Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten / Pemerintah Kota di Sumatera Utara

(1)

Lampiran 1 Data Penelitian

Tahun 2007 (dalam jutaan rupiah)

Nama Kabupaten/Kota Pajak Daerah Retribusi Daerah Belanja Modal

Kabupaten Asahan 9,567 7,358 301,331 Kabupaten Toba Samosir 3,635 2,218 117,178 Kabupaten Dairi 1,408 3,555 128,791 Kabupaten Deli Serdang 55,150 15,005 319,233 Kabupaten Humbang Hasundutan 1,090 2,058 146,395 Kabupaten Karo 6,431 7,610 180,869 Kabupaten Labuhan Batu 11,074 1,131 178,076 Kabupaten Pakpak Barat 128 972 122,693 Kabupaten Serdang Bedagai 13,955 4,063 107,780 Kabupaten Langkat 11,743 5,462 145,420 Kabupaten Mandailing Natal 3,352 2,531 172,307 Kabupaten Nias 5,510 5,695 174,573 Kabupaten Samosir 777 1,815 116,620 Kabupaten Nias Selatan 796 1,622 208,208 Kabupaten Simalungun 10,825 5,011 229,856 Kota Medan 181,084 128,795 435,726 Kota Binjai 5,840 4,247 62,180 Kota Tebing Tinggi 4,588 3,619 114,083 Kota Padang Sidempuan 2,874 4,697 86,594 Kota Pematang Siantar 6,799 8,764 99,979


(2)

Tahun 2008 (dalam jutaan rupiah)

Nama Kabupaten/Kota Pajak Daerah Retribusi Daerah Belanja Modal

Kabupaten Asahan 9,567 7,358 301,331 Kabupaten Toba Samosir 3,635 2,218 117,178 Kabupaten Dairi 1,408 3,555 128,791 Kabupaten Deli Serdang 55,150 15,005 319,233 Kabupaten Humbang Hasundutan 1,090 2,058 146,395 Kabupaten Karo 6,431 7,610 180,869 Kabupaten Labuhan Batu 11,074 11,315 178,076 Kabupaten Pakpak Barat 128 972 122,693 Kabupaten Serdang Bedagai 13,955 4,063 107,780 Kabupaten Langkat 11,743 5,462 145,420 Kabupaten Mandailing Natal 3,352 2,531 172,307 Kabupaten Nias 5,510 5,695 174,573 Kabupaten Samosir 13,955 1,815 116,620 Kabupaten Nias Selatan 796 1,622 208,208 Kabupaten Simalungun 10,825 5,011 229,856 Kota Medan 181,084 128,795 435,726 Kota Binjai 5,840 4,247 62,180 Kota Tebing Tinggi 4,588 3,619 114,083 Kota Padang Sidempuan 2,874 4,697 86,594 Kota Pematang Siantar 6,799 8,764 99,979


(3)

Tahun 2009 (dalam jutaan rupiah)

Nama Kabupaten/Kota Pajak Daerah Retribusi Daerah Belanja Modal

Kabupaten Asahan 6,852 5,225 123,554

Kabupaten Toba Samosir 3,638 5,870 133,000

Kabupaten Dairi 2,348 4,487 87,837

Kabupaten Deli Serdang 72,695 20,040 297,977

Kabupaten Humbang Hasundutan 2,619 2,994 125,896

Kabupaten Karo 8,330 10,617 178,646

Kabupaten Labuhan Batu 10,265 10,023 94,358

Kabupaten Pakpak Barat 89 1,775 125,248

Kabupaten Serdang Bedagai 14,400 6,440 137,351

Kabupaten Langkat 14,343 6,059 109,558

Kabupaten Mandailing Natal 2,501 3,283 132,534

Kabupaten Nias 6,898 7,723 141,001

Kabupaten Samosir 2,730 5,147 122,281

Kabupaten Nias Selatan 3,036 3,075 232,463

Kabupaten Simalungun 11,435 6,374 204,958

Kota Medan 210,434 147,080 394,120

Kota Binjai 7,973 5,184 44,057

Kota Tebing Tinggi 4,397 6,110 102,418

Kota Padang Sidempuan 4,580 5,971 28,438


(4)

Tahun 2010 (dalam jutaan rupiah)

Nama Kabupaten/Kota Pajak Daerah Retribusi Daerah Belanja Modal

Kabupaten Asahan 7,102 5,034 76,156

Kabupaten Toba Samosir 3,588 6,196 89,226

Kabupaten Dairi 1,659 5,034 43,141

Kabupaten Deli Serdang 78,212 26,985 227,207

Kabupaten Humbang Hasundutan 2,315 3,468 67,425

Kabupaten Karo 9,174 11,678 48,718

Kabupaten Labuhan Batu 8,700 10,445 82,928

Kabupaten Pakpak Barat 489 1,018 42,796

Kabupaten Serdang Bedagai 14,511 7,307 144,810

Kabupaten Langkat 14,543 6,696 116,556

Kabupaten Mandailing Natal 2,656 3,999 58,981

Kabupaten Nias 928 5,154 128,451

Kabupaten Samosir 2,730 4,546 44,839

Kabupaten Nias Selatan 5,351 4,526 127,833

Kabupaten Simalungun 11,725 6,537 156,404

Kota Medan 300,884 170,365 384,107

Kota Binjai 10,251 5,474 65,664

Kota Tebing Tinggi 4,700 8,832 39,734

Kota Padang Sidempuan 5,344 7,346 22,739


(5)

Tahun 2011 (dalam jutaan rupiah)

Nama Kabupaten/Kota Pajak Daerah Retribusi Daerah Belanja Modal

Kabupaten Asahan 26,612 12,276 143,834 Kabupaten Toba Samosir 12,032 4,267 65,156 Kabupaten Dairi 14,504 2,098 67,903 Kabupaten Deli Serdang 300,134 252,080 345,695 Kabupaten Humbang Hasundutan 18,244 5,552 100,926 Kabupaten Karo 31,150 13,774 136,486 Kabupaten Labuhan Batu 48,921 19,712 128,549 Kabupaten Pakpak Barat 5,045 676 65,797 Kabupaten Serdang Bedagai 35,710 17,650 130,215 Kabupaten Langkat 38,637 18,893 197,719 Kabupaten Mandailing Natal 25,000 9,455 81,173 Kabupaten Nias 10,092 262 150,863 Kabupaten Samosir 20,569 3,160 95,109 Kabupaten Nias Selatan 10,000 3,483 120,453 Kabupaten Simalungun 58,441 26,892 164,295 Kota Medan 829,794 547,629 538,560 Kota Binjai 33,043 18,135 84,892 Kota Tebing Tinggi 27,991 7,959 72,335 Kota Padang Sidempuan 19,755 6,546 52,665 Kota Pematang Siantar 43,648 18,316 108,507


(6)

Lampiran 2 Analisis Hasil Penelitian Deskriptif Statistik

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation pajak_daerah 100 128.00 829793.00 31393.6500 95594.75119 retribusi_daerah 100 261.00 547629.00 20434.9700 64596.41751 belanja_modal 100 209.00 53860.00 11682.6800 9939.32433 Valid N (listwise) 100


(7)

Uji Heterokedasitas Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

(Constant) 9271.425 805.613 11.509 .000

pajak_daerah .067 .008 .646 8.416 .000 .959 1.043

retribusi_daerah .015 .012 .096 1.252 .214 .959 1.043 a. Dependent Variable: belanja_modal


(8)

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Arif, 2002. Akuntansi Pemerintahan, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Salemba Empat, Jakarta

Erlina, Sri Mulyani, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Cet 1, USU Press, Medan.

Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Ginting, Srina, 2012. “Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pengalokasian Belanja Modalpada Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara”, Skripsi Akuntansi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Halim, Abdul, 2002. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.

Halim, Nasir, 2006.“Kajian tentang Keuangan Daerah Pemerintah Kota Malang”, Jurnal Manajemen Keuangan

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, 2004. “Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi USU, Medan.

, Lembaga Management FE-UI, Jakarta.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 28 Desember 2008. Laporan APBD,

Kota di Propinsi Sumatera Utara,2008. http

www.djpk.depkeu.go.id

Kurniawan, Panca, Agus Purwanto, 2004. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di ://id.wikipedia.org/wiki/Kategori Kota di Sumatera Utara.

Indonesia, Cet 1, Penerbit Bayumedia, Malang.

Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, Kota di Provinsi Sumatera Utara, 2008.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33, Tahun 2000. tentang Perimbangan antaraPusat dan daerah.


(9)

Siahaan, Marihot P, 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Edisi I, Pt.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Siahaan, Marihot P, 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Edisi 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Yani, Akmad, 2002. Hubungan Keuangan Antara Daerah Pemerintah Pusat dan Daerah, Edisi 1, Cet 1, PT Grafindo Persada, Jakarta.

, Undang – Undang Nomor 34, Tahun 2000. tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.


(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian Kausal, “Desain kausal berguna untuk mengukur hubungan-hubungan antar variabel riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana satu variabel mempengaruhi variabel lain” ( Umar,2003:30 ). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pengalokasian belanja modal.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Erlina (2008:75) “populasi adalah sekelompok orang, kejadian, suatu yang mempunyai karateristik tertentu”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah populasi adalah 33 Kabupaten/Kota yang terbagi atas 25 Kabupaten dan 8 Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara.


(11)

Tabel 3.1

Daftar Populasi Pemerintahan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

No. Pemerintahan Kabupaten No. Pemerintahan Kota

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Kabupaten Asahan Kabupaten Batubara Kabupaten Dairi

Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Humbang Hasundutan Kabupaten Karo

Kabupaten Labuhan Batu

Kabupaten Labuhan Batu Selatan Kabupaten Labuhan Batu Utara Kabupaten Langkat

Kabupaten Mandailing Natal Kabupaten Nias

Kabupaten Nias Barat Kabupaten Nias Selatan Kabupaten Nias Utara Kabupaten Padang Lawas Kabupaten Padang Lawas Utara Kabupaten Pakpak Barat

Kabupaten Samosir 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kota Medan Kota Binjai

Kota Gunung Sitoli Kota Padang Sidempuan Kota Pematang Siantar Kota Sibolga

Kota Tajung Balai Kota Tebing Tinggi


(12)

20. 21. 22. 23. 24. 25.

Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Simalungun Kabupaten Tapanuli Selatan Kabupaten Tapanuli Tengah Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Toba Samosir

Sumber:

Menurut Erlina (2008:75) “Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi”. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probanly sampling dengan cara purposive sampling yaitu “teknik penentuan sampel karena memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan oleh peneliti” (Uma Sekaran, 2006:136).

Adapun pertimbangan yang ditentukan oleh penulis dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut:

1. Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan keuangannya dalam situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan.

2. Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan keuangannya selama periode 2007-2011.

3. kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang tidak merupakan daerah pemekaran selama tahun 2007-2011.


(13)

Berdasarkan kriteria diatas maka kabupaten/kota yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 kabupaten/kota.

Table 3.2

Daftar Sampel Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara No. Pemerintahan Kabupaten No. Pemerintahan Kota

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Kabupaten Asahan Kabupaten Simalungun Kabupaten Dairi

Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Humbang Hasundutan Kabupaten Karo

Kabupaten Labuhan Batu Kabupaten Langkat

Kabupaten Mandailing Natal Kabupaten Nias

Kabupaten Nias Selatan Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Samosir

Kabupaten Pakpak Barat Kabupaten Toba Samosir

1. 2. 3. 4. 5. Kota Medan Kota Binjai

Kota Padang Sidempuan Kota Pematang Siantar Kota Tebing Tinggi


(14)

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan baik dari jumlah sampel yang digunakan, periode penelitian, maupun faktor-faktor yang diteliti.

1. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya menganalisis pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pengalokasian belanja modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Dengan jumlah populasi sebanyak 15 Kabupaten dan 5 Kota yang jumlah sampel sebanyak 20 sehingga jumlahnya ( 20 dikali 5 tahun = 100 ).

2. Periode penelitian yang diamati terbatas karena hanya mencakup tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011.

3.3 Jenis Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data sekunder. Menurut Umar (2003:60) “Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut, misalnya dalam bentuk tabel, grafik, diagram, gambar, dan sebagainya sehingga lebih informative jika digunakan oleh lain pihak”.

Sumber data dalam penelitian ini adalah laporan APBD pada Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten di Sumatera Utara yang diambil dari situs

berhubungan dengan variabel peneliti yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Belanja Modal.


(15)

3.4 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi yaitu dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara yaitu internet. Data yang diambil berupa realisasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Belanja Modal dari masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara periode waktu 2007-2011. Data penelitian ini diperoleh melalui media internet dengan cara men-download melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat

Jendral Perimbangan Keuangan

3.5 Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang dipakai alokasi belanja modal dalam penelitian ini adalah skala rasio. Skala rasio merupakan skala pengukuran yang menunjukkan kategori usia aktual, penghasilan dan perbandingan konstruk yang diukur. Skala ini menggunakan titik nol absolute sehingga mengatasi kekurangan titik permulaan yang berubah-ubah pada skala interval.

Variabel yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang tidak tergantung atas variabel lain (Nazir, 2005 : 12) yang termasuk dalam variabel independen dalam penelitian ini ada 2 yaitu :


(16)

a. Pajak Daerah dalam penelitian ini adalah :Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Skala pengukuran yang dipakai pajak daerah dalam penelitian ini adalah skala rasio.

b. Retribusi Daerah dalam penelitian ini adalah Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Skala pengukuran yang dipakai retribusi daerah dalam penelitian ini adalah skala rasio.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang tergantung atas variabel lain atau variabel independen ( Nazir, 2005 : 124 ). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengalokasian belanja modal pada periode 2007 – 2011.

