Kemandirian Pada Remaja LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kemandirian Pada Remaja

Hurlock 1980 menyatakan minat pada kemandirian berkembang pada masa awal remaja dan mencapai puncaknya menjelang periode ini berakhir. 1. Definisi Kemandirian Pada Remaja Istilah kemandirian digunakan secara luas untuk menjelaskan isu psikososial yang merupakan hal penting selama masa remaja. Pengertian dari kemandirian ini sering sukar untuk dispesifikkan. Istilah “autonomy” dalam kajian mengenai remaja sering disejajarartikan secara silih berganti dengan kata “independence”, meskipun sesungguhnya ada perbedaan yang sangat tipis diantara keduanya Steinberg, 2002. Independence, “secara umum menunjuk pada kemampuan individu untuk ‘menjalankan’ atau ‘melakukan sendiri’ aktivitas hidup terlepas dari pengaruh kontrol orang lain”. Sedangkan istilah autonomy, mempunyai komponen emotional dan cognitive sama baiknya seperti komponen behavioral. Menjadi orang yang mandiri yaitu dapat mengatur diri sendiri yang menjadi salah satu tugas perkembangan pada masa remaja Steinberg, 2002. Menurut Steinberg dalam Lewis, 2009 kemandirian itu apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, dan keputusan yang dibuat adalah lebih berdasarkan pada diri sendiri daripada mengikuti apa yang orang lain percayai. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Steinberg dalam Universitas Sumatera Utara Newman, 2006 dimana kemandirian itu adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri untuk memilih dan memutuskan keputusan sendiri serta mampu melakukannya tanpa terlalu tergantung pada orangtua. Memberikan kemandirian pada remaja bukan berarti orangtua menolak, mengabaikan atau memisahan fisik dari anak mereka, melainkan lebih pada kebebasan psikologis dimana orangtua dan remaja menerima perbedaan masing-masing namun remaja dan orangtua tetap merasakan cinta kasih sayang, saling pengertian dan tetap menjalin hubungan dan komunikasi yang baik. Rice dan Dolgin 2008 menyatakan bahwa kemandirian itu adalah sebagai independence atau freedom. Salah satu tujuan setiap remaja adalah ingin diterima seperti orang dewasa yang mandiri. Remaja tetap menjadi seorang yang individu dan juga tetap yang berhubungan dengan orangtua pada waktu yang sama Grotevant dan Cooper dalam Rice, 2008. Remaja tetap menjalin hubungan dengan orangtuanya. Anak mengembangkan dirinya tetapi tetap berkomunikasi dengan orangtuanya sehingga orangtua mengerti apa yang dirasakan anaknya dan memberikan rasa percaya pada anak untuk bertindak Quintana dan Lapsley dalam Rice dan Dolgin, 2008. Sebagai contoh, mereka mengembangkan minat baru, nilai dan tujuan yang berbeda dari orangtua, tetapi remaja tersebut tetap bagian dari keluarga. Individuation merupakan prinsip dasar dalam pertumbuhan manusia Gavazzi dan Sabatelli dalam Rice dan Dolgin, 2008. Hal ini termasuk sebagai usaha individu untuk membangun pemahaman dan identitas akan diri sendiri dalam berhubungan dengan yang lain. Menurut Lerner 2001 kemandirian itu adalah “berdiri pada kedua kaki”. Kemandirian merupakan konsep pusat dalam teori perkembangan remaja. Orangtua diharapkan dapat memberikan anaknya kebebasan untuk mandiri disaat si anak remaja tersebut menunjukkan pribadi yang bertanggungjawab. Mengembangkan kapasitas fungsi kemandirian dapat dilakukan Universitas Sumatera Utara dengan mempertahankan hubungan dan mencari suportif dari orang lain ketika dibutuhkan. Orangtua memberi pengaruh yang besar dalam perkembangan kemandirian si remaja seperti orangtua tetap berinteraksi dengan anaknya untuk bernegosiasi dan memutuskan keputusan., menumbuhkan kosep diri yang positif, menumbuhkan rasa percaya diri dan membantu anak mampu mengontrol diri. Kemandirian remaja menurut Ryan, dkk dalam Berzonsky, 2006 adalah sebagai kualitas individual, dimana