Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam untuk Bibit Tanaman Jarak Pagar

(1)

15 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini kebutuhan sumber energi baru yang terbarukan dan aman bagi lingkungan menjadi salah satu sasaran capaian sebagian besar negara di dunia. Meningkatnya jumlah penduduk dunia menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan energi. Dengan adanya peningkatan kebutuhan energi, terjadi peningkatan konsumsi terhadap sumber energi yang sebagian besar berasal dari bahan bakar minyak (BBM). Hasil dari konsumsi energi ini, yaitu karbondioksida, jika dilepaskan dalam jumlah besar ke alam akan mengganggu lapisan ozon. Pada akhirnya, lapisan ozon menipis dan panas bumi yang seharusnya dilepaskan ke angkasa, dikembalikan lagi ke bumi, serta memerangkap panas dan radiasi matahari (efek rumah kaca). Fenomena ini menyebabkan terjadinya pemanasan global.

Peningkatan konsumsi BBM tidak dibarengi dengan ketersediaan sumber energi dalam jumlah besar. Konsumsi BBM setiap tahun di Indonesia mencapai 1.3 juta barel sedangkan produksi BBM di Indonesia hanya 1 juta barel/tahun, sehingga untuk mencukupi kebutuhan tersebut, pemerintah harus mengimpor BBM. Menurut data ESDM (2006) cadangan minyak di Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milyar barel. Tanpa adanya solusi untuk mengatasi masalah ini, nantinya ketersediaan bahan bakar terancam dan mempengaruhi kelanjutan hidup pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, adanya sumber energi baru yang aman dan terbarukan sangat dibutuhkan dan krusial untuk keberlanjutan kehidupan.

Energi terbarukan yang menjadi sasaran pengembangan antara lain energi angin, air, panas bumi, surya, maupun biomassa. Pengembangan biomassa lebih pesat karena jumlahnya yang tidak fluktuatif dan sebagai bentuk pemanfaatan produk sampingan dari suatu komoditas. Pengembangan biomassa yang banyak dilakukan adalah pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas Linn) menjadi bahan bakar biodiesel.


(2)

16 Jarak pagar merupakan sumber bahan bakar yang prospektif. Hal ini disebabkan antara lain karena minyak jarak pagar yang tidak termasuk dalam kategori minyak makan (edible oil) sehingga pemanfaatannya sebagai biodiesel tidak mengganggu penyediaan kebutuhan minyak makan nasional, kebutuhan industri oleokimia, dan ekspor CPO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas jarak pagar pada tahun pertama dapat mencapai 484.11 kg/ha dari pertanaman asal biji. Sedangkan dari pertanaman asal perbanyakan biji diperoleh 749.81 kg/ha dan 880 kg/ha diperoleh dari pertanaman asal perbanyakan stek (Santoso et al., 2009).

Jarak pagar selain sebagai penghasil biodiesel, juga dapat dijadikan sumber bahan dasar obat-obatan, kosmetik, sabun, tanaman pelindung atau pencegah erosi, dan bungkilnya setelah mengalami detoksifikasi dapat dijadikan sebagai pakan ternak (Prastiwi et al., 2006). Keutamaan lain, tanaman jarak pagar adalah tanaman tahunan yang tahan kekeringan, sehingga tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di lahan marginal seperti di wilayah Indonesia timur.

Saat ini perhatian utama pada pengembangan jarak pagar di Indonesia masih berkutat pada peningkatan produksi minyak jarak dan perbaikan kualitas JCO (Jatropha Crude Oil). Proses pembibitan dan jenis media tanam yang digunakan belum mendapat perhatian yang memadai. Padahal, peningkatan produksi minyak jarak untuk pemenuhan kebutuhan dalam dan luar negeri tidak terlepas dari usaha pembibitan dan pemeliharaan yang baik. Usaha pembibitan disini terkait dengan jenis bibit dan media tanam yang digunakan. Bibit yang digunakan untuk produksi minyak jarak sebagian besar berasal dari perbanyakan biji. Media tanam pembibitan jarak pagar biasanya berupa campuran tanah, pupuk, dan arang sekam.

Pemanfaatan bagian tanaman jarak pagar yang belum banyak dilirik adalah kulit jarak. Selama ini, kulit sebagai hasil samping produksi jarak pagar menjadi limbah. Jumlahnya yang semakin lama semakin besar mendorong adanya pemanfaatan kulit jarak, sebagai pupuk kulit yang dapat digunakan sebagai media tanam pembibitan jarak pagar. Melalui cara ini, kulit jarak dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan mengurangi limbah produksi jarak pagar.


(3)

17 Hubungan antara jenis bibit dan media tanam yang digunakan kemudian diteliti sifat fisik dan mekaniknya sehingga dapat diketahui jenis bibit dan media tanam yang optimal untuk pembibitan jarak pagar.


(4)

18 B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji sifat fisik dan mekanik media tanam bibit jarak pagar . 2. Mengembangkan media tanam bibit dengan memanfaatkan kulit jarak. 3. Mengkaji hubungan antara media tanam dan jenis bibit yang digunakan


(5)

19 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) 1. Sifat dan Ciri Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn) berasal dari Amerika Tengah yang dibawa oleh pelaut Portugis ke berbagai daerah di Indonesia. Jarak pagar dikenal dengan berbagai nama antara lain jarak budeg, jarak gundul, jarak cina (Jawa), baklawah, nawaih (NAD), jarak kosta (Sunda), paku kare (Timor), peleng kaliki (Bugis), dan berbagai nama daerah lainnya (Hambali et al., 2006).

Tanaman jarak pagar termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas Linn

Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1-7 m, bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, dan bila terluka akan mengeluarkan getah. Tanaman jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 500 m dpl. Curah hujan yang sesuai untuk jarak pagar adalah 625 mm/tahun. Meskipun demikian, jarak pagar tetap dapat tumbuh dengan baik pada curah hujan yang lebih rendah yaitu 300 mm/tahun (Hambali et al., 2006).

Gambar 1. Biji jarak Gambar 2. Tanaman jarak (www.pengawasbenihtanaman.blogspot.com) (www.litbang.deptan.go.id)


(6)

d m m d p t l p Kisaran dengan suhu mempengaru mengubah k Tanaman dan tanah s penahan ero tanah, baik liat. Selain i subur atau t pH berkisar Pemanfa

G

suhu yang u yang terlal uhi pertum komposisinya

n jarak paga ehingga tah osi. Jarak pa tanah berba itu, jarak pag tanah bergar

antara 5.0-6 aatan jarak p

Gambar 3. Ba

Daun (antisep

Biji

Minyak bakar, i

Bungki bakar

Cang (bah

sesuai untuk lu tinggi (di mbuhan, me a (Hambali e ar mempuny han terhadap agar dapat tu atu, tanah be gar dapat be ram, memilik 6.5.

pagar dapat d

agan pemanf

n ptik)

k Biji (bahan  insektisida)

il Biji (pupuk,  r, produksi bio

gkang Biji an bakar)

k jarak paga atas 35°C) engurangi k

et al.,2006) yai sistem pe p kekeringan umbuh pada erpasir, mau radaptasi de ki drainase dilihat dalam

faatan jarak p Jatropha C

Buah

bahan  ogas)

ar adalah 20 atau terlalu kadar miny

.

erakaran yan n serta berfu a berbagai ra upun tanah b engan baik p

baik, tidak t

m bagan pem

pagar (Hamb Curcas L.

h

0°-26° C. P rendah (di b yak dalam

ng mampu m ungsi sebaga agam tekstu berlempung pada tanah ya

tergenang, d

manfaatan di b

bali et al., 20

Daging B bakar, bi Getah (pen

luka 20 ada daerah bawah 15°) biji, dan menahan air ai tanaman r dan jenis atau tanah ang kurang dan dengan

bawah ini:

006)

Buah (bahan 

 produksi  ogas) nyembuh 


(7)

21 Menurut Makkar et al. (1997) dalam Hambali et al. (2006), jarak pagar memiliki persentase berat kernel rata-rata 65% dan sisanya merupakan berat kulit dengan kisaran 35%. Buah jarak memiliki berat rata-rata 2.1 gram, sementara biji jarak memiliki berat 0.53-0.86 gram. Rasio biji dan bagian lain berkisar 70:30 (w/w), karena dalam satu buah rata-rata terdapat tiga biji. Rasio antara kernel (daging biji) dan shell (kulit biji) berkisar 60:40. Jika produksi biji jarak 5-10 ton/ha/tahun, untuk menghasilkan 1.5-3 ton minyak jarak diperoleh kulit buah sekitar 2.1-4.3 ton, kulit biji 2-4 ton, dan bungkil jarak 3 ton sehingga total menghasilkan limbah sebesar 5.6-11.3 ton. Persentase limbah yang sebesar ini harus mendapatkan pengolahan yang tepat agar tidak mengganggu lingkungan. Salah satu cara pengolahan limbah adalah menjadikan jarak sebagai pupuk organik sehingga dapat mengatasi permasalahan lingkungan yang timbul akibat limbah jarak yang tidak diolah sekaligus merupakan upaya untuk menjadikan jarak pagar sebagai zero waste product. Tabel 1 menyajikan komposisi kimia jarak pagar.

Tabel 1. Komposisi kimia jarak pagar (Makkar et al., 1997 dalam Hambali et al., 2006)

Komposisi (%BK) Daging biji Kulit biji Bungkil

Bahan kering (%) 94.2–96.9 89.8–90.4 100

Protein kasar 22.2–27.2 4.3–4.5 56.4–63.8

Lemak 56.8–58.4 0.5–1.4 1.0–1.5

Abu 3.6–4.3 2.8–6.1 9.6–10.4

Serat deterjen netral (NDF) 3.5–3.8 83.9–89.4 8.1–9.1 Serat deterjen asam (ADF) 2.4–3.0 74.6–78.3 5.7–7.0 Lignin deterjen asam 0.0–0.2 45.1–47.5 0.1–0.4 Energy gross (MJ/kg) 30.5–31.1 19.3–19.5 18.0–18.3


(8)

22 2. Pengembangan Tanaman dan Pembibitan

Pembibitan jarak pagar dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Pembibitan secara vegetatif dilakukan dengan kultur jaringan ex-vitro dan stek. Pembibitan secara generatif dilakukan dengan menggunakan biji yang sudah matang yang berasal dari buah yang masak (berwarna hitam).

Kultur jaringan. Ini merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan beregenarasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril (www.dephut.go.id).

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.


(9)

23 Pembibitan jarak pagar dengan menggunakan kultur jaringan masih belum berkembang. Hal ini disebabkan oleh jarak pagar yang mudah diperbanyak dengan teknik perbanyakan biasa. Namun, pada masa yang akan datang kultur jaringan dapat dilirik sebagai metode pembibitan yang efektif, terutama apabila produksi jarak pagar meningkat pesat dan terjadi permintaan bibit dalam jumlah besar yang harus dipenuhi dalam waktu singkat.

Stek. Cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Pembibitan jarak pagar dapat dilakukan dengan stek batang. Batang yang akan distek adalah berupa batang yang cukup berkayu atau cabang tua dengan panjang sekitar 25 cm (Hambali et al., 2006).

Bahan stek kemudian ditanam dalam polibag dengan kedalaman sekitar 5 cm. Media tanam yang digunakan dapat berupa arang sekam dan serbuk gergaji. Setelah ditanam, media di sekitar batang dipadatkan. Sebagai alternatif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. Cara perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar, akar yang baru terbentuk tidak tahan stress lingkungan dan adanya sifat plagiotrop tanaman yang masih bertahan.

Gambar 5. Stek (www.brmc.biotrop.org)

Pembibitan dengan stek jarang dilakukan pada pembibitan jarak pagar. Penyebabnya adalah waktu pembibitan yang lebih lama karena harus menunggu hingga sistem perakaran jarak cukup kuat. Selain itu, stek dianggap sebagai metode perbanyakan yang konvensional.


