Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

ITA NOVITA PURBA

071301063

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2011/2012


(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

ITA NOVITA PURBA

071301063

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2011/2012


(3)

MENGALAMI KECANDUAN INTERNET

Dipersiapkan dan disusun oleh :

ITA NOVITA PURBA 071301063

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 12 April 2012

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, psikolog NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Debby Anggraini, M.Psi Penguji I

NIP. 198101222000812002 Merangkap pembimbing 2. Eka Ervika, M.Si., psikolog Penguji II

NIP. 197710142002122001

3. Lili Garliah, M.Si., psikolog Penguji III NIP. 196006041986032002


(4)

benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dari penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2012

ITA NOVITA PURBA NIM 071301063


(5)

ABSTRAK

Masa remaja merupakan salah satu periode yang penting di sepanjang rentang kehidupan manusia, dimana pada periode ini terjadi pencarian identitas diri. Identitas diri dapat terbentuk melalui interaksi yang terjadi dengan orang lain. Saat ini remaja tidak hanya dapat melakukan interaksi secara langsung akan tetapi remaja juga banyak melakukan interaksi melalui internet. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet. Sampel dalam penelitian ini adalah 108 remaja pengguna internet yang berusia 18-21 tahun, yang berada di kota Medan. Subjek diperoleh dengan teknik incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala kecanduan internet yang disusun berdasarkan komponen kecanduan internet yang dikemukakan oleh Griffiths dan skala status identitas diri yang disusun berdasarkan ada tidaknya krisis dan komitmen pada status identitas yang dikemukakan oleh Marcia.

Melalui pengukuran dan pengklasifikasian diperoleh hasil utama mengenai gambaran identitas diri remaja yang mengalami kecanduan internet yaitu sebanyak 38 orang (35,19%) berada pada status identitas achievement, 29 orang (26,85%) berada pada status identitas moratorium, 23 orang (21,30%) berada pada status identitas foreclosure dan 18 orang (16,67%) berada pada status identitas

diffusion. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status identitas yang dimiliki oleh subjek ditinjau dari jenis kelamin dimana laki-laki dan perempuan paling banyak berada pada status identitas achievement yaitu sebanyak 21 orang (19,44%) laki-laki dan 17 orang (15,74%) perempuan. Berdasarkan aplikasi internet yang digunakan dilihat terdapat perbedaan status identitas yang dimiliki oleh subjek, dimana untuk aplikasi website dan websearch

subjek paling banyak berada pada status identitas achievement, yaitu sebanyak 27 orang (22,22%) pengguna website dan 5 orang (4,63%) pengguna websearch, sementara untuk aplikasi game online mayoritas subjek yaitu sebanyak 10 orang (9,26%) berada pada status identitas diffusion.


(6)

ABSTRACT

Adolescence is one of important period in human life-span, which is in this period people will explore self identity. Self identity can be formed through interaction with other people. Today, adolescent interact with others not only directly face to face, but also do interaction via internet. This descriptive research aims to know self identity in adolescent who have internet addiction. The subject in this research is 108 adolescent aged 18-21 who have internet addiction, who live in Medan. The subject is choosen with incidental sampling. Measurement tool used in this research is internet addiction scale according to Griffiths and identity status scale based on crisis and commitment in identity status that according to Marcia.

Through measurement and classification, we got the main result about self identity subject that 38 adolescent (35,19%) is in identity achievement, 29 adolescent (26,85%) is in identity moratorium, 23 adolescent (21,30%) is in identity foreclosure, and 18 adolescent (16,67%) is in identity diffusion.An extra result of research showing that there is no difference in identity status viewed from sex, in which majority boys and girls is in identity achievement, 21 boys (19,44%) and 17 girls (15,74%). From the using of internet application result shows that there is difference in identity status, in which majority subject who use website and websearch is in identity achievement that 27 adolescent (22,22%) who use website and 5 adolescent (4,63%) who use websearch. Majority subject who use game online, 10 adolescent (9,26%) is in identity diffusion.


(7)

yang dilimpahkan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet” dengan baik. Segala syukur dan pujian tertinggi bagi-Nya karena berkat penyertaanNya, peneliti dapat menjalani tahap demi tahap penyelesaian skripsi ini dengan penuh pembelajaran.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan pihak lain maka peneliti tidak mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orangtua peneliti, Bapak dan Mamak, yang tidak henti-hentinya mendoakan, membesarkan hati dan memberi semangat kepada peneliti hingga skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan. Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti juga mendapat banyak bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah turut membantu penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih peneliti tujukan kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU, beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi USU. 2. Ibu Debby Anggraini, M.Psi selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar

dalam membimbing peneliti dan menyempatkan waktu dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini. Terimakasih sebesar-besarnya atas semua


(8)

membalas semua kebaikan Ibu.

3. Ibu Eka Ervika, M.Si., psikolog dan Ibu Lili Garliah, M.Si., psikolog sebagai dosen penguji skripsi. Terimakasih atas segala kritik, bimbingan dan masukan yang telah diberikan kepada peneliti guna membuat penelitian ini menjadi lebih baik.

4. Ibu Meidriani Ayu Siregar, M.Kes, psikolog dan juga Ibu Liza Marini, M.Psi selaku dosen penguji proposal penelitian. Terimakasih atas segala kritik, bimbingan dan masukan yang telah diberikan kepada peneliti guna membuat penelitian ini menjadi lebih baik.

5. Ibu Liza Marini, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik yang telah bersedia untuk membimbing peneliti dan memberikan masukan dalam bidang akademik pada setiap semester perjalanan kuliah peneliti.

6. Adik kandung peneliti Lisse, Maya dan Putra atas setiap doanya, pengertian, dan dukungan yang diberikan, yang menguatkan peneliti untuk terus berjuang dan tidak putus asa dari awal sampai akhir selesainya skripsi ini.

7. Abang dan adik sepupu peneliti, Bang Hendra dan Andesty yang telah membantu dan memberikan semangat pada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.


(9)

dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih buat setiap pembentukan yang bisa diperoleh di KTB ini dan juga buat setiap kebersamaan yang selalu bisa memberikan semangat lagi. Juga buat Kak Imme dan Kak Yoland yang juga sudah memberikan dukungan lewat doa, semangat dan motivasi. Semoga tetap setia juga mengerjakan setiap bagiannya dimanapun berada ya Kakak dan Rani.

9. Adik-adik Sotheria Mathias, Desy dan Rismaya, yang sudah bersedia mendengarkan setiap curahan hati peneliti, memberikan semangat dan doa sampai selesainya penelitian ini. Tetap semangat juga mengerjakan studinya ya adik-adik. Terimakasih juga buat curahan hati kalian selama ini, sangat senang bisa berbagi banyak hal dengan kalian.

10.Seluruh dosen di Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan ilmu wawasan dan pengetahuan yang sangat berharga kepada peneliti, dan seluruh pegawai di Fakultas Psikologi USU yang setia membantu peneliti menyediakan segala keperluan selama perkuliahan.

11.Teman-teman yang telah membantu peneliti dalam perjalanan skripsi ini. Lenny, Arini, Dedi, Juna, dan Bang Arif yang telah membantu dalam Try Out. Terimakasih banyak buat setiap waktu dan usaha yang kalian lakukan dalam membantu peneliti. Trimakasih juga buat Nostra yang sudah memberikan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.