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan menggunakan SPSS. Analisis Deskriptif adalah Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan, mengklasifikasikan dan menginterprestasikan data penelitian sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan perusahaan yang sedang diteliti.


(17)

3.6.1 Uji Asumsi Klasik

Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat tersebut adalah harus terdistribusi secara normal, tidak mengandung multikoliniearitas, autokorelasi, dan heterokedastistas. Maka sebelum melakukan pengujian regresi linier berganda perlu dilakukan terlebih dahulu pengujian asumsi klasik.

3.6.1.1 Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2005:110) “uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistic menjadi tidak valid untuk jumlah sampe kecil”.

Ada 2 cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi dengan normal atau menurut Ghozali (2005:110) yaitu:

1) Analisis grafik

Salah satu cara termudah untu melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal


(18)

dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

2) Analisis statistik

Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-skewness. Uji statistic lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistic non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). pedoman untuk pengambilan keputusannya didasarkan sebagaimana diungkapkan Ghozali (2006:151) “apabila nilai signifikan atau probabilitas > 0,05 maka distribusi adalah normal. Apabila nilai signifikan atau probabilitas < 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal.

3.6.1.2 Uji Multikolineritas

Uji multikolineritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan korelasi variabel-variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya. Terjadinya korelasi antara variabel-variabel tersebut menandakan adanya problem multikolonieritas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebasnya (Ghozali, (2006:95). Untuk menguji ada tidaknya multikolonieritas, dapat dilakukan dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF)


(19)

dan nilai tolerance multikolonieritas terjadi jika VIF ≥ 10 dan nilai tolerance ≤0,10.

3.6.1.3 Uji Heterokedesitas

Heterokedesitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lalin tetap maka disebut homokedesitas dan jika berbeda disebut heterokedesitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedesitas. Data tidak terkena heteroskedastisitas jika nilai signifikan lebih besar dari 0,05 (Ghozali, 2006:129).

3.6.1.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk “menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya)” (Ghozali, 2006). Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.

Menurut Singgih (2000:218) untuk mendeteksi adanya autokorelasi bias digunakan tes Durbin Watson (D-W). Panduan mengenai angka D-W untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat pada buku statistik yang relevan. Namun demikian secara umum bisa diambil patokan:


(20)

1) Angka D-W di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif. 2) Angka D-W diantara -2 sampai +2, berarti tidak ada

autokorelasi.

3) Angka D-W diatas +2, berarti ada autokrelasi negatif. Jika terjadi autokorelasi, maka dapat diatasi dengan cara: 1) Melakukan transformasi data.

2) Menambah data observasi.

3.6.2 Pengujian Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana (single regression) dan analisis regresi berganda (multiple regression). Hipotesis pertama (H1) dan hipotesis kedua (H2) dianalisis dengan model regresi linear sederhana untuk melihat pengaruh masing-masing variabel yaitu pajak daerah, retribusi daerah terhadap belanja modal secara terpisah, sedangkan hipotesis ketiga dianalisis dengan model regresi berganda untuk melihat pengaruh seluruh variabel secara serentak. Hipotesisi ini dapat juga dianalisis dengan melakukan uji statistik t dan uji statistik F.

a. Uji statistik t atau uji signifikan parameter individual untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau indevendent secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependent. Pengujian hipotesis pertama H1 dianalisis dengan regresi sederhana untuk melihat pengaruh variabel pajak daerah terhadap belanja modal secara parsial yang dapat digambarkan dengan persamaan:


(21)

Y=a+b1X1+e

Pengujian hipotesis dua H2 dianalisis dengan regresi sederhana untuk melihat pengaruh retribusi daerah terhadap belanja modal secara parsial yang dapat digambarkan dengan rumus:

Y=a+b2X2+e

b. Uji statistic F uji signifikan simultan untuk melihat apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat atau dependen. Pengujian hipotesis ketiga dianalisis dengan menggunakan regresi berganda untuk melihat pengaruh variabel pajak daerah dan retribusi daerah secara simultan terhadap belanja modal, persamaan tersebut digambarkan sebagai berikut:

Y=a+b1X1+b1X2+e Keterangan:

Y = Variabel Dependen yaitu belanja modal a = Konstanta

X1 = Variabel Independen yaitu pajak daerah X2 = Variabel Independen yaitu retribusi daerah b1,b2 = koefisien regresi berganda X1, X2


(22)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Data Penelitian

Sumatera Utara adalah sebuah Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, terletak pada garis 1° - 4° Lintang Utara dan 98°- 100° Bujur Timur atau terbesar ketujuh dari luas wilayah Republik Indonesia. Batas wilayah Sumatera Utara sebagai berikut:

• Utara : berbatasan dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. • Selatan : berbatasan dengan Sumatera Barat dan Riau.

• Barat : berbatasan dengan Samudera Hindia. • Timur : berbatasan dengan Selat Malaka

Sumatera Utara pada dasarnya dibagi atas 6 kelompok wilayah yaitu : a. Pesisir Timur

b. Pegunungan Bukit Barisan c. Pesisir Barat

d. Kepulauan Nias e. Kepulauan Batu

f. Pulau Samosir di Danau Toba

Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya, Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatera sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Pada tahun 1950. Provinsi Sumatera


(23)

Utara dibentuk meliputi sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara. Luas daratan propinsi Sumatera Utara adalah 71.680 km² dibagi kepada 25 kabupaten, 8 kota. 325 kecamatan, dan 5.456 kelurahan/desa. Sumatera Utara merupakan provinsi ke empat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, yang dihuni oleh penduduk dari berbagai suku seperti Melayu, Batak, Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa dan menganut berbagai agama seperti Islam, Kristen, Buddha, Hindu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya.

Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih dahulu memperhatikan data kabupaten/ kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Adapun kota yang terpilih menjadi sampel penelitian berdasarkan pertimbangan yang ditentukan oleh penulis adalah sebanyak 8 sampel untuk setiap tahunnya. Kabupaten/kota yang dimaksud adalah sebagai berikut:


(24)

Tabel 4.1

Daftar Kabupaten/Kota Sampel

No Kabupaten/Kota Kriteria Sampel

1 2 3

1 Kabupaten Asahan Sampel 1

2 Kabupaten Dairi Sampel 2

3 Kabupaten Deli Serdang Sampel 3

4 Kabupaten Karo Sampel 4

5 Kabupaten Labuhan Batu Sampel 5

6 Kabupaten Langkat Sampel 6

7 Kabupaten Mandailing Natal Sampel 7

8 Kabupaten Nias Sampel 8

9 Kabupaten Simalungun Sampel 9

10 Kabupaten Tapanuli Tengah x - 11 Kabupaten Tapanuli Selatan X x x - 12 Kabupaten Tapanuli Utara x -

13 Kabupaten Samosir Sampel 10

14 Kota Medan Sampel 11

15 Kota Binjai Sampel 12

16 Kota Pematang Siantar Sampel 13

17 Kota Sibolga x -


(25)

19 Kota Tebing Tinggi Sampel 14 20 Kota Padang Sidempuan Sampel 15 21 Kabupaten Pakpak Barat Sampel 16 22 Kabupaten Nias Selatan Sampel 17

23 Kabupaten Humbang

Hasundutan

Sampel 18

24 Kabupaten Serdang Bedagai Sampel 19

25 Kabupaten Samosir Sampel 20

26 Kabupaten Batubara X x x

-27 Kabupaten Padang Lawas X x x - 28 Kabupaten Padang Lawas

Utara

X x x -

29 Kabupaten Labuhan Batu Selatan

X x x -

30 Kabupaten Labuhan Batu Utara

X x x -

31 Kabupaten Nias Utara X x x -

32 Kabupaten Nias Barat X x x -

33 Kota Gunung Sitoli X x x -

34 Kabupaten Padang Lawas Selatan


(26)

4.2 Analisis Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi.

Tabel 4.2 Deskriptif Statistik

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation pajak_daerah 100 128.00 829793.00 31393.6500 95594.75119 retribusi_daerah 100 261.00 547629.00 20434.9700 64596.41751 belanja_modal 100 209.00 53860.00 11682.6800 9939.32433 Valid N (listwise) 100

Sumber: Diolah dari SPSS

Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan dibawah ini: Jumlahnya sampel (N) sebanyak 100.

1. Rata-rata Belanja Modal (Y) adalah 11682.6800 dengan standar deviasi 9939.32433. Nilai belanja modal tertinggi adalah 53860.00 dan nilai belanja modal terendah adalah 209.00.

2. Rata-rata pajak daerah (X1) adalah 31393.6500 dengan standar deviasi 95594.75119. Nilai pajak daerah tertinggi adalah 829793.00 dan nilai pajak daerah terendah adalah 128.00.

3. Rata-rata retribusi daerah (X2) adalah 20434.9700 dengan standar deviasi 64596.41751. Nilai retribusi tertinggi adalah 547629.00 dan nilai retribusi daerah terendah adalah 261.00.


(27)

4.2.2 Pengujian Asumsi Klasik 4.2.2.1 Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Pengujian normalitas data penelitian ini menggunakan anlisis grafik dan statistik. Analisis grafik untuk melihat normalitas dilakukan dengan melihat grafik histogram dan kurva normal probability plot. Analisis statistik dilakukan dengan uji kolmogrov smirnov.

Gambar 4.1


(28)

Berdasarkan hasil uji normalitas diatas memperlihatkan bahwa pada grafik histogram tersebut memberikan pola distribusi data mengikuti kurva berbentuk lonceng yang tidak menceng (skewness) kiri maupun menceng kanan. Maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut adalah normal.

Gambar 4.2

Sumber: Diolah dari SPSS 18

Berdasarkan gambar 4.2, Ghozali (2005:112) menyatakan bahwa “jika distribusi data adalah normal, maka terdapat titik-titik yang menyebar disekitar garis diagonaldan penyebarannya mengikuti arah diagonalnya”. Berdasarkan hasil uji normalitas diatas, dengan menggunakan grafik normal plot, terlihat titik-titik


(29)

menyebar disekitar diagonal dan penyebarannya mendekati dengan garis diagonal. Kesimpulannya adalah bahwa data dalam regresi terdistribusi secara normal.

4.2.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variable independen (Erlina 2008). Nilai yang umum menunjukkan adanya multikolinearitas apabila nilai tolerance >0.10 atau VIF<10.

Table 4.3 Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

(Constant) 9271.425 805.613 11.509 .000

pajak_daerah .067 .008 .646 8.416 .000 .959 1.043

retribusi_daerah .015 .012 .096 1.252 .214 .959 1.043 a. Dependent Variable: belanja_modal

Sumber: Diolah dadri SPSS 18

Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat dilihat bahwa hasil tolerance value pajak daerah dan retribusi daerah > 0.10 dan VIF <10. Ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi multikolineritas diantara variable independen dalam penelitian ini.


(30)

4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadinya heteroskedastisitas. Grafik scatterplot digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah dalam penelitian ini terjadi heteroskedastisitas. Analisis pada gambar scatterplot yang menyatakan model regresi linear berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika:

1) Titik-titik data menyebar diatas atau dibawah atau disekitar angka 0. 2) Titik-titik angka tidak mengumpul diatas atau dibawah saja.

3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelembung melebar kemudian menyempit dan melebar kembali.

4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola.

Hasil dari uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplot dibawah ini:


(31)

Gambar 4.3

Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot

Sumber: Diolah dari SPSS 18

Dari gambar scatterplot diatas, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tidak membentuk pola tertentu atau tudak teratur. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai.

4.2.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variable pengganggu pada periode tertentu (t) dengan variable pengganggu sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi, maka terdapat masalah autokorelasi. Untuk


(32)

mendeteksi ada tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin Watson (DW). Hasil dari uji autokorelasi dapat dilihat pada table berikut:

Table 4.4 Uji Autokorelasi

Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .672a .452 .441 7433.41647 1.152

a. Predictors: (Constant), retribusi_daerah, pajak_daerah b. Dependent Variable: belanja_modal

Sumber: Diolah dari SPSS 18

Hasil uji autokorelasi diatas menunjukkan nilai statistic pada bagian model summary terlihat angka D-W sebesar + 1.152 (-2<1.152<+2), karena angka D-W diantara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.

4.2.3 Analisis Regresi

Pengolahajn data dengan menggunakan regresi linear dapat dilakukan melalui beberapa tahapan untuk mencari hubungan antar variable independen dan variable dependen. Dalam penelitian ini digunakan analisis linear berganda melalui pajak daerah (X1) danretribusi daerah (X2) terhadap belanja modal (Y). hasil regresi dapat dilihat pada table dibawah ini:


(33)

Table 4.5 Analisis Regresi

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 9271.425 805.613 11.509 .000

pajak_daerah .067 .008 .646 8.416 .000

retribusi_daera h

.015 .012 .096 1.252 .214

a. Dependent Variable: belanja_modal Sumber: Diolah dari SPSS 18

Berdasarkan nilai-nilai koefisien diatas, persamaan regresi yang dapat disusun untuk variable pajak daerah dan retribusi daerah adalah sebagai berikut:

Y = 9271.425 + 067�1 + 015X2

Keterangan:

Y : Belanja Modal X1 : Pajak Daerah X2 : Retribusi Daerah

Interprestasi persamaan dari regresi linear berganda diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:


(34)

a. Konstanta (a) sebesar 9271.425

Nilai ini menyatakan jika variable independen dianggap konstan, maka nilai belanja modal adalah sebesar 9271.425.

b. Koefisien X1 (b1) = 067

Nilai ini menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan variable pajak daerah sebesar 1% maka akan menaikkan belanja modal sebesar 067 atau 0.67% dengan asumsi variable lainnya konstan.

c. Koefisien X2 (b2) = 015

Nilai ini menunjukkan apabila terjadiperubahan variable retribusi daerah sebesar 1% maka akan menaikkan belanja modal sebesar 015 atau 0.15% dengan asumsi variable lainnya konstan.