(10)

24 Biji. Pembibitan jarak pagar dengan biji dilakukan dengan seleksi terhadap biji yang akan dibibitkan. Biji yang baik adalah biji yang berwarna hitam mengkilap dan tidak memiliki bagian yang cacat. Setelah itu, biji direndam dalam cairan insektisida seperti Aldrin atau Azodrin sebanyak 2 cc/liter air atau Agrep 1 gram/liter air. Insektisida seperti Furadan 3G berguna untuk melindungi benih jarak dari serangan semut atau hama lain pada saat penanaman. Pemberian fungisida seperti Dithane M-45 dapat diberikan sebanyak 1 gram/liter air untuk menghilangkan kontaminan cendawan. Biji kemudian direndam dalam air hangat 70˚C selama 12-24 jam, lalu ditiriskan selama 30 menit. Biji siap dikecambahkan dalam media di polibag ataupun di bedeng persemaian (Hambali et al., 2006).

Gambar 6. Seleksi biji Gambar 7. Pembibitan jarak (www.deptan.go.id) (www.deptan.go.id)

Selama pembibitan, dilakukan kegiatan penyiraman, penyiangan, dan seleksi. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Penyiangan dilakukan saat bibit berumur 1.5 bulan dengan membuang semua gulma yang terdapat pada media tanam. Seleksi bibit dilakukan untuk memilih bibit yang sehat, tegar, dan baik pertumbuhannya. Bibit yang tidak sehat dan apkir sebaiknya tidak ditanam.

Pembibitan berlangsung selama 8 minggu. Jarak pagar akan dipindah ke lahan jika sudah memiliki tinggi minimal 40 cm, jumlah daun minimal 5 helai, dan tumbuh dalam keadaan baik.

B. Media Tanam Bibit

Media tanam adalah media yang digunakan sebagai tempat tumbuh sementara dalam pembibitan sebelum dipindahkan ke lahan. Media tanam yang digunakan pada pembibitan jarak pagar umumnya berupa tanah lapisan atas (top soil) yang


(11)

25 dicampur pupuk kandang, campuran arang sekam, serbuk kelapa, dan pupuk majemuk. Pada penelitian ini, 3 jenis media tanam digunakan yaitu media I berupa campuran tanah, pupuk kandang, dan pasir malang, media II merupakan campuran tanah dan kulit jarak, dan media III yaitu hanya berupa tanah top soil.

Berdasarkan jenis media tanam yang digunakan untuk penelitian ini, terlihat bahwa tanah adalah media tanam utama bibit, selain campuran-campuran lainnya. Menurut Schroeder (1984) dalam Notohadiprawiro (1999), tanah adalah pengalihragaman bahan mineral dan organik yang berlangsung di muka daratan bumu di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama waktu yang sangat panjang sebagai suatu tubuh dengan organisasi dan morfologi teraktifkan.

Pada umumnya, tanah tersusun dari empat bahan utama, yaitu bahan padat mineral, bahan padat organik, air, dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut jumlahnya masing-masing berbeda untuk setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah. Pada lapisan tanah atas yang baik untuk pertumbuhan tanaman lahan kering (bukan sawah) umumnya mengandung 45% (volume) bahan mineral, 5% bahan organik, 20-30% udara, dan 20-30% air (Hardjowigeno, 1992).

Melalui keterangan di atas, tanah dan media tanam akan saling melengkapi untuk digunakan sebagai media pertumbuhan bibit. Selain itu, parameter lain yang perlu diperhatikan dalam proses pembibitan adalah sifat fisik media tanam. Sifat fisik yang digunakan sebagai parameter untuk menentukan kondisi media tanam antara lain bulk density, porositas, dan kandungan air (Wesley, 1973).

1. Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam a. Tekstur Media Tanam

Menurut Hardjowigeno (1992) tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat maka tanah dikelompokkan ke dalam lima macam kelas tekstur di antaranya adalah kasar (pasir, pasir berlempung), agak kasar (lempung berpasir, lempung berpasir halus), sedang (lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu), agak halus (lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu) dan halus (liat berpasir, liat). Sedangkan menurut


(12)

26 Notohadiprawiro (1999) tekstur merupakan komposisi fraksi-fraksi tanah yang terdiri dari tiga fraksi yaitu pasir, debu, dan liat.

Tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah-tanah yang bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah dengan kandungan debu atau lempung yang tinggi mempunyai kapasitas tertinggi untuk mengikat air tersedia bagi pertumbuhan tanaman, karena kombinasi yang unik antara luasan permukaan dan ukuran pori. Hal ini yang menyebabkan tekstur tanah berdebu lebih subur dibandingkan tanah berpasir atau liat (Font, 1988 dalam Wijaya 2000).

Media tanam merupakan campuran antara tanah dan bahan organik. Oleh karena itu, tekstur media tanam tergantung campuran yang digunakan. Media tanam yang merupakan campuran tanah dengan pupuk kandang dan pasir malang, maka tekstur media, berdasarkan definisi Hardjowigeno, menjadi kasar dan memiliki kemampuan mengikat air yang tinggi. Sedangkan media tanam yang dicampur dengan bagian tanaman jarak (kulit jarak) memiliki tekstur yang agak halus, meskipun demikian, kemampuan tanaman untuk mengikat air juga tinggi.

b. Bulk Density dan Porositas

Bulk density atau kerapatan lindak menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dan volume media tanam termasuk volume pori-pori media tanam.

Bulk density merupakan petunjuk kepadatan media tanam. Makin padat suatu media tanam makin tinggi bulk density, yang berarti akan semakin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pada tanah umumnya, bulk density berkisar dari 1.1 sampai 1.6 g/cc, namun beberapa jenis tanah mempunyai bulk density kurang dari 0.85 g/cc (Hardjowigeno, 1992). Sedangkan untuk media tanam, nilai bulk density pada umumnya lebih kecil daripada 1 g/cc, yaitu berada pada kisaran 0.3-0.6 g/cc.


(13)

27 Pori-pori media tanam adalah bagian yang tidak terisi bahan padat media tanam (terisi oleh udara dan air). Pori-pori media tanam dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar (macro pore) dan pori-pori halus (micro pore). Pori-pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler atau udara. (Hardjowigeno, 1992). Porositas media tanam dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur dan tekstur media tanam. Porositas media tinggi jika bahan organik tinggi. Media tanam dengan struktur granuler atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada media dengan struktur massive (pejal). Media tanam dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air. Menurut Mandang dan Nishimura (1992), perbandingan volume pori terhadap total volume disebut sebagai porositas.

c. Kadar Air Media Tanam

Kadar air media tanam adalah jumlah air yang terdapat dalam pori-pori media tanam dalam suatu massa media tanam tertentu dan dapat berubah-ubah pada setiap kedalaman yang disebabkan karena kadar air media tanam merupakan bagian media tanam yang tidak stabil sebab mudah bergerak dan berpindah-pindah setiap saat sehingga dengan perubahan kadar air media tanam tersebut dapat menyebabkan perubahan nilai tanahan penetrasi dan bulk density media tanam.

Kadar air media tanam dapat ditentukan sebagaimana menentukan kadar air tanah dengan menggunakan beberapa metode, yaitu 1) metode gravimetrik, 2) metode tegangan dan hisab, 3) metode tegangan listrik, 4) metode pembauran neutron. Pengukuran kadar air yang digunakan secara umum adalah metode gravimetrik. Kadar air dapat dinyatakan dengan rasio penurunan berat setelah pengeringan terhadap berat kering contoh media tanam.

Cara pengukuran kadar air adalah mengambil sampel media tanam, kemudian berat basah sampel tersebut ditimbang. Sampel kemudian


(14)

28 dikeringkan dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105ºC. Rumus pengukuran kadar air adalah sebagai berikut:

KAb = %

di mana : KAb = kadar air basis berat (%)

Wa = berat sampel media tanam basah (g) Wb = berat sampel media tanam kering (g)

Kadar air media tanam biasanya dinyatakan dalam bentuk perbandingan antara berat air yang terkandung di dalam media terhadap berat dari bagian padat media. Kadar air juga dapat dinyatakan dalam persen volume, yaitu persentasi air terhadap volume media, cara ini mempunyai keuntungan karena memberikan gambaran ketersediaan air bagi tumbuhan pada volume media tanam tertentu.

Kadar air yang didapatkan berasal baik dari air dan pasir, air kapiler, air higroskopis, dan tidak termasuk air film yaitu air yang diabsorpsi oleh lempung (Soetoto dan Aryono, 1980).

d. Tahanan Penetrasi

Tanah termasuk media tanam lain akan memberikan reaksi mekanis apabila tanah dikenakan suatu gaya. Reaksi mekanis terhadap beban ditunjukkan dengan tahanan penetrasi. Tahanan penetrasi tanah adalah suatu indeks kekuatan tanah pada suatu kondisi pengukuran. Indeks tersebut mencakup kepadatan tanah, kadar air tanah, tekstur dan mineral liat. Tahanan penetrasi meningkat cepat dengan menurunnya kadar air tanah. Berbagai media tanam sebagaimana halnya tanah juga memberikan reaksi mekanis jika diberikan suatu gaya. Tahanan penetrasi media tanam dapat dikatakan merupakan suatu indeks kekuatan media tanam pada suatu kondisi pengukuran yang mencakup kepadatan media, kadar air media, tekstur dan mineral media tanam.

Tahanan penetrasi media tanam dapat dijadikan ukuran untuk menggambarkan besarnya kemampuan media tanam yang diperlukan oleh peralatan pertanian untuk beroperasi atau akar tanaman untuk menembus media tanam. Nilai kekerasan media tanam ini diukur dengan menggunakan


(15)

penetro ini mer dinyata bulk de Dalam atas tan 1972 da Pen paling s kandun mening tanah. Men umumn 1000 kP longitud besar ta dan 13 karena peningk Gam ometer denga rupakan besa kan dalam d ensity, kadar keadaan set nah sama den

alam Wijaya ngukuran tah sederhana ak gan lengas gkatkan kepa nurut Pfeffe nya dapat me Pa) dan teka dinal. Taylo anaman dapa bar (900-13 itu, ketika te katan pertum

mbar 8. Peng

an parameter arnya gaya t dimensi kilog

r air, dan je timbang, be ngan nilai co a, 2000).

hanan pene kan tetapi sa s media t adatan tanah

fer (1893) enahan tekan anan radial y or dan Ratcl at menahan 00 kPa). Pos ekanan yang mbuhan akar

garuh tekanan da

r cone index tekanan med gram gaya (k enis tanah ( sarnya tekan one index de

etrasi denga angat dipeng tanam. Me dan menuru dalam Rus nan longitud yang besarny

liff (1969a tekanan lon stulat ini me g dialami aka

akan menur

n terhadap p alam Arkin,

x (CI). Nilai dia terhadap kg/cm2). Nil (Mandang d nan per satu engan arah y

an penetrom garuhi oleh j eningkatnya unkan kemam

sel (1977), dinal sebesar

ya lebih dari a) menyimpu ngitudinal ya endukung ke

ar nilainya l run.

pertumbuhan 1981)

i yang ditunj p penetrasi k lai CI dipeng dan Nishimu uan luas dar yang berlawa meter merup jenis media bulk den mpuan akar akar tana r 10 bar (set i setengah k ulkan bahw ang nilainya simpulan Pf lebih besar d

n akar (Russe

29 jukkan alat kerucut dan garuhi oleh ura, 1992). ri beban di anan (Kisu,

pakan cara tanam dan nsity akan

menembus

aman pada tara dengan

ali tekanan a sebagian a berkisar 9 feffer. Oleh dari 13 bar,


(16)

30 e. Pemadatan Tanah (Uji Proctor)

Pemadatan tanah merupakan suatu proses ketika udara pada pori-pori dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis. Cara mekanis yang digunakan untuk memadatkan tanah bermacam-macam misalnya berupa menggilas atau memukul. Setiap daya pemadatan tertentu kepadatan yang tercapai tergantung kadar air tanahnya. Jika kadar air rendah, tanah akan keras dan kaku sehingga sulit dipadatkan. Jika kadar air ditambah, air akan berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah lebih mudah dipadatkan. Baver et al. (1978) menyatakan bahwa pemadatan tanah adalah peningkatan densitas tanah sebagai akibat dari beban atau tekanan yang diberikan. Menurut Wesley (1973), jika kadar air rendah, tanah akan sukar dipadatkan karena tanah terlalu kaku. Jika kadar air tanah terlalu tinggi, tanah juga akan sulit dipadatkan karena pori-pori tanah telah terisi oleh air. Kadar air yang tepat untuk memperoleh kepadatan maksimum (berat isi kering maksimum) disebut kadar air optimum. Bila daya pemadatan bertambah, kadar air optimum menjadi lebih rendah. Akan tetapi, jika kadar air terlalu tinggi, meskipun daya pemadatan bertambah tanah tidak akan padat karena pori-pori tanah terisi oleh air.

