1
Pemanfaatan dan Pemasangan RADAR Pengawas Pantai
Dr. Mashury
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2011
2
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan Penelitian
: Pemanfaatan dan Pemasangan Radar
Pengawas Pantai Surveillance Radar 2. Kegiatan
Prioritas : Informatika dan Telekomunikasi
3. Peneliti Utama
: Nama
: Dr.
Mashury Jenis
Kelamin :
Pria 4.
Sifat Penelitian :
Baru Tahun ke 1 5. Lama
Penelitian : 4
empat Tahun
6. Biaya Total 2011
: Rp. 1.000.000.000,-
Bandung, 31 Desember 2011 Disetujui,
Ka. Pusat Peneltian Elektronika dan
Telekomunikasi - LIPI
Dr. H i s k i a NIP. 19650615 199103 1 006
Peneliti Utama
Dr. Mashury . NIP. 19680408 199303 1 007
3
ABSTRAK Dalam kegiatan ini dilakukan penelitian yang berupa rancang bangun Radar
pengawas pantai coastal surveillance Radar yang akan dipasang pada truk sehingga bersifat mobiletransportable. Pemasangan diatas truk ini didasarkan
adanya kebutuhan untuk demonstrasi dari Radar untuk keperluan pameran serta pengujian-pengujian Radar diberbagai tempat. Desain dari Radar ini didasarkan
pada pengembangan sebelumnya dari prototip I dan II Radar ISRA Indonesian Surveillance Radar milik PPET-LIPI. Pendanaan kegiatan ini berupa satuan biaya
khusus SBK yang harus ada capaian output penelitian yang jelas. Dikarenakan terbatasnya pendanaan SBK pada tahun 2011 ini, penyelesaian pekerjaan
sampai terpasang juga di-kontribusikan dari sumber pendanaan lain PNBP lisensi Radar. Pelaksanaan pekerjaan dimulai dari pembuatan desain untuk
perangkat lunak, perangkat keras, sistem mekanik, sistem hidrolik dan konstruksi pada truk, selanjutnya dilaksanakan implementasi perangkat keras dan konstruksi
mekanik, di-ikuti dengan pengujian, pengetesan dan evaluasi. Output penelitian berupa prototip Radar yang dipasang diatas truk serta beberapa publikasi ilmiah.
Kata Kunci: Radar pengawas pantai, mobile, ISRA, pendanaan SBK, rancang bangun, output.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pengamanan dan pengawasan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia NKRI yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dengan 23 wilayah terdiri
dari lautan akan memerlukan aparat dan peralatan yang berjumlah sangat besar. Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan panjang pantai terbesar
didunia yaitu lebih dari 80.000 Km. Pada kenyataannya, kemampuan TNI-AL dan POLRI untuk mengawasi wilayah RI sangat terbatas sehingga wilayah perairan
Indonesia rawan akan pencurian ikan, pelanggaran wilayah oleh kapal-kapal asing, pembajakan kapal laut dan penyelundupan. Salah satu cara untuk meningkatkan
kemampuan aparat pemerintah dalam mengawasi dan mengamankan wilayah adalah dengan menggunakan Radar Pengawas Pantai untuk mengawasi
pergerakan kapal laut sehingga dapat dicegah tindakan-tindakan yang dapat merugikan NKRI dan juga tabrakan kapal apabila hendak merapat ke pelabuhan.
4
Pemasangan Radar Pengawas Pantai daya besar high power
di kapal atau dipinggir daratan sekitar pantai dapat digunakan untuk mengawasi wilayah laut
yang luas sampai beberapa puluh mil laut. Gambar 1 memperlihatkan contoh Radar Pengawas Pantai dan aplikasinya dalam pengawasan pelabuhan.
Berdasarkan uraian diatas maka penggunaan Radar sangat penting untuk pengawasan dan pengamanan wilayah perairan NKRI. Kemandirian bangsa
dalam pembuatan Radar akan sangat membantu dalam penyediaan Radar didalam negeri. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa kondisi perekonomian
bangsa yang sedang terpuruk ini tidak memungkinkan pemerintah untuk membeli peralatan Radar dari luar negeri yang umumnya bernilai sangat mahal dari
U100.000 sampai dengan jutaan U dollar. Hal ini ditambah dengan sulitnya mekanisme pembelian Radar yang sifatnya strategis dibidang pertahanan dan
keamanan. Puslit Elektronika dan Telekomunikasi LIPI telah membuat satu prototip
Radar Pengawas Pantai pada tahun 2009. Diharapkan pada tahun 2010, akan selesai prototip ke 2 yang merupakan prototip versi komersialproduksi. Gambar 2
memperlihatkan desain grafis dari bentuk system antena Radar tampak depan dan belakang. Hasil perakitan perangkat keras dan enam belas 16 antena
modul ditunjukkan pada Gambar 3. Radome atau bungkus luar dari system antena untuk melindungi terhadap cuaca dan pengaruh lingkungan diperlihatkan pada
Gambar 4. Ilustrasi pemakaian Radar pengawas pantai untuk pengawasan wilayah
perairan sekitar Selat Sunda ditunjukkan pada Gambar 5. Diasumsikan ada tiga buah Radar yang terhubung melalui satu jaringan. Dalam gambar ini, daerah
jangkauan Radar ditentukan oleh kemampuan daya pancar, ketinggian menara dan polarisasi dari antena [1, 2, 3, 4]. Penggunaan jaringan Radar Pengawas
Pantai memungkinkan lalu lintas kapal disekitar Selat Sunda dan yang menuju atau dari Pelabuhan Tanjung Priok dapat diamati.
Blok diagram Radar frequency modulated-continuous wave
FM-CW yang digunakan pada prototip Radar PPET-LIPI diperlihatkan pada Gambar 6 [1, 4].
Sistem Radar FM-CW ini terbagi atas dua bagian utama yaitu transmitter
pemancar dan receiver
penerima. Hasil deteksi Radar akan ditampilkan oleh Display unit
yang mengolah sinyaldata yang diterima dari bagian Receiver
5
menjadi suatu gambar yang dapat diinterpretasikan dengan mudah oleh pengguna [5, 6, 7-18]. Pengolahan sinyal Radar ini dilakukan oleh sebuah komputer yang
berkemampuan tinggi sehingga semua proses dilakukan secara real time
untuk menghindari adanya penundaan
delay . Seiring dengan kemajuan teknologi
Radar, peranan perangkat lunak untuk pengolahan sinyal menjadi semakin penting vital [5, 6, 7-18]. Tampilan dari Radar akan disesuaikan dengan
kelaziman yang berlaku pada Radar Pengawas Pantai yang telah dijual dipasaran, yaitu antara lain mengikuti regulasi International Maritime Organization IMO dan
menampilkan parameter-parameter penting dari Radar sebagai informasi untuk pengguna. Terdapat dua antena yang masing-masing digunakan untuk
memancarkan sinyal Radar ke obyek yang ingin diamati dan untuk menerima sinyal Radar yang dipantulkan oleh obyek.
Antenna control yang berfungsi untuk
mengatur agar gerakan antenna sesuai dengan tampilan dilayar dari Display unit
. Pembangkit frekuensi
frequency generator berfungsi untuk membangkitkan
sinyal sweep
, memberikan input sinyal osilator l ocal oscillator
frekuensi rendah dan tinggi ke bagian pemancar dan penerima, serta menghasilkan sinyal dengan
frekuensi referensi.
Gambar 1. Radar maritim di tepi pantai.
6
Gambar 2. Desain system antena Radar Pengawas Pantai.
Gambar 3. Bagian depan kiri dan belakang kanan system antena yang telah dirakit.
Gambar 4. Bentuk Radome depan dari system antena.
System Antena Tampak Depan System Antena Tampak Belakang
7
Gambar 5. Illustrasi jangkauan Radar untuk Selat Sunda.
Gambar 6. Blok Diagram Sistem Radar FM-CW.
Standar-standar yang ada saat ini untuk Radar Maritim termasuk Radar Pengawas Pantai adalah:
•
Standard Performance Radar Kapal: sesuai Resolution IMO A.477XII.
•
Standards Performance for Automatic Radar Plotting AIDs ARPAs: sesuai Resolution IMO A.823 19.
Selat Sunda
Pembangkit Frekuensi
Frequency Generator
Pemancar TX
Penerima RX
Antena TX
Antena RX
Personal Computer +
Display
Antena Control
8
•
Standard Performance untuk VTS: Recommendations IALA V-128 on Operational and Technical Performance Requirements for VTS Requirements.
Berdasarkan standar diatas, maka prototip Radar ISRA terutama prototip II dan III yang merupakan versi komersial harus dapat memenuhi semua standar-
standar yang ada. Maka pengetesan Radar ISRA dilakukan mengikuti ketentuan didalam standar tersebut dan ketentuan yang di-inginkan oleh user. Apabila
semua standar sudah dipenuhi, maka Radar ISRA layak mendapatkan sertifikasi. Akan ada serangkaian pengetesan yang dilakukan secara intensif dengan
Dislitbang TNI-AL atau dengan Direktorat Kenavigasian Ditjen Hubla, Kemenhub. Dikarenakan Radar ISRA menggunakan frekuensi Radio, maka dalam
aplikasinya apabila telah dipasang pada tempat tertentu harus mendapatkan sertifikasi Ditjen POSTEL yang menyatakan bahwa Radar ISRA layak digunakan
dan tidak mengganggu peralatan Radio lainnya atau bisa juga berupa ijin penggunaan frekuensi Radar pada pita X
x-band . Selain itu, karena Radar ISRA
merupakan produk Nasional maka perlu mendapatkan persetujuan dari Badan Standarisasi Nasional dalam bentuk SNI standar nasional Indonesia apabila
Radar ISRA ini akan diproduksi massal. Selain itu, diperlukan kajian kandungan lokal
local content oleh pihak Surveyor IndonesiaSucofindo dimana akan
dikeluarkan semacam sertifikasi untuk kandungan lokal dari produk yang dibuat dalam negeri. Sertifikasi semacam ini sangat penting bagi Radar ISRA untuk
berkompetisi dengan produk Radar dari luar negeri. Untuk mencapai sertifikasi dan perijinan diatas, PPET-LIPI akan bekerjasama dengan PT. INTI.
Pada penelitian Radar tahun 2011 ini dan pada tahun-tahun selanjutnya, akan dilakukan rancang bangun Radar sesuai dengan prototip II Radar ISRA.
Setelah itu dilakukan pengetesan, uji kelayakan, pemanfaatan dan pemasangan pada tempat-tempat tertentu digaris pantai yang berdekatan dengan wilayah
perairan strategis. Kemudian, Radar-Radar yang sudah terpasang ini akan dihubungkan melalui suatu jaringan sehingga dapat dimonitor dan dikendalikan
dari jarak jauh.
1.2. Perumusan Masalah
• Melakukan rancang bangun Radar Pengawas Pantai coastal
surveillance Radar .
9
• Pemanfaatan dan pemasangan Radar Pengawas Pantai.
1.3. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan perancangan dan implementasi dari Radar Pengawas pantai ISRA yang akan dipasang dan dimanfaatkan untuk
memonitor wilayah perairan strategis di wilayah NKRI. Prototip Radar Pengawas Pantai ini juga akan dites secara keseluruhan dalam mengetahui kinerja Radar.
Serangkaian tes akan dilakukan yang melibatkan pihak pengguna seperti TNI-AL atau Direktorat Kenavigasian Ditjen Hubla Kemenhub.
Sasaran kegiatan penelitian ini pada tahun 2011 adalah perangkat lunak software
untuk pengolahan sinyal dan jaringan Radar, modul-modul perangkat keras, sistem antena Radar, sistem mekanik Radar, pengetesan modul-modul
yang sudah dibuat dan melakukan uji kinerja Radar melalui pengujian bersama dengan calon user TNI-AL dan Ditjen Hubla, Kemenhub untuk
feedback untuk
penyempurnaan Radar supaya sesuai dengan standar-standar yang ada. Satu standar operational procedure SOP dari pengetesan dan pengujian Radar dapat
dihasilkan melalui kegiatan ini.
1.4. Kerangka Analitik
Kerangka analitik yang digunakan adalah Radar Pengawas Pantai memiliki penggunaan yang strategis terutama untuk Negara Kepulauan seperti Indonesia.
Rancang bangun Radar Pengawas Pantai dengan harga terjangkau, kandungan lokal tinggi, memiliki kerahasiaan dan keamanan data yang tinggi, memenuhi
standarisasi yang ditentukan oleh IMO dan disertifikasi oleh lembaga berwenang merupakan satu tantangan untuk para peneliti Tim Radar ISRA di PPET-LIPI. Tim
Radar di PPET-LIPI telah memiliki pengalaman sebelumnya melalui pembuatan prototip I dan II Radar ISRA. Selanjutnya Radar Pengawas Pantai ini akan
dipasang dan dimanfaatkan untuk memantau wilayah perairan strategis di Indonesia. Satu standar operational procedure SOP yang baku dari pengetesan
dan pengujian Radar harus dibuat.
1.5. Hipotesis
10
Penelitian ini bersifat terapan sehingga hipotesa yang bisa dibangun adalah apakah hasil desain Radar pantai dapat direalisasikan dan menunjukkan kinerja
sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Serta dapat memenuhi semua persyaratan yang tercantum dalam standar-standar didunia maritim.
II. PROSEDUR DAN METODOLOGI
Dalam kegiatan penelitian ini, metodologi yang digunakan adalah: • Rancang bangun perangkat lunak pengolah sinyal Radar dan
jaringan Radar • Pembuatan perangkat keras Radar pantai
• Pengujian dan pengetesan Radar pantai • Evaluasi dan Perbaikan
• Seminar dan Publikasi
Jadwal Kegiatan 2011
Bulan No. Tahapan
Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1
1 12
1. Rancang
Bangun Perangkat Lunak Radar
2. Pembuatan
Perangkat Keras Radar
3. Pengujian
Perangkat Keras dan Lunak Radar
4. Sertifikasi
Radar ISRA
5. Evaluasi
dan Perbaikan
6. Publikasi
Ilmiah
11
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
• Semua komponen yang dipesan sudah datang. • Dudukan motor radar dan sistem mekanik antena sudah selesai
dibuat. • Radome Radar versi baru telah selesai dibuat.
• Dua buah publikasi ilmiah pada Semnas Radar 2011. • Rancang bangun perangkat lunak radar telah dilaksanakan
berdasarkan versi yang sudah ada sebelumnya di prototip II dan disempurnakan sesuai dengan requirement IMO.
• Pendanaan kegiatan DIPA Tematik ini di-sinergikan dengan pendanaan dari kegiatan Kompetitif Radar 2011 dan PNBP Radar.
• Perakitan perangkat keras pada sistem antena Radar. • Pemasangan modul-modul antena.
• Pemasangan motor penggerak Radar. • Integrasi perangkat lunak dengan perangkat keras Radar.
• Perbaikanrenovasi Truk untuk mobile Radar. • Pemasangan aksesoris termasuk power supply.
• Pengetesan Radar perangkat lunak, perangkat keras dan antena • Pemasangan instalasi Radar pada truk yang telah dimodifikasi.
Gambar 7. Dudukan motor Radar.
12
Gambar 8. Sistem mekanik antena Radar.
Gambar 9. Radome Radar versi baru.
13
Gambar 10. Desain modifikasi truk untuk Radar transportable
.
14
Gambar 11. Sistem Radar yang sedang di tes tampak belakang.
Gambar 12. Sistem Radar tampak depan.
15
Gambar 13. Contoh hasil pengukuran frekuensi IF 456 MHz.
Gambar 14. Hasil pengukuran beat signal.
16
Gambar 15. Radar sudah di-instalasi di truk.
Gambar 16. Bagian dalam truk dengan Radar yang sudah di-instalasi.
17
Gambar 17. Kunjungan pakar Radar Prof. Ligthart di truk Radar.
Gambar 18. Diskusi tentang Radar yang sedang di rakit didalam lab dengan Prof. Ligthart.
18
Gambar 19. Lokasi tes Radar dekat Danau Cirata.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan
Telah disampaikan laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan litbang DIPA Tematik dengan judul pemanfaatan dan pemasangan Radar pengawas
pantai yang merupakan kegiatan dengan satuan biaya khusus pada tahun 2011. Output utama dari kegiatan ini adalah satu prototip Radar yang
seharusnya dapat dipasang disuatu tempat tertentu yang berdekatan dengan garis pantai. Akan tetapi karena keterbatasan biaya dan waktu, maka
pemasangan Radar ini untuk sementara dilakukan diatas truk sehingga menjadi versi
mobile Radar. Apabila ijin dari Ditjen Hubla Kemenhub telah
keluar untuk instalasi Radar di pelabuhan maka Radar ini dapat langsung di uji coba oleh pengguna dipelabuhan dan
feedback dari pengguna dapat
digunakan untuk meningkatkan kemampuan dari Radar ISRA.
19
4.2. Saran
• Pemesanan komponen memakan waktu lama terutama yang dari USA hampir 4 bulan.
• Keterbatasan pendanaan DIPA Radar 2011 sehingga masih di sinergikan dengan pendanaan dari kegiatan litbang lain.
• SDM terutama di bidang perangkat lunak software
masih perlu dibina dan ditingkatkan kemampuannya.
• Peralatan ukur untuk tes dilapangan masih terbatas handheld
spectrum analyser dan
signal generator .
• Perlu kerjasama kemitraan dengan Pemda dan Kementrian dimasa depan utk pemasangan Radar di daerah-daerah.
• Instalasi dan pemasangan Radar di lapangan memerlukan dana tambahan untuk pembuatan menara Radar, penyewaaanpembelian
lahan, penyediaan sarana listrik dan teleponinternet, pembuatan shelter
untuk penyimpanan peralatan, pemasangan pagar, dan penjagaan instalasi Radar. Mengingat hal ini, maka pemasangan
Radar pada truk transportable
merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kendala pemasangan dilapangan.
