Pola-pola Hereditas Kajian Keilmuan

44 untuk warna bunga putih, T= gen untuk tanaman tinggi, t= untuk tanaman rendah Agus Hery Susanto, 2011:16. b. Hukum Hereditas 1 Hukum Mendel Pada pertengahan abad ke 18, Gregor Mendel, seorang rahib dari sebuah biara di Austria, mengkombinasikan pemikiran yang logis, perhatian yang besar terhadap hibridasi tanaman penyilangan varietas- varietas berlainan, dan bakat dalam analisa statistik, sampai pada suatu kesimpulan yang dikenal sebagai hukum-hukum genetika klasik Pai, 1992: 4. Dalam penelitiannya selama delapan tahun 1856-1863. Mendel menggunakan tanaman kapri atau ercis Pisum Sativum, L. Ia memilih menggunakan tanaman ini karena terdapat berbagai sifat yang menguntungkan, sebagai tanaman percobaan dengan alasan: a mempunyai daur hidup yang relatif pendek tanaman semusim b memiliki sifat-sifat yang bervariasi, yaitu bentuk biji: bulat dan kisut, warna biji: kuning dan hijau, warna bunga: ungu dan putih, bentuk polong: gembung dan kempis, warna polong: hijau dan kuning, kedudukan bunga: axial dan terminal, tinggi tanaman : tinggi dan pendek. c memiliki bunga sempurna, artinya pada satu bunga terdapat benang sari dan putik sehingga mudah terjadi penyerbukan sendiri maupun penyerbukan silang. 45 d mudah dipelihara dan menghasilkan banyak turunan, meskipun dipelihara di tempat yang relatif sempit Suleman Rondonowu, 1989: 12; Suryo, 2008: 87 Gambar 14. Tujuh karakteristik dari tanaman Kacang Ercis yang digunakan dalam persilangan Sumber : BSCS, 2006: 346 Sebelum Mendel melakukan penyilangan terlebih dahulu tanaman tersebut dijadikan galur murni, artinya tanaman tersebut dikembangbiakkan sampai beberapa generasi dengan cara penyerbukan sampai akhirnya diperoleh generasi yang mempunyai sifat yang sama dengan induknya Suleman Rondonowu, 1989: 12. Mendel menyilangan galur murni tanaman tinggi dengan galur murni tanaman pendek, dihasilkan tanaman yang semuanya tinggi. Selanjutnya, tanaman tinggi hasil persilangan ini dibiarkan menyerbuk sendiri. Ternyata keturunannya 46 memperlihatkan perbandingan tanaman tinggi terhadap tanaman pendek sebesar 3:1 Agus Hery Susanto, 2011: 14. Menurut Agus Hery Susanto, 2011: 14 individu tinggi dan pendek yang digunakan pada awal persilangan dikatakan sebagai tetua parental, disingkat P. Hasil persilangannya merupakan keturunan filial generasi pertama, disingkat F1. Persilangan sesama F1 menghasilkan keturunan generasi ke dua, disingkat F2. Tanaman tinggi pada generasi P dilambangkan dengan DD, sedangkan tanaman pendek dd. Sementara itu, tanaman tinggi yang diperoleh pada generasi F1 dilambangkan dengan Dd . Penulisan dalam persilangan memiliki aturan tertentu seperti, huruf kapital digunakan untuk gen yang dominan misal D, sedangkan huruf kecil digunakan untuk gen yang resesif misal d Hartanto Nugroho dan Isserep Sumadi, 2011: 16. Gen D dikatakan dominan terhadap gen d karena gen D akan menutupi ekspresi gen d jika keduanya terdapat bersama-sama dalam satu indiidu Dd. Dengan demikian gen dominan adalah gen yang ekspresinya menutupi menghalangi ekspresi alelnya. Sebaliknya, gen resesif adalah gen yang ekspresinya ditutupi oleh ekspresi alelnya. a Persilangan Monohibrid Persilangan monohibrid adalah persilangan dengan memperhatikan satu sifat beda. Misalnya hanya memperhatikan warna biji kuning dan hijau atau keadaan permukaan biji bulat dan kisut Suleman Rondonowu, 1986: 17. Mendel mengambil serbuk sari dari bunga 47 tanaman yang bijinya berkerut dan diserbukkan pada putik dari bunga tanaman yang bijinya bulat. Semua keturunan F1 yang berupa suatu hibrid berbentuk tanaman yang bijinya bulat. Ketika menyilangkan perbandingan fenotip kira-kira 3 biji bulat : 1 biji berlekuk Suryo, 2008: 90. Gambar 15.Persilangan Monohibrid Sumber: Suryo, 2008: 90 Hasil persilangan monohibrid menunjukkan adanya dominasi penuh. Maka persilangan monohibrid menghasilkan 4 kombinasi dalam keturunan dengan perbandingan 3:1 Suryo, 2008: 91. Dari percobaan di atas Mendel mengambil kesimpulan yang dikenal dengan hukum Mendel 1 yang dikenal dengan nama “The Law of Segregation of Allelic Genes”. Hukum segregasi yang menyatakan bahwa dua alel untuk suatu karakter terwariskan bersegregasi memisah selama pembentukan gamet dan 48 akhirnya berada dalam gamet-gamet yang berbeda Campbell dan Reece, 2010: 286. 