Pemadatan tanah terjadi baik oleh usaha pemadatan tanah maupun oleh perubahan kadar air tanah. Pada suatu usaha pemadatan tetap, berat isi kering tanah merupakan fungsi dari kadar air tanah. Mulai dari kondisi kering, berat isi kering meningkat dengan meningkatnya kadar air tanah dan mencapai puncak yang disebut berat isi kering maksimum pada nilai kadar air yang disebut kadar air optimum. Selanjutnya, berat isi kering akan menurun kembali dengan meningkatnya kadar air tanah (Baver et al. 1978).

Percobaan di laboratorium yang umum digunakan adalah Standard

Proctor Test atau American Association of State Highway and

Transportation Official Test (AASHTO Test) dan Modified Proctor Test atau Modified AASHTO Compaction Test. Usaha pemadatan dan energi pemadatan adalah tolak ukur energi mekanis yang dikerjakan terhadap suatu massa tanah. Di lapangan, usaha pemadatan diperoleh dari mesin gilas, alat-alat pemadat dengan getaran. Di laboratorium, usaha pemadatan diperoleh


(17)

31 dari tumbukan (dinamik), suatu palu dijatuhkan dari ketinggian tertentu berulang-ulang dengan beberapa lapisan tanah dalam suatu cetakan (mold) untuk menghasilkan suatu contoh tanah dengan volume tertentu. Ukuran dan bentuk palu, jumlah jatuhan, jumlah lapisan, dan volume cetakan telah dispesifikasikan dalam pengujian standar oleh ASTM dan AASHTO. Spesifikasi ini dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini (Bowles, 1989).

Tabel 2. Elemen uji pemadatan standar dan modifikasi (Bowles, 1989) Standar (ASTM D698) Modifikasi (ASTM

D1557)

Palu 24.5 N 44.5 N

Tinggi jatuhan palu 305 mm 457 mm

Jumlah lapisan 3 5

Tumbukan per lapisan 25 25

Volume cetakan 942.2 cm3 942.2 cm3

Contoh tanah Saringan Saringan

Energi pemadatan 595 KJ/cm3 2698 KJ/cm3

Lebih lanjut Bowles (1989) menyatakan bahwa metode Proctor yang orisinal dengan menggunakan kembali tanah yang telah diuji untuk keperluan berikutnya guna menghasilkan suatu kurva pemadatan lebih disukai dibandingkan penggunaan contoh tanah yang baru untuk penentuan titik-titik pada kurva tersebut dengan beberapa pertimbangan antara lain; kebutuhan tanah yang lebih sedikit dari lapangan, tempat penyimpanan yang lebih kecil, mengurangi jumlah yang harus diproses, cenderung mengurangi jumlah titik pengujian, serta mengurangi biaya pembuatan kurva pemadatan.


(18)

32 III. Metode Penelitian

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin dan Budidaya Pertanian dan Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai bulan April hingga November 2009.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Alat (pengamatan pertumbuhan bibit):

1. Polibag 2. Timbangan

3. Software SAS 6.012

4. Cone Index Penetrometer, Yamanaka. Fujiwara Seishako, LTD 5. Jangka sorong

6. Penggaris 7. Termometer 8. Kamera digital

Alat (pengujian di laboraturium) : 1. Oven

2. Desicator 3. Neraca digital 4. Obeng

5. Wadah/ember/cawan 6. Pisau

7. Pengemprot air dan corong 8. Pemadat tanah (Proctor test)

9. Ayakan (4760 μm) sesuai dengan uji pemadatan standar JIS A 1210-1480 10.Piknometer

11.Termometer 12.Mortar


(19)

33 13.Cawan evaporasi

14.Wadah air (bath) 15.Sendok pengaduk 16.Dongkrak hidrolik

Bahan:

1. Bibit I : biji jarak (B1) 2. Bibit II : stek jarak (B2)

3. Bibit III : Kultur jaringan ex-vitro jarak (B3)

4. Media tanam I : tanah , pupuk kandang, dan pasir malang (M1) 5. Media tanam II : tanah dan kulit jarak pagar kering (M2) 6. Media tanam III : tanah (M3)

C. Prosedur Penelitian

Perlakuan yang dicobakan untuk pengamatan sifat fisik dan perakaran pada bibit jarak pagar adalah media tanam dan jenis bibit yang berbeda. Tiga jenis bibit yaitu bibit yang berasal dari biji jarak, stek batang, dan kultur jaringan. Jenis media tanam yang digunakan juga berbeda yaitu media tanam berasal dari tanah, media campuran (campuran top soil dan pupuk kandang), dan kulit jarak yang dicampur dengan tanah.

1. Persiapan Bibit Jarak Pagar 1) Pembibitan dari Biji

Bibit jarak pagar yang berasal dari biji merupakan bibit yang paling mudah diperoleh dalam waktu yang relatif singkat. Biji jarak yang digunakan berasal dari jenis IP-2P yang ditanam di tempat beriklim basah. Gambar 8 berikut ini merupakan skema penyiapan bibit biji jarak pagar.


(20)

34 Gambar 9. Skema pembibitan biji jarak pagar

2) Pembibitan dari Stek

Tanaman jarak yang dipersiapkan untuk stek adalah tanaman yang sudah cukup tua dan berkayu. Batang tanaman jarak dipotong sepanjang 25-30 cm. Setelah itu, batang hasil stek langsung ditanam pada media persiapan hingga tumbuh akar dan stek dapat dipindahkan ke dalam media pembibitan.

3) Pembibitan dari Ex-vitro Jarak Pagar

Pembibitan ex-vitro jarak dikembangkan di Bagian Bioteknologi, Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Tangerang. Ex-vitro jarak bertujuan untuk memperoleh tanaman jarak yang unggul dengan cara yang lebih mudah dan waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan

Seleksi biji

Biji hasil seleksi dicuci bersih

ditiriskan

media pembibitan berupa pasir malang disiapkan (keadaan lembab)

biji diletakkan dalam media pembibitan

biarkan selama ± 2 malam atau hingga muncul kecambah

biji dipindah ke media tanam


(21)

kultur j penyiap Pen agar ti pembib dipanta busuk a masa pemb tanaman d media Pasta mu direndam dipilih tu

jaringan in-v pan bibit ex-v

Gamba ngecekan ko ngkat kebe bitan suhu d u, pengecek akar sehingg bibitan dapat d dimasukan ke d a tanam dibuat

dibuat dari talc ungkin timbul s m dalam 1 sach ditiriskan hin unas yang baik

vitro. Gamb vitro.

ar 10. Skema ondisi bibit

rhasilan bib an kelembab kan kedua ha

a tidak terja dimulai ketika t dalam sungkup

d Per dengan kompo cdengan perba saat pemotong het Biosin (20 ngga kering (ti P k, segar, dan tid

h

ar 9 di baw

a kegiatan ex ex-vitro jara bit cukup t ban udara m al tersebut di

di kegagalan Aklimati tanaman sudah akar). Peminda p. Lakukan pen dan suhu secar rsiapan Med osisi tanah : pa

10x10x1 Pembuatan andingan talc : gan tunas. Past Sterilisa gram) yang di idak dijemur la Pengambilan dak keriput dau hanya tersisa da

wah ini meru

x-vitro jarak ak pagar dil tinggi. Kare merupakan h

ilakukan tiap n pertumbuh isasi

h mengalami ka ahan

ngecekan kelem a berkala dia Tanam

sir : kompos = 15.

n Pasta :air = 1 : 1. Be ta diberikan pa asi

icampur dalam angsung di baw n Tunas un tua yang ada aun muda.

upakan skem

k pagar lakukan seca

ena pada m hal penting y

p hari agar ti han.

alus (pembeng mbaban udara, k

1:1:1 dalam p ertujuan menu da bagian yang m 5 liter air.Kem wah cahaya mat a pada tunas di

35 ma tahapan ara intensif masa awal yang harus idak terjadi gkakan pada ba kelembaban tan polybag ukuran

tupi luka yang g dipotong. mudian, tanama tahari) ipotong sehing agian nah, n an gga


(22)

36 2. Persiapan Media Tanam Bibit Jarak Pagar

1) Media tanam dengan pupuk kandang

Menurut hasil penelitian Heri Istiana dan Impron Sadikin (2008) dalam Cara Pengujian Media Tumbuh pada Pembibitan Tanaman Jarak Pagar, diperoleh hasil bahwa media tanam pembibitan jarak pagar yang baik adalah campuran tanah, pasir malang, dan pupuk kandang dengan perbandingan volume 3:1:1.

Tanah dicampur dengan pupuk kandang dan pasir pada wadah terlebih dahulu baru kemudian dimasukkan ke dalam polibag hingga terisi tiga perempat bagiannya. Media tanam yang disediakan untuk masing-masing jenis media tanam sebanyak 45 buah.

Gambar 11. Media pupuk kandang

2) Media tanam pupuk kulit jarak

Kulit jarak yang diperoleh untuk media ini berasal dari Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon, Sukabumi Jarak Pagar. Sebelumnya, kulit jarak ini dibusukkan terlebih dahulu selama 9-11 hari. Kulit jarak tersebut kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 hari dan setelah itu dapat digunakan untuk media tanam. Penggunaan kulit jarak sebagai media tanam telah digunakan pada pembibitan jarak pagar di KIJP Pakuwon.


(23)

37

Gambar 12. Pembusukan kulit jarak Gambar 13. Pengeringan kulit jarak

Kulit jarak yang telah kering kemudian dicampur dengan tanah dengan perbandingan volume tanah : kulit jarak = 2 : 1. Setelah itu, campuran tanah dan kulit jarak dimasukkan kedalam polibag yang tersedia.

3) Media tanam tanah (tanpa campuran apapun)

Tanah yang digunakan pada media tanam ini berasal dari lapisan top soil, tanpa menggunakan campuran apapun. Tanah dimasukkan ke dalam polibag yang telah disediakan.