V. REFERENSI
1. M.I. Skolnik, ’Radar Handbook’, McGraw-Hill, 1990.
2. M.I. Skolnik, ’Introduction to Radar Systems’, McGraw-Hill, 2002.
3. S. Kingsley and S. Quegan, ’Understanding Radar Systems’, CHIPS.
4. Leo P. Ligthart, ’Short Course on Radar Technologies’, International
Research Centre for Telecommunications-transmission and Radar, TU Delft, September 2005.
5. Mark Richards, ’Radar Signal Processing’, McGraw-Hill, 2005.
6. Bassem R. Mahafza, ‘Radar Systems Analysis and Design Using
MATLAB’, Chapman Hall, 2005. 7. Mashury Wahab dan Pamungkas Daud, ‘Image Processing
Algorithm for FM-CW Radar’, TSSAWSSA Conference 2006, ITB Bandung, 2006.
20
8. Mashury, ‘Development of Radar Image Processing Algorithm’, Information and Communication Technology Seminar 2006, ITS
Surabaya, 2006. 9. Mashury Wahab, Pamungkas Daud, Yuyu Wahyu, Yusuf Nur
Wijayanto. “Radar Trainer System for LIPI FM-CW Radar Network”, ICICI 2007, Bandung.
10. Mashury Wahab, ‘Penggunaan UAIS dan Radar pengawasan pantai untuk monitoring wilayah perairan indonesia’, Seminar Radar
nasional 2007, Jakarta. 11. Yusuf Nur Wijayanto, Dadin Mahmuddin, and Mashury Wahab
“Perancangan Sistem LFM-Chirp Radar menggunakan Matlab untuk Menentukan Posisi Target”, IES-EEPIS-ITS 2007, Surabaya.
12. Mashury, Yuyu Wahyu, A. Adya Pramudita, and Pamungkas Daud, “Coupled Patch Array Antenna For Surveillance Radar”, International
Conference TSSA 2007, Bandung, 2007. 13. Mashury Wahab and Yuyu Wahyu, “Patch Array Antenna For FM-
CW Radar”, International Conference r-ICT 2007, Bandung, 2007. 14. Mashury Wahab, Pamungkas Daud, Yuyu Wahyu, Yusuf Nur
Wijayanto, “Radar Trainer System for LIPI FM-CW Radar Network”, International Conference ICICI 2007, Bandung, 2007.
15. Mashury, Yusuf N. W., Pamungkas D., Dadin M., Djohar S., “ A Data Processing Scheme For LIPI Coastal Surveillance Radar”,
International Conference on Telecommunications ICTEL 2008, Bandung.
16. Mashury Wahab,
Sulistyaningsih and Yusuf Nur Wijayanto, “Radar Cross Section For Object Detection Of FM-CW Coastal Surveillance
Radar”, Electrical Power, Electronics, Communications, Control and Information Seminar EECCIS 2008, Malang.
17. Mashury, Dadin Mahmudin dan Yusuf Nur Wijayanto, “ Rancang Bangun Perangkat Lunak Citra Radar”, Seminar Radar Nasional
2008, Jakarta. 18. Mashury Wahab, Pamungkas Daud, Yuyu Wahyu, dan Rustini S.
Kayatmo, “Rancang Bangun Radar Pengawasan Pantai INDRA II Di
21
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi PPET LIPI”, Seminar Radar Nasional 2008, Jakarta.
22
Perancangan Battery Control Unit BCU pada Modul Panel Surya 50 Watt Peak WP
Iqbal Syamsu, MT
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2011
23
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan Penelitian
: Perancangan Battery Control Unit BCU
pada Modul Panel Surya 50 Watt Peak WP
2. Kegiatan Prioritas
: Informatika dan Telekomunikasi 3.
Peneliti Utama :
Nama :
Iqbal Syamsu, MT Jenis
Kelamin :
Pria 4.
Sifat Penelitian :
Baru Tahun ke 1 5.
Lama Penelitian :
2 dua Tahun 6.
Biaya Total 2011 :
Rp. 250.000.000,-
Bandung, 31 Desember 2011 Disetujui,
Ka. Pusat Peneltian Elektronika dan
Telekomunikasi - LIPI
Dr. H i s k i a NIP. 19650615 199103 1 006
Peneliti Utama
Iqbal Syamsu, MT . NIP. 19731119 199403 1 001
24
ABSTRAK
Pemanfaatan energi surya sebagai energi alternatif kurang optimal padahal potensi pemanfaatannya cukup besar yaitu 9,1489 TWhhari. Dalam
aplikasinya terbentur pada masalah klasik yaitu besarnya biaya yang diperlukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah mahalnya Battery Control Unit
BCU yang terdapat di modul energi surya. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka akan dibuat BCU yang mempunyai nilai ekonomis yang rendah, memiliki
fitur monitoring kondisi battery, inverter DC to AC dan modul daya optimal. BCU yang dibuat ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan BCU yang
sudah ada yaitu terintegrasinya modul inverter DC to AC dan adanya modul sun tracker dan MPPT maximum power point tracking. Modul sun tracker digunakan
supaya panel surya bisa mengikuti pergerakan cahaya matahari secara one-axis tracker dan MPPT sehingga output energi surya bisa optimal.
Kata kunci : Battery Storage and Control, Inverter, monitoring battery, sun tracer, daya optimal
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional Kipnas IX tahun 2007
masalah Energi, air bersih dan pangan merupakan hal yang sangat mendesak untuk dijaga kesinambungannya terkait dengan masalah kemakmuran suatu
bangsa. Pada kenyataannya kebutuhan energi Indonesia masih sangat tergantung pada energi fosil sehingga pada akhir-akhir ini di Indonesia terjadi
krisis energi ditandai dengan adanya pemadaman listrik secara bergilir oleh PLN. Dewasa ini telah dikembangkan beberapa energi alternatif diantaranya
energi surya, tenaga hidro, biomassa, energi angina dan geothermal. Dari beberapa energi alternatif di atas energi surya memiliki potensi yang signifikan
yaitu sebesar 9,1489 TWhhari. Namun sangat disayangkan pemanfaatan energi surya belum dimanfaatkan secara optimal.
Pada aplikasinya pemanfaatan energi surya terbentur pada masalah klasik yaitu besarnya biaya yang diperlukan. Salah satu modul yang banyak
digunakan adalah modul energi surya 50 Wp karena modul ini dapat
25
digunakan untuk memenuhi kebutuahan listrik rumah tanggan yang berkisar 200 Watt Jamhari. Namun salah satu faktor yang mempengaruhi
pembangunan energi surya 50 Wp adalah mahalnya Battery Control Unit BCU. Untuk menghemat biaya pemasangan energi surya biasanya BCU tidak
dipasang padahal BCU digunakan sebagai alat untuk mengatur penyimpanan energi listrik keluaran dari energi surya ke baterai dan interface ke beban. Agar
penerapan energi surya bisa menekan besarnya anggaran biaya dan dapat dioptimalkan khususnya di daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan
pasokan listrik, maka dalam kegiatan ini akan diusulkan untuk membuat sistem Battery Control Unit BCU memiliki fitur monitoring keadaan baterai, inverter
DC to AC dan modul sun tracer dan MPPT. Modul sun tracer digunakan untuk mendapatkan hasil keluaran energi surya yang optimal. BCU yang akan
dihasilkan diharapkan memiliki nilai ekonomis yang lebih rendah sehingga pemanfaatan energi surya dapat secara optimal.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan dalam kegiatan ini dapat dirumuskan dalam dua bagian, yaitu kegiatan perencanaan,pembuatan dan pengujian alat; yaitu sebagai
berikut:
a Perencanaan dan Perancangan
Dalam perencanaan dan perancangan dilakukan studi untuk membuat BCU yang terdiri dari modul monitoring baterai menggunakan sensor arus,
tegangan dan temperatur pada saat proses charge
dan discharge
baterai. Langkah berikutnya membuat inverter DC to AC dengan input 12-24 Vdc
dan ouput 220 Vac setara tegangan jala-jala PLN. Tahap berikutnya yaitu membuat modul sun tracker dan MPPT sehingga output yang dihasilkan
lebih optimal.
b Pembuatan dan Pengujian Alat
Dilakukan pengadaan komponen, bahan elektronik dan mekanik. Perakitan – perakitan modul monitoring baterai, inverter DC to AC, modul sun tracer
26
dan MPPT, rangkaian interface ke mikrokontroler, dan segala kelengkapannya.
Supaya sistem dapat berfungsi secara optimal perlu pengukuran secara teliti dengan alat-alat yang memadai.
1.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan
Umum : Membuat Battery Control Unit BCU yang mempunyai nilai ekonomis yang lebih rendah dengan fungsi yang optimal dalam menunjang
modul energi surya.
Khusus: Membuat Battery Control Unit BCU yang memiliki fitur monitoring battery secara real time, inverter DC to AC dan modul sun tracker dan
MPPT .
Sasaran
1. Tersedianya BCU yang relatif murah. 2. Output listrik yang dihasilkan dapat dioptimlakan dengan adanya teknik
sun tracer.
1.4 Kerangka Analitik
Pemanfaatan energi panel surya yang umum digunakan adalah menggunakan rangkaian pengatur yang statis. Tegangan panel surya
diturunkan sedemikian rupa untuk menyesuaikan dengan tegangan baterai. Hal ini akan berakibat adanya rugi-rugi daya dari panel surya menuju baterai
atau beban. Bila tegangan panel surya turun kurang dari tegangan kerja baterai, maka praktis tidak terjadi proses pengisian. Tentunya hal ini merugikan
karena sebetulnya masih terdapat energi yang dapat dimanfaatkan walaupun jumlahnya kecil.
Sistem battery control unit berfungsi memaksimalkan energi yang dihasilkan oleh panel surya. Pada saat matahari sedang dalam kondisi puncak
energi akan dimanfaatkan sepenuhnya dan sebaliknya pada saat matahari
27
menghasilkan energi yang minim maka battery control unit tetap akan memanfaatkan sebaik mungkin.
1.5 Hipotesis
Energi surya dapat dimanfaatkan secara maksimal apabila ada sistem yang mampu mengatur penggunaan energi yang dihasilkan. Saat panel surya
mendapatkan energi matahari, daya yang dihasilkan dapat langsung digunakan untuk pemakaian sekaligus disimpan ke baterai. Pada saat panel
surya tidak mendapatkan energi matahari, baterai akan mengambil alih peran dalam memasok energi. Energi yang berasal langsung dari panel surya
maupun energi yang berasal dari baterai inilah yang kemudian diatur oleh sistem baterry control unit. Semakin tinggi efisiensi battery control unit akan
semakin efisien transfer energi ke beban, dimana nantinya berpengaruh kepada pemakaian energi listrik secara keseluruhan.
II. PROSEDUR DAN METODOLOGI
Untuk merealisasikan sebuah battery control unit pada penelitian ini dilakukan tahapan-tahapan yang meliputi kajian teoritis, literatur pustaka, perancangan,
pengujian dan perbaikan serta pengukuran.
Adapun konsep dari aplikasi pemanfaatan energi surya dapat dilihat dalam Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Sistem energi surya
28
Keterangan : 1. Panel surya
2. Battery Control Unit BCU 3. Battery
4. Jaringan setara PLN 5. Beban
Dari gambar di atas peran BCU sangat penting dalam modul energi surya. Tanpa adanya BCU energi yang dihasilkan tidak bisa disimpan dalam baterai. Jika BCU
tidak digunakan, maka langsung dipasang inverter DC to AC. Adapun sistem BCU
yang akan dibuat dapat dilihat dalam Gambar 2.
Panel Surya
DC to AC Converter
Mikrokontroller Baterai
Sensor Tegangan,
Arus, Temperatur
Interface
LCD Switch 1
Switch 2
220 Vac sistem PLN
Panel Surya Modul
Sun Tracer
Gambar 2. Blok Diagram Battery Control Unit BCU
Pada Gambar 2 dapat dijelaskan bagian tiap blok sebagai berikut : 1. Mikrokontroller
: sebagai kendali utama pada sistem BCU yang mengolah data dan mengirimkan data dari ke modul sun tracer,
menampilkan data baterai ke LCD, membaca data baterai arus, tegangan, temperatur
2. Interface : mengolah sinyal output sensor supaya bisa dibaca oleh mikrokontroler.
3. Perangkat sensor : membaca data baterai selama proses charge dan discharge
29
4. Modul sun tracer dan MPPT : menentukan lokasi dari panel surya agar menangkap sinar matahari yang optimal dan memaksimalkan daya
output. 5. Inverter DC to AC : mengubah tegangan dc 12 V ke tegangan AC 220
V 6. Switch 1 : mengatur input dari inverter DC to AC. Jika siang hari sumber
dari panel surya dan jika malam hari sumber dari baterai. 7. Switch 2 : pada saat charge proses maka switch 1 akan on.
Sebelum dilakukan pembuatan Battery Control Unit BCU seperti gambar 2 di atas, beberapa tahapan, sasaran, luaran dan metoda yang dilakukan adalah
seperti dijelaskan pada tabel 1 berikut:
30
Tabel 1. Tahapan, Sasaran, Luaran, dan Metodologi
NO .
TAHAPAN SASARAN
LUARAN METODOLOGI
1 Perencanaa n dan
perancanga n alat
Diperoleh literatur tentang karakteristik dari komponen yang
diinginkan dan rangkaian yang akan digunakan
Prototype BCU 50 Watt
Publikasi Ilmiah 1 paper
Browsing internet
2 Pembuatan dan
pengujian alat
Mendapatkan komponen- komponen yang diperlukan dalam
pembuatan sistem Prototype BCU 50-500
W Prototype Sun tracking
Publikasi ilmiah 1 paper
Melakukan simulasi rangkaian, Pemasangan komponen sesuai dengan rangkaian,
melakukan pengujian akhir
31
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN III.1 Uraian Teknis Kegiatan
Laporan ini memuat kegiatan penelitian tentang pemanfaatan energi surya sebagai energi alternatif yang hingga saat ini masih dirasa kurang optimal,
padahal potensi pemanfaatannya cukup besar. Hal ini dikarenakan untuk membangun sistem pembangkit listrik bersumber matahari masih menemui
kendala pada besarnya biaya yang diperlukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah masih cukup mahalnya Battery Control Unit BCU yang
merupakan bagian penting dari sistem pembangkit listrik tenaga surya PLTS. Meskipun dipasaran banyak dijumpai sistem BCU, namun kulitasnya masih
kurang baik atau untuk keperluan daya rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pada penelitian ini akan dikembangkan sistem BCU yang
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, memiliki fitur monitoring kondisi battery, inverter DC to AC dan modul daya optimal. BCU yang dibuat ini memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan BCU yang sudah ada yaitu terintegrasinya modul inverter DC to AC, Battery Storage and Control, dan
Maximum Power Point Tracking
MPPT. Keberadaan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS dirasakan
masih kurang bila mengingat tingginya kebutuhan listrik pada saat ini. Salah satu faktor yang mempengaruhi pembangunan energi surya adalah mahalnya Battery
Control Unit BCU. Untuk menghemat biaya pemasangan energi surya biasanya BCU tidak dipasang padahal BCU digunakan sebagai alat untuk mengatur
penyimpanan energi listrik yang dihasilkan sel surya pada baterai disamping juga berfungsi sebagai antar muka ke beban. Agar penerapan energi surya bisa
menekan besarnya anggaran biaya dan dapat dioptimalkan khususnya di daerah- daerah terpencil yang belum mendapatkan pasokan listrik, maka dalam kegiatan
ini dilakukan untuk membuat sistem BCU yang memiliki aplikasi monitoring keadaan baterai, inverter DC to AC dan modul sun tracker dan MPPT. Modul sun
tracker digunakan untuk mendapatkan hasil keluaran energi surya yang optimal. BCU yang akan dihasilkan diharapkan memiliki harga yang relatif rendah sehingga
pemanfaatan energi surya dapat dilakukan secara optimal.
32
III.2 Perancangan Sistem
Baterai merupakan perangkat yang digunakan untuk menyimpan energi listrik dan merupakan salah satu komponen penting pada PLTS. Perangkat ini
berfungsi agar PLTS dapat bekerja dengan stabil pada berbagai kondisi cuaca dan saat malam hari.
Pada pemakaian normal, baterai digunakan pada saat malam hari atau saat cuaca dimana sinar matahari kurang. Bila terjadi kondisi beban yang berlebih
pada siang hari, baterai dapat digunakan untuk menambah daya yang dihasilkan panel surya agar memenuhi permintaan beban.
Perancangan sistem secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2. Mikrokontroler berfungsi sebagai kendali utama pada sistem BCU yang mengolah
data dan mengirimkan data dari ke modul sun tracer, menampilkan data baterai ke LCD, dan membaca data baterai arus, tegangan, temperatur. Kemudian
interface akan mengolah sinyal output sensor supaya bisa dibaca oleh mikrokontroler. Perangkat sensor membaca data baterai selama proses charge
dan discharge. Modul MPPT dan sun tracer kemudian menentukan lokasi dari panel surya agar menangkap sinar matahari yang optimal dan memaksimalkan
daya output. Selanjutnya DC to AC converter inverter akan mengubah tegangan dc dari baterai ke tegangan jala-jala.
Secara garis besar, pelaksanaan perancangan sistem BCU diprioritaskan mulai dari perangkat bagian
charger atau pengisi, perancangan sun tracer,
perancangan inverter dan monitoring sistem. Pada awal tahun penelitian ini difokuskan pada bagian
charger dengan menggunakan MPPT.