1 persilangan resiprok Persilangan resiprok Gambar 16 ialah penyilangan yang terjadi dengan menukarkan genotipe jantan dan betina Agus Hery Susanto, 2011: 94. Sebagai contoh, H = gen yang menentukan buah polong berwarna hijau, h = gen yang menentukan buah polong berwarna kuning Mula-mula serbuk sari dari bunga pada tanaman berbuah polong buah hijau diserbukkan pada putik bunga pada tanaman berbuah polong kuning. Pada persilangan berikutnya cara tersebut di atas dibalik. Dari kedua macam persilangan tersebut ternyata didapatkan keturunan FI maupun F2 yang sama. Gambar 16. Persilangan resiprok Sumber : Suryo, 2008: 91 2 persilangan backcross Persilangan balik backcross Gambar 17 ialah persilangan antara individu hibrida F1 dengan induknya. Suryo, 1996: 17. Persilangan balik Backcross akan mengasilkan progeny, yaitu hasil 49 persilangan yang diperoleh dari sumber yang sama Elford, dkk, 2007: 30. Contoh persilangan resiprok pada marmot. B = gen untuk warna hitam b = gen untuk warna putih Marmot jantan hitam homozigot BB dikawinkan dengan marmot betina putih homozigot bb mengasilkan keturunan FI seragam, yaitu Bb berwarna hitam. Jika marmot FI disilangkan kembali dengan induk jantan hitam homozigot, maka semua marmot F2 berwarna hitam, meskipun genotipenya berbeda. Gambar 17. Persilangan Backcross Sumber: Suryo, 2008: 92 3 ujisilang testcross Silang uji testcross Gambar 18 adalah membiakkan organisme dengan genotipe yang belum diketahui dengan homozigot resesif Campbell dan Reece, 2010: 288. Istilah silang uji digunakan untuk menunjukkan bahwa persilangan semacam ini dapat menentukan genotipe suatu individu Agus Hery Susanto, 2011: 23. Ujisilang pada monohibrid ini menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip maupun 50 genotipe 1:1. Jadi ujisilang itu dapat merupakan suatu backcross, akan tetapi backcross belum tentu ujisilang. Gambar 18: Persilangan Uji silang Sumber: Suryo, 2008: 93 Persilangan ini diberi nama ujisilang karena cara ini biasanya dilakukan untuk menguji, apakah suatu individu itu homozigot atau heterozigot. Sebab jika suatu individu itu homozigot hitam BB, maka persilangan dengan yang homozigot resesif bb akan dihasilkan keturunan yang semuanya hitam. Tetapi jika keturunannya memisah dengan perbandingan 50 hitam: 50 putih, maka dapat diambil kesimpulan bahwa individu yang hitam itu adalah heterozigot Suryo, 2008: 93. b Persilangan Dihibrid Persilangan dihibrid Gambar 19 yaitu persilangan yang melibatkan pola pewarisan dua macam sifat seketika Agus Hery Susanto, 2011: 17. Contoh percobaan Mendel menggunakan kacang ercis, dengan memperhatikan dua sifat keturunan yang ditentukan oleh dua pasang gen, yaitu B = gen yang menetukan biji bulat, b = gen yang menentukan biji 51 berkerut, K = gen yang menentukan biji berwarna kuning, k = gen yang menentukan biji berwarna hijau. Mula-mula tanaman ercis yang bijinya berkerut hijau bbkk disilangkan dengan tanaman yang bijinya bulat kuning homozigot BBKK. Semua tanaman F1 dihibrid adalah seragam, yaitu berbiji bulat kuning BbKk. Persilangan tanaman F1 X F1 menghasilkan keturunan F2 yang memperliatkan 16 kombinasi BBKK, BBKk, BbKK, BbKk,BBKk, BBkk, BbKk, Bbkk, BbKK, BbKk, bbKK, bbkk, BbKk, Bbkk, bbKk, bbkk terdiri dari 4 macam fenotip, ialah berbiji bulat kuning, bulat hijau, berkerut kuning, berkerut hijau Suryo, 2008: 95. Mendel mengambil kesimpulan yang dirumuskan sebagai Hukum Mendel II. Hukum pemilahan bebas law of independent assortment menyatakan bahwa setiap pasangan alel bersegregasi secara bebas terhadap pasangan alel-alel selama pembentukan gamet Campbell dan Reece, 2010: 290. 