21
5 Self Actualization
Self Actualization merupakan kebutuhan tertinggi. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk mengekspresikan, mengembangkan
segala kemampuan dan potensi yang dimiliki. Juga merupakan dorongan untuk menjadi diri sendiri dan eksistensi diri Lilik, 2011 ;
85. Hierarki kebutuhan manusia tersebut mempunyai implikasi bagi
siswa. Guru harus memperhatikan kebutuhan siswa ketika beraktivitas di dalam kelas. Guru juga dituntut untuk memahami kondisi siswa.
Maslow mengatakan, minat atau motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan pokok siswa terpenuhi. Siswa yang datang
ke sekolah tanpa persiapan akan membawa berbagai macam persoalan tersebut ke dalam kelas sehingga mengganggu kondisi ideal yang
diharapkan Suwarno, 2006: 73
b. Carl Rogers
Carl Rogers tidak menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada
keterlibatan intelektual maupun emosional siswa. Rogers membedakan dua ciri belajar.
1
Belajar bermakna
Belajar akan bermakna jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan siswa. Ausebel mengemukakan
22
teori belajar bermakna yang intinya adalah suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang. Faktor utama yang mempengaruhi belajar adalah struktur kognitif, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan
Mulyati, 2005: 78-80.
2
Belajar yang tidak bermakna
Belajar yang tidak bermakna adalah belajar yang hanya melibatkan aspek pikiran siswa saja tanpa keterlibatan perasaannya.
Rogers memusatkan kajian-kajiannya pada potensi-potensi individu sehingga teorinya dinamakan “Client-Centered”. Inti dari
teorinya tersebut adalah: a
Pandangan positif terhadap klien dan menerima klien apa adanya bagaimanapun keadaannya.
b Tidak mengevaluasi klien, tidak menilai baik atau buruk, salah
atau benar, tidak menentang maupun menyetujui. c
Terapis mendengarkan keluhan klien dengan penuh simpati, menunjukkan pemahaman dan penerimaan.
d Terapis berperan untuk memantulkan kembali perasaan klien,
memperjelas dan mengklarifikasi perasaan atau pikiran klien.
c Arthur W. Combs
Arthur W. Combs dalam suwarno, 2006 : 71-72 berpendapat bahwa perilaku batiniah, seperti perasaan, persepsi, keyakinan, dan
maksud, menyebabkan perbedaan diantara orang. Untuk memahami
23
orang lain seperti ia merasa dan berpikir tentang dirinya. Pendidik bisa memahami perilaku siswa jika mengetahui bagaimana siswa
mempersepsikan perbuatannya pada suatu kondisi. Dalam proses pembelajaran, informasi baru yang didapatkan
siswa akan dipersonalisasikan ke dalam dirinya. Anggapan yang keliru ketika pendidik beranggapan siswa akan mudah belajar jika bahan ajar
disusun rapi dan disampaikan dengan baik. Yang menjadi persoalan bukanlah bagaimana bahan ajar itu disampaikan tetapi bagaimana
membantu siswa untuk memetik arti dan makna yang terkandung dalam bahan ajar itu dan mengaitkan dengan kehidupannya.
3.
Tujuan Pendidikan Humanis
Tujuan pendidikan humanis adalah terciptanya proses dan pola pendidikan yang selalu menempatkan manusia sebagai manusia. Yaitu
manusia yang memiliki segala potensi yang dimilikinya, baik berupa fisik, psikis, maupun spiritual, yang perlu mendapatkan bimbingan. Kemudian yang
menjadi catatan adalah bahwa masing-masing potensi yang dimiliki oleh manusia itu berbeda satu sama lain. Dan semua itu perlu sikap arif dalam
memahami, dan saling menghormati serta selalu menempatkan manusia yang bersangkutan sesuai dengan tempatnya masing-masing adalah cara yang paling
tepat untuk mewujudkan pendidikan humanis M.Arifin,2000:133. Tujuan akhir pendidikan adalah proses pembentukan peserta didik
manusia agar sesuai dengan fitrah keberdayaan. Hal ini meniscayakan
24
adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dari potensi yang dimilikinya secara
maksimal Abdurrahman Mas‟ud, 2002 : 134 Uyoh 2007:175 menyebutkan tujuan pendidikan menurut humanistik
sebagai berikut: a.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi dan mengembangkan kesadaran identitas diri yang melibatkan perkembanagn
konsep diri dan sistem nilai. b.
Mengutamakan komitmen terhadap prinsip pendidikan yang memperhatikan faktor perasaan, emosi, motivasi, dan minat siswa.
c. Memberikan isi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhandan minat siswa
sendiri. d.
Memelihara perasaan pribadi yang efektif. siswa dapat mengembalikan arah belajarnya sendiri, mengambildan memenuhi tanggung jawab secara
efektif serta memilih tentang apa yang akan dilakukandan bagaimana melakukannya.
e. Berusaha untuk mengadaptasikan siswa terhadap perubahan-perubahan.
Pendidikan melibatkan siswa dalam perubahan, membantunya belajar bagaimana belajar, bagaimana memecah kan masalah, dan bagaimana
melakukan perubahan di dalam kehidupannya. Tujuan pendidikan humanis lebih menitikberatkan kepada proses belajar
daripada hasil belajar, dan dari beberapa tujuan di atas semakin menguatkan
25
bahwa pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai humanis harus senantiasa dikembangkan dan dijalankan dalam dunia pendidikan.
4.