(10)

sahabat-sahabat peneliti lainnya, Vivin dan Kak Yani yang selalu bertanya dan mendengar setiap curahan hati peneliti mengenai skripsi ini, Rany Monika, yang membantu peneliti dalam pengambilan data dan juga memberikan saran dan semangat buat peneliti, Helen dan Desmi yang menjadi teman diskusi di Psycolib, Dermika, Erni, Intan dan Tetty yang menjadi sahabat dalam suka dan duka di sepanjang perjalanan perkuliahan di Psikologi dan juga dalam pengerjaan skripsi ini, Kak Sustriana sebagai teman berdiskusi, terimakasih buat semua masukan dan semangatnya Kak, Armen dan Didier, yang juga sudah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, Nana, sebagai teman yang merasakan suka duka dalam mengerjakan setiap bagian dari penelitian ini, terimakasih karena sudah mau berbagi dan mendengar setiap hal yang terjadi disepanjang pengerjaan penelitian ini, tetap semangat mengerjakan penelitiannya juga ya Nana.

13.Teman-teman dan Adik-adik Koordinasi KMK Psikologi (Rentika, Lala, Erika, Susi, Hitler, Asda, Tina, Lia, Rani Febrina, Laura dan Eges), yang selalu bertanya dan mendengarkan setiap suka duka pengerjaan penelitian ini. Terimakasih buat setiap bantuan, semangat dan doa yang diberikan sampai skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan. Tetap semangat juga dalam mengerjakan studi dan pelayanannya ya adik-adik.


(11)

15.Semua orang yang telah membantu peneliti, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu, yang sudah meluangkan waktunya untuk membantu penyelesaian skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu peneliti terbuka untuk menerima semua saran dan kritik demi tercapainya penulisan yang lebih baik lagi. Akhir kata, peneliti berharap kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Medan, April 2012


(12)

COVER HALAMAN DEPAN ...i

LEMBAR PENGESAHAN ………ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ...iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ...xv

DAFTAR GAMBAR ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II LANDASAN TEORI A. Identitas Diri 1. Pengertian Identitas Diri ...15


(13)

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas

Diri……… 24

6. Perkembangan Pembentukan Identitas Diri Remaja……….……….. 27

B. Kecanduan Internet 1. Pengertian Kecanduan... 30

2. Pengertian Internet... 31

3. Aplikasi yang Terdapat dalam Internet... 32

4. Pengertian Kecanduan Internet... 33

5. Gejala Kecanduan Internet... 35

6. Komponen Kecanduan Internet………. 36

C. Remaja 1. Pengertian Remaja... 38

2. Tugas Perkembangan pada Masa Remaja... 39

3. Ciri-ciri Remaja... 40

4. Batasan Usia Remaja... 43

D. Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet... 45


(14)

1. Populasi dan Sampel ... 55

2. Metode Pengambilan Sampel ... 56

3. Jumlah Sampel …………... 56

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 57

E. Validitas, Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Uji Validitas ... 63

2. Uji Reliabilitas ... 64

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 65

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian ... 70

a. Rancangan Alat Ukur Penelitian ... 70

b. Uji Coba Alat Ukur ... 71

c. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ... 72

2. Tahap Pelaksanaan …………... 73

3. Tahap Pengolahan Data ... 73

H. Metode Analisis Data ... 74

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 76


(15)

2. Hasil Utama Penelitian ... 81 3. Gambaran Identitas Diri Remaja Berdasarkan

Tingkat Kecanduan Internet………...83 4. Hasil Penelitian Tambahan………84 a. Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami

Kecanduan Internet Berdasarkan Jenis Kelamin……. 84 b. Gambaran Umum Status Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet Berdasarkan Aplikasi Internet yang Digunakan………...86 B. Pembahasan ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...98 B. Saran

1. Saran Metodologis ...99 2. Saran Praktis ... 100


(16)

Tabel 1 Cara Penilaian Skala Kecanduan Internet………... 58

Tabel 2 Blue Print Skala Kecanduan Internet Sebelum Uji Coba... 59

Tabel 3 Blue Print Skala Identitas Diri Sebelum Uji Coba…... 61

Tabel 4 Distribusi Aitem Skala Kecanduan Internet

Sebelum Diuji Coba……….……….. 65

Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Identitas Diri Sebelum Diuji Coba... 65

Tabel 6 Distribusi Aitem Skala Kecanduan Internet

Setelah Diuji Coba... 66

Tabel 7 Distribusi Aitem Skala Kecanduan Internet dengan

Penomoran Baru yang Digunakan pada Skala Penelitian... 67

Tabel 8 Distribusi Aitem Skala Identitas Diri Setelah Diuji Coba... 68

Tabel 9 Distribusi Aitem Skala Identitas Diri dengan Penomoran Baru yang Digunakan pada Skala Penelitian... 69

Tabel 10 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian

dari Kecanduan Internet... 77

Tabel 11 Deskripsi Statistik Kecanduan Internet ……... 78

Tabel 12 Pengkategorian Kecanduan Internet... 78

Tabel 13 Pengkategorian Kecanduan Internet berdasarkan

Skor Skala Kecanduan Internet ... 79

Tabel 14 Persentase Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin.. ... 79

Tabel 15 Persentase Subjek Berdasarkan Aplikasi

Internet yang Digunakan………... 80

Tabel 16 Gambaran Identitas Diri Pada Remaja yang

Mengalami Kecanduan Internet ... 82

Tabel 17 Gambaran Identitas Diri Remaja Berdasarkan

Tingkat Kecanduan Internet………...…………83

Tabel 18 Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami

Kecanduan Internet Berdasarkan Jenis Kelamin………….…….. 85

Tabel 19 Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet Berdasarkan Aplikasi Internet


(17)

Gambar 1 Kerangka berfikir ... 51

Gambar 2 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 80

Gambar 3 Penyebaran Subjek Berdasarkan Aplikasi

Internet yang Digunakan………... 81

Gambar 4 Gambaran Identitas Diri Remaja yang


(18)

Data Mentah Hasil Uji Coba Skala Kecanduan Internet dan Identitas Diri

Lampiran B

Hasil Analisis Aitem Uji Coba Skala Kecanduan Internet dan Identitas Diri

Lampiran C

Hasil Uji Normalitas Pada Skala Kecanduan Internet

Lampiran D

Data Mentah Subjek Penelitian dalam Skala Kecanduan Internet dan Identitas Diri

Lampiran E

Zscore status Identitas Subjek Penelitian

Lampiran F

Data dan Kategorisasi Subjek Penelitian

Lampiran G


(19)

ABSTRAK

Masa remaja merupakan salah satu periode yang penting di sepanjang rentang kehidupan manusia, dimana pada periode ini terjadi pencarian identitas diri. Identitas diri dapat terbentuk melalui interaksi yang terjadi dengan orang lain. Saat ini remaja tidak hanya dapat melakukan interaksi secara langsung akan tetapi remaja juga banyak melakukan interaksi melalui internet. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet. Sampel dalam penelitian ini adalah 108 remaja pengguna internet yang berusia 18-21 tahun, yang berada di kota Medan. Subjek diperoleh dengan teknik incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala kecanduan internet yang disusun berdasarkan komponen kecanduan internet yang dikemukakan oleh Griffiths dan skala status identitas diri yang disusun berdasarkan ada tidaknya krisis dan komitmen pada status identitas yang dikemukakan oleh Marcia.

Melalui pengukuran dan pengklasifikasian diperoleh hasil utama mengenai gambaran identitas diri remaja yang mengalami kecanduan internet yaitu sebanyak 38 orang (35,19%) berada pada status identitas achievement, 29 orang (26,85%) berada pada status identitas moratorium, 23 orang (21,30%) berada pada status identitas foreclosure dan 18 orang (16,67%) berada pada status identitas

diffusion. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status identitas yang dimiliki oleh subjek ditinjau dari jenis kelamin dimana laki-laki dan perempuan paling banyak berada pada status identitas achievement yaitu sebanyak 21 orang (19,44%) laki-laki dan 17 orang (15,74%) perempuan. Berdasarkan aplikasi internet yang digunakan dilihat terdapat perbedaan status identitas yang dimiliki oleh subjek, dimana untuk aplikasi website dan websearch

subjek paling banyak berada pada status identitas achievement, yaitu sebanyak 27 orang (22,22%) pengguna website dan 5 orang (4,63%) pengguna websearch, sementara untuk aplikasi game online mayoritas subjek yaitu sebanyak 10 orang (9,26%) berada pada status identitas diffusion.