52 Gambar 19. Persilangan Dihibrid Sumber : Suryo, 2008: 95 c. Penyimpangan Semu Hukum Mendel Percobaan – percobaan persilangan sering kali memberikan hasil seakan-akan menyimpang dari hukum Mendel. Dalam hal ini tampak bahwa perbandingan fenotipe yang diperoleh mengalami modifikasi dari perbandingan yang seharusnya sebagai akibat terjadinya aksi gen tertentu. Secara garis besar modifikasi perbandingan Mendel dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu modifikasi perbandingan 3:1 dan modifikasi perbandingan 9:3:3:1. Djamhur dkk, 1993: 257 menyatakan bahwa penyimpangan hukum Mendel terjadi karena adanya sifat-sifat yang murni, yang dipengaruhi dua atau lebih pasangan alel, yang dalam penampilannya saling mempengarui atau saling berinteraksi. 53 1 Interaksi antaralel Interaksi antar alel adalah interaksi antar alel pada lokus yang sama, misalnya alel dominan menutupi pengaruh dari alel resesif Crowder, 2006: 61. Selain hubungan dominan dan resesif, interaksi alel juga menunjukkan kodominansi, dominansi tak sempurna, alel ganda dan alel letal. a Dominasi tidak sempurna Peristiwa semi dominasi dominasi tidak sempurna terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul sifat antara intermediet. Akibatnya individu heterozigot akan memiliki fenotip yang berbeda dengan fenotip individu homozigot dominan dan resesif. Contoh peristiwa semi dominansi dapat dilihat pada pewarisan warna bunga pada tanaman bunga pukul empat Mirabilis jalapa Agus Hery Susanto, 2011: 24. b Kodominansi Kodominansi adalah situasi yang terjadi ketika fenotipe dari dua alel ditunjukkan dalam keadaan heterozigot, karena kedua alel sama-sama mempengaruhi fenotipe dengan cara yang terpisah dan dapat dibedakan Campbell dan Reece, 2011: 293. Menurut Agus Hery Susanto, 2011: 24 peristiwa kodominansi akan menghasilkan perbandingan fenotip 1:2:1 pada generasi F2. Bedanya kodominansi tidak memunculkan sifat antara pada 54 individu heterozigot, tetapi menghasilan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel, dengan kata lain kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi. Peristiwa kodominansi dapat dilihat misalnya pada pewarisan golongan darah sistem ABO pada manusia. c Alel ganda Jumlah maksimum alel pada sebuah lokus gen yang dimiliki oleh suatu individu adalah dua, dengan satu pada masing-masing kromosom homolog. Tapi sebuah gen dapat diubah bentuk alternatifnya melalui proses mutasi, seperti terjadinya alel ganda. Alel ganda merupakan kondisi dimana sebuah lokus gen memiliki lebih dari dua alel Elford dan Stansfield, 2007: 27. Keberadaan dua atau lebih alel pada sebuah lokus yang sering disebut alel ganda dapat menyebabkan polimorfisme. Variasi genetik yang terjadi pada tingkat DNA dan protein, serta seringkali terekspresikan dalam bentuk fenotip-fenotip yang berbeda pada populasi disebut polimorfisme Elford dan Stansfield, 2007: 201. Beberapa contoh peristiwa alel ganda misalnya, pada kelinci terdapat alel ganda yang mengatur warna bulu. Manusia terdapat alel ganda terutama pada golongan darah sistem ABO, alel ganda juga terdapat di lalat Drosophila Agus Hery Susanto, 2011: 38- 39. 