Komponen-Komponen Pendidikan humanis
a. Pendidik
Menurut Sutari Imam Barnadib mengemukakan bahwa pendidik adalah setiap orang yang sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat
kemanusiaan yang lebih tinggi. Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua dari anak-anak yang biasa disebut ayah-ibu.Pada lingkungan
pendidikan sekolah pendidik disebut dengan guru. Dwi Siswoyo dkk, 2008:118-119.
Tujuan utama para pendidikguru adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka Sugihartono
dkk, 2007:117. Dalam perspektif pendidikan humanisasi peran guru adalah sebagai
fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa
untuk memperoleh tujuan pembelajaran Sugihartono dkk, 2007 : 122. Menurut Rodgers dalam Sugihartono dkk, 2007:120, yang
mengembangkan model belajar terbuka dan diteliti oleh Apsy dan Roebuck 1975, mereka meneliti kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi
26
yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri- ciri guru yang fasilitatif adalah :
1 Merespon perasaan siswa.
2 Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang. 3
Berdialog dan berdiskusi dengan siswa. 4
Menghargai siswa. 5
Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan. 6
Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa.
7 Tersenyum pada siswa.
b. Peserta didik
Peserta didikmerupakan ma nusia “dewasa” dalam ukuran kecil.
Artinya, dari struktur dan kondisi fisiologis dan psikis, dia memiliki dimensi yang sama dengan manusia dewasa. Sebagai individu,dia
memiliki kebutuhan biologis dan psikis, sepertiyang dimiliki pendidik. Oleh karena itu, pendidik harus memperhatikan dua dimensi ini dengan
baik demi terciptanya praktik pendidikan yang benar-benar humanis Baharuddin dan Moh. Makin,2011 :187.
Menurut Sutari dalam Dwi Siswoyo dkk,2008:87, dalam segala praktik pendidikan peserta didik pada umumnya merupakan sosok yang
membutuhkan bantuan orang lain yang untuk bisa tumbuh berkembang ke arah kedewasaan. Ia adalah sosok yang selalu mengalami perkembangan
27
sejak lahir sampai meninggal dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara wajar. Peserta didik sangat tergantung dan membutuhkan bantuan
dari orang lain yang memiliki kewibawaan dan kedewasaan. Sebagai anak, peserta didik masih dalam keadaan lemah, kurang berdaya, belum bisa
mandiri dan serba kekurangan dibanding orang dewasa.Namun dalam dirinya terdapat potensi bakat-bakat dan disposisi luar biasa yang
memungkinkan tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. c.
Alat pendidikan Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang secara langsung membantu
terwujudnya pencapaian tujuan pendidikan. Alat pendidikan merupakan situasi, kondisi, tindakan dan atau perlakuan yang diadakan secara sengaja
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ki Hajar Dewantara dalam mengatakan „peralatan‟ itu sebenarnya alat-
alat yang pokok, cara-caranya mendidik. Ketahuilah bahwa cara-cara itu amat banyaknya, akan tetapi dalam pokoknya bolehlah semua cara itu kita
bagi sebagai berikut : 1
Memberi contoh voorbeeld 2
Pembiasaan pakulinan, geewontevorming 3
Pengajaran leering, wulang wuruk 4
Perintah, paksaan dan hukuman reegering en tucht 5
Laku zelfbeheersching, zelfdiscipline 6
Pengalaman lahir dan batin nglakoni,ngrasa, beleving
28
Pendidik harus memahami peran alat tersebut dan cakap menggunakannya. Pendidik harus mengetahui karakteristik peserta
didiknya, harus disesuaikan pula dengan situasi, kondisi, ruang dan waktu Dwi Siswoyo dkk, 2007: 137-138.
d. Metode
Metode pendidikan adalah cara-cara yang dipakai oleh sekelompok orang
untuk membimbing
anakpeserta didik
sesuai dengan
perkembangannya ke arah tujuan yang hendak dicapai. Metode pendidikan tersebut selalu terkait dengan proses pendidikan, yaitu bagaimana cara
melaksanakan kegiatan pendidikan agar tercapai tujuan pendidikan Dwi Siswoyo dkk, 2007:133-134.
Dengan menggunakan metode yang benar dan tepat, maka proses belajar
mengajar akan
berjalan dengan
lancar. Dengan
demikian,pencapaian tujuan pendidikan akan cepat terealisasi. Karena itu peran seorang pendidik dalam memilih, dan menggunakan metode
merupakan hal yang juga penting. e.
Evaluasi Secaraumum, proses evaluasi selama ini hanya berjalan satu arah,
yakni yang dievaluasi hanyalah elemen siswa dan lebih memprioritaskan aspek kognitifnya saja. Dalam pendidikan humanis, siswa juga harus
dipandang sebagai individu yang memiliki otoritas individu pula, yang mampu mengambil keputusan yang didasari sikap tanggung jawab sejak
dini. Dalam hal ini siswa harus diberi kepercayaan untuk mengevaluasi
29
dalam rangka perbaikan ke depan tentang apa yang ia lihat dan ia hadapi sehari-hari. Oleh karena guru merupakan mitranya yang terdekat dalam
proses belajar, sudah seharusnya siswa ikut andil dalam proses evaluasi guru. Hal ini bertujuan agar proses evaluasi dapat berjalan dua arah dan
saling menguntungkan. 5.
Aplikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran
guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa
berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi
dirinya secara positif dan meminimalkan potensi dari yang bersifat negatif. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik cocok untuk diterapkan
untuk materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.Keberhasilan
aplikasi ini adalah siswa merasa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung
30
jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma disiplin atau etika yang berlaku Sugihartono, dkk, 2007: 122-123.
D. Kebijakan Pendidikan Peace Education