(20)

ABSTRACT

Adolescence is one of important period in human life-span, which is in this period people will explore self identity. Self identity can be formed through interaction with other people. Today, adolescent interact with others not only directly face to face, but also do interaction via internet. This descriptive research aims to know self identity in adolescent who have internet addiction. The subject in this research is 108 adolescent aged 18-21 who have internet addiction, who live in Medan. The subject is choosen with incidental sampling. Measurement tool used in this research is internet addiction scale according to Griffiths and identity status scale based on crisis and commitment in identity status that according to Marcia.

Through measurement and classification, we got the main result about self identity subject that 38 adolescent (35,19%) is in identity achievement, 29 adolescent (26,85%) is in identity moratorium, 23 adolescent (21,30%) is in identity foreclosure, and 18 adolescent (16,67%) is in identity diffusion.An extra result of research showing that there is no difference in identity status viewed from sex, in which majority boys and girls is in identity achievement, 21 boys (19,44%) and 17 girls (15,74%). From the using of internet application result shows that there is difference in identity status, in which majority subject who use website and websearch is in identity achievement that 27 adolescent (22,22%) who use website and 5 adolescent (4,63%) who use websearch. Majority subject who use game online, 10 adolescent (9,26%) is in identity diffusion.


(21)

A. LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan salah satu periode yang penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Periode remaja merupakan peralihan dari usia kanak-kanak menuju usia dewasa (Papalia, 2008). Perkembangan fisik dan mental yang membuat individu harus membentuk sikap, nilai, dan minat baru akan terjadi pada masa peralihan ini. Individu yang berada pada masa remaja akan meninggalkan sikap dan nilai yang dimiliki pada masa kanak-kanak dan mempelajari sikap dan nilai baru untuk mempersiapkan diri memasuki masa dewasa (Hurlock, 1980).

Masa remaja dimulai sejak usia 11 atau 12 tahun sampai awal usia dua puluhan. Hal utama yang terjadi pada masa remaja adalah pencarian identitas diri (Papalia, 2008). Identitas diri yang dicari oleh remaja berupa hal-hal yang berkaitan dengan usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat (Hurlock, 1980).

Menurut Erikson (dalam Papalia, 2008) identitas diri adalah suatu konsepsi mengenai diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang. Individu harus dapat memutuskan siapakah mereka, apa keunikan yang mereka miliki dan apa yang menjadi tujuan hidup mereka ketika berada pada usia remaja. Hal ini akan diperoleh ketika remaja dapat menyelesaikan krisis yang muncul dari tahap perkembangan psikososial pada


(22)

masa remaja yaitu identity versus identity confusion. Penyelesaian terhadap krisis yang muncul tersebut merupakan tugas utama individu pada masa remaja.

Menurut Erikson (dalam Santrock, 2007) remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas akan mengalami kebingungan identitas (identity confusion). Kebingungan identitas akan menyebabkan individu menjadi seseorang yang tidak memiliki arahan hidup yang jelas serta individu tersebut tidak akan siap untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi ketika memasuki masa dewasa nantinya. Sementara, remaja yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan krisis pada identity versus identity confusion akan membentuk individu tersebut menjadi orang dewasa yang memiliki pemahaman akan diri yang utuh dan memahami peran nilai dalam masyarakat. Dariyo (2004) juga menyatakan, individu yang mengalami kebingungan identitas akan memiliki perasaan tidak mampu, tidak berdaya, mengalami penurunan harga diri, tidak percaya diri, dan akibatnya individu tersebut akan pesimis dengan masa depannya. Sebaliknya, keberhasilan individu dalam menghadapi krisis yang terjadi pada masa remaja akan meningkatkan dan mengembangkan kepercayaan diri dimana individu mampu mewujudkan jati diri (self-identity) yang dimiliki sehingga individu tersebut dapat menghadapi tugas perkembangan berikutnya dengan baik.

Krisis identitas di masa remaja akan menghasilkan status identitas (Honess & Yardley, 2005). Status identitas merupakan cara yang digunakan oleh remaja untuk memiliki peran dan nilai yang dapat menjelaskan identitas individu (Cobb, 2007). Status identitas yang terbentuk dilihat berdasarkan ada tidaknya dimensi eksplorasi (krisis) dan komitmen dalam beberapa area atau domain.


(23)

Menurut Marcia (dalam Goede, dkk, 1999) eksplorasi (krisis) adalah hal-hal yang mengindikasikan apakah remaja secara aktif mencari alternatif yang mungkin diambil pada domain yang ada. Sementara komitmen merupakan tingkatan dimana individu membuat pemilihan yang jelas terkait dengan alternatif-alternatif yang ada pada domain-domain atau area tertentu dalam kehidupan. Menurut Erikson (dalam Cobb, 2007) tiga domain utama yang dapat menjelaskan identitas pada remaja adalah hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan (sekolah, pekerjaan dan karir), keyakinan idiologis (keagamaan dan sikap politik) serta keyakinan mengenai seksualitas (peran jenis kelamin dan seksualitas).

Menurut Marcia terdapat empat bentuk status identitas yang berbeda yang dilihat berdasarkan ada tidaknya krisis dan komitmen pada domain identitas (dalam Papalia, 2008). Status yang pertama adalah identity diffusion, yaitu status dimana individu tidak memiliki krisis terhadap alternatif-alternatif dan juga tidak memiliki komitmen terhadap hal-hal yang menjadi petunjuk dalam hidup.

Foreclosure merupakan status yang menunjukkan bahwa individu tidak memiliki krisis atau eksplorasi yang dimiliki sangat sedikit dan memiliki komitmen yang didasarkan pada nilai-nilai yang dimiliki di masa kanak-kanak. Moratorium

adalah status dimana individu berada pada tahap krisis namun komitmen yang terbentuk masih terlihat samar. Identity achievement, yaitu status yang paling baik dimana individu memiliki krisis terhadap berbagai alternatif dan memiliki komitmen.

Status identitas yang dimiliki individu dapat dilihat ketika individu berada pada masa remaja akhir (Honess & Yardley, 2005). Usia remaja akhir


(24)

merupakan usia dimana munculnya krisis dan komitmen pada domain identitas dalam diri individu akan semakin kuat (Marcia, 1993). Masa remaja awal dilihat sebagai masa perubahan dimana pemikiran-pemikiran, kondisi psikoseksual dan pemenuhan fisiologis yang dimiliki individu sebelum memasuki usia remaja mengalami perubahan menjadi bentuk yang lebih dewasa. Masa remaja tengah dilihat sebagai periode terjadinya pembentukan kembali dimana pada usia ini individu mengalami pengaturan baru pada keahlian-keahlian yang lama dan yang baru dimiliki. Masa remaja akhir, yang dilihat sebagai usia yang bertolak belakang dengan usia remaja awal dan remaja tengah, merupakan usia terjadinya penggabungan, yaitu usia dimana susunan identitas dapat dibedakan, dan terjadi pengujian identitas pada lingkungan. Oleh karena itu, masa remaja akhir merupakan periode dimana identitas diri pada kebanyakan individu sudah benar-benar terbentuk.