Apabila panel surya beroperasi pada titik Maximum Power Point MPP, makan daya maksimal dapat dihasilkan dari panel. Pengoperasian panel surya di luar titik
tersebut akan mengurangi pemanfaatan daya yang tersedia sekaligus akan mengurangi efisiensi. Pelacakan titik MPP pada teganganarus panel surya
disebut dengan Maximum Power Point Tracking. Dalam tahapan ini kegiatan dititikberatkan pada metoda pengisian baterai
dari panel surya dengan menggunakan kontrol charger yang menggunakan MPPT. Charger ini berfungsi sebagai kontrol untuk mengekstrak daya maksimal panel
surya supaya berada pada daerah operasi MPP, mengontrol proses pengisian agar baterai lebih tahan lama, melindungi baterai dari over-charging dan under-
charging, serta melindungi dari pemakaian yang overload.
33
III.3 Maximum Power Point Tracking
MPPT merupakan sistem elektronik yang mengatur dan mengkondisikan panel surya sedemikian rupa sehingga panel surya tersebut menghasilkan daya
maksimal. MPPT bukan merupakan sistem mekanik yang memposisikan panel terhadap matahari, namun merupakan murni rangkaian elektronik yang mengatur
titik kerja panel agar diperoleh transfer daya terbaik yang dimiliki panel surya. Sifat panel surya diwakili oleh karakteristik arus dan tegangannnya yang
disebut kurva I-V seperti terlihat pada Gambar 3. Kurva tersebut menunjukkan arus yang dihasilkan oleh panel surya -- dalam hal ini disebut modul fotovoltaik--
I
m
, sebagai suatu fungsi dari tegangan modul fotovoltaik V
m
, pada suatu radiasi spesifik dan temperatur sel spesifik. Jika sebuah modul fotovoltaik dikenai
hubung singkat V
m
= 0 , maka arus hubung singkat
I
sc
mengalir. Pada keadaan rangkaian terbuka
I
m
= 0 , maka tegangan modul disebut tegangan terbuka
V
oc
. Daya yang dihasilkan modul fotovoltaik adalah sama dengan hasil kali arus dan
tegangan yang dihasilkan oleh modul fotovoltaik.
Gambar 3. Karakteristik daya pada panel surya
Pada penelitian ini, algoritma yang digunakan untuk menentukan MPPT adalah
Perturb and Observe . Prinsipnya yaitu memodifikasi tegangan dan arus
panel surya sampai mendapatkan daya maksimal. Bila kenaikan tegangan sel ternyata menaikkan daya keluaran maka sistem akan menaikkan tegangan
sampai daya keluaran mulai turun. Bila sampai tahap ini terjadi, maka tegangan
34
akan diturunkan sampai diperoleh daya maksimum lagi. Jadi titik daya maksimum akan diperoleh pada kisaran nilai tersebut.
Gambar 4 menunjukkan algoritma pemrograman yang digunakan untuk membangun sistem MPPT. Dalam pelaksanaannya, perancangan dan pembuatan
pemrograman dilakukan dengan menggunakan modul mikrokontroler AVR. Perangkat lunak yang digunakan adalah AVR Studio dari Atmel dengan
menggunakan bahasa pemrograman C. Beberapa pemrograman yang sudah dilakukan adalah pembuatan
routine untuk kontrol keypad, Analog to Digital Converter 10 bit, dan kontrol IO.
Sedangkan pembuatan algoritma PO dikerjakan pada modul MP612.
Gambar 4. Algoritma Pemrograman MPPT
35
Gambar 5. Perancangan program mikrokontroler dengan menggunakan AVR Studio
Skema blok pengontrol utama MPPT MP612 dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah. Adapun fungsi yang penting dari skema tersebut antara lain adalah
sebagai pengukur tegangan dan arus dari sumber panel surya, implementasi algoritma MPPT termasuk di dalamnya adalah perhitungan daya dan penjejak
daya maksimum, pengontrol sinyal PWM, pengukur arus luaran, proteksi dan komunikasi serial.
C1 C2
PWM BUCK-BOOST CONVERTER
MPPT charge controller
BOOST ON
L1 D1
BUCK ON
ANALOG SIGNAL CONDITIONING CIRCUIT
PV current
sense and
voltage sense
PV voltage sense
MPT612 IC
PV current sense BAT voltage sense
BAT current sense 3.3 V
1.8 V clock
reset temperature sense
+ +
+ +
+
LOAD CONTROL AND MONITOR
CIRCUIT MOSFET GATE
DRIVER CIRCUIT PWM
POWER SUPPLY RESET AND
CLOCK CIRCUIT
dari solar panel
ke baterai
beban DC
LEDIndikator Kontrol
Komunikasi Port Serial
sensor tegangan dan arus batere
Gambar 6. Blok diagram pengontrol utama MP612
36
Sistem MPPT lebih kompleks dibandingkan dengan sistem PWM biasa. Tegangan pada panel surya berubah-ubah dipengaruhi oleh suhu dan waktu.
Tegangan optimal pengisian baterai berubah mengikuti kondisi dari baterai pada saat itu, seperti yang tercantum pada Gambar 7 di bawah ini.
Q1
Q3 Q4
Q2 V
V
V V
BAT+ PV+
PV- BAT-
Gambar 7. Rancangan DC-to-DC Converter
Blok DC to DC converter merupakan rangkaian step updown
yang berfungsi menyalurkan daya dari panel surya ke beban. Mengacu pada
konfigurasi rangkaiannya, converter ini dapat dioperasikan sebagai buck-only
tegangan panel surya harus lebih
BAT_12 V PV_positive
PV_current_ref_B PV_voltage_ref
PV input
J14D 282856-8
PV_current_ref_A Rsense
PV_power PV_positive
BAT_gate_drive BAT_gate_drive
V
DD3V3
BAT_voltage_ref BAT_current_ref_A
BAT_current_ref_B Load_current_ref_B
Load_current_ref_A BAT_POWER
6 7
5 8
Buck mode_enable PV_power
Load_cutoff BAT_12V
3 1
2 VCC
U3 IRS21171
IN
C14 10 F
25 V R28
10 k 5
R3 68.1 k
1
KK 1
2 7
8 +
MOV1
CN2220K25G
A2 P
N P
N P
N N
A1
R5 3.9 k
1
D19 24 V
0.5 W
Q11 PMBT2222A
2 Q9
PBSS4160T Q13
PBSS4160T
DNI R122
33 5
C62 4.7 F
50 V C4
680 F 35 V
C3 1000 F
50 V C5
1000 F 50 V
R32 10 k
5 R21
10 k 5
R121 100 k
5 R33
20 k 5
R6 0.010
1
R111 10 k
5 R31
C70 0.1 F
C13 0.1 F
C71 0.1 F
R81 20 k
5 R82
20 k 5
R124 1 k
5
NC1 COM
1 2
P C
3 2
1 1
2 3
2 1
E B
BAT_overvoltage Buck_PWM
Buck mode_enable
N
C15 10 F
63 V
P N
C69 0.1 F
C16 10 F
63 V R22
3 4
4 4
20 k 5
R76 1 k
5 R10
0.01 1
R1 C1
15 5
R2 15
5 4.7 nF
200 V C2
4.7 nF 200 V
D9 12 V
0.5 W
P 1
2 N
3 4
8 7
6 5
VB HO
V
S
NC2
TP11
1
TP7
1
TP12 Q5
PBSS8110Z M5
PMV65XP M6
PMV65XP Q1
PSMN8R2-80YS1 1
D2 STPS40L45CG
K A2
A1
D5 BYV42E
J14C F1
12 A fuse holder
282856-8 J14A
282856-8
KK 12 V battery
LOAD 2 LOAD 1
+ A2
A1 5
6
1
TP2
1
D8 BYV44
KK A2
A1
TP4
1
TP9
1
TP5
1
TP6
1
TP30
1
TP3 D1
ES1B
1 2
1
D7 ES1B
2 1
BAT_12V
D12 ES1B
2 1
TP1
1
Q3 PSMN8R2-80YS
D13 BYV42E
R4 27.4 k
1
R7 4.7 k
1 R8
0.005 1
R113 47 k
5
R16 33
5 R115
47 k 5
Q2 PSMN1R3-30YL1
Q8 PBSS4160T
Q4 PSMN1R3-30YL
L1 85 H
20 A TP8
4
1 4
9 3
10 2
11 1
12 P
N
C7 680 F
35 V C27
4.7 F 50 V
F2 12 A fuse holder
1 +
2
J14B 282856-8
3 +
4
Gambar 8. Rancangan DC-to-DC Converter
37
besar dari tegangan baterai, boost-only
tegangan panel surya harus lebih kecil dari tegangan baterai atau
buck-boost dimana tegangan panel surya boleh
bervariasi perpaduan operasi buck
dan boost
. Sampai pada akhir kegiatan ini telah dirancang rangkaian DC-DC Buck-
Boost Converter BCU dengan skema seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Masukan DC-DC Buck-Boost Converter didesain untuk dapat menangani variasi
tegangan DC yang berkisar antara 10 – 27 V tegangan nominal panel surya 12V, dengan arus pengisian maksimum 6 A.
VoltageCurrent Sense Bagian ini berfungsi mendeteksi besar arus dan tegangan yang diberikan pada
masukan DC-DC Buck-Boost Converter, atau arus dan tegangan yang dihasilkan sumber listrik dalam hal ini adalah modul surya. Parameter nilai yang dideteksi
memungkinkan untuk digunakannya sebagai pengatur konfigurasi DC-DC converter. Pada gambar berikut diperlihatkan model rangkaian elektronika
VoltageCurrent Sense.
PV voltage sense circuit
PV current sense circuit
PV_voltage_ref 2nd order low-pass filter
PV volt sense_boost
PV volt sense_buck V
DD3V3_A
V
DD3V3_A
V
DD3V3
1 2
U4B LPV324M
R23 10 k
1 C20
0.01 F C22
0.01 F
C21 0.1 F
L8 121E_bead
C19 10 F
16 V CMAX
TP13
5 6
7 1
11 4
V
DD3V3_A U4A
LPV324M
3 2
1 11
4
R26 10 k
1 R27
1 k 1
R24 10 k
1 R25
68.1 k 1
0.01 F C18
U4C LPV324M
R64 10 k
1 C68
0.01 F TP15
10 9
8 1
11 4
R35 10 k
1 R66
10 k 1
V
DD3V3_A
GNDA GNDA
GNDA GNDA
GNDA GNDA
GNDA
GNDA GNDA
PV_current_ref_A
C25 0.01 F
TP14
1 1
2 5
3 4
VIN+ V+
U14 VIN
GND INA194AIDBVT
OUT GAIN 50
R29 68.1 k
1
2nd order low-pass filter
PV current sense GNDA
GNDA
C26 0.01 F
GNDA
C49 0.1 F
C24 0.1 F
V
DD3V3_A
V
DD3V3_A
U4D LPV324M
12 13
14 11
4
R30 68.1 k
1 0.01 F
C23 R86
100 1
PV_current_ref_B
R87 1
1 100
1
GNDA
GNDA
Gambar 9. Rangkaian voltagecurrent sense
38
MPT612 Digital Circuit Bagian ini merupakan divais utama untuk implementasi algoritma MPPT dimana
proses identifikasi atau tracking daya maksimum masukan dari modul surya dilakukan. Bagian ini juga merespon parameter pembacaan besar arus dan
tegangan solar panel dalam bentuk pengisian daya pada baterei atau distribusi arus pada beban. MPT612 merupakan mikrokontroler yang mengendalikan proses
tracking, sensing arus dan tegangan serta kontrol lain termasuk port untuk komunikasi. Bentuk rangkaian elektronika dari MPT612 digital circuit dapat dilihat
seperti pada gambar berikut.
V
DD3V3 D10
MMBD4148
X1 12.000 MHz
SW2 RESET SW
R72 47 k
5
R120 1 M
5 C41
0.1 F
DC1 0.1 F
C42 22 pF
C43 22 pF
3 1
2
MPT612FBD48
PIO19MAT1_2MISO1 1
42 2
3 44
47 48
41 45
46 13
14 29
30 22
23 24
28 18
21 32
PIO20MAT1_3MOSI1 PIO21SSEL1MAT3_0
PIO20 PIO21
PIO14EINT1SCK1DCD1 PIO17CAP1_2SCL1
PIO18CAP1_3SDA1 PIO13MAT1_1DTR1
PIO15EINT2RI1 PIO16EINT0MAT0_2
PIO0MAT3_1TXD0 PIO1MAT3_2RXD0
TXD0 EINT1
PIO17 PIO18
RXD0 PIO8TXD1PWMOUT1
PIO9RXD1PWMOUT2 PIO4SCK0
PIO5MISO0 PIO6MOSI0
PWMOUT0 PIO2SCL0
PIO3SDA0 PVVOLTSENSEBUCK
33 PVVOLTSENSEBOOST
34 PVCURRENTSENSE
35 PIO10CAP1_0RTS1AD3
36 PIO11CAP1_0CTS1AD4
37 PIO12MAT1_0DSR1AD5
PV volt sense_buck Powerdown_wakeup
Buck_power_enable PIO09
PIO08 Load_cutoff
Buck_PWM
PV volt sense_boost PV current sense
PIO2 PIO3
Load current sense BAT current charge
NTC for ambient temp measurement
NTC response At 25 C = 1.5 k
At 0 C = 4.28 k At 85 C = 440
BAT volt sense
GNDA GNDA
V D
D A
D C
38 PIO25AD6
39 7
19 31
43 PIO26AD7
GNDA 8
TRSTPIO27CAP2_0 9
TMSPIO28CAP2_1 10
TCKPIO29CAP2_2 15
PIO30MAT3_3TDI 16
PIO31TDO 26
RTCK 27
JTAGSEL
6 RST
TRST TMS
TCK TDI
TDO RTCK
DEBUGSEL
11 X1
DR3 10 k
5
4 V
DDRTC
25 RTXC2
DR4 10 k
5 R79
2.2 k 1
V
DD3V3
A K
U15 V
DD3V3
R75 2.2 k
5 D18
LED_RED1
V
DD3V3
A K
V
DD3V3 R57
1 k 5
V
DD3V3
Buck mode_enable
R53 10 k
5 R56
4.7 k 5
L4 121E_bead
R65 4.7 k
5 D17
LED_GREEN1
V
DD3V3
A K
R58 2.2 k
5 D16
LED_YELLOW1
DR2 10 k
5 DR1
10 k 5
R67 10 k
5
R84 100
1 NTC1
NTC
20 RTXC1
G N
D G
N D
G N
D A
D C
G N
D 12
X2
TP19
1
TP23
1
TP24
1
TP31
1 2
1
TP32
1
TP25
1
TP21
1 5
V D
D C
V
DD1V8 L3
121E_bead C40
0.1 F C38
0.1 F C37
0.1 F C39
0.1 F
2 1
40 17
V D
D I
O V
D D
I O
V
DD3V3 L2
121E_bead
2 1
V
DD3V3_A
Gambar 10. Rangkaian Digital MPT612
39
Power Supply Rangkaian power supply didesain untuk memberikan supply daya pada divais
elektronika BCU. Rangkaian power supply dapat bekerja dengan mengambil energi listrik dari baterai 12 V
DC
dan menghasilkan luaran 3,3 V
DC
. Skema rangkaian elektronika power supply dapat dilihat seperti pada gambar di bawah.
U12 74LVC1G332GW
Q6 PMBT2222A
D11 PMEG6010CEJ
M1 PMV65XP
N CMAX
U10 TPS73018DBV
Q7 PMBT2222A
U11B LPV324M
U11C LPV324M
GNDA Load_current_ref_B
Load_current_ref_A Load current sense
Buck_power_enable U11A
LPV324M
R123 100 k
1 TP27
2 3.3 V_standby
3.3 V_standby BAT_voltage_ref
1
BAT voltage comparator Switching regulator circuit for V
DD3V3
1
PV voltage comparator 3
1 1
1 3
2 5
B C
E E
B C
C59 0.1 F
4 6
4 11
R77 100 k
1 R118
4.7 k 5
R108 22 k
1 R107 DNI
10 k 1
R116 15 k
1 R106
15 k 1
R103 1 M
5 TP26
L7 47 H
1 1
2 3
4 K
A 2
C56 0.1 F
C51 330 pF
C55 0.1 F
C54 680 F
10 V C57
0.1 F C58
0.1 F C52
2.2 F 16 V
R119 4.7 k
5 R101
10 k 5
R100 47 k
5 R96
20.5 k 1
R93 0.2
C53 47 F
25 V CMAX
C65 4.7 F
50 V L5
121 Bead
2 1
L6 121
Bead
1 2
U11D LPV324M
R104 100 k
1 TP29
12 3.3 V_standby
PV_voltage_ref Powerdown_wakeup
13 14
1 11
4
R110 20.5 k
1 R105
10 k 1
R98 100
1 R99
12.4 k 1
R97 100
5
R94 2.2 k
1 R102
1 M 2 5
R109 1 M
5 TP28
1
3.3 V_standby 5
6 11
4 7
10 9
11 4
8 3.3 V_standby
3.3 V_standby
R78 10 k
1 R117
15 k 1
3.3 V_standby V
DD3V3
1 3
5 4
2 GND
IN EN
OUT NR
3.3 V_standby GNDA
BAT_current_ref_B BAT_12 V
V
DD1V8
MT1 MOUNTING
HOLE
BAT_current_ref_B 1
R114 2 M 2
1 C61
4.7 nF
C60 0.1 F
C73 0.33 F
3.3 V_standby 1
7 6
5 8
SW emitter Timing cap
GND SW collector
I peak sense V
CC
Comp inv IP Drive collector
U9
MC33063A
1 1
1
Gambar 11. Skema Power Supply
Realisasi Rangkaian PCB Seluruh sub-sistem rangkaian BCU selanjutnya diimplementasikan pada papan
PCB seperti diperlihatkan pada gambar berikut tampilan tampak atas dan bawah.