4.2.4 Pengujian Hipotesis 4.2.4.1 Uji Parsial (uji t)

Uji t dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variable-variabel independen terhadap variable dependen secara parsial. Secara parsial pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja modal dapat dilihat dari pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t. hasil pengujian ini dapat kita lihat pada table dibawah ini:


(35)

Table 4.6 Uji Statistik t

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 9271.425 805.613 11.509 .000

pajak_daerah .067 .008 .646 8.416 .000

retribusi_daerah .015 .012 .096 1.252 .214

a. Dependent Variable: belanja_modal Sumber: Diolah dari SPSS 18

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisa tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pajak daerah (X1) mempunyai nilai signifikan sebesar 0,000 berada dibawah 0,05, ini menunjukkan bahwa secara parsial pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

b. Retribusi daerah (X2) mempunyai nilai signifikan 0,214 lebih besar dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variable retribusi daerah secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal.

4.2.4.2 Uji Simultan (Uji F)

Menguji pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama terhadap belanja modal digunakan uji statistik F yang dapat dilihat pada table berikut ini:


(36)

Table 4.7 Uji Statistik F

ANOVAb

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 4.420E9 2 2.210E9 40.000 .000a

Residual 5.360E9 97 5.526E7

Total 9.780E9 99

a. Predictors: (Constant), retribusi_daerah, pajak_daerah b. Dependent Variable: belanja_modal

Sumber: Diolah dari SPSS 18

Dari table diatas, diperoleh nilai F hitung sebesar 40,000 dengan tingkat signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05. Signifikansi F sebesar 0,000 menunjukkan tingkat kesalahan model yang diajukan. Nilai ini menunjukkan tingkat kesalahan yang akan ditanggung sebagai peneliti bila menolak hipotesa nol. Dengan demikian, maka tingkat kesalahan yang akan ditanggung kalau peneliti mengatakan bahwa pajak daerah (X1) dan retribusi daerah (X2) mampu menjelaskan belanja modal (Y) adalah 0,000. Tingkat kesalahan ini

sangat jauh dibawah nilai α yang sudah ditetapkan dimuka yaitu 5%.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah (X1) dan retribusi daerah (X2) secara bersama berpengaruh terhadap belanja modal.


(37)

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja modal pada pemerintahan kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara. Pengujian uji kesesuaian dilakukan untuk melakukan suatu kelayakan model regresi karena variable penelitian ini lebih dari satu variable maka kelayakan tersebut dapat dilihat dari nilai Adjusted R Square

yang diperoleh dari hasil pengolahan data yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.8 Uji Kelayakan Model

Model Summaryb Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 .672a .452 .441 7433.41647 1.152

a. Predictors: (Constant), retribusi_daerah, pajak_daerah b. Dependent Variable: belanja_modal

Sumber: Diolah dari SPSS 18

Berdasarkan model uji kelayakan diatas, maka R sebesar 0,672 menunjukkan bahwa korelasi atau hubungan antara Belanja Modal (Y) dengan pajak daerah (X1), dan retribusi daerah (X2) erat yaitu sebesar 67,2% berada diatas 0,5 atau 50%. Angka R Square atas koefisien determinasi adalah 0,452. Angka ini mengindikasikan bahwa 45,2% variasi atau perubahan dalam belanja modal dapat dijelaskan oleh variasi variabel pajak daerah dan retribusi daerah sedangkan sisanya sebesar 54,8% dijelaskan oleh sebab-sebab lain yang tidak dimasukkan dalam metode penelitian.


(38)

Dari hasil pengujian variabel penelitian secara parsial, ditemukan bahwa variabel independen yaitu pajak daerah berpengaruh signifikan positif terhadap variabel dependen yaitu belanja modal. Hal ini sesuai dengan nilai signifikansi t untuk masing-masing variabel < 0,05. Namun, variabel retribusi daerah berpengaruh tetapi tidak signifikan. Hal ini sesuai dengan nilai signifikansi t untuk masing-masing variabel > 0,05.

Berdasarkan hasil uji F sebelumnya dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen yaitu pajak daerah dan retribusi daerah dapat berpengaruh signifikan terhadap belanja modal yang ditunjukkan oleh nilai signifikan F (0,000) < 0,05.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Anton Dwi Handoko (2009) judul penelitian adalah “pengaruh pendapatan asli daerah terhadap peningkatan belanja modal pada pemerintahan kabupaten/kota di sumatera utara”. Penelitian ini menunjukkan pertumbuhan PAD mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap peningkatan belanja modal. Nur Indah Rahmawati (2010) meneliti “pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi umum (DAU) terhadap alokasi belanja daerah (studi pemerintah di kabupaten/kota Jawa Tengah)”. Peneliti ini menunjukkan bahwa DAU dan PAD mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja daerah. Jika dilihat lebih lanjut, tingkat ketergantung alokasi belanja daerah lebih dominan terhadap PAD dari pada DAU. Okto arbincan (2012) meneliti Kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah pada APBD di pemerintahan kota sumatera utara. Penelitian ini


(39)

menunjukkan bahwa Pajak daerah dan Retribusi Daerah secara bersama memberikan kontribusi positif terhadap APBD.

Pajak daerah memiliki koefisien regresi bertanda positif sebesar 067, hal ini mengandung arti bahwa apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah) maka perubahan variabel pajak daerah sebesar 1% akan menaikkan belanja modal sebesar 067 atau 0.67%. Retribusi daerah memiliki koefisien regresi sebesar 015, hal ini mengandung arti bahwa apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tidak tetap (berubah) maka perubahan variabel retribusi daerah sebesar 1% akan menurunkan belanja modal sebesar 015 atau 0,15%.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Setelah dilakukan uji normalitas, maka ditemukan bahwa seluruh variabel memiliki data yang normal.

2. Setelah dilakukan uji multikolinearitas, kedua variabel independen (pajak daerah dan retribusi daerah) tidak memiliki korelasi.

3. Setelah dilakukan uji heteroskedastisitas, antara pajak daerah dan retribusi daerah tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga kedua variabel tersebut dapat digunakan dalam pengujian hipotesis.

4. Setelah dilakukan uji autokorelasi, tidak terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) sehingga kelima tahun tersebut dapat digunakan dalam pengujian hipotesis.