tindakan seseorang itu berasal dan diatur oleh diri sendiri. Menurut LaFreniere 2000, kemandirian pada remaja adalah kemampuan meningkatkan self reliance, inisiatif, bertahan pada tekanan kelompok dan bertanggung jawab pada keputusan dan tindakan yang diambil. Kemandirian juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membuat keputusan dengan bebas dan mengatur hidupnya tanpa tergantung berlebihan pada orang lain Rider dkk, 2003. Menurut Nashori 1999 kemandirian merupakan modal dasar bagi manusia untuk menentukan sikap dan perbuatan terhadap lingkungannya. Kemandirian mendorong orang untuk berkreasi dan berprestasi karena kemandirian mengantarkan seseorang menjadi makhluk yang produktif dan efisien serta membawa dirinya kearah kemajuan. Hetherington dalam Afiatin, 1993 mengatakan bahwa kemandirian ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk mengambil inisiatif, kemampuan menyelesaikan masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Menurut Dariyo 2004 kemandirian remaja adalah sifat yang tidak tergantung pada diri orang lain. Ia akan berusaha menyelesaikan masalah dalam hidupnya sendiri. Menurut Youniss dkk dalam Kenny, 1997 menyatakan bahwa kemandirian yang sehat adalah dipromosikan oleh Universitas Sumatera Utara hubungan orangtua anak positif dan suportif. Mereka mengizinkan anak anak mereka untuk mengekpresikan perasaan positif dan negatif yang mereka rasakan, hal ini membantu mengembangkan kemampuan sosial dan kemandirian yang bertanggung jawab. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian pada remaja adalah apa yang dirasakan, dipikirkan dan keputusan yang diambil berdasarkan pada diri sendiri dan dapat mempertanggungjawabkannya, ketika menghadapi masalah dapat mengatasinya. 2. Dimensi Kemandirian Menurut Steinberg 2002, ada tiga dimensi kemandirian yaitu: a. Emotional Kemandirian emosional menurut merupakan aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti hubungan emosional antara remaja dengan ibunya dan hubungan emosional antara remaja dengan ayahnya. Steinberg dan Silverberg, 1986, membagi kemandirian emosional menjadi empat komponen, yaitu: 1. de-idealized yaitu remaja mampu memandang orangtuanya sebagaimana adanya, maksudnya tidak memandangnya sebagai orang yang idealis dan sempurna yang dapat melakukan kesalahan, 2. seeing parents as people yaitu remaja mampu memandang orangtua mereka seperti orang dewasa lainnya yang dapat menempatkan posisinya sesuai situasi dan kondisi. Universitas Sumatera Utara 3. non dependency, atau suatu tingkat dimana remaja lebih bersandar pada kemampuan dirinya sendiri, daripada membutuhkan bantuan pada orangtua mereka tetapi tidak sepenuhnya lepas dari pengaruh orangtuanya, 4. individuated, mampu dan memiliki kelebihan secara pribadi untuk mengatasi masalah didalam hubungannya dengan orang tua. Remaja percaya bahwa ada sesuatu tentang remaja tersebut yang tidak diketahui oleh orangtuanya. b. Behavioral Kemandirian perilaku berarti “bebas” untuk berbuat atau bertindak sendiri tanpa terlalu bergantung pada bimbingan orang lain. Kemandirian perilaku mencakup kemampuan untuk meminta pendapat orang lain jika diperlukan, menimbang berbagai pilihan yang ada dan pada akhirnya mampu mengambil kesimpulan untuk suatu keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Steinberg, 2002 menyatakan bahwa ada tiga domain kemandirian perilaku pada remaja, yaitu: 1. changes in decision-making abilities yaitu perubahan dalam kemampuan untuk mengambil keputusan, dengan indikator meliputi: a remaja menyadari resiko yang timbul; b remaja menyadari konsekuensi yang muncul kemudian; c remaja dapat menggunakan orangtua, teman, atau ahli seagai konsultan; d remaja dapat merubah pendapatnya karena ada informasi baru yang dianggap sesuai; e remaja menghargai dan berhati-hati terhadap saran yang