sebelum ada di sini dulu aku jadi pengamen mbak di Malioboro. Jarang pulang ke rumah, hidup dijalanan tiap hari makan, tidur, sama nyari duit”. Pernyataan tersebut senada oleh “BM” seperti berikut : “aku putus sekolah sampai kelas 4 SD mbak, abis itu aku bantuin orang tua ku jualan koran keliling di sekitar 0 km. Bapak ku gak ada biaya buat nerusin sekolahku”. Anak jalanan binaan Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta mayoritas memiliki latarbelakang yang hampir sama dilihat dari segi pendidikan, lingkungan sosial, dan ekonomi. Anak jalanan binaan Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta memiliki permasalahan dalam pendidikannya. Pendidikan yang anak tempuh hanya setingkat SD hingga SLTP saja. Alasan anak hanya menempuh pendidikan sampai setingkat SD hingga SLTP dikarenakan permasalahan ekonomi. Orang tua anak tidak memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikan anak ke tingkat pendidikan selanjutnya. Oleh sebab itu mayoritas anak jalanan yang menjadi binaan Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta menjadi pengamen maupun penjual koran. Hal ini sesuai pernyataan ibu “NN” selaku pengelola, seperti berikut : “rata-rata anak binaan disini putus sekolah mbak. Ada yang SD tidak lulus. Ada yang lulus sampai tingkat SLTP tapi gak melanjutkan ke SMA”. Hal tersebut senada oleh pernyataan ibu “YN” selaku pengelola, sebagai berikut : “kalau anak binaan yang ada di Rumah Singgah mayoritas anak putus sekolah mbak. Alasan mereka putus sekolah tidak lain karena permasalahan ekonomi”. 59 Kedua pernyataan tersebutdi perkuat oleh hasil dokumentasi yang diperoleh peneliti dalam arsip profil TBM Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta, sebagai berikut : “Dari segi pendidikan anak jalanan mayoritas bermasalah dengan pendidikannya. Mereka kebanyakan hanya mengecap pendidikan di tingkat SD dan SLTP........alasan mereka tidak melanjutkan pendidikan cukup beraneka ragam seperti tidak punya biaya, tidak memiliki tanda pengenal identitas seperti akte kelahiran, tidak di dukung oleh keluarga khususnya orang tua, tidak di terima oleh lingkungan sekolah dan lain sebagainya”. Hasil observasi juga menunjukkan bahwa keadaan ekonomi anak jalanan yang menjadi binaan Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta termasuk dalam kalangan bawah. Hal ini dibuktikan dengan keadaan rumah anak yang berada di lingkungan kumuh dan padat penduduk. Kondisi tempat tinggal anak sempit, dan hanya berdinding bambu. Orang tua anak hanya bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Lingkungan anak di jalanan mempengaruhi perilaku anak jalanan yang menjadi binaan Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta. Perilaku yang terlihat pada anak jalanan seperti mudah marah, mudah tersinggung, susah diatur, dan penampilannya seperti anak punk. Selain lingkungan anak di jalanan, perilaku anak juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal. Dimana orang dewasa memberikan contoh yang kurang baik kepada anak seperti berkata kasar, merokok di depan anak, dan melakukan pertikaian. Hal ini dinyatakan oleh ibu “NN” selaku pengelola TBM, seperti berikut :