5. Setelah dilakukan pengujian hipotesis dapat diambil kesimpulan bahwa secara parsial pajak daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap belanja modal namun variabel retribusi daerah berpengaruh tetapi tidak signifikan.

6. Pajak daerah dan retribusi daerah secara simultan (bersama-sama) mempunyai pengaruh signifikan terhadap belanja modal.


(41)

7. Angka R Square atau koefisien determinasi adalah 0,441. Hal ini berarti 44,1% variasi atau perubahan dalam belanja modal dapat dijelaskan oleh variasi atau perubahan dari pajak daerah dan retribusi daerah sedangkan sisanya 55,9% dijelaskan oleh sebab-sebab lain.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar lebih memperbanyak kabupaten/ kota yang akan diuji, sehingga akan diperoleh sampel yang banyak dan hasil yang lebih akurat. Selain memperbanyak, penelitian selanjutnya disarankan agar mengambl sampel kabupaten/ kota di luar Provinsi Sumatera Utara. Ini dimaksudkan agar dapat membandingkan apakah hasil penelitian ini berlaku untuk kabupaten/ kota di luar Provinsi Sumatera Utara.

2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar lebih banyak menggunakan variabel indevenden dalam penelitian.

3. Peneliti menyarankan untuk mengambil jangka waktu yahng lebih lama untuk diteliti.

4. Saran yang diberikan terkait dengan hasil analisis berkisar pada masalah masih belum optimalnya penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. Sumbangan yang diberikan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja modal, sebaiknya pemerintah melakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi sehingga PAD dapat lebih


(42)

dioptimalkan, sehingga belanja daerah pada umumnya dan belanja modal pada khususnya juga semakin meningkat. Dengan pemerintah yang going concern terhadap pelaksanaan otonomi daerah maka seharusnya kemandirian daerah harus dapat diwujudkan. Kemandirian daerah melalui peningkatan pendapatan asli daerah harus ditingkatkan sehingga pada akhirnya factor yang paling berpengaruh terhadap belanja modal adalah pendapatan asli daerah terutama pajak daerah dan retribusi daerah.


(43)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN TEORITIS

2.1.1 Pendapatan Asli Daerah

2.1.1.1Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Halim (2007:96), “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. Sedangkan menurut Undang-undang No.33 Tahun 2004 pasal 1 menyebutkan: “Pendapatan asli daerah merupakan penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.1.2Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah

Unsur terpenting dari pembiayaan pemerintah daerah adalah kontribusi dari pendapatan asli daerah. Pendapatan asli daerah merupakan bukti nyata dukungan masyarakat lokal kepada pemerintahnya untuk menjalankan proses pemerintahan secara otonom. Berdasarkan Undang-undang No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah sendiri terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.


(44)

2.1.2 Pajak Daerah

2.1.2.1Pengertian Pajak Daerah

Menurut Marihot.P.Siahaan ( 2005:7 ) pajak daerah adalah :

Pungutan dari masyarakat oleh daerah ( pemerintah ) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali ( kontra prestasi/balas jasa ) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Pajak Daerah merupakan Pajak yang diterima dan dikelola oleh Pemerintah Daerah, baik Propinsi maupun Kabupaten / Kota yang berguna untuk menunjang penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk kedalam APBD. Pajak Daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah.

Dasar hukum Pajak Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah. Dalam pemungutan Pajak Daerah memerlukan suatu sistem agar pengelolaaan Pajak Daerah tersebut dapat berjalan dengan baik. Maka diperlukan suatu sistem pemungutan yang baik pula. Sistem Pemungutan Pajak daerah sama dengan Pajak pusat daerah yaitu :


(45)

1. Official Assesment System. 2. Self Assesment System 3. Witholding System.

Sedangkan menurut UU No.34 tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud pajak daerah adalah :

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri.

2.1.2.2Klasifikasi Pajak Daerah

Menurut Undang-undang No.28 Tahun 2009 pasal 2, jenis pajak daerah terbagi 2 yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.

1. Pajak Provinsi

Jenis pajak provinsi berdasarkan UU No.28 Tahun 2009 pasal 2 antara lain:

1. Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan


(46)

kandaraan bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energy tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan. Tariff pajak kendaraan bermotor adlah paling tinggi 10%.

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Bea balik nama kendaraan bermotor adlah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah,warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan bermotor. Tariff bea balik nama kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut:


(47)

a. Penyerahan pertama sebesar 20%

b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%

Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tariff pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut:

a. Penyerahan pertama sebesar 0,75%

b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%.

Tarif bea balik nama kendaraan bermotor ditetapkan dengan peraturan daerah.

3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan bahan bakar kendaraan bermotor. Tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Khusus tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50%


(48)

lebih rendah dari tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk kendaraan pribadi.

4. Pajak Air Permuka an

Pajak air permukaan adalah pajak atas pengembilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Tarif pajak air permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.

5. Pajak Rokok

Subjek pajak rokok adalah konsumen rokok. Wajib pajak rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa nomor pokok pengusaha barang kena cukai. Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok.

2. Pajak Kabupaten/Kota

Jenis pajak kabupaten/kota berdasarkan UU No.28 Tahun 2009 pasal 2 antara lain:

1. Pajak Hotel

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk


(49)

dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan/ atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Peraturan ini akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Subyek Pajak Hotel adalah orang atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan. Wajib pajaknya adalah pengusaha hotel. Obyek Pajak Hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk :

a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal Jangka Panjang


(50)

b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.

c) Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum. Tariff pajak hotel sebesar 10%.

2. Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran yaitu adalah tempat yang disediakan untuk menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan/ minuman, tempat karaoke, usaha jasa katering dan usaha jasa boga.

Pengenaan pajak Restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak restoran. Peraturan ini akan menjadi landasan hukum operasional


(51)

dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Restoran di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Subyek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha restoran. Obyek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran.

Tariff pajak restoran sebesar 10%. 3. Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan/ atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. Mengingat kondisi kabupaten dan kota di Indonesia tidak sama, termasuk dalam hal jenis hiburan yang diselenggarakan, maka untuk dapat diterapkan pada suatu daerah kabupaten atau kota pemerintah daerah setempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang Pajak Hiburan yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pungutan pajak hiburan di daerah kabupaten atau kota


(52)

yang bersangkutan. Subyek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Obyek Pajak Hiburan yakni penyelenggaraan hiburan yang dipungut bayaran. Tariff pajak hiburan paling tinggi 35%.

4. Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame yaitu benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan jenis ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Reklame yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Reklame di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Subyek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan


(53)

yang menyelenggarakan atau memesan reklame. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Obyek Pajak Reklame yakni semua penyelenggara reklame.