Menurut Marcia et al (1993) identitas individu dapat terbentuk melalui interaksi yang terjadi dengan orang tua, keluarga dan teman sebaya. Usia remaja merupakan usia dimana interaksi individu akan banyak dilakukan dengan teman sebaya. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Papalia (2008) bahwa usia remaja merupakan suatu periode dimana individu menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman sebaya daripada bersama orang tua dan keluarga. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Santrock (2003) dimana hubungan dengan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupan remaja. Remaja menghabiskan semakin banyak waktu dalam berinteraksi dengan teman sebaya.


(25)

Interaksi dengan teman sebaya dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi secara langsung dapat dilakukan oleh remaja dengan menghabiskan banyak waktu dan melakukan aktivitas bersama teman sebaya (Berk, 2007). Interaksi secara tidak langsung dapat dilakukan melalui berbagai media seperti komunikasi melalui handphone dan yang saat ini banyak dilakukan oleh remaja adalah interaksi melalui dunia maya yaitu internet (Buranda, 2010).

Interaksi yang terjadi melalui penggunaan internet seperti penggunaan aplikasi chat room dan websearch akan mengurangi peluang seseorang untuk menangkap tanda-tanda komunikasi dari orang yang terlibat dalam komunikasi. (Maazalin & Moore, 2004). Berbeda dengan interaksi secara langsung, pada interaksi melalui internet individu tidak dapat menangkap gerak-gerik, raut muka, nada suara, dan hal-hal lain dari individu yang terlibat dalam interaksi. Penggunaan internet dilihat tetap dapat menghasilkan suatu komunikasi antara orang-orang yang menggunakannya meskipun berbeda dengan interaksi secara langsung (Putubuku, 2008).

Jumlah masyarakat yang menggunakan internet dewasa ini semakin meningkat. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan data yang menunjukkan bahwa pada tahun 2010 jumlah pengguna internet dunia telah mencapai angka sekitar dua milyar orang (Santoso, 2010). Angka tersebut merupakan 30% dari total populasi seluruh penduduk dunia yang saat ini berjumlah 6.9 milyar. Dari jumlah tersebut diperoleh data bahwa sekitar 226 juta orang merupakan pengguna baru yang menggunakan internet pada tahun 2010 dan 162 juta diantaranya berasal dari


(26)

negara berkembang. Negara-negara di dunia terutama negara berkembang memperlihatkan adanya kecenderungan penggunaan internet yang semakin meningkat.

Jumlah pengguna internet di Indonesia sendiri, yang merupakan negara berkembang, juga mengalami peningkatan setiap tahun. Menurut Nasir (2010), jumlah pengguna internet di Indonesia berjumlah 20 juta pengguna pada tahun 2006, 25 juta pengguna pada tahun 2007 dan sebanyak 64% dari jumlah pengguna tersebut berasal dari kalangan remaja. Pada tahun 2010 jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat hingga mencapai angka 30 juta orang, yaitu sekitar 10, 5 persen dari populasi penduduk Indonesia.

Penggunaan internet, sebagai teknologi komunikasi, menjadi suatu hal yang menarik perhatian para remaja (Milani, Osualdella, Blasio, 2009). Hal ini disebabkan karena internet menawarkan suatu kesempatan bagi remaja untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa harus menunjukkan siapa dirinya. Melalui internet remaja juga dapat melakukan komunikasi dan memperoleh penerimaan sosial melalui interaksi yang terjadi. Berdasarkan isi dan fungsinya, internet menjadi suatu hal yang kaya dengan aktivitas pemberian dan penerimaan informasi. Meskipun interaksi dalam internet tidak terjadi secara langsung, namun melalui peggunaan internet dapat terjadi komunikasi yang biasanya terjadi dalam suatu kelompok tertentu pada dunia nyata (Rimskii, 2010).

Saat ini internet dengan begitu cepat menjadi bagian dari kehidupan manusia, bukan saja dalam kemajuan masyarakat namun juga dalam aktivitas-aktivitas utama yang dilakukan dan juga dalam kelompok sosial (Wellman &


(27)

Haythornthwaite, 2002). Melalui internet, suatu kelompok dapat berbagi mengenai aktivitas mereka, berhubungan mengenai informasi dan juga berkomunikasi mengenai hal yang menarik bagi individu dan hal yang menurut individu tersebut penting (Rimskii, 2010). Karakteristik sosial yang muncul dalam komunikasi yang terjadi di dunia nyata dilihat juga dapat muncul secara alami ketika terjadi komunikasi secara maya pada penggunaan internet. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi dalam dunia maya, seperti halnya dalam dunia nyata, dapat menyebabkan terjadinya pembentukan identitas. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Matsuba (2006) yang menunjukkan bahwa orang-orang yang merasa belum jelas akan siapa dirinya dan yang sedang mencari identitasnya menggunakan internet untuk mencari sisi lain dari diri mereka. Internet digunakan oleh individu tersebut sebagai media untuk mencari tahu berbagai alternatif yang dapat mereka pilih dalam pencarian identitas diri.

Pembentukan identitas dapat terjadi melalui internet dimana ketika komunikasi masih tetap terjadi antara individu-individu yang melakukan interaksi di dalamnya, masing-masing individu menentukan dirinya sebagai anggota dari suatu kelompok, menerima nilai-nilai dari kelompok, menerima peran sebagai individu dari anggota kelompok, serta menentukan perbedaan dan persamaan dengan anggota kelompok yang melakukan interaksi tersebut. Dalam pertukaran informasi yang terjadi, individu yang menggunakan internet membentuk identitas mereka dengan menginternalisasikan elemen-elemen yang mereka dapatkan dari internet, seperti sikap, persepsi, pandangan mengenai orang lain, pertimbangan akan sesuatu, pendapat mengenai sesuatu, penilaian mengenai sesuatu, serta


(28)

hal-hal yang menjadi prioritas dalam hidup. Individu yang menggunakan internet juga dapat berbagi mengenai karakteristik dari aktivitas yang disukai dan berbagi mengenai hal-hal lainnya (Rimskii, 2010).

Perkembangan penggunaan internet menjadi sebuah fenomena yang kemudian membuat penggunaan internet menjadi bagian dari kehidupan manusia. Hal tersebut memunculkan berbagai penelitian yang menunjukkan adanya kecanduan dalam penggunaan internet (Essau, 2008). Menurut Kartinah (2005) seiring dengan berkembangnya jaringan internet, jumlah penderita kecanduan internet semakin bertambah. Kecanduan internet dapat dialami anak-anak maupun dewasa. Pada umumnya individu yang mengalami kecanduan internet tidak dapat mengontrol diri sehingga mengabaikan kegiatan lainnya, seperti sekolah, pekerjaan, interaksi dengan lingkungan, dan kewajiban lainnya serta lebih memilih untuk menghabiskan banyak waktunya menggunakan internet.

Young (dalam Essau, 2008) mendefenisikan kecanduan internet sebagai suatu kondisi dimana individu menghabiskan banyak waktunya menggunakan internet sehingga mengakibatkan terganggunya hubungan dengan orang lain, hubungan dengan keluarga, dan juga pekerjaan. Hal tersebut juga didukung oleh Brenner (dalam Essau 2008) yang menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami kecanduan internet adalah individu yang menghabiskan banyak waktunya untuk menggunakan internet sehingga menyebabkan munculnya masalah dalam berbagai hal yang menjadi peran individu tersebut. Individu yang menunjukkan masalah ini adalah individu yang rata-rata menghabiskan waktunya selama 19 jam per minggu. Orzack (dalam Mukodim, Ritandiyono & Sita, 2004)


(29)

menambahkan bahwa individu yang mengalami kecanduan internet adalah individu yang merasa bahwa dunia maya di layar komputernya lebih menarik dibandingkan dengan kehidupan nyata sehari-hari.