40
Gambar 12. Printed Circuit Board prototype BCU
III.4 Prototip, Pengujian dan Pengukuran
Pada tahun pertama kegiatan ini pekerjaan yang dilakukan lebih banyak dititikberatkan pada pekerjaan perancangan. Tiap blok atau bagian-bagian
rangkaian sudah dalam tahap penyelesaian desain dan dilakukan oleh peneliti yang berbeda. Untuk itu pengukuran parameter dengan menggunakan alat ukur
masih sedikit dilakukan. Sampai dengan tahap ini, perancangan BCU dilakukan pada modul-modul
terpisah, seperti modul charger, modul mikrokontroler dan modul komunikasiinterface. Pembuatan protitip mulai dilakukan dengan perancangan
pada PCB. Bagian sun tracker secara fisik mulai dikerjakan pada tahap ini. Sun tracker
memerlukan desain mekanik dan kontrol yang baru akan dilakukan di tahun selanjutnya. Namun sebagai persiapan, telah dilakukan studi tentang pola dan
radiasi matahari dalam rentang waktu satu tahun. Hal ini penting dilakukan sebagai acuan kerja mikrokontroler nantinya.
Kontrol untuk motor stepper sudah mulai dibuat untuk penggerak solar panel. Rancangan awal dilakukan untuk merealisasikan mode single-axis
menggunakan IC L298N lihat Gambar 17.
41
Gambar 13. Pengukuran karakterisasi panel surya
Gambar 14. Pengukuran menggunakan beban untuk menentukan kurva I-V
Karakterisasi energi matahari yang diterima oleh panel surya diperoleh dari sampel pengukuran selama satu bulan dan dapat dilihat pada gambar berikut.
42
5 10
15 20
25 30
35 40
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13
Gambar 15. Grafik rata-rata daya output panel surya 50Wp di lokasi 6°5252.60 S 107°3640.05 E Komplek LIPI Bandung
Dari grafik pengukuran menunjukkan bahwa pada siang hari energi yang mampu diserap oleh panel surya tidak sepenuhnya berada pada titik maksimal.
Pengukuran prototipe battery control unit dapat dilihat pada tabel di bawah. Nilai parameter disesuaikan dengan spesifikasi komponen yang digunakan pada
modul MP612.
Parameter Nilai
Tegangan PV
nom
12 V
Tegangan PV
max
27 V
Arus PV
max
6 A
Tegangan Minimum untuk operasi MPP
10 V
Daya PV
max
100Watt
Baterai
Jenis Baterai Lead-acid, gel
Tegangan Baterai
nom
12V
Po W
day n
Sampel: Mei 2011
P
avg
= 30,1 Watt
43
Arus Pengisian
max
6A
Beban
Load DC voltage sama dengan tegangan
baterai Maximum load current
8A PV reverse polarity protection
Ya PV reverse current flow protection
Ya Surgetransient protection
1.5 kVA Maximum controller standby current
10mA Tabel 2. Pengukuran parameter battery control unit
Gambar 16. Pemrograman kontrol motor menggunakan modul mikrokontroler
Penggerak motor untuk rangkaian mekanis panel direalisasikan menggunakan IC L298N. Sedangkan kontrolnya ditangani oleh mikrokontroler. IC ini bisa
difungsikan untuk stepper motor maupun DC motor dual, seperti terlihat pada gambar di bawah.
44
Gambar 17. Diagram rangkaian penggerak motor untuk mekanik panel sampai dengan 2 A
Gambar 19. Pengujian BCU di laboratorium
45
IV. KESIMPULAN DAN SARAN IV.1 Kesimpulan
Sampai dengan akhir kegiatan tahun pertama, telah dilakukan studi literatur yang bersumber dari tulisanjurnal nasional, tulisanjurnal internasional,
panduanmanual produk panel surya dan browsing internet. Telah dilakukan juga studi yang lebih intensif mengenai algoritma MPPT dengan algoritma PO.
Walaupun lebih rumit namun menggunakan MPPT ini lebih efisien dibandingkan metoda lain.
Komponen dan bahan dapat dipenuhi dari pasar lokal, sedangkan sebagian komponen dari luar negeri sedang dalam tahap proses pengadaan. Walaupun
fokus penelitian ini adalah merancang pengontrol baterai yang didalamnya merupakan rangkaian elektronik, namun pada kenyataanya tidak lepas dari
komponen dan bahan yang lain seperti panel surya, baterai dan bahan mekanik. Bahan-bahan tersebut dibeli dari pasar lokal. Kendala yang dihadapi masih sedikit
dan sifatnya masih bisa diatasi. Diantaranya adalah keterbatasan referensi tulisan atau jurnal ilmiah internasional yang berhubungan dengan teknologi MPPT dan
ketersediaan alat ukur di laboratorium. Selain dari itu tidak ada lagi kendala yang berarti.
Pengujian baterai control unit masih dilakukan dengan cara sederhana menggunakan beban resistif. Dari pengujian tersebut arus pengisian baterai
maksimal adalah 8 Ampere dengan beban maksimal 6 Ampere.
IV.2 Saran
Sampai dengan kegiatan penelitian pada akhir tahun pertama ini, maka ada beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan dan diharapkan bisa dilakukan pada
tahap selanjutnya adalah:
1. Perbaikan metoda perancangan dalam skala simulasi, karena hal ini
penting untuk meningkatkan kinerja rangkaian elektronik dan memprediksi masalah lebih awal. Teknik yang dapat diterapkan adalah menggunakan
perangkat lunak simulasi matematis. 2.
Karakterisasi fisik pada baterai terhadap temperatur, sampai pada penelitian ini parameter temperatur belum diperhitungkan. Sedangkan arus
46
pengisian baterai semestinya disesuaikan dengan temperatur baterai atau lingkungan sekitar.
V. REFERENSI
1. Frederick M. Ishengoma and Lars E. Norum, “Design and
implementatiion of a digitally controlled stand-alone photovoltaic power supply”, Dept. of Electrical Power Engineering , Norwegian University of
Science and Technology, Norway. 2.
Joe-Air Jiang, Tsong-Liang Huang, Ying-Tung Hsiao and Chia-Hong Chen, “Maximum power tracking for Photovoltaic power systems”,
Tamkang Journal of Science and Engineering, Vol.8 No.2 pp.147-153, Tamsui, Taiwan.
3. Geoffrey R. Walker and Paul C. Sernia, “Cascaded DC-DC converter
connection of photovoltaic modules”, IEEE Transactions on Power Electronics vol.19 no.4, July 2004.
4. Y. Ueda, K. Kurokawa, T. Tanabe, K. Kitamura, K.Akanuma, M. Yokota,
H. Sugihara, “Study on the over voltage problem and battery operation for grid-connected residential PV systems”, 22nd European Photovoltaic
Solar Energy Conference, 3-7 September 2007, Milan, Italy. 5.
A. Adiyabat, K. Kurokawa, “An optimal design and use of solar home system in mongolia”, Tokyo University of Agriculture and Technology
TUAT 6.
Takae Shimada and K. Kurokawa, “Grid-connected photovoltaic systems with battery storages control based on insolation forecasting
using weather forecast”, Renewable Energy 2006 Proceedings. 7.
Takae Shimada and K. Kurokawa, “High precision simulation model of battery characteristics”, Renewable Energy 2006 Proceedings.
8. Mukund R. Patel, “Wind and solar power systems”, 1999, CRC Press
LLC. 9.
N. Mohan, T.M. Undeland, W.P. Robbins, “Power Electronics; Converters, Application, and Design”, 2nd ed., Wiley, New York, USA,
1995.
47
10. NXP Semiconductors,
“Photovoltaic MPPT battery charge controller using the MPT612 IC reference board Application note Rev 2”, 2
February 2011.
---oo=O=oo---
48
Pembuatan Dye-Sensitized Nanocrystalline Tio2 Solar Cell dengan Teknologi Screen Printing
Natalita Maulani Nursam, ST, M.Phil
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2011
49
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan Penelitian :
Pembuatan Dye-Sensitized
Nanocrystalline Tio2 Solar Cell dengan Teknologi Screen Printing
2. Kegiatan Prioritas
: Informatika dan Telekomunikasi 3.
Peneliti Utama :
Nama :
Natalita Maulani Nursam, ST, M.Phil Jenis
Kelamin :
Wanita 4.
Sifat Penelitian :
Lanjutan Tahun ke 3 5.
Lama Penelitian :
3 tiga Tahun 6.
Biaya Total 2011 :
Rp. 450.000.000,-
Bandung, 31 Desember 2011 Disetujui,
Ka. Pusat Peneltian Elektronika dan
Telekomunikasi - LIPI
Dr. H i s k i a NIP. 19650615 199103 1 006
Peneliti Utama
Natalita Maulani Nursam, ST, M.Phil NIP. 19821227 200604 2 004
50
Abstrak
Sel surya jenis dye-sensitized
dye sensitized solar cell – atau disingkat
DSSC merupakan jenis sel surya generasi ketiga yang memanfaatkan prinsip
fotoelektrokimia. Struktur fisik DSSC terdiri atas lapisan TiO
2
pada substrat TCO glass
Transparant Conductive Oxide ,
dye sebagai
sensitizer , larutan elektrolit
dan elektroda katalis. Pasta nc-TiO2 dideposisikan pada substrat glass dengan metoda
screen-printing . Molekul-molekul dye ditambahkan pada permukaan nc-
TiO
2
yang berfungsi untuk menyerap cahaya yang datang. Untuk membangkitkan tegangan maka digunakan larutan elektrolit sebagai tempat berlangsungnya
reaksi redoks yang melibatkan ion iodida I
-
dan triiodida I
3 -
, serta lapisan konduktor pada elektroda pembanding
counter elektroda sebagai elektroda
katalis. Proses pembuatan DSSC ini akan dilakukan di PPET LIPI selama 3 tahun. Tahun 2009 telah dilakukan penelitian awal untuk memahami mekanisme DSSC
berupa persiapan awal dan karakterisasi proses. Tahun 2010 merupakan tahun kedua penelitian merupakan optimasi proses dan penelitian penggunaan counter
elektroda yang berbeda. Pada tahun 2011 akan dilakukan proses pembuatan dye-
sensitized nanocrystalline TiO
2
solar cell dengan fokus penelitian terhadap tiga
faktor, yaitu material elektrolit, sealing,
dan analisa pengaruh dimensi. Karakteristik kurva I-V sel diukur dengan beberapa sumber cahaya, yaitu sun
simulator Oriel 1.5AM dengan intensitas 40mWcm
2
dan di bawah sinar matahari langsung 60 mWcm
2
. Selain itu, pada tahun ke-3 ini kami telah berhasil memfabrikasi beberapa modul surya DSSC untuk panel demonstrasi dengan luas
area aktif 6x1 cm
2
per sel. Efisiensi terbaik dari sel surya DSSC yang kami peroleh adalah 4.41 untuk luas area aktif 2x1 cm
2
serta 3.05 untuk luas area aktif 6x1 cm
2
. Untuk modul surya, efisiensi terbaik yang kami hasilkan adalah 4.02 dibawah intensitas cahaya 6mWcm
2
dan 0.65 dibawah matahari 80 mWcm
2
dengan total luas area aktif sebesar 144 cm
2
.
Kata kunci :
sel surya, dye-sensitized
, TiO
2
, karakteristik kurva I-V, efisiensi.
51
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat sementara potensi dan kapasitas energi yang berasal dari fosil jumlahnya terbatas, sehingga diperlukan
penelitian dan pengembangan pengadaan sumber energi baru dan terbarukan. Sumber energi alternatif yang memiliki potensi dan kapasitas yang cukup besar
adalah energi cahaya matahari. Sel surya adalah suatu divais yang secara langsung mengubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Di dunia
penggunaan sel surya sebagai pembangkit energi listrik tenaga surya sedang mengalami lonjakan kebutuhan yang sangat “booming” tinggi. Sedangkan di
Indonesia pemanfaatannya tenaga surya masih kecil, hal ini dikarenakan mahalnya harga pembangkit listrik jenis ini. Akan tetapi penyediaan sumber energi
alternatif sangat diperlukan. Sehingga perlu melakukan riset di bidang tersebut untuk mendukung program pemerintah dalam penyediaan energi alternatif baru
dan terbarukan. Penelitian dan pengembangan proses sel surya di dunia didominasi dari
bahan silikon single crystalline
maupun polycrystalline
. Namun sel surya silikon ini harganya masih relatif mahal, sehingga berbagai usaha untuk mencari teknologi
alternatif untuk pengembangan yang memiliki potensi harga relatif murah. Saat ini kecenderungan pengembangan teknologi proses sel surya mengarah pada
teknologi struktur nano, baik pengembangan rekayasa bahan ataupun material. Pengembangan rekayasa bahan atau material skala nanometer telah
membangkitkan sebuah sel surya jenis baru yang dapat merealisasikan sel surya biaya rendah di masa yang akan datang, yaitu berupa
dye-sensitized solar cell DSSC. Bahan-bahan yang digunakan meliputi sebagai bahan-bahan organik dan
nano partikel inorganik. Perkembangan devais ini bermula dari hasil penelitian Michael Gratzel dan rekannya dari Laboratorium Photonic dan Interface EPFL
Switzerland di awal tahun 1990-an. Konsep ini diperhatikan sebagai teknologi masa depan sebagai alternatif sel surya konvensional berbasis silikon.
Teknologi yang digunakan dalam fabrikasi sel surya ini menggunakan teknologi
screen printing . Pemilihan teknologi berupa
screen printing dikarenakan
teknologi ini mudah diterapkan dan relatif murah dan repeatable
, sehingga untuk produksi skala besar teknologi ini dapat diandalkan. Bahan-bahan pendukung
untuk proses fabrikasi dengan screen printing sudah banyak tersedia di pasaran
52
Indonesia. Oleh karena itu teknologi fabrikasi DSSC dengan teknologi screen
printing ini lambat laun akan mampu diterapkan untuk diproduksi pada tingkat
industri menegah atau industri rumahan yang tentunya dengan diberi penyuluhan secara terus menerus.
Berdasarkan hal tersebut di atas serta didukung tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap dan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi
teknologi proses yang baik, PPET–LIPI mencoba turut mengatasi permasalahan untuk melakukan penelitian dan pengembangan energi alternatif baru dan
terbarukan dengan pengembangan struktur nano, yaitu melakukan pembuatan
dye-Sensitized nanocrystalline TiO
2
solar cell. Kegiatan ini sesuai dengan Renstra
PPET-LIPI yaitu program energi baru dan terbarukan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
tentang teknologi proses sel surya screen printing
dengan membuat dye-
sensitized Sensitized nanocrystalline
TiO
2
solar cell . Kegiatan ini akan dilakukan
selama 3 tahun, dimana tahun 2009 telah dilakukan penelitian awal untuk memahami mekanisme DSSC berupa persiapan awal dan karakterisasi proses
screen printing. Tahun 2010 dilakukan optimasi proses dari hasil karakterisasi yang telah didapatkan tahun sebelumnya. Tahun 2011 akan dilakukan proses
pembuatan dye-Sensitized nanocrystalline
TiO
2
solar cell untuk ukuran sel 1,5 x 8
cm dan panel demonstrasi DSSC. Hasil kegiatan penelitian ini diharapkan mampu memberikan konstribusi
ilmiah dalam menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya pengembangan material berstruktur nano serta menunjang program
pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang energi baru dan terbarukan.
1.2. Perumusan Masalah
Teknologi screen printing
merupakan salah satu teknologi untuk pembuatan DSSC yang relatif sederhana dan murah. Prosedur proses menggunakan
teknologi yang saat ini sedang berkembang, yaitu struktur sandwich
. Substrat yang digunakan adalah berupa glass TCO. Setelah dilakukan karakterisasi proses
pada tahun 2009 dan 2010, parameter proses yang dihasilkan akan digunakan untuk membuat DSSC dengan ukuran 1,5 x 8 cm. Optimasi proses akan dilakukan
untuk mendapatkan proses yang repeatible
. Percobaan teknik assembly
akan dilakukan agar prototipe sel dan panel dapat terisolasi dengan baik sehingga
53
memperpanjang lifetime
dari sel surya DSSC. Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan
single-cell dengan metodologi proses sesuai dengan
state of the art DSSC saat ini.
1.3. Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan Umum : Membuat
Dye-Sensitized nanocrystalline TiO
2
Solar Cell dengan
teknologi screen printing. Khusus :
- Membuat Dye-sensitized
nanocrystalline TiO
2
Solar Cell ukuran sel
1,5x8 cm
1
menggunakan parameter proses berdasarkan hasil optimasi proses.
- Mempelajari pemahaman tentang proses pembuatan Dye-sensitized nanocrystalline TiO
2
Solar Cell 2. Sasaran
Sasaran dari penelitian tahun 2011 adalah : Umum : Terwujudnya sebuah sel surya menggunakan kombinasi lapisan
nanocystalline TiO
2
nc-TiO
2
dengan dye-sensitizer
Khusus : - Dihasilkannya
Dye-Sensitized nanocrystalline TiO
2
Solar Cell menggunakan teknologi screen printing dengan ukuran sel 1,5 x 8 cm
2
. - Didapatkannya pemahaman tentang proses pembuatan
Dye- Sensitized nanocrystalline TiO
2
Solar Cell Keluaran Output dari penelitian tahun 2011 :
Publikasi : 1 buah
Sampel produk : 1 buah sel surya dan panel demonstrasi sel surya DSSC.