diterimanya 2. changes in susceptibility to the influence yaitu perubahan remaja dalam penyesuain terhadap kerentanan pengaruh-pengaruh dari luar, remaja Universitas Sumatera Utara menghabiskan banyak waktu diluar keluarga sehingga nasehat dan pendapat dari teman dan orang dewasa lainnya sangat penting, remaja mampu mempertimbangkan alternatif dari tindakannya secara bertanggung jawab, remaja mengetahui secara tepat kapan harus meminta saran dari orang lain 3. changes in feelings of self-reliance yaitu perubahan dalam rasa percaya diri, remaja mencapai kesimpulan dengan rasa percaya diri, remaja mampu mengekspresikan rasa percaya diri dalam tindakan-tindakannya. c. Value Value autonomy menunjuk kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan-keputusan dan menetapkan pilihan yang lebih berpegang atas dasar prinsip-prinsip individual yang dimilikinya, daripada mengambil prinsip-prinsip dari orang lain. Dengan kata lain bahwa value autonomy menggambarkan kemampuan remaja untuk bertahan pada tekanan apakah akan mengikuti seperti permintaan orang lain yang dalam arti ia memiliki seperangkat prinsip tentang benar atau salah, tentang apa yang penting dan tidak penting. Perkembangan value autonomy dapat dilihat dari moral development, political thinking dan religious belief pada masa remaja. 1. Moral development berkaitan dengan bagaimana individu berpikir tentang dilema moral yang sedang terjadi dan bagaimana mereka bertindak dalam situasi tersebut. Apabila dikaitkan dengan perilaku menolong, individu bersedia menolong sesama. Pada tahap perkembangan moral menurut Kohlberg dalam Steinberg, 2002, remaja berada pada tahap postconventional moral reasoning Universitas Sumatera Utara dimana peraturan pada masyarakat dipandang lebih pada subjektif dan relatif bukan yang absolut dan terdefenisi. Postconventional thinking itu lebih luas tidak sebatas berorientasi pada peraturan yang berlaku pada masyarakat dan prinsip lebih abstrak. Menyadari adanya konflik dengan moral standard yang berlaku dan dapat membuat penilaian berdasarkan pada kebenaran, kejujuran dan keadilan. Tingkah laku moral lebih dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri, misalnya seorang istri yang sakit kanker dan dapat ditolong dengan obat seharga 2000 tetapi sang suami hanya dapat mengumpulkan duit sebanyak 1000, dia minta keringanan kepada dokter tetapi dokter tidak bersedia menjual lebih murah. Tak tahu lagi harus berbuat apa, akhirnya suami pun mencuri obat tersebut. Sebagian orang mungkin akan merespon bahwa sikap suaminya itu salah melanggar peraturan karena mencuri, tetapi sebagian pihak akan menerima perbuatan sikap suaminya karena istrinya butuh dan melindungi hidup itu lebih penting. 2. Political Thinking, berkaitan dengan bagaimana remaja menjadi mampu berpikir lebih abstrak misalnya pada saat ditanya apa tujuan hukum, remaja mungkin akan menjawab untuk memberi kenyamanan, untuk menuntun orang sehingga tidak sebatas pada untuk membuat orang untuk tidak membunuh, mencuri, berkurangnya otoritas dan tidak kaku pada pihak yang berkuasa sehingga lebih bersifat fleksibel ketika ditanya apa yang harus dilakukan saat hukum tidak bekerja sesuai dengan yang direncanakan, maka remaja akan menjawab bahwa hukum tersebut butuh kaji ulang dan jika perlu untuk diamanden tidak sebatas memaksa dengan keras pada hukum tersebut, serta Universitas Sumatera Utara meningkatnya penggunaan prinsip seperti kebebasan mengemukakan pendapat, persamaan hak, dan memberi kebebasan. 