(24)

38 D. Rancangan Percobaan

Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah RAK (Rancangan Acak Kelompok) (Gomez, 1995) dengan perlakuan jenis bibit yang berbeda yang terdiri dari tiga taraf, yaitu (1) biji jarak, (2) stek jarak pagar, (3) kultur jaringan ex-vitro, dengan media tanam yang diujikan adalah (a) media pupuk kandang, (b) media kulit jarak dan (c) media tanah. Tujuan penggunaan rancangan percobaan ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan nyata antara jenis bibit dan media tanam yang digunakan selama penelitian dengan tingkat pertumbuhan bibit yang ditinjau dari tinggi tanaman, diameter batang, maupun jumlah daun. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian dapat digunakan untuk menentukan jenis bibit yang sesuai untuk kegiatan budidaya jarak pagar. Rancangan percobaan jika diilustrasikan berupa :

Tabel 3. Rancangan percobaan penelitian

  M1 M2 M3

P1 P1M1 P1M2 P1M3

P2 P2M1 P2M2 P2M3

P3 P3M1 P3M2 P3M3

di mana: P = jenis perlakuan pembibitan M = media tanam

Model linier secara umum dari suatu rancangan satu faktor dengan rancangan acak lengkap dapat dituliskan sebagai berikut:

Yij = μ + τi + βj + εij Dimana: i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

βj = Pengaruh perlakuan kelompok ke-j

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

E. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan terhadap sifat fisik tanah dengan parameter sebagai berikut:

1. Densitas partikel merupakan rasio massa padatan dibandingkan dengan volume padatan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:


(25)

39 ρs = Ms / Vs =

Vo Vin Mo Min + +

2. Bulk density atau kerapatan lindak merupakan rasio massa padatan terhadap volume total. Bulk density dapat dihitung dalam basis basah (ρ’s) jika massa air masuk dalam perhitungan dan dalam basis kering (ρb) jika

dihitung tanpa menggunakan massa air. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

ρ's =

Vg Vw Vs Mw Mo Min Vt Mw Ms + + + + = + ρb =

Vg Vs Mo Min Vt Ms + + =

Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah, bulk density akan semakin tinggi sehingga akan semakin sulit untuk meneruskan air atau ditembus akar tanaman.

3. Porositas merupakan rasio volume dari fluida atau air dan udara terhadap volume total. Porositas dihitung berdasarkan rumus:

ft =

Vg Vl Vs Vl Vg Vt Vf + + + =

4. Standard Proctortest

Uji Proctor digunakan untuk menganalisis maximum dry density dan optimum moisture content (kadar air optimum). Dalam analisis ini, media tanam yang lolos saringan 4760 μm dipadatkan dalam suatu cetakan (mould) yang isinya 1000 cc dengan memakai alat pemukul seberat 2.5 kg yang dijatuhkan dari ketinggian 12 inci (0.3048 m). Cetakan diisi dengan tiga lapisan secara bertahap, dan setiap lapisan dipadatkan dengan 25 pukulan dari alat pemukul tersebut. Gambar 14 berikut ini merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam uji Proctor.


(26)

40 Gambar 15. Alat dan bahan uji Proctor

Percobaan diulangi hingga massa tanah dalam cetakan mengalami penurunan setelah diberi penambahan air yang berbeda.

Setelah masing-masing contoh tanah diuji, berat isi dari setiap contoh tanah dihitung:

Berat isi basah (ρt) = (t/m3)

di mana : m1 = berat cetakan dan piringan dasar, kg

m2 = berat tanah padat, cetakan, dan piringan dasar, kg v = kapasitas cetakan, cm3

Berat isi tanah kering (ρd) = (t/m3) di mana w adalah kadar air (%)

Dari data kemudian dibuat hubungan antara berat isi kering ρd pada ordinat dengan kadar air (w) pada absis. Dan juga memplotkan kurva jenuh sempurna (curve of complete saturation) atau kurva pori-pori tanpa udara (zero air void curve). Nilai berat isi jenuh (ρd sat ) untuk membuat kurva ini dihitung dengan rumus:

ρd sat = (t/m3)

dimana Gs : berat isi partikel

Puncak dari kurva di atas menunjukkan nilai kadar air optimum dan berat isi maksimum. Skema uji Proctor terlampir pada Lampiran 4.


(27)

5. Pert Pen diam a. b. c. d. e. tumbuhan bi ngamatan ini mati yaitu: Jumlah dau seluruh tan pertumbuha Tinggi bibi tanah hingg panjang. G tinggi bibit. G Pertumbuha pertumbuha pengukuran Diameter b bawah, teng Distribusi a atau horizon

ibit dan kond i merupakan

un : jumlah naman, dihit an daun.

t : diukur d ga mencapa ambar 15 d

Gambar 16.

an akar : an akar dan n panjang aka batang : me gah, dan bagi kar : melipu ntal.

disi perakara n pengamatan

daun yang tung untu

dari pangka ai titik tum di bawah in

Cara penguk

meliputi p n panjang ar awal dan a eliputi pengu ian atas deng uti pengamat

an

n pada kond

g telah mem uk mengetah

al batang ut mbuh batang

ni menunjuk

kuran tinggi

pengamatan akar. Hal i akhir masa p ukuran rata gan menggu tan terhadap t

disi fisik tan

mbuka semp hui tingkat

tama yang m g utama ya kkan cara p

i bibit terhadap ini dilakuka pembibitan. a-rata diame unakan jangk p sebaran ak

41 aman yang purna pada kecepatan menyentuh ang paling pengukuran kecepatan an dengan eter batang ka sorong. kar, vertikal


(28)

42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam

Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik media tanam pada penelitian ini berupa densitas partikel, kerapatan lindak dan porositas, tahanan penetrasi, dan uji Proctor.

1. Pengukuran Densitas Partikel

Pengukuran densitas partikel dilakukan di Laboratorium Mekanika dan Fisika Tanah. Nilai densitas partikel sebelum dan sesudah pembibitan sama besar karena merupakan rasio massa padatan media tanam dan volume padatan. Tabel 4 di bawah ini merupakan nilai densitas partikel masing-masing media tanam.

Tabel 4. Nilai densitas partikel media tanam

Media Massa (g) Densitas

partikel (g/cc) ma mb m (kering) m cawan ms

M1 152.12 165.31 70.64 48.61 22.03

2.57 148.95 157.37 65.13 51.62 13.51

M2 146.34 154.33 54.32 40.3 14.02

2.528 146.82 155.92 52.8 38.44 14.36

M3 148.12 153.58 60.24 51.66 8.58

2.736 147.06 154.74 60.8 48.66 12.14

Nilai densitas partikel M1 dan M2 berturut-turut adalah 2.57 dan 2.528 g/cc. Lebih kecil daripada nilai densitas partikel M3 sebesar 2.736 g/cc. Perbedaan nilai densitas partikel ini disebabkan oleh adanya bahan organik pada media tanam campuran pupuk kandang dan pupuk kulit jarak. Media tanah (M3) tidak mengandung bahan organik tambahan sehingga massa padatan per volume padatannya lebih besar dari kedua jenis media lain. Menurut Sarwono (1989), penambahan bahan organik akan meningkatkan porositas tanah. Selain itu, terjadi juga peningkatan kapasitas pengikatan air oleh media tanam. Semakin banyak bahan organik yang dimiliki media tanam, semakin banyak ruang-ruang tanah yang diisi oleh udara dan air sehingga semakin kecil densitas partikel media tanam.

Nilai densitas partikel diperlukan juga untuk menentukan porositas media tanam dan memplotkan kurva jenuh sempurna (curve of complete saturation) dalam pengujian pemadatan standar (standard Proctor test).


(29)

43 2. Pengukuran Kerapatan Lindak dan Porositas

Pengukuran nilai kerapatan lindak dan porositas media tanam dilakukan pada saat sebelum dan sesudah masa pembibitan. Hasil pengukuran kerapatan lindak dan porositas sebelum tanam dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Nilai kerapatan lindak dan porositas media sebelum pembibitan Media Ulangan Volume

(cc)

Massa (g) ρb (g/cc) Densitas partikel (g/cc)

Porositas

M1 1 1193.99 800.00 0.67

2.57

0.74

2 1193.99 870.00 0.69 0.73

3 1127.65 820.00 0.69 0.73

M2 1 1260.32 880.00 0.70

2.528

0.72

2 1260.32 870.00 0.69 0.73

3 1193.99 830.00 0.70 0.73

M3 1 1260.32 970.00 0.77

2.736

0.72

2 1193.99 910.00 0.76 0.72

3 1193.99 900.00 0.75 0.72

Nilai kerapatan lindak M1 sebelum masa pembibitan berkisar antara 0.67-0.69 g/cc dan porositas media tanam sebesar 73-74%. Nilai kerapatan lindak M2 sedikit lebih besar dari M1 yaitu 0.7 g/cc dan porositas rataannya adalah 72.6%. Nilai rataan kerapatan lindak M3 dari tiga ulangan adalah 0.76 g/cc dan porositas rataannya 72%. Nilai kerapatan lindak media yang memiliki kandungan bahan organik (M1 dan M2) lebih kecil daripada media berupa tanah saja (M3). Porositas media tanam M1 dan M2 menjadi lebih besar daripada M3.

Setelah masa pembibitan kembali dilakukan pengukuran nilai kerapatan lindak dan porositas dari masing-masing media. Tabel 6 berikut merupakan tabel pengukuran kerapatan lindak dan porositas setelah masa pembibitan.

Tabel 6. Kerapatan lindak dan porositas media tanam sesudah pembibitan Media Ulangan Volume

(cc)

Massa (g) ρb (g/cc) Densitas partikel (g/cc)

Porositas

M1

1 795.99 551.67 0.70

2.57

0.73

2 844.63 698.33 0.83 0.68

3 804.83 735.00 0.91 0.65

M2

1 955.19 716.67 0.75

2.528

0.70

2 857.90 693.33 0.82 0.68

3 818.10 711.67 0.89 0.65

M3

1 726.56 625.00 0.86

2.736

0.69

2 765.03 625.00 0.86 0.69


(30)

44 Sesudah masa pembibitan, nilai kerapatan lindak dan porositas masing-masing media tanam mengalami perubahan. Nilai rataan kerapatan lindak M1 naik menjadi 0.81 g/cc sehingga porositas rataannya turun menjadi 68%. Nilai rataan kerapatan lindak M2 juga mengalami kenaikan menjadi 0.82 g/cc dan porositasnya menjadi 68%. Nilai kerapatan lindak M3 naik menjadi 0.926 g/cc dan porositasnya menjadi 66%.

Nilai kerapatan lindak mempengaruhi kemampuan akar menembus tanah. Menurut Taylor et al. (1966) dalam Arkin et al. (1981) akar tanaman akan sulit menembus tanah dengan struktur masif ketika tahanan mekanis media tanam meningkat. Semakin besar nilai kerapatan lindak, porositas media tanam semakin kecil dan membentuk struktur media yang lebih masif sehingga menurunkan kemampuan akar menembus tanaman.

3. Tahanan Penetrasi

Pengujian tahanan penetrasi, merupakan salah satu cara sederhana untuk mengetahui besarnya gaya yang diperlukan oleh akar atau alat pertanian untuk menembus tanah. Pada pengujian ini, semua sampel media tanam diuji tahanan penetrasinya. Setiap sampel tanaman dikenakan 3 ulangan. Pada ulangan pertama dan kedua, penetrometer mengukur besarnya indeks CI pada bagian atas media tanam. Ulangan ke-3, penetrometer mengukur indeks CI pada bagian bawah polibag. Pada ulangan ke-3, nilai CI yang dihasilkan jauh lebih besar karena pada bagian bawah polibag media tanam lebih padat daripada bagian atas.

Histogram pengukuran tahanan penetrasi pada Gambar 17 berikut ini menunjukkan gaya nilai CI pada bagian permukaan media tanam dan dasar polibag tanaman B1 (biji jarak).