Hasil penelitian yang lain mengenai kecanduan internet juga dikemukakan oleh Stefanescu, Chirita, Chirita, dan Chele (2007) yang menyatakan, remaja yang mengalami kecanduan internet akan merasa bahwa kepuasaan untuk menggunakan internet akan mereka peroleh ketika mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet. Ketika remaja yang mengalami kecanduan internet tidak dapat menggunakan internet, maka mereka akan mengalami simptom-simptom seperti menarik diri, merasa cemas, menjadi orang yang mudah marah, gelisah, memiliki pemikiran yang obsesif, memiliki perilaku kompulsif terhadap internet dan juga selalu membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan internet. Selain itu remaja yang mengalami kecanduan internet juga memiliki pandangan bahwa hubungan yang dimiliki melalui internet lebih menarik dibandingkan dengan dunia nyata sehingga remaja tersebut mengabaikan hubungan yang seharusnya dapat mereka miliki dengan orang lain di dunia nyata dan lebih memilih untuk melakukan interaksi melalui internet.

Menurut Louge (2006), penggunaan internet dapat digunakan oleh remaja sebagai media untuk mencari berbagai hal yang berkaitan dengan pembentukan identitas diri. Seperti halnya konteks sosial di kehidupan nyata, individu yang menggunakan internet juga dapat melakukan komunikasi melalui penggunaan aplikasi yang tersedia di internet, seperti e-mail, chatroom dan blog,


(30)

Mudahnya akses dalam penggunaan internet membuat remaja dapat bersosialisasi dan berhubungan dengan teman sebaya tanpa melihat jarak di antara mereka.

Bertentangan dengan hal ini, Maazalin & Moore (2006) melihat bahwa komunikasi secara tidak langsung yang dapat terjadi melalui berbagai aktivitas yang dilakukan melalui internet, seperti penggunaan chatroom dan websearch,

akan membatasi penerimaan informasi yang diperoleh individu yang terlibat komunikasi. Hal ini disebabkan karena berkurangnya tanda-tanda komunikasi seperti bahasa tubuh atau ekspresi wajah yang dapat diperoleh dalam proses yang terjadi ketika interaksi secara langsung dilakukan.

Interaksi yang banyak dilakukan melalui internet sehingga mengabaikan interaksi secara langsung dapat mempengaruhi kematangan identitas diri individu. Kurangnya kedekatan secara langsung dengan teman sebaya merupakan salah satu hal yang membatasi kesempatan bagi remaja untuk dapat belajar dari lingkungan sosialnya dan juga mengurangi kesempatan belajar peran dari teman sebayanya. Hal ini dapat menghambat kematangan identitas remaja pada masa perkembangan. Kedekatan remaja secara langsung dengan teman sebaya di dunia nyata akan mempengaruhi remaja untuk dapat belajar peran, menentukan sikap, dan membentuk perilaku yang juga akan mempengaruhi perkembangan identitas remaja. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa remaja yang menghabiskan banyak waktunya menggunakan internet sebagian besar berada pada status identitas diffusion dan foreclosure (Mazalin & Moore, 2004).

Perkembangan identitas diri remaja juga berbeda antara laki-laki dan perempuan. Hasil sebuah penelitian mengenai pembentukan identitas


(31)

menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung memiliki status identitas diffusion

dibandingkan perempuan (Faber, Edwards, Bauer, & Wetchler, 2003). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Mazalin & Moore (2004) yang menunjukkan bahwa remaja laki-laki kebanyakan berada pada status identitas diffusion dan foreclosure, sementara perempuan kebanyakan berada pada status identitas achievement. Dilihat dari proses pembentukan identitas diri, remaja perempuan menunjukkan lebih tertarik untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan dengan orang lain seperti hal-hal yang berkaitan dengan hubungan dengan lawan jenis serta prioritas antara karir atau keluarga (Rice & Dolgen, 2008). Menurut Erikson (dalam Dacey & Kenny, 1997), jika dilihat berdasarkan domain identitas yang ada, pria lebih memandang penting karir dan idiologi dalam perkembangan identitas diri dibandingkan dengan wanita.

Berdasarkan dari fenomena dan teori yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa usia remaja sebagai usia terjadinya pencarian identitas diri, yang menghabiskan banyak waktu dengan teman sebaya, kini semakin sering menggunakan internet sebagai salah satu tempat atau jaringan sosial untuk berinteraksi. Melalui interaksi dengan menggunakan internet, remaja dapat memperoleh berbagai informasi dan menginternalisasikan elemen-elemen yang diperoleh dari internet. Hal-hal yang diinternalisasikan adalah sikap, persepsi, pandangan mengenai orang lain, pertimbangan akan sesuatu, pendapat mengenai sesuatu, penilaian mengenai sesuatu, hal-hal yang menjadi prioritas dalam hidup, serta berbagi mengenai karakteristik dari aktivitas yang disukai. Karakteristik yang muncul dalam dunia nyata ketika berinteraksi secara langsung juga dapat


(32)

muncul pada interaksi secara tidak langsung melalui internet. Disisi lain, berkembangnya jaringan dan berbagai fitur pada internet menyebabkan terjadinya penggunaan internet yang berlebihan dan individu tidak memiliki kontrol untuk membatasi keinginan dalam menggunakan internet. Hal ini dapat menyebabkan seseorang mengalami kecanduan sehingga meninggalkan aktivitas sosialnya dalam dunia nyata termasuk interaksi secara langsung dengan orang lain. Berkurangnya interaksi secara langsung dapat membatasi kesempatan bagi remaja untuk belajar dari lingkungan sosialnya dan juga mengurangi kesempatan belajar peran dari teman sebaya, yang dapat mempengaruhi proses pencapaian identitas diri remaja. Oleh karena itu peneliti ingin melihat bagaimanakah gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian yang telah disampaian sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet


(33)

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat baik secara teoritis maupun manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi kajian ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan, dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada mengenai gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengetahuan bagi peneliti lain yang juga ingin meneliti tentang identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet sehingga dapat menambah pengetahuan bagi para orang tua untuk menghadapi anaknya yang mengalami kecanduan internet

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para remaja, khususnya para remaja yang mengalami kecanduan internet, mengenai gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet secara umum

c. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan para pembaca mengenai identitas diri dan kecanduan internet pada remaja


(34)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah : Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dinyatakan adalah teori-teori mengenai identitas diri, kecanduan internet, dan remaja akhir.

Bab III : Metode Penelitian

Pada bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel dan metode pengambilan sampel, metode dan alat pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, hasil uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(35)

A.IDENTITAS DIRI 1. Pengertian Identitas Diri

Menurut Erikson (dalam Berk, 2007) identitas merupakan pencapaian besar dari kepribadian remaja dan merupakan suatu tahap yang penting agar individu dapat menjadi orang dewasa yang produktif dan bahagia. Identitas diri pada individu akan melibatkan penjelasan mengenai siapa diri individu, apa yang menjadi nilai individu, dan hal-hal yang dipilih individu tersebut untuk menjalani hidup. Identitas diri merupakan suatu konsep mengenai diri, pembuatan suatu tujuan, nilai, dan kepercayaan dimana untuk hal-hal tersebut individu memiliki komitmen.

Marcia (dalam Moshman, 2005) menyatakan bahwa identitas diri adalah suatu hal yang dimiliki secara kuat oleh individu, adanya kesadaran akan diri, dan pilihan-pilihan diri akan komitmen yang dimiliki terhadap pekerjaan, seksualitas, serta idiologi agama, dan politik. Identitas diri merupakan penggabungan dari keterampilan dan kepercayaan pada masa kanak-kanak, yang mengalami pengidentifikasian sehingga membuat keterampilan dan kepercayaan tersebut menjadi lebih jelas atau pada akhirnya tidak lagi digunakan, merupakan hal yang unik, serta merupakan hal yang membuat individu merasa memiliki kelanjutan dari masa lalunya dan memiliki pandangan untuk mencapai masa depannya.