1.4. Kerangka Analitik 1.4.1. Dye-sensitized Solar Cell
1
Dikarenakan keterbatasan ukuran squeegee pada alat screen printing, pembuatan sel dengan ukuran area aktif tersebut menjadi kurang optimal. Oleh karena itu pada pelaksanaan penelitian ini kami luas area yang kami gunakan adalah 6cm
2
dengan ukuran optimum 1x6 cm
2
lihat sub bab 3.2.
54
Dye-Sensitized nanocrystalline TiO
2
Solar Cell selanjutnya disingkat
dengan sebutan DSSC adalah sel surya yang merupakan kombinasi elektroda berstruktur nano dengan injeksi muatan suatu
dye . Sel ini dibentuk dari dua buah
substrat berupa transparent-conducting-oxide
TCO- glass
yang disusun secara sandwich
. Bagian atas berupa molekul-molekul dye
yang terikat dipermukaan lapisan semikonduktor
mesoporous nc-TiO
2
dan bagian alas terlapisi platinum sebagai elektroda katalis dan larutan elektrolit sebagai penghantar muatan [1-3].
Struktur DSSC ditunjukkan pada gambar 1. Fotoelektroda adalah bagian yang berupa lapisan nc-TiO
2
yang dideposisikan pada anoda transparan dari bahan kaca TCO. Molekul-molekul dye ditambahkan pada permukaan nc-TiO
2
yang berfungsi untuk menyerap cahaya yang datang sensitizer
. Untuk membangkitkan tegangan maka diberikan larutan elektrolit berupa pasangan
redoks seperti I
-
I
3 -
dan lapisan konduktor sebagai counter
-electroda.
Gambar.1 Ilustrasi struktur dasar DSSC. Karakteristik sel surya dye-sensitized dipengaruhi material pembentuknya.
Jenis dye
terkait dengan efektifitasnya dalam penyerap cahaya. Semakin luas spektrum absorbsi
dye semakin baik kemampuannya untuk mengek sitasi elektron
ke pita konduksi elektroda. Jenis elektroda berkaitan dengan besarnya band gap yang dimilikinya. Titanium dioksida TiO
2
yang memiliki band gap sekitar 3,2 eV merupakan fotoelektroda yang sering digunakan pada sel surya ini.
Counter- elektroda berfungsi sebagai katalis untuk merpercepat kinetika reaksi proses
reduksi triiodide pada TCO harus memiliki kemampuan katalitik yang tinggi. Salah satu bahan yang umumnya digunakan adalah Platina [4,5]. Sementara itu,
2
Ibid
55
material elektrolit yang digunakan juga cukup penting karena berkaitan dengan regenerasi elektron pada elektroda.
Salah satu faktor yang umumnya masih menjadi kendala pada pembuatan sel surya DSSC
adalah optimalisasi proses yang berhubungan dengan material. Ada beberapa jenis komponen material dalam DSSC yang sangat berpengaruh
terhadap performa sel, yaitu material pembentuk fotoelektroda dalam hal ini adalah TiO
2
dan dye
atau pewarna, counter
-elektroda Pt serta elektrolit. Fotoelektroda merupakan bagian yang cukup signifikan pada DSSC dikarenakan
fungsinya sebagai penyerap sinar matahari secara langsung. Beberapa parameter penting yang berpengaruh terhadap kualitas fotoelektroda adalah ketebalan TiO
2
, ukuran partikel dan porositas TiO
2
serta respon cahaya dari zat pewarna terhadap panjang gelombang yang dihasilkan oleh matahari. Selain itu, pemilihan jenis
larutan elektrolit yang tepat pun merupakan salah satu faktor yang masih banyak dipelajari oleh para peneliti [6, 7]. Karena bentuknya yang berupa larutan, banyak
permasalahan yang timbul yang berhubungan dengan penggunaan elektrolit, seperti halnya kebocoran, penguapan, kemungkinan terjadinya korosi pada
counter- elektroda, dan lain sebagainya. Kebanyakan permasalahan diatas terkait
dengan isu kestabilan performa sel dalam jangka panjang [6]. Selain larutan, saat ini elektrolit gel juga sedang dikembangkan untuk meningkatkan kestabilan sel [8].
Selain pemilihan material, faktor lain yang tak kalah penting adalah optimalisasi dimensi area aktif TiO
2
pada bagian fotoelektroda. Faktor ini cukup penting utamanya pada saat mendisain modul surya DSSC yang tersusun atas
beberapa sel surya DSSC dengan ukuran yang umumnya lebih besar untuk menghasilkan daya
output yang relatif tinggi. Masalah yang kerap timbul pada
saat up-scaling
sel surya DSSC, baik masih berupa sel maupun modul, adalah menurunnya efisiensi secara drastis. Salah satu penyebab hal tersebut adalah
rugi-rugi yang diakibatkan oleh area aktif dan kontak elektroda [3, 9]. Oleh sebab itu, dalam merancang disain sel surya DSSC maupun modul surya DSSC,
dibutuhkan estimasi yang tepat untuk menentukan faktor dimensi. Hal ini ditujukan untuk meminimalisir rugi-rugi yang timbul akibat pengaruh tahanan
parasitic baik
itu yang dipengaruhi oleh area aktif maupun non-aktif . Karakteristik DSSC sangat dipengaruhi oleh material dari komponen
aktifnya yang antara lain terdiri atas: 1.
Nanoporous TiO
2
56
Titanium Dioxide TiO
2
merupakan salah satu material semikonduktor yang dengan band gap lebar ~3,2 eV yang sering digunakan. TiO
2
memiliki sifat optik yang baik, bersifat inert, tidak berbahaya, dan murah [1,10]. Dalam aplikasinya
pada DSSC, TiO
2
harus memiliki permukaan yang luas agar dye yang teradsorpsi lebih banyak dan dapat meningkatkan arus photon, sehingga material TiO
2
yang digunakan harus bersifat porous dan berstruktur nano nanocrytalline - nc-TiO
2
. Semikonduktor lain dapat yang digunakan yaitu ZnO, akan tetapi performanya
lebih rendah dibandingkan TiO
2
[4].
2. Dye
zat pewarna Dye
memiliki fungsi mengabsorbsi cahaya yang datang. Dye
yang umumnya digunakan yaitu jenis ruthenium complex. Walaupun DSSC
menggunakan ruthenium complex telah mencapai efisiensi yang cukup tinggi, namun dye jenis ini cukup sulit untuk disintesa dan ruthenium complex komersil
berharga mahal. Alternatif lain yaitu penggunaan dye
bahan natural yang mengandung zat pigmen antocyanin seperti blueberry, rosela, rasberry dll [11].
Gambar 2 menunjukkan struktur kimia dari dye
berbasis Ru B2N719 yang digunakan pada penelitian ini .
Gambar 2. Struktur kimia B2N719 dengan rumus kimia C
58
H
86
N
8
O
8
RuS
2
[12]. 3. Elektrolit
Ada beberapa tipe elektrolit yang yang digunakan pada DSSC terdiri dari iodine I
-
dan triiodide I
3 -
sebagai pasangan redoks dalam pelarut. Salah satu kekurangan dari DSSC adalah stabilitasnya yang rendah, terutama akibat
degradasi dan kebocoran pada elektrolit cair. sekarang ini elektrolit berupa gel sedang dikembangkan untuk mengurangi degradasi dan kebocoran elektrolit yang
dapat meningkatkan stabilitas sel.
57
4. Counter
Elektroda Counter
elektroda berfungsi sebagai katalis untuk merpercepat kinetika reaksi proses reduksi triiodide pada TCO. Material yang umum digunakan pada
aplikasi ini dan dapat menghasilkan effisiensi yang cukup tinggi adalah Platina. Platina dideposisikan pada TCO dengan berbagai metoda yaitu elektrokimia,
sputtering, spin coating, atau pyrolysis.
1.4.2 Teknologi Screen Printing
Teknologi screen printing
merupakan teknologi pembuatan komponen- komponen dan rangkaian elektronik terintegrasi Hibrida
IC-Hybrid yang berbasis
substrat keramik. Dengan berkembangnya bidang material, saat ini tersedia pasta untuk proses fabrikasi sel surya melalui proses screen printing, seperti halnya
pada proses DSSC. Proses Pencetakan printing
ini adalah proses pemindahan bahan pasta melalui suatu pola tertentu yang dibentuk di atas
screen , ke atas
substrat yang diinginkan. Keuntungan yang dapat diambil dari penggunaan teknologi screen printing dalam pembuatan sel surya ini meliputi investasi
peralatannya cukup rendah, prosesnya cukup sederhana dan dapat digunakan untuk proses produksi masal.
Setelah proses pencetakan langkah selanjutnya adalah proses pembakaran
firing pasta, namun sebelumnya pasta harus dikeringkan terlebih
dahulu pada 100 C sampai 120
C. Alat yang digunakan untuk proses pembakaran ini adalah
infrared conveyor belt furnace
yang memiliki 3 zone, yaitu pra- pembakaran,
zone pembakaran dan
zone pendinginan.
1.4.3 Teknologi Sputtering
Proses Sputtering merupakan salah satu proses deposisi yang biasa digunakan untuk pembuatan lapisan tipis konduktor, isolator ataupun lapisan aktif
lainnya dengan ketebalan dibawah 1 mikron. Adapun prinsip dasar proses sputtering adalah proses terpentalnya materi atom dari suatu permukaan zat
padat atau cair akibat adanya tumbukan dari partikel berenergi tinggi sehingga atom-atom tersebut menempel pada substrat membentuk lapisan tipis. Proses
berlangung dalam suatu ruang vakum. Sebagai gas pembawa muatan biasa digunakan gas inert Argon. Gambar 3 menunjukkan konfigurasi proses sputtering.
58
Gambar 3. Skema proses Sputtering [13]
1.4.4 Karakteristik Sel Surya
Dalam pengukuran sebuah komponen sel surya, karakteristik yang diperlukan adalah Kurva I-V atau hubungan arus dan tegangan, seperti yang
diperlihatkan dalam Gambar 4.
Gambar 4. Kurva hubungan Arus dan tegangan sebuah silikon sel surya
Efisiensi merupakan salah satu karakteristik listrik dari sebuah sel surya yang didefinisikan sebagai perbandingan daya keluaran maksimum, P
m
dan daya masuk yang berasal dari cahaya matahari yang datang, P
in
. Persamaan efisiensi dari sel surya adalah :
= P
m
P
in ………………..
1 Fill Factor adalah ratio daya keluaran maksimum P
m
terhadap produk arus hubung singkat I
sc
dengan tegangan hubung terbuka V
oc
. FF = P
m
V
oc
x I
sc
………….. 2
Dimana : I
sc
= Arus hubung singkat, dilihat pada saat tegangan V=0
59
V
oc
= Tegangan hubung terbuka dilihat pada saat arus sama dengan nol I=0.
Fill factor merupakan representasi dari penyimpangan yang terjadi dari
karakteristik I-V sebuah sel terhadap sel yang ideal. Peyimpangan yang terjadi ini diakibatkan pengaruh resistansi seri dan resistansi paralel.
1.5. Hipotesa
Pada penelitian pembuatan Dye Sensitized nanocrystalline TiO
2
Solar Cell, proses preparasi substrat Glass TCO, pelapisan nc-TiO
2
, pelapisan counter elektroda, teknik pencelupan Dye sensitizer, pengisian larutan elektrolit dan teknik
assembing akan sangat mempengaruhi karakteristik dye solar cell yang dihasilkan. Karekterisasi proses untuk mendapatkan teknik dan parameter proses yang tepat
sangat diperlukan sehingga akan dihasilkan dye solar cell yang memiliki karekteristik listrik yang baik dengan efisieinsi yang baik pula.
II. PROSEDUR DAN METODOLOGI 2.1. Peralatan
Peralatan yang digunakan meliputi peralatan proses dan peralatan pengukuran. Beberapa peralatan utama yaitu :
a. Screen printing
, alat proses untuk pencetakan pasta, ditunjukkan gambar 5.
Gambar 5. Screen printer
b. Conveyor Belt Furnace Spinner, alat proses untuk pembakaran annealing ditunjukkan pada gambar 6.
60
Gambar 6. Conveyor Belt Furnace
c. Sun simulator Oriel-source AM1.5 ditunjukkan pada gambar 7.
Gambar 7. Sun simulator Oriel-source AM1.5
d. Sputtering system ditunjukkan gambar 8.
Gambar 8. Sputtering system
e. Peralatan pendukung lainnya seperti four point probe
, screen maker, timbangan, mutimeter,alat ukur intensitas cahaya, peralatan bor mekanik,
hot plate, peralatan kimia seperti petri disk, pipet, gelas kimia dll. f. Peralatan analisa material seperti SEM, XRD, Spectrofotometer UV
menggunakan jasa kerjasama dari instansi lain ITB, ESDM, dan UNS.
61
2.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : - TEC15
glass fluorine doped
SnO
2
15 Ωsq
- Pasta TiO
2
: DSL 18 NR-AO dan DSL 18 NR-T - Target
Platina - Larutan Elektrolit: EL-HSE dan EL-SGE
- Dye
: B2N719 dan Z907 -
Thermoplastic Sealant , Surlyn 50 µm
- Hermetic Sealing Compound
- Nylon screen
, stainless steel screen,
ulano line 300, ulano 188 - Ethanol, IPA, silicon rubber
Gambar 9. Bahan utama yang digunakan
2.3. Metodologi
Proses fabrikasi sel surya DSSC secara umum, dari pencucian substrat hingga karakterisasi dan pengukuran, dapat dilihat pada gambar 10. Proses
fabrikasi sel surya DSSC dapat dijelaskan melalui tahapan berikut:
62
Gambar 10. Skema Proses Pembuatan DSSC
2.3.1. Pembentukan Counter-Elektroda
Deposisi lapisan platina Pt yang berfungsi sebagai bagian counter-
elektroda dilakukan melalui proses DC- sputtering
. Data parameter proses deposisi platina adalah sebagai berikut:
9 Power daya : 50 Watt
9 Tekanan gas Argon : 4 mTorr
9 Rotasi : 5 rpm
9 Tooling Factor
: 1 9
Waktu deposisi : 20 menit Ketebalan lapisan platina yang dihasilkan tidak dapat terukur secara
otomatis pada monitor peralatan sputtering
. Oleh karena itu, perkiraan ketebalan lapisan platina diperoleh melalui kalkulasi [14], yaitu sekitar ~1.38x10
3
Å. Waktu deposisi selama 20 menit dipilih berdasarkan nilai efisiensi terbesar yang
diperoleh pada percobaan tahun sebelumnya [15].
2.3.2. Proses Pembentukan Fotoelektroda
Deposisi lapisan semikonduktor TiO
2
dilakukan menggunakan teknik screen-printing
yang relatif mudah, murah dan dapat digunakan untuk skala
Preparasi Substrat
Printing pasta nc‐TiO
2
Sintering pasta nc‐TiO
2
Pewarnaan
Pengisian larutan elektrolit
Proses pelapisan counter
elektroda Pt menggunakan
teknik Sputtering
Assembly
Pengukuran
63
produksi. Pelapisan TiO
2
dilakukan melalui 2 kali proses printing
berdasarkan hasil optimum yang ditunjukkan pada referensi [12]. Tiap deposisi diakhiri dengan
pengeringan dalam oven bersuhu 100
o
C selama 10 menit. Sesudah proses pendeposisian dilakukan, sampel dipanaskan dalam
conveyor belt furnace pada
suhu 450
o
C selama 15 menit, dengan tujuan untuk sintering dan kristalisasi partikel TiO
2
. Proses selanjutnya adalah pewarnaan yang dilakukan melalui perendaman sampel dalam larutan pewarna. Larutan tersebut dibuat dari bubuk
Ruthenium jenis N-719 dari Dyesol dengan konsentrasi 40 mg dalam pelarut ethanol sebanyak 100 ml. Sampel direndam dalam cawan petri dan disimpan
pada suhu ruang tanpa cahaya selama 24 jam gambar 11.
Gambar 11. Proses pewarnaan fotoelektroda.
2.3.3. Assembly dan Pengisian Elektrolit
Pada bagian foto non-aktif, yaitu disekeliling area TiO
2
, dipasang lapisan thermoplastic sealant
Surlyn Dyesol dengan ketebalan 50 µm gambar 12. Bagian
counter -elektroda kemudian disatukan dengan cara direkatkan di bagian
atas, lalu sampel dipanaskan pada suhu 120
o
C selama kurang lebih 35 menit gambar 13.a . Proses selanjutnya adalah pengisian elektrolit melalui lubang
udara gambar 13.b, dilanjutkan dengan penutupan lubang udara.
Gambar 12. Ilustrasi pola pemasangan Surlyn pada bagian fotoelektroda.
64
a. b.
Gambar 13. Proses: a.
Assembly ; dan b. Pengisian elektrolit dengan penyuntikan melalui
lubang udara.
2.3.4. Pengukuran dan analisa hasil karakterisasi proses
Hasil karakterisasi proses pembuatan DSSC dilakukan melalui pengukuran arus dan tegangan untuk kemudian dianalisa dan diperoleh parameter keluaran
dari sel surya DSSC tersebut. Proses karakterisasi I-V dilakukan menggunakan multimeter dan rangkaian beban sebagaimana ditunjukkan oleh gambr 14.
Gambar 14. Perangkat pengukuran arus-tegangan untuk sel surya DSSC
2.3.5. Pembuatan Prototipe Modul DSSC
Pembuatan modul surya DSSC untuk panel demonstrasi dilakukan dengan cara menghubungkan sel-sel DSSC secara seri maupun paralel menggunakan
sistem interkoneksi eksternal. Gambar 15 menunjukkan proses pembuatan rangkaian sel surya DSSC untuk kemudian dijadikan modul surya.