(31)

45

Gambar 17. Nilai CI B1

Nilai CI pada permukaan media tanam berturut-turut sebesar 0.9, 0.95, dan 0.4 kg/cm2. Jika dikonversikan dalam satuan kilo Paskal maka diperoleh nilai CI berturut-turut 88.25 kPa, 93 kPa, dan dan 39 kPa. Nilai CI pada bagian dasar polibag berturut-turut sebesar 2.06 kg/cm2 (202 kPa), 233 kg/cm2 (228.5 kPa), dan 1.52 kg/cm2 (149 kPa). Dari hasil pengukuran nilai CI, terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai CI biji jarak yang cukup besar antara bagian permukaan media tanam dan dasar polibag. Pengujian tahanan penetrasi untuk jenis bibit stek jarak (B2) menunjukkan hasil seperti yang terdapat pada Gambar 18 di bawah ini.

Gambar 18. Nilai CI B2

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2,20 2,40 2,60

1 2 3

CI

 

(kg/cm

2)

Jenis Media

Permukaan Dasar 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2,20 2,40 2,60 2,80

1 2 3

CI

 

(kg/cm

2)

Jenis Media

Permukaan Dasar


(32)

46 Nilai CI di permukaan media tanam stek jarak pada berbagai media berturut-turut sebesar 0.43, 0.40, dan 0.56 kg/cm2. Jika dikonversikan, nilai CI stek jarak tersebut berturut-turut 42.16 kPa, 39.26 kPa, dan 55 kPa. Nilai CI pada bagian dasar polibag berturut-turut sebesar 1.99 kg/cm2 (195.15 kPa), 2.52 kg/cm2 (247.12 kPa), dan 2.36 kg/cm2 (231.4 kPa). Jika dibandingkan dengan media tanam yang ditanami biji jarak, terdapat perbedaan nilai CI stek jarak yang cukup besar antara permukaan media tanam dan bagian dasar polibag.

Grafik nilai CI pada berbagai media untuk tanaman yang ditanam dengan menggunakan B3 (ex-vitro jarak) terlihat pada Gambar 19 di bawah ini.

Gambar 19. Nilai CI B3

Nilai CI ex-vitro jarak pada permukaan media tanam berturut-turut sebesar 0.19 kg/cm2 (18.6 kPa), 0.08 kg/cm2 (7.8 kPa), dan 0.21 kg/cm2 (20.5 kPa). Sedangkan nilai CI bagian dasar polibag berturut-turut sebesar 1.08 kg/cm2 (105.9 kPa), 0.57 kg/cm2 (55.89 kPa), dan 0.41 kg/cm2 (40.2 kPa). Nilai CI media tanam ex-vitro ini lebih kecil daripada jenis bibit lainnya.

Berdasarkan hasil pengukuran nilai CI terlihat bahwa media 1 (tanah, pupuk kandang, dan pasir malang) dan media 2 (tanah dan pupuk kulit jarak) memberikan reaksi mekanis yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan media yang hanya berupa tanah. Penyebab lebih rendahnya reaksi mekanis media 1 dan 2 adalah karena kedua media tersebut memiliki struktur yang lebih lengas dan

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20

1 2 3

CI

 

(k

g/

cm

2)

Jenis Media

Permukaan Dasar


(33)

47 berpori daripada media 3 akibat adanya unsur organik yang terkandung dalam tanah. Media 3 juga memiliki unsur organik alami karena berasal dari lapisan top soil. Akan tetapi, kandungan bahan organik media 3 jauh lebih kecil daripada media 1 dan 2. Besarnya kerapatan lindak media tanam mempengaruhi nilai tahanan penetrasinya. Semakin besar nilai kerapatan lindaknya, nilai tahanan penetrasi yang ditunjukkan penetrometer semakin tinggi.

Nilai kerapatan lindak, porositas, dan CI mempengaruhi kemampuan akar untuk menembus tanah. Akar tanaman akan berhenti tumbuh jika dikenai gaya sebesar 850 kPa (Arkin, 1981). Nilai CI maksimum yang diperoleh dari semua jenis media tanam sebesar 247.12 kPa. Dapat disimpulkan bahwa akar tanaman masih terus tumbuh pada tekanan tersebut. Meskipun demikian, pertumbuhan akar tanaman akan berkurang seiring dengan pertambahan tekanan (lihat Gambar 8). Jika gaya tekan akar lebih besar daripada kerapatan lindak, pertumbuhan akar terus berlangsung. Sebaliknya, jika gaya tekan akar lebih kecil daripada kerapatan lindak, pertumbuhan akar terhenti, akar tanaman tumbuh ke arah horizontal dan terjadi peningkatan diameter akar. Pada pembahasan pembibitan jarak pagar akan disajikan data perakaran dan pertumbuhan akar jarak yang nantinya dapat dihubungkan dengan besarnya nilai CI. Tabel pengukuran grafik tahanan penetrasi pada semua media terdapat pada Lampiran 3.

4. Kerapatan Lindak terhadap Kadar Air (Uji Proctor Standar)

Pengujian pemadatan standar Proctor dilakukan pada masing-masing media tanam sebelum maupun sesudah digunakan untuk kegiatan pembibitan. Hasil dari pengujian ini adalah mengetahui perubahan berat isi maksimum dan kadar air optimum pada masing-masing media sebelum dan sesudah digunakan untuk kegiatan pembibitan. Kegunaan uji Proctor ini adalah untuk mengetahui berat isi kering maksimum yang menyebabkan pemadatan tanah. Kondisi pemadatan tanah harus dihindarkan agar akar tanaman terus tumbuh dan menyerap nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Melalui hasil pengujian kondisi M1 sebelum pembibitan, diperoleh berat isi kering maksimum (ρd) sebesar 1.362 t/m3 dengan kadar air optimum 33.79%.


(34)

48 Setelah tanah tersebut digunakan untuk pembibitan, ternyata berat isi kering maksimumnya turun menjadi 1.123 t/m3 dengan kadar air optimum 29.46%. Hal ini menunjukkan pada M1 terdapat banyak bahan organik yang mempengaruhi komposisi tanah yang terdapat pada media tersebut. Pada akhir masa pembibitan, kandungan bahan organik dalam media tanam telah banyak berkurang, sehingga menyebabkan kemampuan media tanam mengikat air juga berkurang. Media tanam lebih mudah melepaskan air sehingga berat isi kering maksimum dan kadar air optimum menjadi berkurang. Tabel dan grafik pengukuran berat isi kering maksimum dan kadar air optimum untuk M1 sebelum dan sesudah pembibitan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.

Hasil pengujian Proctor M2 sebelum digunakan untuk pembibitan menunjukkan hasil berat isi kering sebesar 1.246 t/m3 dengan kadar air optimum 36.14%. Setelah digunakan untuk pembibitan, berat isi kering maksimum M2 adalah sebesar 1.204 t/m3 dengan kadar air optimum sebesar 37.57%.

Berat isi kering M2 sebelum dan sesudah masa pembibitan turun sedikit, demikian pula dengan kadar air optimum. Hal ini dikarenakan tanah merupakan penyusun utama media tanam 2, sehingga berat isi kering maksimumnya merupakan berat isi kering maksimum tanah. Sedangkan pupuk kulit jarak mempengaruhi besar kecilnya kadar air optimum. Melalui uji Proctor M2 sebelum masa pembibitan, pengujian dengan kadar air berbeda-beda dilakukan hingga 12 kali, karena pupuk kulit jarak menyerap air dengan sangat baik. Sedangkan sesudah pembibitan, kegiatan pengujian cukup dilakukan sebanyak 10 kali. Tabel perhitungan dan grafik M2 sebelum dan sesudah penanaman dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8.

Uji Proctor M3 untuk kondisi tanah sebelum tanam menunjukkan hasil berat isi kering maksimum sebesar 1.310 t/m3 dengan kadar air optimum sebesar 37.74%. Setelah masa pembibitan, berat isi kering maksimum menjadi sebesar 1.281 t/m3, akan tetapi kadar air optimumnya berubah sangat sedikit yaitu menjadi sebesar 37.73 %. Melalui hasil pengukuran terlihat bahwa tidak terjadi perubahan berat isi kering maksimum maupun kadar air optimum yang signifikan pada M3 sebelum dan sesudah pembibitan. Ternyata selama pembibitan jarak pagar, M3


(35)

49 tidak banyak terjadi perubahan sifat mekanik. Tabel perhitungan dan grafik uji Proctor M3 sebelum dan sesudah pembibitan terdapat pada Lampiran 9 dan 10.

Grafik di bawah ini merupakan grafik perbandingan hasil uji Proctor pada berbagai media sebelum masa pembibitan.

Gambar 20. Grafik uji Proctor berbagai media sebelum tanam

Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui grafik tersebut, terlihat bahwa M1 memiliki kadar air optimum dan berat isi kering maksimum tertinggi di antara media lainnya. Setelah kegiatan pembibitan, kadar air optimum dan berat isi kering maksimum mengalami perubahan, sebagaimana dapat dilihat dari grafik di bawah ini.

Gambar 21. Grafik uji Proctor berbagai media sesudah tanam

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800 0,900 1,000 1,100 1,200 1,300 1,400 1,500

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52

ρ d   (t /m 3)

Kadar Air (%)

Media I Media II Media III

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800 0,900 1,000 1,100 1,200 1,300 1,400 1,500

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

ρ

d

 

(t/m3)

Kadar Air (%)

Media I Media II Media III


(36)

50 Melalui pengujian sifat fisik dan mekanik media tanam berupa uji tahanan penetrasi, kerapatan lindak, dan uji standard Proctor, terlihat bahwa M1 menyediakan lingkungan tumbuh yang optimal bagi jarak pagar untuk semua jenis bibit dibanding media lainnya. Nilai kerapatan lindak, porositas, dan pengujian Proctor M2 berada di antara M1 dan M3. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organik yang terdapat pada pupuk kulit jarak yang mempengaruhi sifat fisik dan mekanik media tanam.

Kemampuan M1 untuk menunjang pertumbuhan bibit secara optimal dengan sifat fisik dan mekanis tersebut dibuktikan lebih lanjut dengan pengamatan perkembangan bibit dan perakaran. Pengamatan terhadap kemampuan tumbuh bibit yang ditanam pada M2 juga dilakukan untuk mengetahui potensi M2 sebagai media tanam pembibitan jarak pagar.

C. Perkembangan Bibit

Kegiatan pembibitan tidak dimulai secara serempak karena lama waktu penyiapan bibit yang berbeda-beda. Pembibitan dengan biji dimulai paling awal karena penyiapan bibit dari biji yang cukup singkat. Setelah kulit biji terkelupas dan mengeluarkan rambut akar, biji dapat langsung dipindahkan ke media tanam yang telah disiapkan. Sebanyak masing-masing 15 tanaman dimasukkan ke dalam tiap media dan diletakkan di tempat berbeda-beda tergantung pada ulangan masing-masing. Pembibitan dimulai pada tanggal 15 April 2009 bertempat di sebuah greenhouse Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan berlangsung selama 10 minggu. Lama waktu ini merupakan jangka waktu yang optimal dalam pembibitan jarak pagar. Bibit yang berasal dari biji kemudian dinotasikan dengan nama B1. Gambar 21 dan 22 berikut ini adalah gambar penyiapan bibit dari biji dan stek.


(37)

51

Gambar 22. Penyiapan bibit dari biji Gambar 23. Penyiapan bibit dari stek Pembibitan stek jarak dimulai pada tanggal 16 April 2009. Kegiatan awal pembibitan di mulai dari pengambilan tanaman dari tanaman induk, kemudian ditanam pada media tanam sementara hingga kondisi perakaran yang cukup kuat. Kegiatan ini dilakukan di Bagian Bioteknologi Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang. Lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan kondisi perakaran yang cukup kuat selama 3 minggu. Kemudian, tanaman dibawa ke greenhouse di Laboraturium Lapangan Leuwikopo dan dipindahkan ke media tanam yang telah disediakan. Tanaman yang digunakan jumlahnya sebanyak 15 tanaman untuk masing-masing media tanam pada ulangan yang berbeda-beda. Bibit yang berasal dari stek kemudian dinotasikan dengan nama B2.