(36)

Sementara itu Blasi dan Glodis (dalam Moshman, 2005) menyatakan identitas diri merupakan jawaban dari pertanyaan, “Siapakah saya?” yang terdiri dari pencapaian suatu kesatuan antara elemen-elemen masa lalu individu dan harapan di masa yang akan datang, yang menjadi dasar adanya perasaan berkesinambungan pada diri individu. Identitas diri terbentuk melalui penilaian individu terhadap dirinya yang didasarkan pada pertimbangan budaya, idiologi, dan harapan masyarakat serta adanya penilaian diri yang didasarkan pada persepsi orang lain.

Santrock (2007) menyatakan bahwa identitas diri merupakan identitas yang diawali pada masa kanak-kanak yang kemudian berlanjut di usia remaja yang ditandai dengan pertanyaan yang sering muncul, yaitu “Siapakah saya?”. Identitas di masa remaja banyak ditandai dengan upaya mencari keseimbangan antara kebutuhan untuk mandiri dan juga kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain. Hal yang paling sederhana yang dapat dilihat sebagai bentuk dari identitas diri adalah adanya komitmen individu dalam area tertentu seperti vokasional, sikap idiologis, dan orientasi seksual.

Pengertian lain mengenai identitas dikemukakan oleh Waterman (dalam Lefrancois, 1993) yang menyatakan identitas sebagai kemampuan individu untuk menggambarkan secara jelas mengenai dirinya yang mencakup gambaran mengenai tujuan, nilai, dan kepercayaan, dimana individu tersebut memiliki komitmen yang jelas. Komitmen tersebut berkembang sepanjang waktu dan dibuat karena adanya pandangan bahwa pemilihan tujuan, nilai, dan kepercayaan,


(37)

merupakan hal-hal yang dapat memberikan petunjuk, manfaat, dan makna dalam hidup.

Berdasarkan beberapa pengertian identitas diri yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa identitas diri adalah penghayatan yang berasal dari apa yang dipikirkan oleh individu mengenai siapa dirinya, adanya penentuan terhadap arah dan tujuan hidup, serta individu memiliki nilai-nilai yang diyakini, yang dapat dilihat berdasarkan komitmen yang dimiliki terhadap pekerjaan, seksualitas, dan idiologi; yang terbentuk dari pemikiran individu mengenai siapa dirinya dan harapan masyarakat terhadap dirinya.

2. Pembentukan Identitas Diri

Erikson (dalam Berk, 2007) menyatakan bahwa dalam tahap psikososial yang dialami oleh remaja, yaitu identity versus role confusion, remaja akan mengalami kondisi yang disebut sebagai krisis identitas, yaitu suatu periode dimana remaja mengalami masa-masa yang sulit ketika mencoba alternatif yang ada pada domain identitas sebelum remaja memutuskan untuk membuat nilai dan tujuan dalam hidupnya. Remaja melalui proses pencarian dari dalam diri, melakukan pencarian melalui karakteristik-karakteristik yang menggambarkan diri yang dimiliki saat remaja berada dimasa kanak-kanak dan mengkombinasikan hal tersebut dengan kapasitas dan komitmen yang dimiliki oleh remaja. Remaja akan menjadikan hal ini menjadi bagian inti dari dalam diri yang kemudian akan menghasilkan kematangan identitas diri.


(38)

Pembentukan identitas diri dapat digambarkan melalui status identitas berdasarkan ada atau tidaknya eksplorasi dan komitmen (Marcia, 1993). Eksplorasi adalah suatu periode dimana remaja akan secara aktif bertanya, mengidentifikasi, mencari tahu, menggali, dan menyelidiki berbagai alternatif yang ada untuk mencapai suatu keputusan mengenai tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan keyakinan yang akan diambil. Remaja akan melakukan eksplorasi dengan mempertanyakan kembali, mengkaji dan mendalami berbagai domain dari identitas diri. Sementara komitmen adalah kesetiaan, keteguhan pendirian, prinsip, dan tekad yang dimiliki untuk melakukan berbagai kemungkinan atau alternatif yang dipilih. Remaja yang memiliki komitmen akan menetapkan pilihannya, mempertahankan prinsipnya, kukuh dalam pendirian dan tidak bergeming terhadap hal-hal yang dapat membuat pendiriannya berubah.

Munculnya krisis dan komitmen pada domain identitas dalam diri individu akan semakin kuat ketika individu berada di remaja akhir (Marcia, 1993). Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam teori perkembangan mengenai pembentukan identitas diri bahwa masa remaja awal dilihat sebagai masa perubahan dimana pemikiran-pemikiran, kondisi psikoseksual, dan pemenuhan fisiologis yang dimiliki individu sebelum memasuki usia remaja mengalami perubahan menjadi bentuk yang lebih dewasa. Masa remaja tengah dilihat sebagai periode terjadinya pembentukan kembali dimana pada usia ini individu mengalami pengaturan baru pada keahlian-keahlian yang lama dan yang baru dimiliki. Masa remaja akhir, yang dilihat sebagai usia yang bertolak belakang dengan usia remaja awal dan remaja tengah, merupakan usia terjadinya


(39)

penggabungan, yaitu usia dimana susunan identitas diri dapat dibedakan, dan terjadi pengujian identitas diri pada lingkungan. Oleh karena itu, masa remaja akhir merupakan periode dimana pada kebanyakan individu identitas diri sudah benar-benar terbentuk.

Interaksi dengan teman sebaya merupakan hal yang sangat penting di usia remaja yang dapat menolong remaja dalam memberikan gambaran mengenai pilihan-pilihan yang ada dan nilai-nilai yang dapat dimiliki oleh remaja yang akan membentuk identitas diri remaja tersebut (Berk, 2007). Interaksi dengan teman sebaya dapat mempengaruhi pandangan remaja mengenai hubungan dengan orang lain, seperti, apa nilai yang diyakini ketika bersahabat dengan orang lain dan ketika akan memilih pasangan hidup nantinya. Selain itu, teman sebaya juga dapat mempengaruhi remaja dalam hal pencarian informasi mengenai karir dan juga mempengaruhi keputusan remaja dalam memilih karir.

Menurut Papalia (2008) interaksi dengan teman sebaya merupakan sumber dari adanya rasa kasih sayang, simpati dan saling memahami bagi remaja. Melalui interaksi dengan teman sebaya remaja dapat mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan moral, yaitu pengetahuan mengenai apa yang benar dan salah serta mempelajari nilai-nilai yang berkaitan dengan politik dan agama, seperti adanya keinginan untuk memperhatikan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat, serta memilih keyakinan yang tepat bagi dirinya.

Interaksi remaja dengan teman sebaya juga dapat mempengaruhi pandangan remaja mengenai perasaan-perasaan seksual seperti gairah seksual dan perasaan tertarik, mengembangkan bentuk intimasi yang baru, serta mengatur


(40)

perilaku seksual sehingga remaja dapat menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan (Santrock, 2007). Kelompok teman sebaya merupakan tempat bagi remaja untuk dapat membentuk hubungan yang dekat, yang dapat menjadi suatu proses pembelajaran bagi remaja untuk dapat menjalankan peran sebagai orang dewasa nantinya.

3. Status Identitas

Menurut Erikson (dalam Berk, 2007), pembentukan identitas diri dapat dilihat berdasarkan ada tidaknya eksplorasi dan komitmen dalam diri individu. Kombinasi dari ada tidaknya krisis dan komitmen menghasilkan beberapa status identitas yang dikemukan oleh Marcia (dalam Berk, 2007). Status identitas yang dimiliki individu dapat dilihat ketika individu berada pada remaja akhir yaitu usia 18-22 tahun (Honess & Yardley, 2005).