55 d Alel letal Gen letal Gen letal ialah gen yang dapat mengakibatkan kematian pada individu homozigot. Kematian ini dapat terjadi pada masa embrio atau beberapa saat setelah kelahiran. Akan tetapi, adakalanya pula terdapat sifat subletal, yang menyebabkan kematian pada waktu individu yang bersangkutan menjelang dewasa Agus Hery Susanto, 2011: 25. Sebuah gen letal resesif yang tidak memiliki penetrasi dan ekspresivitas sempurna akan membunuh kurang dari 100 homozigot untuk sifat tertentu sebelum kematangan seksual disebut alel semiletal. alel subletal ataupun alel subvital Elford dan Stansfield, 2007: 27. Dalam penyebutan gen ada juga yang menulisnya menjadi alel. Berhubungan dengan hadirnya gen letal pada suatu individu menyebabkan perbandingan fenotip dalam keturunan menyimpang dari hukum Mendel. Gen letal dibedakan atas: 1 gen dominan letal yaitu gen dominan yang bila homozigotik berakibat letal. Suryo, 1996: 111. Gen dominan letal dalam keadaan heterozigot dapat menimbulkan efek subletal atau kelainan fenotipe Agus Hery Susanto, 2011: 25. 2 gen resesif letal yaitu bila gen resesif berada dalam keadaan homozigot, maka bersifat letal Suryo, 1996: 111. Gen letal resesif cenderung menghasilkan fenotipe normal pada individu heterozigot Agus Hery Susanto, 2011: 25. 56 d. Interaksi Gen Menurut Crowder 2006: 60 setelah penemuan Mendel dan penelitian awal tentang pewarisan sifat secara bebas, diketahui bahwa tidak semua keturunan yang segregasi dapat dipisahkan menjadi kelas-kelas yang jelas dengan perbandingan yang sederhana. Keragaman perbandingan genetika Mendel ini dapat dijelaskan berdasarkan adanya interaksi gen, yaitu pengaruh satu alel terhadap alel lain pada lokus yang sama dan juga pengaruh satu gen pada satu lokus terhadap gen pada lokus lain. Menurut Suryo 1996: 33 interaksi gen adalah peristiwa dimana suatu sifat keturunan timbul akibat oleh adanya kerjasama atau saling pengaruh dari dua pasang gen atau lebih. Beberapa peristiwa akibat interaksi genotik, antara lain atavisme, epistasis-hipostasis, polimeri, kriptomeri dan komplementer. 1 Atavisme Atavisme adalah peristiwa timbulnya kembali suatu sifat keturunan yang telah menghilang untuk beberapa generasi Suryo, 2008: 137. Atavisme terjadi pada bentuk jengger ayam ras negeri. Empat bentuk jengger ayam ras, yaitu rose mawar, pea biji, walnut sumpel, dan single tunggalbilah. 2 Epistasis dan Hipostasis Epistasis dan hipostasis adalah peristiwa dimana gen yang saling menutupi dan ditutupi gen lain yang bukan alelnya. Sebuah atau sepasang gen yang menutupi mengalahkan ekspresi gen lain yang bukan alelnya 57 dinamakan gen yang epistasis. Gen yang ditutupi dikalahkan dinamakan gen yang hipostasis Suryo, 2008: 131. Epistasis terbagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut, a epistasis dominan yaitu bila sebuah gen dominan mengalahkanmenutupi pengaruh gen dominan yang bukan sealelnya Suryo, 1986: 140. Misalnya: pada suatu tanaman, Y = gen yang menentukan bunga kuning, W= gen yang menentukan bunga putih. W mengalahkan menutupi pengaruh Y. Gen dominan W epistasis menutupimengalahkan terhadap gen dominan Y. Bila gen resesif w dan y terdapat bersama-sama dalam genoti wwyy, maka berwarna biru. P WWYY X wwyy bunga putih bunga biru FI WwYy putih F2 Pada epistasis dominan, maka persilangan dihibrid WwYy x WwYy menghasilkan keturunan dengan perbandingan 12:3:1. b epistasis resesif yaitu bila gen resesif mengalahkan pengaruh gen dominan yang bukan sealelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi WY Wy wY wy WY WWYY putih WWYy putih WwYY putih WwYy putih Wy WWYy putih WWyy putih WwYy putih Wwyy putih wY WwYY putih WwYy putih wwYY kuning wwYy kuning wy WwYy putih Wwyy putih wwYy kuning Wwyy biru 58 F2 akan diperoleh perbandingan fenotip 9:3:4 Suryo, 1986: 140. Misalnya pada tikus dikenal gen-gen: C = menyebabkan warna keluar timbul c= warna tidak keluar bila homozigot cc A = warna hitam a = warna abu-abu Gen resesif c bila homozigot cc akan mengalahkan epistatis gen dominan A. Bila tikus