c. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Pada
heteroskedastisitas kesalahan yang terjadi tidak random acak, tetapi menunjukkan hubungan yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih variabel.
Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah terdapat kesamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homokesdastisitas Sunjoyo dkk., 2013 : 69. Ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik Scaterplot
antara nilai prediksi variabel independen dengan nilai residualnya. Dasar yang digunakan untuk menentukan heteroskedastisitas antara lain:
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik – titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian mnenyempit, maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik – titik yang menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Terdapat beberapa teknik untuk memperbaiki terjadinya heteroskedastisitas
pada model regresi, antara lain : 1. Melakukan transformasi dalam bentuk model regresi dengan membagi model
regresi dengan salah satu variabel independen yang digunakan dalam model tersebut.
2. Melakukan transformasi logaritma sehingga model persamaan regresi menjadi Log Y = bo + bi log Xi
Universitas Sumatera Utara
d. Uji Autokorelasi
Menurut Erlina 2011 : 106 ”uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya t-1”. Secara sederhana, analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas dengan variabel
terikat sehingga tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya. Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari
autokorelasi. Untuk mendeteksi adanya gejala autokorelasi dapat menggunakan uji Durbin-Watson melalui SPSS.
Menurut Ghozali 2005 dalam Sarasati, 2013 : 59 fenomena autokorelasi ditentukan berdasarkan kriteria:
1 Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound du dan 4 – du
, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.
2 Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound dl, maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada
autokorelasi positif. 3 Bila nilai DW lebih besar daripada 4 – dl, maka koefisien
autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif. 4 Bila nilai DW terletak antara batas atas du dan batas bawah dl atau
DW terletak antara 4 – du dan 4 – dl, maka maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
Universitas Sumatera Utara
3.6.2 Uji Hipotesa
Pengujian hipotesa dilakukan untuk menguji kemampuan variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen, baik secara parsial maupun secara simultan.
Uji hipotesa yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah uji T dan uji F.
a. Uji T
Uji T dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan kondisi variabel independen lain dianggap konstan.
Kriteria yang dipakai dalam uji T adalah: Ho diterima : apabila t hitung t table
Ha ditolak : apabila t hitung t table
di mana : H1 = Struktur aset
H2 = Profitabilitas H3 = Pertumbuhan Penjualan
b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Kriteria
pengambilan keputusan adalah Ho akan ditolak atau Ha akan diterima apabila nilai signifikansi F 5. Persamaan analisis data dengan model regresi berganda adalah
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e Keterangan :
Y = Kebijakan hutang
X1 = Struktur aset
X2 = Profitabilitas
X3 = Pertumbuhan penjualan
α = Konstanta
β1, β2, β3 = Koefisien Regresi
e = Variabel pengganggu error
3.7 Jadwal Penelitian