Marcia (dalam Berk, 2007) menyatakan bahwa terdapat empat jenis status identitas, yaitu:

1. Identity Diffusion

Diffusion merupakan status dimana individu tidak memiliki krisis dan komitmen. Individu pada status identitas ini tidak memiliki arahan yang jelas, dimana individu tidak memiliki keterikatan dengan nilai dan tujuan dan juga tidak secara aktif mencoba untuk menemukan nilai dan tujuan tersebut. Individu pada status identitas ini juga tidak pernah mencari alternatif-alternatif dan juga tidak pernah mendapatkan tugas-tugas yang terlalu berat dan berbahaya.


(41)

2. Identity Foreclosure

Foreclosure merupakan status dimana individu tidak memiliki krisis akan tetapi memiliki komitmen. Pada status identitas foreclosure

individu telah memiliki komitmen terhadap nilai dan tujuan namun tanpa disertai adanya pencarian terhadap alternatif-alternatif yang ada. Individu yang berada pada status identitas foreclosure menerima identitas yang telah dipilihkan untuk individu oleh figur otoritas seperti orang tua, guru, pemimpin agama, atau pasangan individu tersebut.

3. Identity Moratorium

Moratorium merupakan status dimana individu memiliki krisis akan tetapi tidak memiliki komitmen. Pada status identitas moratorium

individu berada pada proses pencarian dimana individu berusaha untuk mengumpulkan informasi dan mencoba berbagai aktivitas, dengan keinginan untuk mendapatkan nilai dan tujuan-tujuan yang akan mengarahkan kehidupan mereka. Namun pada status identitas ini individu belum membuat komitmen yang pasti dalam hidup.

4. Identity Achievement

Achivement merupakan status dimana individu memiliki krisis dan komitmen. Pada status identitas ini individu telah mencari alternatif, individu melakukan penyusunan pada pilihan diri terhadap nilai-nilai dan tujuan. Individu yang memiliki status identitas achievement merasa telah memiliki kesejahteraan secara psikologis, merasa memiliki persamaan yang


(42)

dimiliki sepanjang waktu, dan mengetahui kemana arah yang akan dituju nantinya.

4. Domain Identitas

Perkembangan identitas dapat terjadi dalam beberapa domain (Berk, 2007). Marcia (1993), menyatakan bahwa terdapat beberapa domain dalam identitas diri, dimana pencapaian domain tersebut meliputi tugas perkembangan pada masa remaja.

Menurut Erikson (dalam Cobb, 2007), domain identitas diri yang pada umumnya terdapat pada masa remaja adalah:

1. Pilihan Pekerjaan

Hal utama yang menjadi pertanyaan dalam domain ini adalah keputusan mengenai kehidupan kerja individu nantinya. Hal ini mencakup aktivitas-aktivitas yang akan dikerjakan untuk mendapatkan penghasilan, aktivitas yang dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab dalam keluarga dan orang tua, sebagai pekerja sukarela, atau aktivitas lain dimana individu menghabiskan waktunya. Akan tetapi pemilihan pekerjaan yang dilihat tidak semata-mata untuk tujuan keuangan, namun juga dapat berupa hal-hal yang dianggap menarik bagi individu untuk dikerjakan seperti penentuan pilihan terhadap karir dan juga jenis pendidikan yang diminati.


(43)

2. Kepercayaan Idiologis

Domain ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki oleh individu dalam agama dan politik. Dalam agama berkaitan dengan seberapa jauh individu melakukan apa yang menjadi pandangannya secara subjektif mengenai agama yang diyakini, filosopi hidup yang dimiliki, serta tanggung jawab sosial dan etika. Dalam politik berkaitan dengan hubungan antara individu dan masyarakat dimana individu tersebut tinggal. Domain ini tidak hanya mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pesta politik, tetapi juga berkaitan dengan masalah-masalah yang sedang terjadi di tengah masyarakat seperti pengetahuan tentang adanya kebijakan-kebijakan ekonomi, hal-hal yang berkaitan dengan masalah perlindungan lingkungan serta hal yang berkaitan dengan masalah hukum di tengah masyarakat.

3. Kepercayaan Hubungan Seksual Interpersonal

Domain ini mencakup hal yang berkaitan dengan peran gender yang menentukan seseorang disebut wanita atau pria dan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seksual. Kepercayaan akan peran gender mencakup hal yang berkaitan dengan pandangan individu mengenai apa yang dapat dilakukan oleh seorang wanita atau pria, dalam lingkungan yang seperti apa sebaiknya individu melakukan peran gendernya sebagai wanita atau pria, dan juga hal-hal yang berkaitan dengan peran gender yang mempengaruhi individu dalam pemilihan pasangan. Hubungan seksual berkaitan dengan pandangan individu


(44)

mengenai orientasi seksual, pandangan individu mengenai hubungan dalam berpacaran dan hubungan seksual, dan juga pandangan individu mengenai hubungan seksual sebelum dan sesudah menikah.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Diri

Pembentukan identitas dapat terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya (Weigert dalam Ristianti, 2009). Disamping itu, perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan dan juga dalam diri individu akan sangat mempengaruhi pembentukan identitas dalam diri individu tersebut (Kunnen & Bosma dalam Berk, 2007).

Masa remaja merupakan periode dimana pembentukan identitas terjadi, dan menjadi lebih baik di sepanjang rentang kehidupan. Pembentukan identitas pada masa remaja merupakan awal dari pembentukan yang terjadi di sepanjang hidup, merupakan proses yang dinamis, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan diri dan lingkungan (Berk, 2007).

Menurut Berk (2007), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan identitas diri individu, yaitu:

1. Orang Tua

Ketika orang tua menyediakan dukungan emosional dan kebebasan bagi anak untuk menjelajahi lingkungannya, maka anak akan berkembang dengan memiliki pemahaman yang sehat mengenai siapa dirinya. Hal ini juga terjadi pada remaja dalam pencarian identitas yang sedang dilakukannya. Pembentukan identitas remaja akan berkembang


(45)

dengan semakin baik ketika remaja memiliki keluarga yang memberikan “rasa aman” dimana anak diijinkan untuk dapat melihat ke dunia luar yang lebih luas. Kelekatan anak dengan orang tua, pemberian kebebasan kepada anak untuk menyampaikan setiap pendapat yang ingin diberikan, dukungan dan kehangatan dari orang tua, serta adanya komunikasi yang terbuka antara orang tua dan remaja akan mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja.

2. Interaksi dengan Teman Sebaya

Melalui interaksi dengan teman sebaya yang beragam, perolehan remaja mengenai ide dan nilai juga akan bertambah. Adanya dukungan secara emosi yang diperoleh dari teman dekat akan membuat remaja saling membantu satu sama lain dalam mencari pilihan-pilihan dan teman sebaya dapat menjadi model peran bagi remaja pada perkembangan identitas. Hubungan dengan teman sebaya akan membuat remaja belajar mengenai nilai yang mereka miliki dalam pertemanan, pilihan akan pasangan hidup nantinya, pencarian informasi mengenai karir, serta pemilihan remaja akan karir. Selain itu kelompok teman sebaya merupakan sumber bagi remaja untuk memperoleh pandangan mengenai kasih sayang, rasa simpati, pemahaman akan orang lain, mengetahui nilai-nilai moral, serta sebagai tempat bagi remaja untuk mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa nantinya.