jantan putih kawin dengan betina hitam homozigot, maka F1 semuanya berupa tikus hitam. Perkawinan antara tikus-tikus F1 memberikan keturunan dengan perbandingan fentip 9:3;4. Ini disebabkan oleh karena cc epistasis terhadap A. P jantan CCAA x betina ccaa hitam putih F1 CcAa hitam F2 CA Ca cA ca CA CACA hitam CCAa hitam CcAa hitam CcAa hitam Ca CCAa hitam CCaa abu-abu CcAa hitam Ccaa abu-abu cA CcAA hitam CcAa hitam ccAA putih ccAa putih ca CcAa hitam Ccaa abu-abu ccAa putih ccaa putih Rasio genotip : 9 C-A = hitam 3 C-aa = abu-abu 3 ccA- = putih 1 ccaa = putih c epistasis gen dominan rangkap terjadi jika alel-alel dominan pada kedua lokus menghasilkan fenotipe yang sama tanpa efek 59 kumulatif. Rasio 9:3:31 termodifikasi menjadi rasio 15:1 Elford dan Stansfield, 2007: 82. Contoh, sejumlah tumbuhan dari genus Capsula, menghasilkan kapsul biji yang bentuknya diatur oleh dua gen yang berpasangan secara bebas, dilambangkan dengan simbol A dan B. P AABB X aabb biji segitiga biji membulat F1 AaBb biji segitiga P2 AaBb X AaBb biji segitiga biji segitiga F2 AB Ab aB ab AB AABB biji segitiga AABb biji segitiga AaBB biji segitiga AaBb biji segitiga Ab AABb biji segitiga AAbb biji segitiga AaBb biji segitiga Aabb biji segitiga aB AaBB biji segitiga AaBb biji segitiga aaBB biji segitiga aaBb biji segitiga ab AaBb biji segitiga Aabb biji segitiga aaBb biji segitiga aabb biji membulat Rasio genotip: 9 A-B- = biji segitiga 3 A-bb = biji segitiga 3 aaB- = biji segitiga 1 aabb = biji membulat Rasio fenotip : segitiga: membulat = 15: 1 d epstasis gen resesif rangkap, jika fenotip identik dihasilkan oleh kedua genotip resesif homozigot, maka rasio F2 nya menjadi 9 :7. Genotip aaB-, A-bb, dan aabb menghasilkan satu fenotip. Kedua alel dominan yang ada secara bersamaan, saling berkomplemen dan menghasilkan sebuah fenotip yang berbeda Elford dan Stansfield, 2007: 82. Contoh, dua galur Lathyrus odoratus 60 berbunga putih disilangkan, menghasilkan F1 yang memiliki bunga ungu. P aaBB X AAbb putih putih F1 AaBb ungu P2 AaBb X AaBb ungu ungu F2 AB Ab aB ab AB AABB ungu AABb ungu AaBB ungu AaBb ungu Ab AABb ungu AAbb putih AaBb ungu Aabb putih aB AaBB ungu AaBb ungu aaBB putih aaBb putih ab AaBb ungu Aabb putih aaBb putih aabb putih Rasio genotip 9 A-B- = ungu 3 A-bb = putih 3 aaB- = putih 1 aabb = putih Rasio fenotip: ungu : putih= 9: 7 e epistasis dominan dan resesif , hanya dihasilkan dua fenotip F2, genotip dominan pada salah satu lokus misalnya A- dan genotip resesif pada lokus satunya lagi bb menghasilkan efek fenotipik yang sama. A-B-, A-bb, dan aabb menghasilkan satu fenotip, sedangkan aaB-, menghasilkan sebuah fenotip berbeda dengan rasio 13:3 Elford dan Stansfield, 2007: 82. Contoh, P AABB X aabb putih putih F1 AaBb putih P2 AaBb X AaBb putih putih 61 F2 AB Ab aB ab AB AABB putih AABb putih AaBB putih AaBb putih Ab AABb putih AAbb putih AaBb putih Aabb putih aB AaBB putih AaBb putih aaBB berwarna aaBb berwarna ab AaBb putih Aabb putih aaBb berwarna aabb putih f epistasis gen rangkap dengan efek kumulatif jika kondisi dominan baik homozigot ataupun heterozigot pada salah satu lokus mengasilkan fenotipe yang sama, rasio F 2 menjadi 9:6:1. Sebagai contoh, jika gen-gen epistatik terlibat dalam reproduksi zat dalam jumlah yang berbeda-beda, misalnya pigmen, genotip dominan pada masing-masing lokus dapat dianggap menghasilkan satu unit pigemen secara bebas. Dengan demikian, genotip A-bb dan aaB- masing-masing menghasilkan satu unit pigmen dan karenanya menghasilkan fenotip yang sama. Genotip aabb tidak menghasilkan pigen, tetapi pada genotip A-B- efeknya kumulatif, dan dihasilkan dua unit pigmen Elford dan Stansfield, 2007: 80. Contoh, warna merah pada biji gandum dihasilkan oleh genotip R-B-, putih oleh genotip resesif ganda