Kegiatan ex-vitro jarak juga dilakukan di Bagian Bioteknologi Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang. Curah hujan yang cukup tinggi pada bulan April-Mei menyebabkan penyiapan bibit diulang sebanyak dua kali akibat banyaknya bibit yang mengalami busuk batang sebagai akibat dari tingginya kelembaban udara. Bibit yang berasal dari ex-vitro selanjutnya disebut sebagai B3. Gambar 24 dan 25 berikut ini adalah gambar penyiapan bibit dari ex-vitro dan penyimpanan bibit di dalam sungkup.


(38)

52

Gambar 24. Penyiapan bibit dari ex-vitro Gambar 25. Bibit dalam sungkup Setelah penyiapan masing-masing jenis bibit dilakukan dan sistem perakaran diperkirakan cukup kuat untuk dipindahkan ke media tanam yang sebenarnya, bibit kemudian dipindahkan ke dalam greenhouse dan disusun berdasarkan susunan yang telah dipersiapkan menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK). Terdapat 3 media tanam yang digunakan untuk masing-masing jenis bibit. Media 1 berasal dari campuran tanah, pasir malang, dan pupuk kandang (dinotasikan sebagai M1). Media 2 merupakan media tanam yang berasal dari campuran tanah dan kulit jarak hasil pembusukan yang telah dikeringkan (dinotasikan sebagai M2). Dan media tanam yang menggunakan tanah tanpa campuran apapun disebut sebagai M3. Untuk masing perlakuan terdapat 3 ulangan dan masing-masing tanaman ditanam sebanyak 5 sampel. Skema pengaturan penanaman dan susunan ulangan dapat dilihat pada Lampiran 11.

Kegiatan pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi beberapa indikator seperti tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun. Pengamatan dilakukan setiap minggu karena tanaman termasuk dalam kategori tanaman dengan pertumbuhan cepat.

1. Tinggi Bibit

Pada minggu-minggu awal kegiatan pertumbuhan, semua jenis bibit jarak yang ditanam pada M1 menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi dibandingkan media-media lainnya. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran pertumbuhan yang dilakukan tiap minggu. Namun, setelah memasuki minggu ketiga, bibit yang ditanam pada M2 menunjukkan tingkat pertumbuhan yang mendekati tingkat pertumbuhan bibit pada M1. Pada bibit yang berasal dari biji dan ditanam pada M2 (B1M2), baik tinggi tanaman, jumlah daun maupun diameter batang dari ketiga ulangan menunjukkan pertumbuhan tanaman yang


(39)

53 cukup tinggi dan mendekati bibit dari biji (B1M1) sejak 3 MST (minggu setelah tanam). Gambar 25 di bawah ini adalah grafik pertumbuhan tinggi tanaman B1 tiap minggu pada ketiga media tanam selama masa pembibitan.

Gambar 26. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman dengan biji

Hasil pertumbuhan B1 ulangan 1 pada minggu ke-1, tinggi tanaman pada masing-masing media adalah 7.82 cm (B1M1), 5.84 cm (B1M2), dan 3.48 cm (B1M3). Baik B1M1 dan B1M2 menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang cukup tinggi memasuki minggu ketiga, sedangkan B1M3 mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup tinggi pada antara minggu ke-2 dan minggu ke-3. Namun, setelahnya, tingkat pertumbuhan mengalami peningkatan yang tidak terlalu banyak. Pada akhir masa pembibitan, tinggi B1M1 mencapai 40.02 cm, B1M2 mencapai 36.5 cm dan B1M3 mencapai 30.5 cm. Pertambahan tinggi B1M1 selama masa pembibitan adalah sebesar 32.2 cm, B1M2 mengalami pertambahan tinggi tanaman rata-rata sebesar 30.66 cm, dan 27.02 cm pada B1M3. Pertambahan tinggi tanaman yang ditanam dalam media pupuk kandang merupakan yang tertinggi dibandingkan bibit yang ditanam pada media lainnya.

Pada bibit yang berasal dari stek (B2) menunjukkan hasil yang cukup bervariasi dari tiga ulangan selama proses pertumbuhannya. Akan tetapi, stek yang ditanam pada M2 (B2M2) tetap menunjukkan hasil pertumbuhan yang cukup memuaskan. Gambar 27 berikut ini adalah grafik pertumbuhan tinggi tanaman B2 tiap minggu pada ketiga media tanam selama masa pembibitan.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

T

inggi

 

Tna

m

an

 

(c

m

)

Minggu ke‐

B1M1 B1M2 B1M3


(40)

54

Gambar 27. Grafik pertumbuhan tanaman dengan stek

Seperti yang terlihat pada grafik, pada awal pertumbuhan tinggi B2M1, B2M2, dan B2M3 berturut-turut adalah 28.58 cm, 24.62 cm, dan 27.82 cm. B2M2 pada minggu-minggu awal pertumbuhan menunjukkan hasil pertumbuhan di bawah media lainnya. Akan tetapi, menjelang akhir masa pembibitan, pertumbuhan B2M2 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan hingga dapat menyamai tingkat pertumbuhan B2M1. Pada akhir masa pertumbuhan, tinggi B2M1 adalah 45.8 cm, B2M2 44.88 cm, dan B2M3 42.48 cm. Pertambahan tinggi stek jarak pada media 2 (B2M2) selama masa pembibitan menunjukkan hasil pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 20.26 cm, kemudian B2M1 dengan pertambahan tinggi sebesar 17.22 cm, dan B2M3 sebesar 14.66 cm. Karena berasal dari bagian tanaman yang telah dewasa, pertumbuhan tanaman yang berasal dari stek lebih cepat daripada kedua jenis bibit lainnya dan lebih tahan terhadap serangan hama kutu daun.

Pembibitan dengan menggunakan ex-vitro baru dapat dilakukan setelah perakaran kuat. Tidak seperti stek, karena berasal dari bagian tanaman muda (pucuk tanaman), bibit ex-vitro memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan kondisi perakaran yang cukup kuat dan pertumbuhan yang lebih stabil. Karena pada bulan April-Mei 2009 kondisi cuaca banyak hujan dan lembab mengakibatkan pada minggu awal pembibitan terdapat sejumlah bibit yang mengalami busuk akar karena media tanam yang terlalu lembab. Hal ini

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Tinggi

 

Tanaman

 

(c

m)

Minggu ke‐

B2M1 B2M2 B2M3


(41)

55 menyebabkan jumlah bibit yang berasal dari ex-vitro yang bertahan hidup lebih sedikit dibandingkan jenis bibit yang lain.

Hasil pengamatan pertumbuhan B3 secara umum pertumbuhan bibit dengan M1 (B3M1) menunjukkan hasil pertumbuhan yang paling signifikan dibandingkan media-media lainnya. Hal ini disebabkan kondisi media tanam yang lebih berpori sehingga air lebih mudah dilewatkan dan kondisi buruk akar pada media ini merupakan yang paling minimal. Pada media lain, busuk akar dapat dihindarkan dengan pengecekan secara berkala pada tanaman pada saat hujan dan kelembaban yang tinggi. Gambar 28 di bawah ini adalah grafik pertumbuhan tinggi tanaman B3 tiap minggu pada ketiga media tanam selama masa pembibitan.

Gambar 28. Grafik pertumbuhan tanaman dengan ex-vitro

Grafik di atas menunjukkan tinggi pertumbuhan tanaman rataan yang fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh beberapa tanaman yang mengalami busuk batang pada minggu awal pembibitan sehingga mempengaruhi rataan umum tinggi tanaman. Bibit yang paling banyak terkena busuk batang terutama bibit yang ditanam pada M3.

Melalui grafik di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan tanaman pada masing-masing media mengalami perbedaan yang cukup signifikan. Pada awal masa pembibitan, tinggi B3M1, B3M2, dan B3M3 berturut-turut adalah 16.7 cm, 14.6 cm, dan 13.6 cm. Karena pada minggu-minggu awal pembibitan curah hujan pada daerah penelitian cukup tinggi, banyak tanaman yang mengalami gugur daun

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Tinggi

 

Tanaman

 

(cm)

Minggu ke‐

B3M1 B3M2 B3M3


(42)

56 sehingga tinggi tanaman menurun dan jika kelembaban terlalu tinggi, tanaman akan mengalami busuk batang. Kondisi ini menyebabkan batang tanaman tidak dapat menopang pertumbuhan serta tidak dapat menyalurkan air dan nutrisi yang diserap oleh akar ke daun. Tanaman yang mengalami busuk batang akan cepat mengalami kematian. Kondisi busuk batang pada awalnya ditandai kondisi batang yang lembek atau lunak karena serat-serat dalam batang yang membusuk. Jika kondisi terus berlanjut, warna batang yang semula berwarna hijau segar akan berubah menjadi coklat dan kisut. Tanaman yang mengalami busuk batang pada minggu awal pertumbuhan diganti dengan tanaman baru. Akan tetapi, jika tanaman mengalami busuk batang setelah minggu ke-4, sampel tanaman tersebut tidak diganti dengan tanaman baru. Gambar 29 di bawah ini menunjukkan kondisi tanaman yang mengalami busuk batang pada minggu awal kegiatan pembibitan.

Gambar 29. Busuk batang pada jarak pagar

Pada akhir masa pembibitan, B3M1 menunjukkan hasil yang paling tinggi dibandingkan bibit-bibit lain yang ditanam pada media berbeda. Dari tabel rataan, baik B3M1 maupun B3M2 terdapat 3 dari 5 sampel yang ditanam pada masa pembibitan yang masih dapat bertahan. Sedangkan pada M3, hanya satu sampel tanaman saja yang dapat bertahan hidup.

Pengamatan hasil kegiatan pembibitan jarak pagar yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tanaman yang ditanam pada M2 secara umum memiliki memberikan hasil pertumbuhan yang tak kalah dengan M1. Kandungan hara yang terdapat pada kulit jarak diteliti dengan melakukan pengujian di Laboraturium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tabel 7 berikut ini adalah tabel perbandingan kandungan hara pupuk kulit jarak dari hasil pengujian.


(43)

57 Tabel 7. Perbandingan kandungan hara pupuk kulit jarak dengan pupuk kandang

Sumber : * Lab Tanah IPB

** Makkaret al. (1997) dalam Hambali et al. (2006)

Hasil pengujian kandungan hara menunjukkan bahwa kandungan bahan organik M2 tidak kalah dengan M1 sehingga dapat digunakan sebagai media tanam yang cocok untuk pembibitan jarak pagar. Meskipun demikian, perlu juga dilakukan analisis statistik untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nyata antara pertumbuhan tanaman yang ditanam pada M1 dan M2.

Kegiatan perawatan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan, pengecekan kondisi tanaman dan lingkungan, dan pemupukan serta penyemprotan pestisida. Penyiraman air pada lima minggu pertama dilakukan pada pagi dan sore hari, tergantung kondisi cuaca harian. Jika curah hujan tinggi, penyiraman air cukup sekali sehari atau tidak sama sekali. Setelah 5 minggu, barulah tanaman cukup disiram sehari sekali. Penyiangan bertujuan mengendalikan tumbuhan liar yang ikut tumbuh dalam polibag dan mengganggu tanaman. Penyiangan dilakukan seminggu sekali. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman tidak terganggu oleh tanaman lain.

Pengecekan kondisi tanaman dan lingkungan meliputi pengamatan kondisi batang, daun, dan kondisi di dalam greenhouse. Jika kondisi daun dan batang kurang baik, dilakukan pemupukan atau pemberian pestisida. Jika kondisi lingkungan yang kurang baik, dilakukan pembersihan lantai greenhouse.