3. Religious belief, sama seperti moral dan political belief menjadi lebih abstrak, lebih prinsip dan lebih bebas. Kepercayaan remaja menjadi lebih berorientasi pada spiritual dan ideologis tidak sebatas pada ritual biasa dan bukan hanya mengamati kebiasaan pada agama. Berdasarkan uraian diatas maka dimensi- dimensi kemandirian itu adalah emotional autonomy yaitu kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti hubungan emosional antara remaja dengan ibunya dan hubungan emosional antara remaja dengan ayahnya, behavioral autonomy yaitu “bebas” untuk berbuat atau bertindak sendiri tanpa terlalu bergantung pada bimbingan orang lain. Kemandirian perilaku mencakup kemampuan untuk meminta pendapat orang lain jika diperlukan, menimbang berbagai pilihan yang ada dan pada akhirnya mampu mengambil kesimpulan untuk suatu keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, tetapi bukan berarti lepas dari pengaruh orang lain, sedangkan value autonomy yaitu kemampuan remaja untuk bertahan pada tekanan apakah sesuai dengan permintaan maupun ajakan orang lain; dalam arti ia memiliki seperangkat prinsip tentang benar atau salah, tentang apa yang penting dan tidak penting yang dilihat dari moral development, political thinking dan religious belef. Universitas Sumatera Utara 3. Terbentuknya Kemandirian Kemandirian bukanlah kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, melainkan hasil dari proses belajar. Sebagai hasil belajar, kemandirian pada diri seseorang tidak terlepas dari faktor bawaan dan faktor lingkungan. Tentang hal tersebut Ali dan Asrori 2004 menyatakan perkembangan kemandirian juga dipengaruhi oleh stimulus lingkungannya selain oleh potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya. Proses belajar tersebut diawali dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, dan pengalaman yang diperoleh dari berbagai lingkungan di luar rumah. Kemandirian semakin berkembang pada setiap masa perkembangan seiring pertambahan usia dan pertambahan kemampuan. Lie Prasasti 2004 memberikan gambaran perkembangan kemandirian dalam beberapa tahapan usia. Perkembangan kemandirian tersebut diidentifikasikan pada usia 0 – 2 tahun; usia 2 – 6 tahun; usia 6 – 12 tahun; usia 12 – 15 tahun dan pada usia 15 – 18 tahun. Tahap perkembangan kemandirian pada gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Usia 0 sampai 2 tahun Sampai usia dua tahun, anak masih dalam tahap mengenal lingkungannya, mengembangkan gerak-gerik fisik dan memulai proses berbicara. Pada tahap ini anak masih sangat bergantung pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya. b. Usia 2 sampai 6 tahun Pada masa ini anak mulai belajar untuk menajdi manusia sosial dan belajar bergaul. Mereka mengembangkan otonominya seiring dengan bertambahnya berbagai kemampuan Universitas Sumatera Utara dan keterampilan seperti keterampilan berlari, memegang, melompat, memasang dan berkata-kata. Pada masa ini pula anak mulai dikenalkan pada toilet training, yaitu melatih anak dalam buang air kecil atau air besar. c. Usia 6 sampai 12 tahun Menurut Erikson dalam Lie Prasasti, 2004 pada masa ini anak belajar untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya secara mandiri dan bertanggung jawab. Pada masa ini anak belajar di jenjang sekolah dasar. Beban pelajaran merupakan tuntutan agar anak belajar bertanggung jawab dan mandiri. d. Usia 12 sampai 15 tahun Pada usia ini anak menempuh pendidikan di tingkat menengah pertama SMP. Masa ini merupakan masa remaja awal di mana mereka sedang mengembangkan jati diri dan melalui proses pencarian identitas diri. Sehubungan dengan itu pula rasa tanggung jawab dan kemandirian mengalami proses pertumbuhan. e. Usia 15 sampai 18 tahun Pada usia ini anak sekolah di tingkat SMA. Mereka sedang mempersiapkan diri menuju proses pendewasaan diri. Setelah melewati masa pendidikan dasar dan menengahnya mereka akan melangkah menuju dunia Perguruan Tinggi atau meniti karier, atau justru menikah. Banyak sekali pilihan bagi mereka. Dan pada masa ini mereka diharapkan dapat membuat sendiri pilihan yang sesuai baginya tanpa terlalu tergantung pada orangtuanya. Pada masa ini orangtua hanya perlu mengarahkan dan membimbing anak untuk mempersiapkan diri dalam meniti perjalanan menuju masa depan, berani membuat Universitas Sumatera Utara keputusan sendiri dan memperoleh kebebasan perilaku sesuai dengan keinginannya, tentunya dengan disertai tanggung jawab. 4. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kemandirian Menurut Allen dkk dalam Kulbok, 2004 terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kemandirian yaitu: 1. Jenis Kelamin Anak laki-laki lebih berperan aktif dalam membentuk kemandirian dan dituntut untuk lebih mandiri, sedangkan anak perempuan mempunyai ketergantungan yang lebih stabil karena memang dimungkinkan untuk bergantung lebih lama. 2. Usia Pada setiap tahap perkembangan mempengaruhi kemandirian seseorang. Beberapa sifat yang ada pada remaja awal menunjukkan masih ada pengaruh dari masa kanak- kanaknya, misalnya emosional, belum mandiri, belum memiliki pendirian sendiri. Sedangkan pada remaja akhir sudah diharapkan lebih menunjukkan kedewasaan seperti menerima keadaan fisiknya, bertanggungjawab. 3. Struktur keluarga Keluarga sekarang sangat bervariasi, tidak hanya keluarga tradisional seperti dulu lagi. Perubahan dalam perkawinan ini membawa dampak pada perkembangan kemandirian anak. Banyak keluarga yang sekarang menjadi single parent dan hal ini mempunyai dampak pada perkembangan kemandirian anak. Universitas Sumatera Utara 4. Budaya Setiap daerah, setiap negara mempunyai adat istiadat dan cara tertentu dalam mendidik anak. Pada budaya barat, anak sangat dituntut lebih cepat mandiri. Anak pada budaya barat banyak yang kerja part time dan banyak yang sudah mulai tinggal sendiri tidak bersama orangtua lagi. 5. Lingkungan Manusia sebagai makhluk sosial memang tidak akan pernah dapat dipisahkan dengan manusia lain dan juga lingkungan tempat tinggal individu tersebut. Lingkungan yang baik, dapat mendukung anak untuk mandiri. 6. Keinginan individu untuk bebas Setiap individu berbeda, ada individu yang memang ingin melakukan sesuatu dengan bebas dan tanpa harus dikekang oleh orang lain. Perbedaan setiap individu ini juga mempengaruhi keinginan setiap orang untuk mandiri. Menurut Hurlock dalam Lukman, 2000 terdapat lima faktor yang mempengaruhi kemandirian yaitu: 1. Keluarga Setiap orang tua berbeda-beda dalam menerapkan disiplin pada anaknya. Penerapan disiplin ini identik dengan pola asuh. Setiap tipe pola asuh mengakibatkan efek yang berbeda. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembangnya remaja. Dengan kata lain, secara ideal Universitas Sumatera Utara perkembangan remaja akan optimal apabila mereka bersama keluarganya. Di dalam keluarga, orangtualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. 2.Sekolah Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja. Perlakuan guru, teman dapat juga mempengaruhi kemandirian seorang anak. 3. Media komunikasi massa Jenis-jenis media komunikasi masa sekarang sangat bervariasi, salah satu contohnya adalah majalah, koran. Dari pencarian info dan yang terjadi di dunia melalui media dapat menambah wawasan para anak. Anak dapat mencari pengetahuan dan info dari kecanggihan teknologi sekarang. 4. Agama Agama dapat mempengaruhi kemandirian seseorang misalnya sikap terhadap agama yang kuat. Dikatakan bahwa dengan anak yang mempunyai agama yang kuat dapat membantu anak dalam bersikap dan menjadikan anak lebih mandiri. 5. Pekerjaan atau tugas yang menuntut sikap pribadi tertentu Pekerjaaan seperti mengurus keperluan diri sendiri, menuntut sikap kita untuk mandiri dan dapat melakukannya sendiri. Tugas harian yang sederhana dapat diselesaikan sendiri tanpa harus ada bantuan. Pekerjaan atau tugas akan membiasakan seseorang untuk Universitas Sumatera Utara bertanggung jawab termasuk tugas yang menuntut tanggung jawab dalam mengambil keputusan.

B. Keluarga