rrbb. Genotip R-bb dan rrB- menghasilkan warna coklat. Varietas merah homozigot disilangkan dengan varietas putih. P RRBB X rrbb merah putih F1 RrBb merah 62 P2 RrBb X RrBb merah merah F2 RB Rb rB rb RB RRBB merah RRBb merah RrBB merah RrBb merah Rb RRBb merah RRbb cokelat RrBr merah Rrbb cokelat rB RrBB merah RrBb merah rrBB cokelat rrBb cokelat rb RrBb merah Rrbb cokelat rrBb cokelat rrbb putih Rasio fenotip: 9 R-B- = merah 3 R-bb = cokelat 3 rrB- = cokelat 1 rrbb = putih Rasio genotip:merah: cokelat: putih = 9: 6:1 3 Polimeri Gen polimeri adalah gen yang setiap efeknya ekivalen dan secara bersama saling menambah intensitas pengaruhnya Sulaeman Rondonowu, 1989: 109. Pewarisan poligenispolimeri terjadi ketika semakin banyak suatu tanaman mewarisi gen dominan, makin kuat sifatnya Pai, 1992: 89. Misalnya, pada persilangan jenis gandunm, yaitu gandunm berbiji merah dengan gandum berbiji putih. Misalnya genotip biji gandum berwarna merah adalah M1M1M2M2, sedangkan genotip biji gandum berwarna putih m1m1m2m2. P1 jantan MIM1M2M2 X betina m1m1m2m2 gandum berbiji merah gelap gandum berbiji putih F1 M1m1M2m2 gandum berbiji merah sedang P2 M1m1M2m2 X M1m1M2m2 gandum berbiji merah sedang gandum berbiji merah sedang 63 F2 MIM2 M1m2 m1M2 m1m2 MIM2 M1M1M2M2 merah M1M1M2m2 merah M1m1M2M2 merah M1m1M2m2 merah M1m2 M1M1M2m2 merah M1M1m2m2 merah M1m1M2m2 merah M1m1m2m2 merah m1M2 M1m1M2M2 merah M1m1M2m2 merah m1m1M2M2 merah m1m1M2m2 merah m1m2 M1m1M2m2 merah M1m1m2m2 merah m1m1M2m2 merah m1m1m2m2 putih Rasio genotip adalah: M1-M1 = 9 merah M1-m2m2 = 3 merah m1m1M2- = 3 merah m1m1m2m2 = 1 merah Rasio fenotip merah : putih = 15:1 4 Kriptomeri Kriptomeri adalah peristiwa suatu faktor dominan yang baru tampak pengaruhnya, apabila bertemu dengan faktor dominan lain yang bukan alelnya. Faktor dominan ini seolah-olah tersembunyi Elya Nusantari, 2014: 188. Misalnya, pada bunga Linaria maroccana, A = ada pigmen antosianin a = tidak ada pigmen antosianin B = air sel bersifat basa b = air sel tidak bersifat basa Jika kedua gen dominan A dan B hadir dalam satu individu, warna bunga ungu. Jika gen dominan A saja tanpa gen dominan B, warna bunga merah. Jika gen dominan B hadir tanpa gen dominan A dan jika kedua gen dominan A dan B tidak hadir, warna bunga putih. Contoh bunga 64 merah AAbb disilangkan dengan bunga putih aaBB, maka hasil F1, adalah bunga ungu AaBb ungu. P1 AAbb x aaBB bunga merah bunga putih F1 AaBb bunga ungu P2 AaBb x AaBb bunga ungu bunga ungu F2 AB Ab aB ab AB AABB bunga ungu AABb bunga ungu AaBB bunga ungu AaBb bunga ungu Ab AABb bunga ungu AAbb bunga merah AaBb bunga ungu Aabb bunga merah aB AaBB bunga ungu AaBb bunga ungu aaBB bunga putih aaBb bunga putih ab AaBb bunga ungu aAbb bunga merah aaBb bunga putih aabb bunga putih Rasio genotip adlah: A-B - = 9 ungu A-bb = 3 merah aaB - = 3 putih aabb = 1 putih Rasio fenotip = merah: putih = 9:3:4 5 Komplementer Gen-gen komplementer, ialah gen-gen dominan yang berlainan tetapi bila terdapat bersama-sama dalam genotipe akan saling membantu dalam menentukan fenotip Suryo, 1986: 142. Contoh pada manusia ialah mengenai pendengaran normal. Bila gen dominan D dan E terdapat bersama-sama dalam genotip seseorangmaka orang itu dapat mendengar dan berbicara normal. Tetapi bila genotip orang hanya terdapat D atau E 65 saja atau sama sekali tidak terdapat gen dominan, maka orang itu bisu tuli sejak lahir. Perkawinan dua orang yang masing-masing bisu tuli dapat tidak selalu, sebab tergantung dari genotipnya masing-masing menghasilkan keturunan yang semuanya normal. Akan tetapi, apabila anaknya yang dihibrid DdEe ini kelak kebetulan kawin dengan orang normal dihibrid pula DdEe, maka keturunannya akan menghasilkan perbandingan 9 normal: 7 bisu tuli. P DDee x ddEE bisu tuli bisu tuli FI