65
Gambar 15. Proses pembuatan modul surya DSSC.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berikut ini adalah hasil penelitian berikut pembahasan dari kegiatan penelitian kami selama tahun 2011.
3.1. Percobaan Pembuatan Elektrolit Secara Manual
Salah satu tujuan kegiatan penelitian ini adalah untuk mencoba menggunakan alternatif material elektrolit selain elektrolit produk Dyesol jenis EL-
141 yang sebelumnya selalu kami gunakan. Oleh sebab itu, kami berupaya untuk membuat larutan elektrolit secara manual menggunakan bahan dasar kalium
iodida. Pembuatan elektrolit ini ditujukan untuk mencari alternatif larutan yang lebih terjangkau dan dapat dibuat sendiri. Cara pembuatannya adalah dengan
cara mencampur bubuk kalium iodide KI sebanyak 0.5M dan 0.05M bubuk iodine I
2
yang kemudian dilarutkan dalam pelarut organik asetonitrile, dengan reaksi kimia sebagai berikut:
− +
+ →
+
3 2
I K
I KI
………….. 3
Gambar 16 menunjukkan kurva I-V perbandingan sampel dengan jenis elektrolit berbeda. Dapat diamati dengan jelas bahwa performa sel dengan
elektrolit hasil sintesa secara manual adalah jauh dibawah sampel dengan elektrolit Dyesol. Salah satu faktor yang kemungkinan menjadi penyebab
rendahnya performa sel dengan elektrolit buatan adalah kurangnya konsentrasi ion triiodida I
3 -
yang dihasilkan dari molaritas KI dan I
2
.
66
Gambar 16. Kurva I-V hasil pengukuran terhadap sel surya DSSC menggunakan elektrolit yang berbeda.
Dikarenakan ion I
3 -
memiliki peranan penting dalam reaksi redoks -yaitu sebagai
hole yang diharapkan berekombinasi dengan elektron yang terkumpul
pada counter-
elektroda- maka intensitas pengumpulan muatan pembawa pada proses transfer muatan pun menjadi lebih sedikit. Selain itu, konsentrasi triiodida
juga kemungkinan berpengaruh terhadap kurangnya konsentrasi spesies redoks, dimana hubungannya dapat direpresentasikan oleh persamaan berikut [3]:
⎟⎟⎠ ⎞
⎜⎜⎝ ⎛
+ =
ox red
red ox
v st
v red
v st
v ox
redox redox
c c
c c
m kT
E E
ln ………….. 4
dimana k
adalah konstanta Boltzmann, T
adalah suhu, m
adalah jumlah elektron yang ditransfer,
v adalah koefisien stoikiometri, sementara
E
redox
dan c
st
adalah potensial dan konsentrasi redox standar. Penurunan potensial redoks secara tidak
langsung berpengaruh terhadap penurunan V
OC
. Hal ini dapat dibuktikan dari data hasil pengukuran pada Tabel 1, dimana
V
OC
sampel yang menggunakan elektrolit buatan memang jauh lebih rendah dibanding elektrolit Dyesol.
3.2. Analisa Pengaruh Dimensi
Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran parameter sel surya pada sampel dengan lebar area fotoaktif yang bervariasi dan elektrolit yang berbeda untuk
sampel pada gambar 17. Data pada tabel 1 tersebut merupakan hasil pengukuran yang dilakukan pertama kali dan langsung setelah fabrikasi sel selesai dilakukan
setelah proses sealing
. Secara umum, keseluruhan parameter yang dihasilkan
67
oleh sampel dengan elektrolit buatan selalu lebih rendah dibanding parameter yang dihasilkan oleh sampel dengan elektrolit Dyesol.
Gambar 17. Sel surya DSSC dengan luas area aktif: a. 2x2 cm
2
b. 1.5x2 cm
2
c. 1x2 cm
2
Tabel 1. Data parameter output
sel surya DSSC berbasis TiO
2
yang diukur menggunakan Sun Simulator 40 mWcm
2
, AM1.5, R=1 Ω-5kΩ
Perlu diperhatikan bahwa data arus dan daya yang disajikan pada tabel 1 merupakan arus dan daya yang terukur per satuan luas per m
2
. J
SC
adalah kerapatan arus, yaitu
I
SC
dibagi luas total area fotoaktif. Penggunaan kerapatan arus dan daya per satuan luas tersebut ditujukan untuk mempermudah
Ukuran Area Fotoaktif
2x2 cm
2
2x1.5 cm
2
2x1 cm
2
Elektrolit EL-141
Elektrolit Buatan
Elektrolit EL-141
Elektrolit Buatan
Elektrolit EL-141
Elektrolit Buatan
V
OC
V 0.62 0.49 0.64 0.5 0.63 0.49
I
SC
mA
13.8 11.3 9.8 8.4 5.6 4.6
J
SC
mAcm
2
3.45 2.83 3.26 2.8 2.8 2.3
P
max
mWcm
2
0.9 0.5 0.8 0.46 0.9 0.45
FF 0.41 0.36 0.38 0.33 0.5 0.39
η
2.19 1.26 2.02 1.16 2.19 1.14
a. b .
c.
68
perbandingan antar sampel dikarenakan setiap sampel memiliki luas area fotoaktif yang bervariasi. Pada gambar 18 jelas terlihat bahwa luas area fotoaktif memiliki
pengaruh signifikan terhadap total arus yang dihasilkan bukan kerapatan arus. Semakin besar luas area fotoaktif maka semakin tinggi arus keluarannya.
Sebaliknya, tegangan hubungan terbuka V
OC
tidak dipengaruhi oleh luas area fotoaktif. Hasil pengukuran juga mengindikasikan bahwa variasi lebar area
fotoaktif tidak menghasilkan perbedaaan yang signifikan terhadap efisiensi. Selain itu kerapatan daya maksimum yang dihasilkan per luas area juga tidak
menunjukkan perbedaan yang mencolok. Untuk kerapatan arus
J
SC
, tampak pada tabel 1 bahwa ada sel surya dengan ukuran fotoaktif terkecil menghasilkan kerapatan arus yang relatif kecil
pula. Kami menganalisa bahwa kemungkinan penyebab hal tersebut adalah faktor resistansi kontak
R
kontak
[3]. Gambar 17 menunjukkan bahwa besar luas area kontak atau disebut area non-fotoaktif pada sampel dengan ukuran fotoaktif 2x1
cm
2
memang lebih besar dibanding sampel lainnya. Kondisi tersebut kemungkinan mengakibatkan tingginya nilai
R
kontak
yang dipengaruhi oleh area non-fotoaktif.
Gambar 18. Kurva karakteristik I-V hasil pengukuran terhadap sampel dengan ukuran fotoaktif bervariasi.
Tabel 2 menunjukkan hasil pengukuran parameter sel surya pada sampel dengan lebar area fotoaktif yang bervariasi tapi dengan luas area yang sama yaitu
6 cm
2
lihat gambar 19. Sementara itu, gambar 20 masing-masing menunjukkan
69
hasil pengukuran arus dan tegangan yang terukur terhadap tegangan pada sampel yang ditunjukkan oleh gambar 19.
Gambar 19. Sel surya DSSC dengan luas area aktif dari kiri ke kanan: a. 1.5x4 cm
2
b. 1.2x5 cm
2
c. 1x6 cm
2
d. 0.7x8.6 cm
2
Dari hasil pengukuran tersebut tampak bahwa, untuk sel surya DSSC dengan luas area aktif 6 cm
2
, ukuran dimensi optimal yang menunjukkan performa terbaik adalah 1x6 cm
2
. Tren data yang kami peroleh mengindikasikan bahwa lebar maupun panjang area aktif dapat berpengaruh terhadap performa sel dan
hal tersebut tidak berbanding secara proporsional. Semakin kecilpanjang suatu dimensi belum tentu berakibat pada peningkatanpenurunan efisiensi dikarenakan
adanya dimensi yang optimal. Tabel 2. Data parameter
output sel surya DSSC berbasis TiO
2
yang diukur menggunakan Sun Simulator 40 mWcm
2
, AM1.5, R=1 Ω-5kΩ
Ukuran Area Fotoaktif
1.5x4 cm
2
1.2x5 cm
2
1x6 cm
2
0.7x8.6 cm
2
Rasio dimensi
1:2.7 1:4.2 1:6 1:12.2
V
OC
mV
555 560 599 575 I
SC
mA 10.8 9.7 12.7 10.2
P
max
mW
2.2 2.2 2.8 2.6 FF
0.36 0.4 0.37 0.43
η
0.90 1.02 1.34 1.25
70
Gambar 20. Perbandingan kurva pengukuran arus terhadap tegangan.
3.3. Percobaan Penggunaan substrat non-TCO untuk Counter-Elektroda
Pada penelitian ini kami mencoba menggunakan beberapa alternatif substrat sebagai pengganti kaca FTO
fluorine doped SnO
2
untuk pembentukan counter
-elektroda. Hal ini ditujukan untuk meminimalir biaya material fabrikasi sel surya DSSC. Sampel yang kami buat terdiri atas 3 jenis, yaitu sampel yang
menggunakan substrat FTO, kemudian sampel dengan substrat kaca biasa soda-
lime glass
, dan sampel yang menggunakan kaca biasa yang di-etsa pada larutan HF selama 5 menit. Pada proses sputtering, sampel dilapisi dengan titanium Ti
terlebih dahulu baru kemudian dengan Pt agar lapisan Pt dapat melekat lebih kuat, khususnya untuk sampel yang menggunakan substrat kaca biasa. Hasil
karakterisasi pengukuran I-V pada sampel tersebut dapat dilihat pada gambar 21.
Gambar 21. Kurva I-V untuk sampel dengan substrat counter-
elektroda yang berbeda.
71
Dari hasil pengukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel yang menggunakan kaca tanpa TCO belum bisa menghasilkan efisiensi yang sama
atau melebihi sampel dengan TCO. Akan tetapi dapat dilihat bahwa adanya treatment etsa menggunakan HF terbukti mampu menghasilkan sampel dengan
efisiensi yang lebih baik dibanding kaca biasa tanpa etsa. Hal ini juga didukung dengan data absorpsi hasil pengukuran UV VIS spectrophotometer pada gambar
22 yang menunjukkan bahwa kaca yang di-etsa dengan HF memiliki sifat transmisi yang lebih baik. Hasil kami ini mengindikasikan bahwa, dengan
treatment etsa yang sesuai, maka bukan tidak mungkin penggunaan kaca biasa mampu menghasilkan sel dengan performa yang tidak kalah dengan kaca TCO.
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan metoda dan material etsa yang tepat.
a. b. Gambar 22. Perbandingan antara kaca biasa dan kaca yang dietsa menggunakan
HF dilihat dari karakteristik: a. absorpsi dan b. transmisi.
3.4. Analisa Transparansi TiO
2
, Jenis Dye, dan Elektrolit Gel
Untuk meningkatkan performa sel lebih lanjut, maka kami melakukan penelitian dengan cara memvariasikan material pembentuk sel surya DSSC, mulai
dari jenis pasta TiO
2
, dye
atau zat pewarna, dan elektrolit. Luas area aktif semua sampel adalah 2x1 cm
2
. Untuk pembuatan fotoelektroda transparan, banyaknya printing
serta kondisi firing dibuat serupa dengan fotoelektroda yang tidak transparan. Hasil pengukuran arus dan tegangan yang kami dapatkan terangkum
pada tabel 3. Pengukuran dilakukan di bawah sinar matahari langsung dengan intensitas cahaya yang diterima berkisar antara 70-80 mWcm
2
.
72
Tabel 3. Hasil pengukuran karakteristik I-V terhadap sampel dengan ukuran area aktif 2x1 cm
2
dan dengan material pembentuk bervariasi R=1-3,9k Ω.
TiO
2
Dyes Elektrolit
Voc mV
Isc mA
Pmax mW
FF η
Opaque N719 EL-HSE 665 7.10 2.28 0.48 3.25
Opaque Z907 EL-HSE 642 7.20 2.30 0.50 3.28
Transparan N719 EL-HSE 647
7.50 2.63 0.54 3.76 Transparan Z907 EL-HSE
684 10.1 3.52 0.51 4.41
Opaque N719 EL-SGE 712 7.00 2.65 0.53 3.68
Dari hasil karakterisasi pada tabel 3 diatas, dapat disimpulkan bahwa performa sel terbaik ditunjukkan oleh sel dengan kombinasi material berupa TiO
2
transparan, dye
Z907, dan elektrolit cair EL-HSE. Secara umum, sampel dengan elektrolit transparan rata-rata memiliki karakteristik I-V yang lebih baik dibanding
sampel dengan elektrolit opaque
disebabkan nilai Isc yang rata-rata lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa penyerapan cahaya dan pengumpulan
carrier oleh
TiO
2
transparan cenderung lebih baik. Di masa yang akan datang, performa sel dengan TiO
2
transparan masih memungkinkan untuk ditingkatkan lebih lanjut karena pada kegiatan penelitian ini kami belum melakukan optimalisasi parameter
proses terhadap proses pelapisan TiO
2
transparan. Untuk dye
, kami belum dapat menyimpulkan secara pasti
dye mana yang cenderung menghasilkan sel dengan
karakteristik lebih baik dikarenakan performa yang dihasilkan kedua jenis dye
cenderung sama. Akan tetapi untuk pembuatan modul, kami memilih menggunakan
dye Z907 dikarenakan sifat
hydrophobic yang dimilikinya sehingga
dye jenis ini lebih tidak rentan terhadap perubahan kelembaban dibanding
dye jenis N719.
Untuk elektrolit, kami mengamati bahwa sampel dengan elektrolit gel EL- SGE ternyata cenderung mampu menghasilkan sel yang lebih baik dibanding
elektrolit cair. Namun penggunaan elektrolit gel ini tidak kami lanjutkan untuk membuat modul dikarenakan belum adanya metoda
assembly dan
sealing yang
tepat. Selain itu proses deposisi gel sendiri belum dapat kami lakukan secara terkontrol untuk memonitor kuantitas gel yang merata antar sampel. Pada
73
penelitian ini kami hanya menggunakan spatula untuk meletkkan gel dan squeegee untuk meratakan gel tersebut. Setelah itu sampel cukup di-
assembly menggunakan penjepit kertas gambar 23. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengoptimalkan penggunaan elektrolit gel, khususnya dari segi metoda pengisian, assembly
, dan sealing
.
a. b. Gambar 23. Proses: a. Pengisian b.
Assembly sel menggunakan elektrolit gel.
Hasil analisa selengkapnya –yaitu SEM, XRD dan UV-VIS Spektrofotometer- dari sampel yang kami paparkan pada sub-bab ini dapat dilihat
lebih lanjut pada bagian lampiran.
3.5. Pembuatan Modul Surya DSSC
Dalam penelitian ini kami mencoba merangkai sel DSSC secara eksternal sebagaimana modul sel surya konvensional berbahan silikon. Hal ini dikarenakan
proses pembuatan modul yang terkoneksi secara internal membutuhkan tahapan proses fabrikasi yang berbeda dibanding pembuatan sel secara individual. Modul
sel surya pada penelitian ini merupakan rangkaian seri dari sel-sel yang telah difabrikasi secara individual seperti ditunjukkan dalam gambar 24. Pasta perak
digunakan sebagai penghubung seri antar sel.
Gambar 24. Skema rangkaian seri modul DSSC.
Tujuan dari perangkaian modul adalah untuk meningkatkan daya yang dihasilkan oleh sel surya sehingga dapat diaplikasikan untuk menghidupkan
berbagai perangkat elektronik. Sebagai bagian dari panel demo, kami
74
menggunakan lampu light emitting diode
LED dan motor listrik sebagai indikator. Hasil akhir modul yang terdiri atas sel dengan area aktif berukuran masing-masing
1x6 cm
2
luas total area aktif 144 cm
2
dapat dilihat pada gambar 25.
Gambar 25. Hasil akhir modul surya dengan luas total area aktif 144cm
2
sebagai panel demonstrasi.
Untuk pengukuran karakteristik arus-tegangan dari modul DSSC yang kami hasilkan, kami melakukan pengukuran menggunakan sumber cahaya bervarias,
yaitu berupa lampu sorot ~6 mWcm
2
, sun simulator AM1.5 40 mWcm
2
, serta dibawah matahari langsung 80-85 mWcm
2
. Gambar 26 menunjukkan karakteristik arus-tegangan yang dihasilkan oleh modul surya DSSC dengan
intensitas cahaya input yang bervariasi. Parameter output
selengkapnya dari pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel 4. Untuk variasi metoda interkoneksi
antar sub-modul yang telah terhubung seri, tampak bahwa penghubungan modul secara paralel rata-rata menghasilkan
output yang lebih baik dibandingkan
interkoneksi secara seri. Dari data hasil pengukuran pada tabel 4 dan gambar 26 dapat disimpulkan
bahwa performa terbaik sel diperoleh melalui penyinaran menggunakan cahaya lampu sorot di dalam ruangan dengan intensitas cahaya sebesar 6 mWcm
2
. Hal ini diindikasikan oleh nilai efisiensi yang cukup tinggi. Sedangkan untuk
pengukuran dibawah sinar matahari maupun sun simulator, modul surya DSSC ini belum dapat berfungsi secara efisien. Akan tetapi, dapat dilihat bahwa
pengukuran dibawah cahaya dengan intensitas lebih tinggi sinar matahari atau
75
sun simulator selalu menghasilkan output
berupa arus, tegangan, dan daya yang lebih besar.
Gambar 26. Karakteristik modul surya DSSC dengan luas area aktif 144 cm2 menggunakan sumber cahaya yang berbeda.