Tariff pajak reklame paling tinggi 25%. 5. Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Pajak penerangan jalan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota maka pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Penerangan Jalan yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Penerangan Jalan di daerah kabupaten atau kota yang


(54)

bersangkutan. Subyek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan lisrik dan atau pengguna tenaga listrik. Obyek Pajak Penerangan Jalan yakni penggunaan tenaga listrik di wilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari 10%. 6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C

Pajak Pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan adalah bahan galian


(55)

golongan C sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahan-bahan galian dibagi atas dua golongan, yaitu : a. Golongan bahan galian strategis.

b. Golongan bahan galian vital.

Subyek Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan galian golongan C. Obyek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yakni kegiatan pengambilan bahan golongan C. Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C ditetapkan paling tinggi sebesar dua puluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari 20%.


(56)

7. Pajak Parkir

Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan , baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha.

Pengenaan pajak parkir tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak parkir di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Subyek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran atas tempat parkir. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir. Obyek Pajak Parkir yakni penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan


(57)

sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi 20%.

8. Pajak Air Tanah

Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah permukaan tanah. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Tarif pajak air tanah ditetapkan paling tinggi 20%. 9. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak sarang burung wallet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusaha sarang burung wallet. Burung wallet adalah satwa yang teramsuk marga

collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.

Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung wallet.

10.Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau


(58)

badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atasbumi dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Tarif pajaknya paling tinggi adalah sebesar 0,3%.

11.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau


(59)

bangunan. Tarif bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan paling tinggi adalah 5%.

Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang pokok-pokok pemerintahan daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri.

2.1.2.3Tarif Pajak Kabupaten / Kota

Dilihat dari wewenang Pemungutan Pajak Daerah atas Objek Pajak Daerah dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu : Pajak daerah yang dipungut oleh Propinsi, dan Pajak Daerah yang dipungut oleh Kota.

Tabel 2.1

Tarif Pajak Daerah yang dipungut oleh Kota

Sumber : Berdasarkan Undang-Undang PBB tahun 1984

DESKRIPSI TARIF

1. Daerah Retribusi :

a. PKB & Kendaraan di Atas Air b. BBNKB & Kendaraan Di Atas Air c. PBBKB

d. Pajak PPABT-AP

5% 10%

5% 20% 2. Daerah Kota :

a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir

10% 10% 35% 25% 10% 20% 20%


(60)

Tabel 2.2

Presentase Bagi Hasil Penerimaan Pajak Daerah NO JENIS PAJAK

DAERAH

PROVINSI KOTA

1 PKB 70 % 30 %

2 BBN-KB 70 % 30 %

3 Pajak Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

(PPABT- AP )

30 % 70%

NO JENIS PAJAK DAERAH

KOTA DESA

1 Pajak Hotel 90 % 10 %

2 Pajak Restoran 90 % 10 %

3 Pajak Hiburan 90 % 10 %

4 Pajak Reklame 90 % 10 %

5 Pajak Penerangan Jalan

90 % 10 %

6 Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

90 % 10 %

7 Pajak Parkir 90 % 10 %

Sumber : Sudin Rencana dan Pengembangan Dinas pendapatan Daerah.

2.1.3 Retribusi Daerah

2.1.3.1 Pengertian Retribusi Daerah

Definisi retribusi daerah menurut Panca Kurniawan ( 2005:5 ) yang juga diambil berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang


(61)

perubahan atas Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu “ Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”

Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 mengatur beberapa istilah yang umum digunakan, yaitu :

a. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah

otonom lainnya sebagai badan eksekutif daerah.

c. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.

d. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Peraturan daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh kepaa daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.


(62)

f. Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. g. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah

dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

h. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

i. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari pemerintah daerah yang bersangkutan. j. Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah

dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.


(63)

2.1.3.2 Klasifikasi Retribusi Daerah

Sesuai dengan Undang - undang Nomor 28 tahun 2009 pasal 108 retribusi daerah dibagi atas 3 golongan, yakni :

1. Retribusi Jasa Umum.

Retribusi jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum bersangkutan. Objek retribusi jasa umum adalah pelayan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh oaring pribadi atau badan.

Jenis retribusi jasa umum antara lain: a. Retribusi Pelayanan Kesehatan

Retribusi pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat 1 huruf a adalah pelayanan kesehatan di puskesmas, puskesmas keliling, puskesmas pembantu, balai pengobatan, rumah sakit umum daerah, dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang sejenis yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, kecuali pelayanan pendaftaran. Dikecualikan dari objek retribusi pelayanan


(64)

kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

Retribusi persampahan/kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf b adalah pelayanan persampahan/kebersihan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah melalui: pengambilan/pengumpulan sampah dari sumbernyake lokasi pembuangan sementara, pengangkutan sampah dari sumbernya dan/atau lokasi pembuangan sementara ke lokasi pembuangan/atau pembuangan akhir sampah, penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan akhir sampah. Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan kebersihan jalan umum, taman, tempat ibadah, social dan tempat umum lainnya.

c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil

Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf c adalah pelayanan:

a) Kartu tanda penduduk

b) Kartu keterangan tempat tinggal c) Kartu identitas kerja


(65)

d) Kartu penduduk sementara

e) Kartu identitas penduduk musiman f) Kartu keluarga

g) Akta catatan sipil yang meliputi akta perkawinan, akta perceraian, akta pengesahan dan pengakuan anak, akta ganti nama bagi warga negagra asing, dan akta kematian. d. Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat

Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf d adalah pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat yang meliputi: pelayanan penguburan/pemakaman termasuk penggalian dan pengukuran, pembakaran/pengabuan mayat. Sewa tempat pemakaman atau pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola oleh pemerintah.

e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

Retribusi pelayanan parker di tepi jalan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf e adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Retribusi Pelayanan Pasar

Pelayanan pasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf f adalah penyediaan fasilitas pasar


(66)

tradisional/sederhana berupa pelataran, los yang dikelola pemerintah daerah, dan khusus yang disediakan pedagang, dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan fasilitas pasar yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

Pelayanan pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada pasal 110 ayat (1) huruf g adalah pelayanan pengujian kendaraan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran

Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud pada pasal 110 ayat (1) huruf h adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa oleh pemerintah daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran, alat-alat penanggulangan kebakaran, alat penanggulangan jiwa yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat.

i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

Retribusi penggantian biaya cetak peta sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf I adalah penyediaan


(67)

peta yang dibuat oleh pemerintah daerah seperti peta dasar (garis), peta foto, peta digital, peta tematik dan peta teknis (struktur).

j. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus

Retribusi pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf j adalah pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta.

k. Retribusi Pengelolaan Limbah Cair

Retribusi pengelolaan limbah cair sebagaimana dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf k adalah pelayanan pengelolaan limbah cair rumah tangga, perkantoran dan industry yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola secara khusus oleh pemerintah daerah dalam bentuk instalasi pengolahan limbah cair. Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan pengolahan limbah cair yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah, BUMN, BUMD, pihak swasta, dan


(68)

pembuangan limbah cair secara langsung ke sungai, drainase, dan/atau sarana pembuangan lainnya.

l. Retribusi Pelayanan Tera-Tera Ulang

Retribusi pelayanan tera-tera ulang sebagaimana dimaksud dlam pasal 110 ayat (1) huruf l adalah pelayanan pengujian alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya, dan pengujian barang dalam keadaan terbungkus yangwajib sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. m. Retribusi Pelayanan Pendidikan

Retribusi pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf m adalah pelayanan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis oleh pemerintah daerah. Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a) Pelayanan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah;

b) Pendidikan/pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah;

c) Pendidikan/pelatihan yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD; dan

d) Pendidikan/pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak swasta.