DdEe normal F2 DE De dE de DE DDEE normal DDEe normal DdEE normal DdEe normal De DDEe normal DDee bisu tuli DdEe normal Ddee bisu tuli dE DdEE normal DdEe normal ddEE bisu tuli ddEe bisu tuli de DdEe normal Ddee bisu tuli ddEe bisu tuli ddee bisu tuli Rasio genotip : 9 D-E = normal 3 D-ee = bisu tuli 3 ddE- = bisu tuli 1 ddee = bisu tuli Rasio fenotip: normal: bisu tuli = 9 : 7 e. Tautan gen, Pindah silang, Gagal berpisah 1 Tautan gen Tautan adalah kondisi dimana dua atau lebih gen non alelik cenderung terwariskan. Gen terpaut terletak pada lokus di kromosom 66 yang sama, tidak dapat secara bebas berpisah, tetapi dapat memisah dengan pindah silang Klug, 2000: 137. Elford dan Stansfield 2007: 114 menyatakan bahwa tautan terjadi ketika gen-gen pada kromosom yang sama cenderung tetap bersama saat pembentukan gamet yang seharusnya memisah menjadi gamet-gamet secara bebas satu sama lain. Terjadinya gen yang bertautan jika gen letaknya berdekatan dalam satu kromosom Hartanto Nugroho dan Isserep Sumadi, 2004: 68. Adanya tautan dapat dilihat dari penyimpangan yang besar dari rasio 1:1:1:1 pada progeni hasil ujisilang dihibrid Elfrod dan Stansfield, 2007: 114. Tautan ada dua macam yaitu tautan autosomal dan tautan seks. Tautan autosomal adalah jika dua gen atau lebih terletak pada kromosom tubuh yang sama. Gen-gen pada kromosom yang sama cenderung tetap bersama saat pembentukan gamet yang seharusnya memisah menjadi gamet-gamet secara bebas satu sama lain Elford dan Stansfield, 2007: 114. Gen-gen yang terdapat pada kromosom kelamin yang sama disebut gen-gen terpaut pada kelamin. 2 Pindah silang Pindah silang adalah pertukaran materi genetik gen di antara kromosom-kromosom homolog Agus Hery Susanto, 2011: 80. Pindah silang terjadi ketika meiosis I, yaitu pada saat kromosom telah mengganda menjadi 2 kromatid. Tempat persilangan dua kromatid disebut kiasma. Kromatid-kromatid yang bersilang itu melekat dan 67 putus di bagian kiasma, kemudian tiap potongan itu melekat pada kromatid sebelahnya secara timbal balik Suryo, 1986: 306. Beberapa faktor yang mempengarui kemungkinan berlangsungnya pindah silang ialah: a Temperatur Temperatur yang kurang atau melebihi temperatur kamar normal dapat memperbesar kemungkinan berlangsungnya pindah silang. b Umur Makin tua individu, makin kecil kemungkinan berlangsungnya pindah silang. c Zat kimia Zat kimia tertentu dpat memperbesar kemungkinan berlangsungnya pindah silang. d Perlakuan sinar X Penyinaran dengan sinar X dapat memperbesar kemungkinan pindah silang e Jarak antara gen-gen yang terpaut Makin jauh jarak gen-gen terpaut, makin besar kemungkinan berlangsungnya pindah silang. f Jenis kelamin, pada umumnya pindah silang dijumpai baik pada makhluk betina maupun jantan. Namun ada perkecualian pada ulat sutera yang betina dan lalat Drosophila jantan Suryo, 1996: 166. 68 Terjadinya pindah silang akan terbentuk dua macam gamet, yaitu satu gamet dinamakan gamet tipe parental dan gamet lainnya disebut gamet tipe rekombinan Suryo, 2008: 307. Menurut Agus Hery Susanto, 2011: 80 gamet tipe parental memiliki susunan gen yang sama dengan susunan gen induknya, sedangkan gamet tipe rekombinasi adalah gamet yang susunan gennya merupakan rekombinasi susunan pada induknya. Gamet rekombinasi adalah gamet hasil pindah silang. Menurut Suryo 2008:307 gamet-gamet tipe parental dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak karena tidak mengalami gangguan pindah silang, sedangkan gamet-gamet tipe rekombianan dibentuk lebih sedikit. Pindah silang ada dua macam yaitu: a Pindah silang tunggal ialah pindah silang yang terjadi pada satu tempat. b Pindah silang ganda, ialah pindah silang yang terletak di dua tempat Suryo, 1986: 306-307. 