Tabel 4. Hasil pengukuran karakteristik I-V terhadap modul DSSC dengan luas area aktif 144 cm
2
dengan sumber cahaya bervariasi R=1-12k Ω.
Hubungan antar sub modul: Paralel
Hubungan antar sub modul: Seri
Lampu Sun
Simulator Matahari Lampu Sun
Simulator Matahari
V
oc
V 5.53
6.12 6.55
12.1 13.18
13.9 I
sc
A 0.0138 0.023 0.0439
0.0073 0.0115
0.0184 I
in
mWcm
2
6 40 80 6 40 80
Pmax mW 28.95 52.08 74.88
27.17 36.36 54.02 FF
0.38 0.37 0.26 0.31 0.24 0.21
4.02 0.9 0.65 3.77 0.63 0.46
Hasil analisa kami mengindikasikan bahwa penyerapan sel surya DSSC yang kami buat belum dapat menyerap photon yang dihasilkan pada spektrum
cahaya matahari secara optimal, yaitu dengan range panjang gelombang antara
76
300 nm hingga 1000 nm. Untuk mengetahui respon cahaya sel surya kami, dibutuhkan analisa lebih lanjut menggunakan alat IPCE
Incident Photon to Current Efficiency
, hanya saja disayangkan kami belum dapat menemukan institusi di dalam negeri yang dapat menyediakan jasa pengukuran tersebut.
Untuk menigkatkan performa penyerapan cahaya pada sel surya DSSC kami maka dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memfokuskan pada sifat pigmentasi
dye agar mampu berfungsi optimal pada spektrum vahaya matahari. Namun dari
hasil penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa, berbeda dengan sel surya silikon, sel surya DSSC kami mampu bekerja dengan baik pada cahaya dengan
intensitas rendah didalam ruangan. Selain modul yang tersusun atas sel surya dengan area aktif 1x6 cm
2
, kami juga merangkai beberapa modul lain dengan ukuran area aktif bervariasi gambar
27. Karakteristik selengkapnya dari modul-modul DSSC pada gambar tersebut dapat dilihat pada bagian lampiran.
Gambar 27. Sel dan modul surya DSSC dengan ukuran aktif bervariasi
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan
Proses penelitian Pembuatan Dye-Sensitized Nanocrystalline TiO
2
Solar Cell dengan Teknologi Screen Printing telah dilakukan di PPET LIPI. Berdasarkan
hasil karakterisasi proses diketahui bahwa karakteristik DSSC sangat dipengaruhi oleh karakteristik komponen pendukungnya seperti foto elektroda nc-TiO
2
, dye
, counter
elektroda dan larutan elektrolit. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat kami sipulkan berdasarkan hasil penelitian kami:
77
1. Penggunaan elektrolit berbasis kalium iodida yang kami buat secara manual belum mampu bersaing dengan elektrolit cair dari Dyesol, baik dari segi
performa sel maupun lifetime
. 2. Faktor dimensi dapat berpengaruh terhadap performa secara tidak proporsional.
Untuk sel surya DSSC dengan luas area aktif 6 cm
2
, ukuran dimensi optimal yang menunjukkan performa terbaik adalah 1x6 cm
2
. 3. Penggunaan substrat kaca non-TCO mampu meminimalkan biaya produksi
meskipun efisiensi yang dihasilkan masih belum sebagus sel dengan substrat TCO FTO. Akan tetapi dengan
surface treatment berupa etching yang tepat
maka efisiensi yang dihasilkan dapat lebih ditingkatkan. 4. Penggunaan
dye jenis Z907 terbukti mampu menghasilkan sel surya DSSC
yang lebih baik dibandingkan dengan dye
jenis N719, meskipun keduanya memiliki basis yang sama yaitu ruthenium.
5. Sel surya dengan TiO
2
transparan cenderung menghasilkan performa yang lebih baik dibandingkan TiO
2
opaque , hanya saja masih diperlukan
karakterisasi dan optimasi proses lebih lanjut terhadap material tersebut dikarenakan sifat dan viskositas yang berbeda dibandingkan TiO
2
opaque yang
selama ini kami gunakan. 6. Sampel dengan elektrolit gel EL-SGE ternyata cenderung mampu
menghasilkan sel yang lebih baik dibanding elektrolit cair, akan tetapi masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan metoda pengisian dan
sealing yang kompatibel.
7. Dari hasil karakterisasi modul surya DSS, kami menyimpulkan bahwa penyerapan sel surya DSSC yang kami buat belum dapat menyerap photon
yang dihasilkan pada spektrum cahaya matahari secara optimal, yaitu dengan range panjang gelombang antara 300 nm hingga 1000 nm. Hal ini
diindikasikan oleh efisiensi modul terbaik yang diperoleh melalui cahaya lampu monokrom dengan intensitas ~6 mWcm
2
yaitu sekitar 4,04. Kesimpulan lain yaitu pengukuran dibawah cahaya dengan intensitas lebih tinggi sinar
matahari atau sun simulator selalu menghasilkan output
berupa arus, tegangan, dan daya yang lebih besar.
78
4.2 Saran
Setelah menganalisa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik I-V dye solar cell, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan proses pembuatan dye-sensitized nanocrystalline
TiO
2
solar cell dengan teknologi
screen printing sehingga dapat dihasilkan performa sel
surya DSSC yang cukup baik dan memiliki efisiensi yang tinggi. Didasari dari kebutuhan akan pengadaan energi alternatif, maka penelitian
dan pengembangan sel surya DSSC di PPET-LIPI masih harus terus dilakukan dan ditingkatkan.
REFERENSI
[1] M. Gratzel, “Dye-Sensitized Solar Cells”, Journal of Photochemistry and
Photobiology C: Photochemistry Review 4, 145-153, 2003.
[2] J. Halme, “Dye sensitized Nanostructured and Organic Photovoltaic Cells : technical review and preeliminary test”,
Master Thesis of Helsinki University of Technology,
2002. [3] R. Sastrawan, “Photovoltaic modules of dye solar cells”,
Disertasi University of Freiburg
, 2006. [4] C. Longo, M.A. De Paoli, “Dye-Sensitized Solar Cells: A Successsful
Combination of Materials”., J. Braz, Chem, Soc.
, vol.14, no.6, 889-901, 2003. [5] A. Hauch, A. Georg, “Diffusion in the electrolyte and charge-transfer reaction at
the platinum electrode in dyesensitized solar cells,” Electrochemica Acta
, vol. 46, no. 22, hal. 3457–3466, 2001.
[6] A. Hinsch, J. M. Kroon, R. Kern, I. Uhlendorf, J. Holzbock, A. Meyer, J. Ferber, “Longterm stability of dye-sensitised solar cells”,
Progress in Photovoltaics ,
vol. 9, hal. 425-438, 2001. [7] J. Wu, Z. Lan, S. Hao, P. Li, J. Lin, M. Huang, L. Fang, and Y. Huang,
“Progress on electrolytes for dye-sensitized solar cells”, Pure Applied
Chemistry , vol. 80, no. 11, hal. 2241-2258, 2008.
[8] A. F. Nogueira, C. Longo, M.A. De Paoli, “Polymers in dye sensitized solar cells: overview and perspectives”,
Coord. Chem. Rev, vol. 248, hal. 1455,
2004.
79
[9] M. Burgelman, A. Niemegeers, “Calculation of CIS and CdTe Module Efficiencies”,
Solar Energy Materials and Solar Cells , vol. 5, no. 2, hal. 129-
143, 1998. [10] M. G. Kang, K. S. Ryu, S. H. Chang, N. G. Park, J. S. Hong, K. J. Kim,
“Dependence of TiO
2
Film Thickness on Photocurrent-Voltage Characteristicsof Dye-Sensitized Solar Cells”,
Bull. Korean Chem. Soc , Vol.
25 No.5, 2004. [11] K. Wongcharee, V. Meeyoo, S. Chavadej, “Dye-sensitized solar cell using
natural dyes extracted from rosella and blue pea flowers”, Solar Eergy
Materials and Solar Cells , vol. 91, hal. 566-571, 2007.
[12] Dyesol Product Catalog February 2011
, diunduh dari www.dyesol.com
[13] http:wwwold.ece.utep.eduresearchwebedlcdteFabricationindex.htm
diakses pada tanggal 21 Desember 2011 [14] L. Muliani,
Pembuatan Dye-Sensitized Nanocrystalline TiO
2
Solar Cell dengan Teknologi Screen Printing
, Laporan Tahap I Monitoring dan Evaluasi Program Tematik Kedeputian IPT-LIPI Tahun Anggaran 2010, 2010.
[15] L. Muliani, Pembuatan Dye-Sensitized Nanocrystalline TiO
2
Solar Cell dengan Teknologi Screen Printing
, Laporan Akhir Program Tematik 2010 PPET LIPI, 2010.
80
Pembuatan Magnet Barium Ferit Nano Partikel Bonded Hybrid untuk Aplikasi Generator
Nanang Sudrajat, ST
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2011
81
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan Penelitian
: Pembuatan Magnet Barium Ferit Nano
Partikel Bonded Hybrid untuk Aplikasi Generator
2. Kegiatan Prioritas
: Material Maju dan Nanoteknologi 3.
Peneliti Utama :
Nama :
Nanang Sudrajat, ST Jenis
Kelamin :
Pria 4.
Sifat Penelitian :
Baru Tahun ke 1 5.
Lama Penelitian :
2 dua Tahun 6.
Biaya Total 2011 :
Rp. 450.000.000,-
Bandung, 31 Desember 2011 Disetujui,
Ka. Pusat Peneltian Elektronika dan
Telekomunikasi - LIPI
Dr. H i s k i a NIP. 19650615 199103 1 006
Peneliti Utama
Nanang Sudrajat, ST. NIP. 19730604 199403 1 003
82
Abstrak
Penelitian pembuatan magnet barium ferit nano partikel bonded hybrid pada tahun pertama telah selesai dilakukan. Magnet bonded hybrid dilakukan dengan cara
mencampurkan serbuk magnet barium ferit dengan serbuk magnet NdFeB dengan tujuan untuk meningkatkan nilai Br yang dimiliki oleh magnet barium Ferit. Serbuk
magnet barium ferit dibuat dengan metode solgel dengan bahan-bahan kimia yang digunakan adalah Besi Nitrat FeNO
3 3
.9H
2
O, Barium Nitrat BaNO
3 2
, Asam Sitrat C
6
H
8
O
7
.H
2
O, dan Akuade dengan komposisi Fe:Ba:Citric acid = 12:1:190,2 Mol, 12:1:26. Pada laporan akhir ini, akan disampaikan telah
dilakukan proses doping bahan rare earth
GdIIIO dan NdIIIO masing-masing sebanyak 5, 10 dan 15 berat.Kemudian menggunakan pelarut Amonium
Hidroksida NH
4
OH untuk mendapatkan pH larutan = 7. Dan serbuk magnet barium ferit dibonded hybrid dengan NdFeB epoxy, NdFeB+bakelit dan
NdFeB+resin. Karakteristik magnet terbaik yang dihasilkan pada tahun ini adalah sample yang didoping dengan NdIIIO 10 dan dibonded hybrid dengan NdFeB
epoxy dengan nilai Br = 3,98 kG, Hc = 5,412 kOe, BHmax = 2,72 MGOe dan densitas 4,68 g cm
-3
yang diukur dengan alat ukur permagraph magnet physik. Prototipe magnet diterapkan pada prototipe generator.
Kata kunci : magnet barium ferit, nano partikel, metoda sol ge, magnet bonded
hybrid
83
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Barium Ferit adalah magnet keramik yang termasuk dalam klasifikasi material ferimagnetik magnet keras permanen. Aplikasinya sangat banyak dalam
kehidupan sehari-hari seperti pada beberapa peralatan elektronika, motor listrik DC, magnet speaker, KWH meter dan meteran air. Penggunaan lain yaitu sebagai
magnet mainan, magnetic separator
, microwave filter
dan aplikasi terakhir ini dalam ukuran nano partikel dapat digunakan sebagai target untuk
thin film magnetic recording media
. Magnet barium ferit adalah material magnet yang memiliki banyak keuntungan, diantaranya adalah memiliki karakteristik magnet
yang baik, harga murah, tidak mudah terkorosi, mudah dimagnetisasi dan didemagnetisasi juga memiliki temperatur curie yang cukup tinggi sampai dengan
450
o
C. Namun magnet ini bersifat sangat keras dan getas, sehingga tidak dapat digunakan pada komponen peralatan yang mengalami pembebanan impact.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan tenaga listrik di Indonesia terutama energi terbarukan, kebutuhan material magnet sebagai komponen utama
mesin penghasil listrik generator juga semakin meningkat. Industri kecil dan UKM telah mulai merakit dan mendesain sendiri peralatan elektronika khususnya
generator. Komponen magnet yang merupakan bagian penting dari peralatan tersebut masih diimport dari Jepang, Cina dan Singapore. Dengan digalakkannya
pemakaian produksi dalam negeri oleh pemerintah, sudah saatnya komponen- komponen peralatan elektronika dalam hal ini material magnet dapat dibuat sendiri.
Penelitian pembuatan magnet Ferit telah mulai dilakukan di PPET-LIPI sejak tahun 1992 dengan cara teknologi serbuk, seperti pembuatan ferit motor DC
1992-1996, pembuatan magnet ferit untuk sirkulator 1996-1999, pembuatan barium stronsium ferit 1999-2002, pembuatan ferit untuk meteran air 1999-
2002, pembuatan ferit untuk kwh meter 2001- 2003, pembuatan magnet spinel MnZn Ferit 2003-2006, pembuatan magnet NiZn ferit 2007 dan pembuatan
magnet barium ferit dengan metoda solgel untuk komponen Elektronik2008- 2010. Dengan berbekal pengalaman yang telah dilakukan, maka pada tahun
2011 akan dilakukan penelitian pembuatan magnet Barium Ferit nano partikel bonded hybrid untuk meningkatkan karakteristik sifat magnet terutama nilai Br.
Proses bonded hybrid dilakukan dengan cara mencampurkan serbuk barium ferit dengan NdFeB berpolimer. Penelitian ini memanfaatkan sarana dan prasarana
84
yang ada di PPET-LIPI. Akan tetapi karakterisasi menggunakan XRD dan SEM dilakukan di instansi lain.
1.2. Perumusan Masalah
Sampel magnet barium ferit bonded hybrid yang diharapkan dari penelitian ini adalah memiliki karakteristik magnet yang baik dengan nilai Br yang tinggi. Untuk
menghasilkan sifat magnet yang diharapkan banyak faktor yang akan mempengaruhi pada saat proses pembuatan serbuk magnet mulai dari proses sol
gel, proses bonded dan hybrid, yaitu temperatur pengeringan drying, dan kalsinasi, juga pada saat fabrikasi magnet permanen mulai dari kompaksi,
sintering, machining
dan finishing
.
Pada proses pembuatan serbuk barium feritsol digunakan metode solgel dengan komposisi Ba:Fe:Citric Acid = 1:12:26 dan akan didoping oleh bahan
rare earth yaitu GdIIIO dan NdIIIO sebanyak 5, 10 dan 15 berat. Kemudian serbuk
hasil proses sol gel akan dibonded hybrid dengan NdFeB epoxy, NdFeB+Bakelit dan NdFeB + resin.
Pada proses fabrikasi pembentukan serbuk magnet menjadi sampel magnet permanen yang dibutuhkan untuk sebuah aplikasi akan dimulai dengan proses
kompaksi yaitu proses pemadatan serbuk magnet menjadi padatan yang ingin dibentuk. Pada proses kompaksi dibentuk magnet dengan bentuk rod berdiameter
1 cm untuk proses karakterisasi dan bentuk disc berukuran diameter 5 cm tebal 6mm untuk diujicobakan pada sebuah prototipe generator.
Proses magnetisasi, karakterisasi, analisa struktur mikro dan kristalisasi senyawa akan dilakukan untuk melihat optimalisasi proses yang dilakukan.
1.3. Tujuan dan Sasaran
85
Tujuan umum: o
Mengurangi ketergantungan terhadap produk impor khususnya magnet permanen.
o Mengembangkan penelitian material magnet di PPET-LIPI.
Sasaran khusus : Dapat membuat magnet permanen Barium Ferit dengan karakteristik magnet yang
baik dan dapat diaplikasikan pada sebuah peralatan elektronik yaitu generator.
1.4. Kerangka Analitik
Sampel magnet yang dihasilkan pada penelitian ini, akan dianalisa dengan Permagraph untuk mengetahui sifat magnet seperti ; Induksi Remanen, Br kG,
Koersifitas, Hc kOe, Kuat Medan Maksimum, BHmax MGOe. Untuk mengetahui pembentukan senyawa BaFe
12
O
19
dilakukan dengan XRD, untuk mengetahui bentuk butir yang dihasilkan dengan SEM. Kemudian dibuat prototipe
magnet yang akan diaplikasikan pada sebuah generator.
1.5. Hipotesis
Dari penelitian pembuatan magnet barium ferit dengan metoda sol gel ini akan dihasilkan suatu magnet permanen yang memiliki karakteristik magnet dengan
nilai Br = 1,75 – 3 kG, Hc = 0,1 – 2 kOe, BHmax = 0,1 – 2 MGOe dan densitas 4 - 5 g cm
-3
.
II. PROSEDUR DAN METODOLOGI
Metodologi yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
- Studi literatur
- Pengadaaan bahan
- Penyiapan peralatan
- Pembuatan serbuk magnet Barium ferit
- Proses bonded dan Hybrid dengan serbuk NdFeB
- Karakterisasi magnet hasil percobaan
- Pembuatan Sampel
dan Prototipe magnet -
Pembuatan rancangan generator untuk aplikasi magnet
2.1. Studi Literatur
86
Kegiatan pada tahap ini adalah mencari dan mengumpulkan informasi baik itu yang bersifat teoritis maupun praktis melalui buku-buku, handbook dan internet,
yang dapat digunakan sebagai bahan acuan dan referensi dalam penelitian.