Pemupukan perlu dilakukan pada tanaman, karena media tanam tidak dapat terus menerus menyuplai nutrisi pada tanah. Pupuk yang diberikan untuk tanaman antara lain urea, SP-36, dan KCL. Pemupukan dilakukan tiap 2 minggu sekali, atau tergantung kondisi tanaman pada 1 minggu setelah pemberian pupuk. Selain itu, pemupukan juga dilakukan untuk daun. Pupuk yang diberikan adalah Gandasil D, yang diberikan tiap 10 hari sekali.

Hama dan penyakit yang menyerang tanaman selama proses pembibitan juga turut mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman. Hama yang menyerang jarak

Komposisi (%) Kulit jarak* Pupuk kotoran sapi**

Pupuk kotoran ayam**

Nitrogen 1.84 0.97 3.04

Fosfor 0.28 0.69 6.27


(44)

58 pagar selama pembibitan diduga adalah kutu daun (Myzus persicae). Kutu daun mengelompok pada bagian bawah permukaan daun serta pada tunas dan menghisap cairan pada daun (Pracaya, 2007). Cara meminimalisir serangan kutu daun adalah dengan pemberian Decis setiap sepuluh hari sekali. Gambar di bawah ini adalah gambar tanaman yang terkena hama kutu daun dan kondisi tanaman yang sakit.

Gambar 30. Hama kutu daun Gambar 31. Kondisi tanaman yang sakit

Agar kutu daun tidak menyebar ke tanaman lain, penyemprotan Decis dilakukan secara teratur dan penyiraman air dilakukan secara hati-hati sehingga tanaman lain tidak terkena. Namun, karena pengaruh lingkungan yang besar akibat dari kondisi lingkungan yang heterogen, sebagian besar tanaman terkena kutu daun dalam berbagai tingkat serangan. Tanaman yang terkena kutu daun tingkat ringan, tanaman tersebut tetap tumbuh dengan baik. Akan tetapi jika sudah tingkat serangan termasuk kategori berat, daun tanaman mengering dan akhirnya mati (Gambar 31).

Hasil analisis statistik tinggi tanaman jarak dengan menggunakan software SAS 6.0.12, diperoleh bahwa tinggi tanaman yang ditanam pada jenis media tanam yang berbeda tidak mengalami perbedaan nyata pada 1 MST dan 2 MST (pada taraf 5%). Memasuki 3 MST, terdapat perbedaan nyata tinggi tanaman antara M1 dengan M2 dan M3. Sementara itu, tinggi tanaman antara M2 dan M3 tidak terdapat perbedaan yang nyata. Mulai 4 MST, antara M1 dan M2 tidak terdapat perbedaan nyata sedangkan M3 menunjukkan perbedaan nyata dengan jenis media lainnya. Hal ini terjadi hingga 10 MST. Hasil ini kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%, diperoleh hasil pada akhir masa pembibitan, tinggi tanaman ditanam pada M1 tidak berbeda nyata dengan


(45)

59 tinggi tanaman yang dibibitkan dalam M2. Tinggi tanaman ditanam pada M1 dan M2 berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada M3. Ringkasan hasil analisis statistik tinggi tanaman terhadap jenis media dan jenis bibit dan uji lanjut Duncan terdapat pada Lampiran 18 dan 19.

2. Jumlah Daun dan Diameter Batang

Parameter lain yang diamati pada perkembangan bibit adalah jumlah daun dan diameter batang. Hasil dari pengamatan tersebut diplotkan ke dalam grafik hubungan pertambahan jumlah kumulatif daun dan perkembangan diameter batang (ΔǾ) terhadap minggu pembibitan. Pertambahan jumlah daun tiap minggunya tidak tetap, karena adanya daun yang gugur akibat adanya serangan kutu daun. Oleh karena itu, Gambar 32 di bawah ini menunjukkan grafik pertambahan jumlah daun kumulatif bibit biji jarak.

Gambar 32. Grafik pertambahan jumlah daun kumulatif B1

Jumlah daun kumulatif pada masing-masing jenis bibit di ulangan 1 ini tiap minggu selalu mengalami peningkatan meskipun tidak sama tingkat kenaikan tiap minggunya. Hal ini disebabkan oleh adanya penyakit yang dialami oleh tanaman maupun sebab-sebab luar yang menyebabkan daun kering dan gugur.

Pada perkembangan diameter batang tiap minggu pada masing-masing jenis mengalami peningkatan sebesar 0.1 cm/minggu. Perkembangan diameter batang dari awal hingga akhir pembibitan mencapai 0.646 cm untuk bibit yang ditanam pada M1, 0.55 cm untuk bibit yang ditanam pada M2, dan 0.59 cm untuk bibit

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Jumlah

 

Daun

 

(helai)

Minggu ke‐

B1M1 B1M2 B1M3


(46)

60 yang ditanam pada M3. Grafik di bawah ini merupakan grafik perkembangan diameter batang tiap minggu.

Gambar 33. Grafik laju pertumbuhan diameter batang B1

Laju pertumbuhan diamater batang bibit biji jarak yang ditanam pada media 1 dan 2 menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih stabil daripada tanaman yang ditanam pada media 3.

Pertumbuhan jumlah daun pada B2 menunjukkan nilai yang fluktuatif. Bibit jarak yang ditanam pada M1 mengalami pertumbuhan jumlah daun yang relatif lebih stabil dan memiliki jumlah daun tertinggi pada akhir masa pembibitan, diikuti tanaman yang ditanam pada M2 dan M3. Gambar 34 berikut ini menyajikan grafik pertumbuhan jumlah daun kumulatif pada B2.

Gambar 34. Grafik pertumbuhan jumlah daun kumulatif B2

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

ΔǾ

 

(c

m)

Minggu ke ‐

B1M1 B1M2 B1M3

0 2 4 6 8 10 12 14

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Jumlah

 

Da

un

 

(helai)

Minggu ke‐

B2M1 B2M2 B2M3


(47)

61 Pertumbuhan jumlah daun yang fluktuatif pada B2 disebabkan oleh gugur daun akibat serangan hama kutu, daun menguning karena kekurangan unsur hara, dan (pada beberapa kesempatan) rusaknya daun akibat terkena air ketika siang hari.

Perkembangan diameter batang tanaman yang ditanam pada masing-masing media pada B2 secara umum mengalami tingkat pertumbuhan yang sama. Grafik di bawah ini adalah grafik perkembangan diamter batang B2 pada ulangan 1.

Gambar 35. Grafik laju pertumbuhan diameter batang B2

Perkembangan diameter batang stek jarak yang ditanam pada media 2 (B2M2) menunjukkan tingkat laju pertumbuhan yang terbesar dari ketiga media tanam.

Pertumbuhan jumlah daun pada B3 menunjukkan hasil yang kurang bagus dibandingkan dengan bibit lainnya. Pertumbuhan jumlah daun tanaman di media lainnya mengalami fluktuasi mulai dari awal hingga akhir pembibitan. Gambar 36 berikut ini menunjukkan pertumbuhan jumlah daun kumulatif tanaman ex-vitro jarak selama masa pembibitan.

0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,350 0,400 0,450

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

ΔǾ

 

(cm)

Minggu ke ‐

B2M1 B2M2 B2M3


(48)

62 Gambar 36. Grafik pertumbuhan jumlah daun kumulatif B3

Perkembangan diameter batang B3 juga mengalami fluktuasi. Seperti yang terlihat pada Gambar 36, terlihat bahwa bibit yang ditanam pada M1 dan M2 mengalami penurunan antara minggu ke-5 dan ke-6, hal ini dikarenakan banyak tanaman yang mengalami busuk batang, sehingga rataan diameter batang pun mengalami penurunan. Gambar 37 berikut ini menunjukkan perkembangan diameter batang ex-vitro jarak.

Gambar 37. Perkembangan diameter batang B3

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Ju

m

la

h

 

da

un

 

(helai)

Minggu ke‐

B3M1 B3M2 B3M3

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Δ

ø

 

(cm)

 

Minggu ke‐

B3M1 B3M2 B3M3


(49)

63 Pada akhir masa pembibitan, ex-vitro jarak yang ditanam pada M2 memiliki diameter batang lebih besar daripada kedua media lainnya. Setelah itu, berturut-turut diameter batang jarak pada M1 dan M3. Data pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang pada masing-masing media dalam 3 ulangan terdapat pada Lampiran 12-17.

Hasil analisis statistik terhadap diameter batang jarak pagar yang ditanam pada berbagai media tanam tidak berbeda nyata dari 1 hingga 5 MST pada taraf 5%. Seperti halnya dengan jumlah daun, mulai dari 6 – 10 MST, terdapat perbedaan nyata antara M3 dengan M1 dan M2. Sedangkan M1 dan M2 tidak berbeda nyata. Hasil ini kemudian di uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Hasil dari uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa perkembangan diameter batang pada M1 dan M2 tidak menunjukkan perbedaan nyata. Ringkasan hasil analisis statistik diameter batang terhadap jenis media dan jenis bibit serta uji lanjut Duncan terdapat pada Lampiran 20 dan 21.

Jumlah daun yang berasal dari jenis media tanam yang berbeda tidak berbeda nyata dari 1 hingga 5 MST pada taraf 5%. Mulai dari 6 hingga akhir masa pembibitan (10 MST), M1 dan M2 tidak berbeda nyata. Sedangkan M3 menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan media lainnya. Hasil ini juga di uji dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Dari hasil uji lanjut Duncan, pertumbuhan jumlah daun pada M1 dan M2 tidak memiliki perbedaan nyata. Hasil analisis dan uji lanjut Duncan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 22 dan 23.

Melalui hasil analisis statistik berupa tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan M2 sebagai media tanam bibit jarak pagar memberikan hasil pertumbuhan yang optimal bagi bibit karena M1 dan M2 lebih baik daripada M3.

Pada pengaruh penggunaan jenis bibit selama pembibitan baik terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang melalui uji statistik menunjukkan bahwa B2 berbeda nyata dengan B1 dan B3 pada taraf 5% mulai dari 1 MST hingga 10 MST (dari awal hingga akhir masa pembibitan). Hal ini terjadi karena B2 berasal dari stek yang telah mengalami pertumbuhan tinggi dan jumlah daun lebih dari jenis bibit lainnya. Oleh karena itu, hasil yang ditunjukkan


(50)

64 pada bibit B2 menunjukkan hasil pertumbuhan yang lebih tinggi pada pengujian analisis statistik.

Pengaruh interaksi antara media tanam dan jenis bibit yang digunakan selama pembibitan ternyata tidak menunjukkan adanya hubungan nyata. Artinya, baik media tanam dan jenis bibit yang digunakan merupakan kejadian saling bebas dan tidak saling mempengaruhi. Jenis bibit yang akan dipilih tergantung pada tujuan pembibitan tersebut. Bibit yang berasal dari stek dan ex-vitro memiliki produktivitas yang tinggi sehingga cocok jika bertujuan untuk mengembangkan jarak pagar dalam waktu singkat dan juga untuk mengembangkan produksi minyak jarak (CPO). Jika tujuan pembibitan jarak pagar adalah untuk produksi bibit, maka bibit yang berasal dari biji lebih baik. Selain itu, kondisi perakaran yang lebih kuat dan stabil daripada bibit yang merupakan hasil pengembangbiakan vegetatif.

3. Perkembangan Akar

Parameter lain yang diamati pada saat awal penanaman adalah pertumbuhan akar dan distribusi akar. Sistem perakaran jarak pagar adalah akar tunggang. Pada bibit yang berasal dari biji, akar tunggang jarak pagar terlihat jelas. Sedangkan pada bibit yang berasal dari pengembangbiakkan vegetatif, akar jarak yang muncuk menyerupai akar serabut, di mana akar primer belum terlihat jelas. Masa pembibitan hanya berlangsung selama 10 minggu sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengamati perkembangan akar primer jarak tersebut. Gambar di bawah menunjukkan kondisi perakaran B1 sebelum ditanam dan ketika masa pembibitan selesai dan akan dipindah tanam.