3 Gagal berpisah Gagal berpisah merupakan kesalahan dalam meiosis atau mitosis, berupa kegagalan anggota pasangan kromosom homolog atau pasangan kromatid saudara untuk memisah secara benar Campbell dan Reece, 2010: 321. Gagal berpisah Nondisjungsi diakibatkan oleh kegagalan sepasang kromosom homolog untuk berpisah pada pembelahan meiosis pertama, atau pasangan kromatid pada 69 pembelahan meiosis kedua. Ini mengakibatkan pembentukan sel-sel kelamin dengan kromosom yang terlalu banyak atau terlalu sedikit Pai, 1992: 38. f. Abnormalitas Akibat Perubahan Jumlah Kromosom Variasi kromosom yang paling mudah diamati ialah biasanya yang menyangkut jumlah kromosom. Dapat dibedakan 2 tipe, yaitu euploidi dan aneuploidi. 1 Euploidi ialah bila variasi kromosom menyangkut seluruh set kromosom. Tipe euploidi ada tiga yaitu monoploid, diploid dan poliploid. Monoploidi jarang terdapat pada hewan, kecuali lebah madu jantan karena terjadi secara parthenogenesis, sedangkan pada hewan sering dijumpai misalnya pada ganggang, cendawan dan lumut Suryo, 2008: 243. Poliploidi adalah penyimpangan kromosomal berupa kepemilikan lebih dari dua perangkat kromosom lengkap oleh suatu organisme Campbell dan Reece, 2011: 321. 2 Aneuploidi ialah keadaan bahwa individu mempunyai kekurangan atau kelebihan kromosom tunggal dibandingkan dengan individu diploid normal, misalnya 2n-1, 2n-2, 2n +1, 2n+2 dan sebagainya Suryo, 1996: 223. 70

C. Kerangka Berfikir

Gambar 20. Bagan Kerangka Berfikir Obsolete concepts and terms Kurikulum 2013 Buku Pelajaran Implementasi Buku Biologi isi Miskonsepsi Konsepsi Overgeneralisations Undergeneralisations Oversimplyfications Misidentification 71 BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analisis kontenisi content analysis. Penelitian ini menganalisis miskonsepsi pada konsep genetika submateri materi genetik dan pola heriditas dalam buku biologi SMA kelas XII. Miskonsepsi yang teridentifikasi kemudian dikategorikan menjadi 5 yaitu Misidentification, Oversimplification, Overgeneralization, Undergeneration, dan Obssolete Concept and Term.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kulon Progo, dengan pengambilan sampel dilaksanakan di bulan Januari- Februari 2016. Analisis dilaksanakan pada bulan November 2016.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Populasi penelitian adalah semua buku pelajaran Biologi kelas XII yang ditulis berdasarkan Kurikulum 2013 di Kabupaten Kulon Progo dan digunakan oleh SMA yang menerapkan Kurikulum 2013. 2. Sampel Sampel penelitian adalah tiga buku pelajaran Biologi kelas XII yang ditulis berdasarkan Kurikulum 2013 di Kabuaten Kulonprogo Progo dan digunakan oleh SMA yang menerapkan Kurikulum 2013. Pengambilan buku pelajaran yang dijadikan sampel melalui teknik sensus, yaitu menggunakan populasi sebagai objek penelitian. 72

D. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah konsep-konsep teks dan gambar pada submateri materi genetik dan pola heriditas dalam buku biologi SMA kelas XII yang ditulis berdasarkan Kurikulum 2013 di Kabupaten Kulon Progo.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian analisis isi terhadap buku biologi, secara rinci dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut. 1. Tahap Persiapan a. Melakukan survei ke 3 SMA di Kabupaten Kulon Progo yang menerapkan Kurikulum 2013 untuk memperoleh informasi mengenai buku biologi SMA kelas XII yang ditulis berdasarkan Kurikulum 2013 yang digunakan oleh siswa kelas XII semester I pada tahun ajaran 20152016. Daftar SMA yang disurvei adalah sebagai berikut, 1 SMA 1 Sentolo 2 SMA 1 Wates 3 SMA 2 Wates b. Mengumpulkan informasi tentang buku pelajaran biologi SMA kelas XII semester I yang digunakan di tiga SMA yang menerapkan kurikulum 2013 di Kabupaten Kulon Progo. c. Memberi kode pada buku yang akan dianalisis A,B dan C. 1 Buku A