2.2. Pengadaan Bahan
Bahan baku yang digunakan dengan tingkat kemurnian yang tinggi berkualitas
proanalisa pa dari E-Merck yaitu :
1. Besi Nitrat, FeNO
3 3
.9H
2
O 2.
Barium Nitrat, BaNO
3 2
3. Amonium Hidroksida, NH
4
OH 25 4.
Citric Acid, C
6
H
8
O
7
.H
2
O 5. Pasir
Besi 6.
Barium Carbonat, BaCO
3
7. Calcium Oxida, CaO
8. Silicon Oxida, SiO
9. Polivynil Alkohol, PVA
10. Gadolynium Oxida, GdIIIO
11. Neodymium Oxida, NdIIIO
12. NdFeB crashed Ribbon
13. NdFeB Epoxy
14. Polimer Bakelit
15. Polimer PVC Resin Powder
16. Polimer Silicon Rubber
17. Kertas lakmus
18. Alkohol Teknis
19. Aquades
2.3. Penyiapan Peralatan
Sebagian besar peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tersedia di Laboratorium magnet PPET-LIPI, hanya SEM dan XRD yang dilakukan di instansi
lain. Peralatan yang digunakan adalah : 1.
Permagraph : Alat untuk mengkarakterisasi sifat magnet, seperti ; Induksi
Remanen, Br kG, Kuat Medan maksimum, BHmax MGOe dan Koersifitas, Hc kOe.
87
Gambar 2.1. Permagraph
2. Mesin Kompaksi dan Solenoida : Untuk proses kompaksi. Serbuk magnet
barium ferit yang sudah ditempatkan di dalam dies dicetak dengan mesin kompaksi dalam medan elektromagnet dengan tekanan tertentu.
Gambar 2.2. Mesin Kompaksi dan Solenoida
3.
Pengering : Untuk melakukan proses pengeringan pada temperatur 100
dan 200
o
C.
Gambar 2.3. Alat pengering Mesin Kompaksi
Solenoida
88
4.
Furnace : Digunakan untuk proses kalsinasi dan sintering
Gambar 2.4. Furnace Thermoline Temp. ± 1700
o
C
5.
Cetakan Dies : Cetakan untuk membentuk produk magnet yang
dihasilkan.
Gambar 2.5. Cetakan Dies
6. Impuls Magnetiser : Alat untuk menyearahkan momen magnet.
89
Gambar 2.6 Impuls Magnetiser Magnet Physik
7. Gauss Meter : digunakan untuk mengukur densitas medan magnet
Gambar 2.7 Gauss Meter
8. SEM : Untuk mengkarakterisasi struktur mikro.
9. XRD : Untuk mengkarakterisasi senyawa yang terbentuk.
2.4. Percobaan
Alur percobaan pembuatan magnet bariun ferit bonded hybrid dapat dilihat pada gambar 2.8 di bawah ini.
Penentuan Komposisi
Proses sol gel
Drying
90
a. Menentukan Komposisi
Reaksi yang dijadikan dasar adalah :
12 FeNO
3 3
+ BaNO
3 2
+ 19 C
6
H
8
O
7
12 FeOH
3
+ BaOH
2
+ 19 C
6
H
8
O
7
NO
3
...............1
12 FeOH
3
+ BaOH
2
+ 19 C
6
H
8
O
7
NO
3
BaFe
12
O
19
+ 19 H
2
O .............................................2
Komposisi serbuk barium ferit yang dibuat pada penelitian ini adalah : Perbandingan Ba : Fe : Citric Acid adalah 1:12 :26
b. Proses Sol Gel dan doping Bahan Rare Earth
Gambar 2.8 Diagram Alir Percobaan Milling Kalsinasi
Karakterisasi Serbuk Barium Ferit
Magnetisasi NdFeB
Resin Bakelit
MixingMilling
Kompaksi
91
Komposisi terbaik didapat dengan perbandingan Ba : Fe : Citric Acid adalah 1:12 :26 dengan Nilai karakteristik sifat magnet Br = 2,21 kG, HcJ = 2,643 kOe,
BHmax = 1,04 MGOe, Densitas = 4,11 grcm
-3.
Pada Tahap II tahun ini dilakukan doping bahan rare earth
pada pembuatan serbuk magnet barium ferit yaitu Gadolinium oksida GdIIIO dan Neodymium
oksid NdIIIO masing-masing sebanyak 5, 10 dan 15 berat. Sebanyak 50 gram Serbuk FeNO
3 3
yang dilarutkan dalam aquades 100 ml ditambahkan dengan 2,7 gram serbuk BaNO
3 2
yang telah dilarutkan dalam aquades 8,332 ml dalam suatu beker gelas, kedua larutan ini dicampurkan
dengan 84,62 gram citric acid yang telah dilarutkan dalam 325 ml aquades sambil diaduk rata. Kemudian ditambahkan:
• 5 GdIIIO = 0,15 gr dalam 0,4 ml aquades • 10 GdIIIO = 0,3 gr dalam 0,8 ml aquades
• 15 GdIIIO = 0,45 gr dalam 1,2 ml aquades • 5 NdIIIO = 0,137 gr dalam 0,05 ml aquades
• 10 NdIIIO = 0,347 gr dalam 0,1 ml aquades • 15 NdIIIO = 0,52 gr dalam 0,15 ml aquades
Sehingga didapat 6 larutan, kemudian diaduk selama 2 jam dan ditambahkan larutan Ammonium Hidroksida NH
4
OH sampai nilai pH 7 sambil diaduk menggunakan hot plat magnetic stirrer sampai menjadi gel lebih kurang selama 20
jam. Setelah menjadi gel dikeringkan drying
selama 15 jam pada temperatur 150 ºC dan 8 jam pada temperature 200 ºC. Terakhir serbuk dikalsinasi selama 3 jam
pada temperature 1000 ºC.
c. Proses Bonded Hybrid
Proses hybrid dilakukan dengan cara mencampurkan serbuk magnet barium ferit dengan serbuk magnet NdFeB dan dibonded dengan polimer agar mendapatkan
magnet permanen dengan sifat fisik dan karakteristik yang lebih baik. Proses bonded hybrid dilakukan terhadap serbuk NdFeb type MQP 16-7 dengan
menggunakan polimer Bakelit dan PVC Resin Powder serta terhadap NdFeB Epoxy type MQEP 16-7. Proses pencampuran dilakukan tanpa milling dan proses
92
kompaksi dilakukan dengan menggunakan mesin press dingin pada tekanan 50 kgcm
2
kemudian disinter pada temperatur 200 ºC selama 30 menit dan temperatur 500 ºC selama 60 menit.
d. Karakterisasi
Magnet yang sudah disintering dikarakterisasi. Karakterisasi yang dilakukan adalah :
- Densitas dengan perhitungan dan neraca analitik
- Sifat magnet dengan Permagraph
- Struktur mikro dengan SEM
Senyawa yang terbentuk dengan XRD
e. Konsep Pembuatan Prototipe Generator
Generator atau mesin penghasil energi listrik salah satunya sangat tergantung pada putaran rotor dan kuat medan magnet yang dipasang pada rotor. Pada
Tahun I ini dibuat prototype generator dengan torsi ringan untuk keperluan turbin angin atau mikrohidro. Rancangan komponen generator diperlihatkan pada
gambar 2.9 yang terdiri dari rotor a dan stator b.
a rotor b stator Gambar 2.9 Prototipe Generator Kopel
2.5. Pembuatan Sampel
Dimensi magnet yang dibuat sebagai prototip adalah dengan dimensi diameter 50mm, tebal 6mm.
93
Gambar 2.10. Sampel magnet Barium Ferit Bonded Hybrid
III. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Karakterisasi sifat magnet
Hasil percobaan pada triwulan II berupa hasil percobaan pembuatan serbuk magnet barium ferit dengan doping bahan
rare earth yaitu GdIIIO dan NdIIIO
sebanyak 5, 10 dan 15 berat, proses bonded hybrid dengan pemilihan polimer bonded terbaik, dan konsep pembuatan prototipe generator.
Karakteristik sifat magnet hasil percobaan pembuatan magnet barium ferit berdasarkan variasi doping GdIIIO dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. karakteristik sifat magnet barium ferit dengan variasi doping GdIIIO
Doping GdIIIO Karakteristik
Bahan 5 10 15
Br kG 1,41
1,15 1,84
HcJ kOe 0,979
3,398 2,061
BH max MGOe 0,20
0,29 0,68
Density grcm³ 4,57
3,36 4,37
94
Karakteristik sifat magnet hasil percobaan penambahan variasi doping NdIIIO dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 karakteristik sifat magnet dengan variasi doping NdIIIO
Sifat magnet barium ferit dengan doping NdIIIO 10 mempunyai nilai yang paling tinggi pada penelitian ini dengan nilai Br = 3,01 kG, naik sekitar 36
dibandingkan dengan nilai Br barium ferit murni 2,21 kG.
Karakteristik sampel magnet bonded hybrid diperlihatkan dalam tabel 3.3.
Tabel 3.4. karakteristik magnet bonded hybrid Karakteristik
Bahan BaFe
12
O
19
NdFeB + Resin
BaFe
12
O
19
NdFeB + Bakelit
BaFe
12
O
19
NdFeB Epoxy Br kG
1,35 1,87
3,98 HcJ kOe
4,338 5,170
5,412 BH max MGOe
0,37 0,43
2,72 Density gcm³
2,2 2,81
4,68
Hasil karakterisasi magnet bonded hybrid yang terbaik ditunjukan oleh sampel BaFe
12
O
19
. NdFeB epoxy dengan nilai Br = 3,98 kG, lebih tinggi 32 dari barium ferit doping.
Secara keseluruhan, nilai Br magnet barium ferit bonded hybrid naik 68 dari nilai magnet barium ferit murni. Kurva karakteristik magnet BaFe
12
O
19
. NdFeB epoxy diperlihatkan pada gambar 3.1.
Doping NdIIIO Karakteristik
Bahan 5 10 15
Br kG 1,36
3,01 1,38
HcJ kOe 5,169
4,164 3,887
BH max MGOe 0,24
1,25 0,08
Density grcm³ 2,96
3,27 3,04
95
Gambar 3.1. Kurva Karakteristik sifat magnet
Analisa SEM dilakukan terhadap serbuk magnet barium ferit doping NdIIIO, NdFeB epoxy, NdFeB+ resin dan NdFeB+bakelit.. Hasil foto SEM diperlihatkan
pada gambar 3.2.
Gambar 3.2. Hasil Fotot SEM BaFe
12
O
19
dan NdFeB Bonded
Dari hasil data SEM di atas dapat dilihat bahwa ukuran partikel BaFe
12
O
19
sangat kecil dan NdFeB mempunyai ukuran butir partikel yang besar, sehingga kalau
a BaFe
12
O
19
NdIIIO 5
b NdFeB Bakelit
c NdFeB Resin d NdFeB
Epoxy e BaFe
12
O
19
NdIIIO f BaFe
12
O
19
NdIIIO
96
digabung akan memperkecil porositas, dengan kecilnya porositas, maka densitas akan naik dan diharapkan akan meningkatkan nilai Br.
Analisa kristalisasi senyawa BaFe
12
O
19
yang terbentuk dilakukan dengan alat XRD pada temperatur kalsinasi mulai 800°C, 1000 °C dan 1200°C. Grafik hasil
XRD diperlihatkan pada gambar 3.3.
Gambar 3.3 Grafik kurva XRD senyawa BaFe
12
O
19
Dari gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa pada temperatur 800°C, intensitas kristalisasi masih kecil. Intensitas tertinggi diperoleh oleh hasil kalsinasi 1000°C
pada sudut 2 32° dan 35°.
Generator tersebut dirancang dengan spesifikasi : o
kecepatan = 500 rpm
o frekuensi
= 50 Hz o
Output = 60 Watt Jam
Maka Jumlah Magnet yang dibutuhkan sebanyak 12 buah. Pada gambar 3.4 diperlihatkan prototipe magnet bonded dan prototipe generator.
97
a magnet pada rotor b generator set
Gambar 3.4. Prototipe Generator
Tahap pengujian prototipe generator baru dilakukan pada hubungan putaran rpm dengan tegangan keluaran. Stator yang digunakan adalah stator tiga
phase dengan kapasitas kuat hantar arus lilitan 1,6 Ampere, sedangkan pengukuran dilakukan pada masing-masing phase tanpa pembebanan. Hasil
pengukuran 1 phase dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3.5 Hasil Pengukuran Prototipe Generator Putaran RPM
Tegangan Tanpa Beban Volt- 1 phase
50 0,8 100 1,9
150 3,4 200 4,7
250 6 300 7,2
350 8,5 400 9,6
450 10,8 500 12,2
98
IV. KESIMPULAN
1. Perbandingan komposisi
serbuk magnet barium ferit adalah Ba : Fe : Citric Acid = 1:12:26
2. Doping NdIIIO sebanyak 10 telah dapat meningkatkan nilai
karakteristik sifat magnet sebesar 36 dengan nilai Br = 3,01 kG, HcJ = 4,164 kOe, Bhmax = 1,25 MGOe dan densitas = 3,27 grcm
-3
. 3.
Magnet bonded hybrid terbaik dari pencampuran BaFe doping NdIIIO dengan NdFeB epoxy dengan peningkatan karakteristik sifat magnet
sebesar 32 dengan nilai Br = 3,98 kG, HcJ = 5,412, Bhmax = 2,72 dan densitas = 4,68 grcm
-3
. 4.
Belum secara optimal dapat diaplikasikan dalam generator low rpm.
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Proposal usulan
kegiatan, Pembuatan Magnet Barium Ferit Nanopartikel dengan metoda sol gel untuk aplikasi komponen elektronik, DIPA TA 2009.
2. Laporan triwulan I – II Pembuatan Magnet Barium Ferit Nanopartikel dengan
metoda sol gel untuk aplikasi komponen elektronik, DIPA TA 2009 3.
Brinker C.Jeffrey, 1990, Sol Gel Science
, Academic press limited, London. 4.
K.H. Wu, 2006, Sol gel auto-combustion synthesis of SiO
2
-doped NiZn ferrite by using various fuels,
Elsevier, Journal of Magnetism and Magnetic
Materials,
298, 25 – 32.
5. Popa P.D.,Rezlescu E.,Doroftei C., Rezlescu N., 2005 Influence of calcium
on properties of strontium and barium.
6. Pal, M., dkk., 2004, Synthesis of nanocomposites comprising iron and
barium hexaferrites, Elsevier, journal of magnetism and magnetic materials,
42-47.
7.
R.K.Iler, 1979, The chemistry of Silica, wiley, New York.
8. Yang, L., 2005,
Fabrication and characterization of microlasers by the sol- gel method,
thesis, California Institute of Technology, Pasadena California,
35-41.
9. T.M.Mulcahy and J.R.Hull, “Improving sintered NdFeB permanent magnets
by powder compaction in a 9 T superconducting Solenoid” , Journal of
Applied Physics Hard Magnet Processing and Applications, Vol.93, 2003.
99
10. William H.Hayt,Jr., John A.Buck, ” Elektro-magnetika terjemahan Edisi
Ketujuh”, Erlangga, 2006.
11. Andrew J. Provenza, “ An Integrated Magnetic Circuit Mode and Finite
Element Model Approach to Magnetic Bearing Design”, 37th Intersociety
Energy Conversion Engineering Conference, 2002, pp. 1-4. 12. Emad Said Addasi,
“Calculations of Permanent Magnet Using Distributed- Parameters Equivalent Circuit
”, Australian Journal of Basic and Applied
Sciences, 24, 2008, pp.850-857. 13. D. Bahadur, S. Rajakumar and Ankit Kumar, “
Influence of fuel ratios on auto combustion synthesis of barium ferrite nano particles”,
Journal of Chemical Science, Vol.118, No.1, 2006, pp.15-21
14. Nanang Sudrajat, Novrita Idayanti, ”Karakterisasi Pembentukan Magnet
Barium Ferit Nano Partikel dengan X-Ray Diffraction” , Jurnal Sains Materi
Indonesia, Edisi Khusus, 2009, hal. 71-73 15. Nanang Sudrajat, Novrita Idayanti dan Tony K., ”
Kompaksi Bahan Magnet Permanen Barium Ferit Anisotrop Nanopartikel dalam Solenoida 0,5T”
, Jurnal Elektronika dan Telekomunikasi, Volume 9, Nomor 2, 2009, hal. 45-
49. 16. Erfin Yundra Febrianto, “
Pengaruh suhu pembakaran terhadap Sifat-sifat Komposit Keramik Alumina-Zirkonia”,
Prosiding Simposium Fisika Nasional XVIII, 2000 , hal. 226-233.
17. Novrita Idayanti, Nanang Sudrajat, ”
Pengaruh Temperatur Kalsinasi Terhadap Sifat Magnet Barium Ferit”,
Prosiding Seminar Nasional XVII Kimia dalam Industri dan Lingkungan, 2008, hal. C:6-9.
18. http:www.magnetsales.comDesignTools1.htmflux
, 9 Juli 2010. 19. Pal, M., dkk., 2004, Synthesis of nanocomposites comprising iron and
barium hexaferrites, Elsevier, journal of magnetism and magnetic materials,
42-47.
20. http:www.mqitechnology.commotor-designs.jsp
, diakses 23 Mei 2011. 21.
http:www.forcefieldmagnets.comwindturbin-kits.htm
100
Pengembangan Through-Wall Radar untuk Life Detector
Dr. Purwoko Adhi
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2011