(51)

65 Pada awal pembibitan, rata-rata panjang akar untuk masing-masing media antara lain 5 cm untuk B1M1 dan B1M2, dan 4 cm untuk B1M3. Pada akhir masa pembibitan, panjang akar B1M1 rata-rata adalah 17.5 cm, pada B1M2 adalah 16 cm, dan pada B1M3 adalah 20 cm. Distribusi akar B1 ini vertikal dengan struktur akar tunggang.

Panjang akar pada masa awal pembibitan B2 rata-rata berkisar 4-6 cm. Pada akhir masa pembibitan, panjang akar untuk B2M1 dan B2M2 adalah 13 cm, sedangkan pada B2M3 berkisar 15 cm.

Gambar 40. Kondisi akar awal B2 Gambar 41. Kondisi akar akhir B2 Distribusi akar untuk B2 adalah horizontal dan struktur akar adalah akar tunggang. Sebagaimana halnya pengaruh perakaran dan tahanan penetrasi pada B1 terhadap pertumbuhan tanaman, pada B2 pun terjadi kondisi yang sama. Panjang akar M3 pada akhir masa pembibitan merupakan yang paling panjang. Akan tetapi, karena tahanan penetrasi M3 juga cukup besar, pertumbuhan bibit yang ditanam pada M3 kurang optimal sehingga secara umum tingkat pertumbuhannya berada di bawah bibit yang ditanam pada M1 dan M2.

Panjang akar pada masa awal pembibitan untuk B3 berkisar 3-5 cm. Pada masa akhir pembibitan, B3M1 memiliki panjang akar 12 cm, B3M2 memiliki panjang akar 14 cm, dan B3M3 panjang akar rataannya adalah 18 cm. Distribusi akar terjadi secara horizontal dengan struktur akar adalah akar tunggang yang masih menyerupai struktur akar serabut.


(52)

66

Gambar 42. Kondisi akar awal B3 Gambar 43. Kondisi akar akhir B3 Melalui hasil pengujian tahanan penetrasi untuk semua media, diperoleh nilai tahanan M3 lebih besar daripada M1 dan M2. Akan tetapi, pada hasil pengukuran panjang akar diperoleh panjang akar bibit yang ditanam pada M3 lebih panjang dari media lain. Hal ini karena kandungan bahan organik M3 lebih rendah sehingga akar tanaman memanjangkan akarnya untuk mendapatkan nutrisi tanaman. Kerapatan lindak dan tahanan penetrasi M3 lebih besar daripada kedua media lain. Untuk mengatasinya, tanaman mengecilkan diameter akar dan distribusi akar secara horizontal. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman pada M3 secara umum menunjukkan hasil yang tidak optimal.

Hasil pengamatan terhadap perkembangan bibit yang meliputi tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun dan perkembangan akar, terlihat bahwa bibit yang ditanam pada M1 mengalami pertumbuhan optimal yang ditunjang oleh kondisi fisik dan mekanis media tanam yang optimal. Pertumbuhan optimal juga ditunjukkan oleh tanaman jarak yang ditanam pada M2. Ketika akar tanaman mengalami hambatan untuk pertumbuhan dan penetrasi akar karena kerapatan lindak media tanam yang tinggi, pertumbuhan tanaman juga terganggu meskipun kondisi lingkungan pembibitan mendukung. Demikian juga halnya jika porositas media tanam rendah, pertumbuhan dan penetrasi akar juga terganggu.


(1)

109 Lampiran 21. Hasil Uji Lanjut Diameter Batang dengan Metode Duncan pada

Beda Taraf 5%.

Minggu ke- Diameter Batang

M1 M2 M3

1 0.77567a 0.77222a 0.76500 a

2 0.81389a 0.81167a 0.80222 a

3 0.91389a 0.88313a 0.86544 a

4 0.95173a 0.91909a 0.89907 a

5 0.94911a 0.90731a 0.89707 a

6 1.00929a 0.99473a 0.95509 a

7 1.03171a 1.03169a 0.98267 a

8 1.07731a 1.07589a 1.00240 a

9 1.10733a 1.10011a 1.03602 a

10 1.13596a 1.12011a 1.05816 a

Catatan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada beda taraf 5%.


(2)

110 Lampiran 22. Sidik Ragam Jumlah Daun Jarak Pagar pada 1 MST – 10 MST

Sumber  keragaman  Derajat  bebas  Jumlah  kuadrat  Kuadrat  tengah 

F hitung Pr > F  KK

1 MST

Ulangan   2  0.3940 0.1970 0.45 0.6428  18.0336

Bibit   2  170.2251 85.1125 196.25 0.0001   

Media  2  0.1985 0.0992 0.23 0.7980   

B*M  4  1.5703 0.3925 0.91 0.4842   

2 MST

Ulangan   2  0.1096 0.0548 0.24 0.7879  13.4407

Bibit   2  136.4118 68.2059 301.15 0.0001   

Media  2  0.2340 0.1170 0.52 0.6061   

B*M  4  2.6459 0.6614 2.92 0.0545   

3 MST

Ulangan   2  5.3472 2.6736 9.04 0.0024  12.3192

Bibit   2  141.6329 70.8164 239.33 0.0001   

Media  2  6.7122 3.3561 11.34 0.0009   

B*M  4  2.6120 0.6530 2.21 0.1144   

4 MST

Ulangan   2  4.3918 2.1959 2.02 0.1655  21.3247

Bibit   2  151.5162 75.7581 69.60 0.0001   

Media  2  3.5198 1.7599 1.62 0.2293   

B*M  4  3.5516 0.8879 0.82 0.5336   

5 MST

Ulangan   2  8.1173 4.0586 2.75 0.0939  20.7420

Bibit   2  123.4049 61.7024 41.84 0.0001   

Media  2  6.3286 3.1643 2.15 0.1494   

B*M  4  5.5350 1.3837 0.94 0.4669   

6 MST

Ulangan   2  20.0112 10.0056 10.16 0.0014  16.5746

Bibit   2  101.9246 50.9623 51.75 0.0001   

Media  2  15.6007 7.8003 7.92 0.0041   

B*M  4  8.8135 2.2033 2.24 0.1107   

7 MST

Ulangan   2  16.5020 8.2510 9.28 0.0021  15.9617

Bibit   2  121.2860 60.6430 68.22 0.0001   

Media  2  29.3864 14.6932 16.53 0.0001   

B*M  4  8.5794 2.1448 2.41 0.0919   

8 MST

Ulangan   2  26.3274 13.1637 7.74 0.0045  20.2475


(3)

111

Media  2  53.7590 26.8795 15.79 0.0002   

B*M  4  7.6575 1.9143 1.12 0.3796   

9 MST

Ulangan   2  21.0215 10.5107 5.32 0.0169  21.7926

Bibit   2  75.1566 37.5783 19.03 0.0001   

Media  2  70.0451 35.0225 17.74 0.0001   

B*M  4  24.5939 6.1484 3.11 0.0450   

10 MST

Ulangan   2  33.4056 16.7028 5.39 0.0162  26.09005

Bibit   2  66.4840 33.2420 10.73 0.0011   

Media  2  78.1751 39.0875 12.62 0.0005   


(4)

112 Lampiran 24. Hasil Uji Lanjut Jumlah Daun dengan Metode Duncan pada Beda

Taraf 5%.

Minggu ke- Jumlah Daun

M1 M2 M3

1 3.733a 3.6889a 3.533 a

2 3.6667a 3.5111a 3.4444 a

3 5.08333a 4.2778b 3.8856b

4 5.3967a 4.7111a 4.5700 a

5 6.5389a 5.5278a 5.4967 a

6 6.8800a 6.0589a 5.0222 b

7 7.1533a 5.9667b 4.6000c

8 7.8633a 6.9467a 4.5189b

9 8.1256a 6.9422a 4.2744b

10 8.3556a 7.4911a 4.3922b

Catatan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada beda taraf 5%.


(5)

4 Annisa Nur Ichniarsyah. F14054314. Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam untuk Bibit Tanaman Bibit Jarak Pagar. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, MS. 2009.

RINGKASAN

Kebutuhan sumber energi baru yang aman bagi lingkungan hidup dan terbarukan merupakan salah satu pencapaian yang ingin diraih oleh hampir sebagian besar negara di dunia menyikapi adanya keterbatasan cadangan sumber energi dari bahan fosil. Ketika minyak jarak pagar (JCO) diketahui memiliki prospektif yang cerah untuk mensubstitusi peran BBM, terjadilah kegiatan pembudidayaan jarak pagar yang besar-besaran di beberapa tempat. Akan tetapi, perhatian utama pada produksi jarak masih berkutat pada produksi minyak jarak yang besar dan perbaikan kualitas JCO, sedangkan proses pembibitan dan jenis media tanam yang digunakan belum mendapat perhatian yang maksimal. Padahal, masa pembibitan jarak pagar nantinya menentukan peningkatan produksi minyak yang dihasilkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji sifat fisik media tanam jarak pagar dan pertumbuhan bibit, mengembangkan media tanam bibit yang berasal dari kulit jarak, dan mengkaji hubungan antara jenis bibit dan jenis media tanam yang digunakan

Pada penelitian ini, terdapat tiga jenis bibit dan tiga jenis media tanam yang digunakan. Ketiga jenis bibit yang digunakan antara lain biji jarak, stek, dan kultur jaringan ex-vitro. Sedangkan ketiga jenis media tanam yang digunakan antara lain campuran tanah, pupuk kandang, dan pasir malang, campuran tanah dan pupuk kulit jarak, dan jenis media tanam terakhir adalah tanah. Setiap jenis bibit ditanam ke dalam semua media, dan masing-masing penanaman mendapatkan ulangan sebanyak tiga kali serta masing-masing tanaman terdiri dari lima sampel tanaman.

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengujian terhadap sifat fisik dan mekanik media tanam yang dilakukan dengan melakukan perhitungan terhadap kerapatan lindak, densitas partikel, tahanan penetrasi, dan

uji Proctor. Dari pengujian terhadap sifat fisik dan mekanik media tanam ini,

dapat dibandingkan sifat fisik dan mekanik pada masing-masing jenis media tanam dan bibit yang digunakan, yang nantinya dihubungkan dengan pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman.

Pada pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman, setiap tanaman tiap minggunya diukur tingkat pertumbuhannya. Parameter tingkat pertumbuhan antara lain tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun. Pada awal dan akhir masa pembibitan diukur kondisi perakaran jarak pagar. Hasil pertumbuhan kemudian diuji nyata atau tidaknya dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK).

Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik menunjukkan media pupuk kandang memberikan ruang tumbuh paling optimal dibandingkan media lainnya. Hal ini berpengaruh pada kemampuan pertumbuhan bibit. Tanaman yang ditanam pada media kulit jarak juga menunjukkan hasil pertumbuhan yang baik.

Melalui hasil pengamatan pertumbuhan tanaman, pada akhir masa pembibitan, tanaman yang ditanam pada media pupuk kulit jarak dari semua jenis


(6)

5 media mengalami pertumbuhan optimal. Hasil pengamatan didukung dengan analisis statistik. Media pupuk kulit jarak dapat digunakan sebagai media tanam pembibitan jarak pagar yang memberikan hasil pertumbuhan yang optimal.

Pengaruh interaksi antara jenis bibit dan jenis media tanam tidak menunjukkan adanya hubungan nyata terhadap perkembangan bibit jarak pagar. Pemilihan jenis bibit jarak pagar ditentukan berdasarkan kebutuhan pengembangan tanaman tersebut.