(69)

n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi

Retribusi pengendalian menara telekomunikasi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf n adalah pemanfaatan ruang untuk menara telekomunikasi dengan memperhatikan aspek tata ruang, keamanan, dan kepentingan umum.

2. Retribusi Jasa Usaha.

Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya jasa tersebut dapat disediakan oleh swasta, meliputi pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.

Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah: a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

Pelayanan pemakaian kekayaan daerah yang dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf a adalah pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian kendaraan/alat-alat berat/alat-alat besar milik daerah. Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan pemakaian kekayaan


(70)

daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut, seperti pemancangan tiang listrik/telepon maupun penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum.

b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan

Pasar grosir dan atau pertokoan sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf b adalah pasar grosir berbagai jenis barang dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/diselenggarakan oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh BUMD dan pihak swasta.

c. Retribusi Tempat Pelelangan

Tempat pelelangan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf c adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. Termasuk dalam pengertian tempat pelelangan adalah tempat yang dikontrakkan oleh pemerintah daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan. Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana yang pada ayat (1) adalah tempat pelelangan yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.


(71)

d. Retribusi Terminal

Retribusi terminal sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf d adalah tempat pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah terminal yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta. e. Retribusi Tempat Khusus Parkir

Pelayanan tempat khusus parkir sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf e adalah pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.

f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa

Retribusi pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf f adalah pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.


(72)

g. Retribusi Rumah Potong Hewan

Retribusi pelayanan rumah potong hewan sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf g adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah potong hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta. h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan

Retribusi pelayanan pelabuhan kapal sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf h adalah pelayanan pada pelabuhan kapal perikanan dan/atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemrintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga

Retribusi pelayanan tempat rekreasi dan olahraga sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf i adalah tempat rekreasi, pariwisata dan olahraga yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. Dikecualikan dari objek


(73)

retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

j. Retribusi Penyeberangan di Air

Retribusi pelayanan penyeberangan di atas air sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf j adalah pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di atas air yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemrintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

Retribusi penjualan produksi usaha daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf k adalah penjualan hasil produksi usaha pemerintah daerah, antara lain bibit/benih tanaman, bibit ternak, dan bibit/benih ikan, tidak termasuk penjualan produksi usaha BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

3. Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana


(74)

atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Subjek perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Objek perizinan retribusi tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umumdan menjaga kelestarian lingkungan.

Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu adalah: a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan, termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut.


(75)

b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.

c) Retribusi Izin Gangguan

Izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/ kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan, tidak termasuk tempat usaha/ kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

d) Retribusi Izin Trayek

Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan usaha untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. Pemberian izin oleh pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah, tidak termasuk tempat usaha/ kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

e. Retribusi Izin Usaha Perikanan

Retribusi izin usaha perikanan adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan.


(1)

4. Bapak Drs. Arifin Hamzah, MM, Ak selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, dukungan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Drs. Rasdianto, M.Si, Ak selaku dosen pembaca penilai yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para penggunanya.

Medan, 14 Mei 2013 Penulis,

Roma Br Sembiring NIM : 100522023


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... i

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ... 8

2.1.1 Pendapatan Asli Daerah ... 8

2.1.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah ... 8

2.1.1.2 Kasifikasi Pendapatan Asli Daerah ... 8

2.1.2 PajakDaerah ... 9

2.1.2.1 Pengertian Pajak Daerah ... 9

2.1.2.2 Klasifikasi Pajak Daerah ...10

2.1.2.3 Tarif Pajak Kabupaten /Kota ...24

2.1.3 Retribusi Daerah ...26

2.1.3.1 Pengertian Retribusi Daerah ...26

2.1.3.2 Klasifikasi Retribusi Daerah...28

2.1.4 Belanja Modal ...41

2.1.4.1 Defenisi Belanja Modal ...41

2.1.4.2 Klasifikasi Belanja Modal ...41

2.2 Tinjauan penelitian Terdahulu ...44

2.3 Pengaruh Pajak Daerah daa Retribusi Daerah terhadap Pengalokasian Belanja Modal ...46

2.4 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ...47


(3)

3.6 Metode Analisis Data ...55

3.6.1 Uji Asumsi Klasik ...56

3.6.1.1 Uji Normalitas ...56

3.6.1.2 Uji Multikolineritas ...57

3.6.1.3 Uji Heterokedesitas ...58

3.6.1.4 Uji Autokorelasi ...58

3.6.2 Pengujian Hipotesis Penelitian ...59

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ...61

4.1.1 Data Penelitian ...61

4.2 Analisis Hasil Penelitian ...65

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ...65

4.2.2 Pengujian Asumsi Klasik ...66

4.2.2.1 Uji Normalitas ...66

4.2.1.2 Uji Multikolineritas ...68

4.2.1.3 Uji Heterokedesitas ...69

4.2.1.4 Uji Autokorelasi ...70

4.2.3 Analisis Regresi ...71

4.2.4 Pengujian Hipotesis ...73

4.2.4.1 Uji Parsial (uji t) ...73

4.2.4.2 Uji Simultan (uji F) ...74

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ...76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...79

5.2 Saran ...80

DAFTAR PUSTAKA ...82


(4)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul Halaman

2.1 Tarif Pajak Daerah yang dipungut oleh Kota………….…….24

2.2 Persentase Bagi Hasil Penerimaan Pajak Daerah….………...25

2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu……….44

3.1 Daftar Populasi Pemerintah Kabupaten / Kota Provinsi Sumatera Utara……….…50

3.2 Daftar Sampel Pemerintah Kabupaten / Kota di Provinsi Sumatera Utara……….…52

4.1 Daftar Kabupaten / Kota Sampel…………..………...63

4.2 Deskrptif Statistik………...……….65

4.3 Uji Multikolinearitas………68

4.4 Uji Autokorelasi………...………71

4.5 Analisis Regresi………...………72

4.6 Uji Statistik t………74

4.7 Uji Statistik F………...…………75


(5)

DAFTAR GAMBAR

No.Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual……….48

4.1 Histogram……….……….…………..66

4.2 Normal P-Plot……….……….67


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No.Lampiran Judul Halaman

1 Data Penelitian Tahun 2007-2011………..….84

2 Hasil Uji Asumsi Klasik………..86

3 Hasil Uji t………...………..88