(46)

3. Sekolah dan Komunitas

Sekolah dan komunitas yang menawarkan kesempatan yang luas dan beragam dalam hal pencarian yang dilakukan oleh remaja juga mendukung perkembangan identitas. Sekolah dapat membantu remaja dalam penyediaan kelas yang memiliki tingkat pemikiran yang tinggi, kegiatan ekstrakulikuler yang membuat remaja memiliki tanggung jawab dalam peran yang diambilnya, tersedianya guru atau konselor yang dapat mengarahkan remaja pada pemilihan akan bidang-bidang yang diminatinya, seperti jurusan yang ingin diambilnya nantinya, serta tersedianya program-program pembelajaran yang dapat menjadi suatu sarana dimana remaja dapat memperoleh gambaran mengenai dunia pekerjaan yang sesungguhnya ketika remaja berada pada usia dewasa nantinya.

4. Kebudayaan

Budaya memiliki pengaruh besar dalam perkembangan identitas, dimana budaya dapat membentuk adanya self-continuity disamping perubahan diri yang terjadi. Perbedaan budaya yang terdapat dalam lingkungan individu akan mempengaruhi bagaimana individu memandang peran-peran yang mereka miliki dalam lingkungan masyarakat.


(47)

6. Perkembangan Pembentukan Identitas Diri Remaja

Di masa remaja awal, sebagian besar remaja memiliki status identitas

diffusion, foreclosure, dan moratorium (Santrock, 2007). Seiring dengan pertambahan usia ketika memasuki remaja akhir, kebanyakan individu berada pada status identitas achievement. Menurut Berk (2007) beberapa remaja dapat mengalami hanya satu status identitas, namun terdapat juga remaja yang mengalami perubahan dari satu status identitas menjadi status identitas yang lain. Marcia (1993) membuat sebuah skema mengenai perubahan status identitas yang dapat terjadi.

A A A M M M M

F F F

D D D D D

Figure 2.1. Sebuah model yang menunjukkan perkembangan identitas (D= status identitas diffusion; F= status identitas foreclosure; M= status identitas

moratorium; A= status identitas achievement)

Individu yang berada pada status identitas diffusion dapat berubah ke status identitas moratorium jika individu tersebut mulai mencoba mencari tahu secara serius sejumlah alternatif yang dapat digunakannya sebagai pilihan-pilihan untuk membuat komitmen (D M), dapat berubah menjadi individu yang berada


(48)

pada status identitas foreclosure jika individu tersebut memiliki komitmen tanpa adanya pencarian pilihan-pilihan yang ada sebelum komitmen tersebut dibuat (D F), atau individu akan tetap berada pada status identitas tersebut jika individu tersebut tidak pernah berusaha untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan identitas (D D).

Individu yang berada pada status identitas foreclosure dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas moratorium jika individu tersebut mempertimbangkan kembali komitmen yang sebelumnya sudah diambil dan mencari berbagai pilihan baru yang dapat diambil (F M), dapat tetap berada pada status identitas foreclosure (F F), atau individu tersebut dapat mengalami kemunduran dengan berada pada status identitas diffusion jika komitmen yang sudah dimiliki individu tersebut tidak ada lagi dan individu tersebut tidak mencari tahu mengenai pilihan-pilihan yang dapat diambilnya (F D).

Individu yang berada pada status identitas moratorium dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas achievement jika individu tersebut membuat komitmen dari pilihan-pilihan yang sudah dimilikinya (M A), atau dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas diffusion

jika individu tersebut tidak lagi berusaha mencari tahu mengenai pilihan-pilihan yang dapat diambil untuk membuat komitmen (M D)

Individu yang berada pada status identitas achievement dapat tetap berada pada status identitas tersebut dimana individu tetap mempertahankan komitmen dan terus mencari tahu mengenai berbagai alternatif yang dapat diambilnya (A A), dapat berubah menjadi individu yang berada pada status


(49)

identitas moratorium dengan mempertimbangkan kembali komitmen yang sudah dimiliki dan mencari pilihan yang lain untuk mengganti komitmen tersebut (A M), atau dapat kembali ke status identitas diffusion jika komitmen awal yang sudah dibuat tidak dipertahankan lagi dan individu tersebut tidak mencari tahu mengenai pilihan-pilihan lain yang dapat diambil (A D).

Kebanyakan remaja akan mengalami perubahan dari status identitas yang lebih rendah yaitu antara foreclosure atau diffusion menuju status identitas yang lebih tinggi yaitu moratorium atau achievement (Berk 2007). Menurut Archer (dalam Santrock, 2007) remaja yang mengembangkan identitas diri yang positif biasanya memiliki siklus perubahan status identitas dari moratorium-achievement-moratorium-achievement, dimana hal ini lebih menunjukkan adanya krisis yang terjadi pada masa remaja, bukan menunjukkan suatu penurunan perkembangan identitas. Siklus tersebut dapat terus berulang pada diri remaja seiring dengan adanya perubahan yang terjadi dalam pribadi remaja tersebut, pada lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial yang menuntut remaja untuk mengeksplorasi berbagai alternatif dan mengembangkan berbagai komitmen baru (Santrock, 2007). Menurut Berk (2007) terjadinya perubahan dalam diri individu atau pada lingkungan seperti adanya dukungan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, sekolah dan komunitas, serta budaya, dapat menjadi suatu peluang terjadinya pembentukan identitas pada diri remaja.

Menurut Monks (2002), norma-norma yang dimiliki dalam kelompok teman sebaya akan dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja. Pada masa remaja terdapat banyak hal yang dilakukan bersama dengan teman sebaya,


(50)

sehingga nilai-nilai yang dianggap benar dalam kelompok teman sebaya dapat mempengaruhi nilai yang dimiliki remaja. Hal tersebut akan mempengaruhi pandangan dan penilaian remaja mengenai suatu hal, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan identitas dirinya.

B. KECANDUAN INTERNET 1. Pengertian Kecanduan

Kecanduan dapat menjadi suatu masalah personal dan juga masalah sosial, dimana untuk masalah personal kecanduan dilihat sebagai suatu keberadaan yang dapat merugikan bagi individu yang memiliki kontrol dan motivasi yang kurang, dan untuk masalah sosial kecanduan dilihat sebagai kondisi yang dapat merusak lingkungan dan memperkecil kesempatan-kesempatan yang ada, yang dapat diambil oleh individu, pada lingkungan tersebut (Essau, 2008).

Carpenter (dalam Essau, 2008) menyatakan bahwa kecanduan merupakan suatu kondisi dimana seseorang memerlukan suatu zat dengan tujuan untuk menghilangkan reaksi fisik dan psikologis yang muncul karena tidak adanya zat tersebut, dan biasanya melibatkan penyesuaian atau ketergantungan.

Menurut West (dalam Essau, 2008) kecanduan adalah suatu masalah yang terjadi dalam sistem motivasi seseorang yang melibatkan dorongan dan keinginan, perasaan akan kebutuhan, dan juga melibatkan pengertian seseorang terhadap identitasnya.


(51)

Menurut Sarafino (2006) kecanduan adalah kondisi yang di sebabkan oleh konsumsi zat-zat alami atau sintetik, dimana seseorang menjadi bergantung pada zat tersebut, baik secara fisik maupun secara psikologis. Ketergantungan fisik muncul ketika tubuh telah menyesuaikan diri pada suatu zat dan zat tersebut bergabung pada fungsi jaringan tubuh yang normal. Kecanduan psikologis adalah keadaan dimana individu merasa terpaksa menggunakan zat untuk memperoleh efek dari zat tersebut.

2. Pengertian Internet

Internet dideskripsikan sebagai sebuah jaringan dari jaringan-jaringan, yang menggabungkan komputer pemerintah, universitas dan pribadi bersama-sama dan menyediakan infrastruktur untuk penggunaan e-mail, bulletin, penerimaan file, dokumen hypertext, basis data hingga sumber-sumber komputer lainnya. Melalui jalur elektronik inilah kita dapat bertukar informasi dengan semua tempat yang ada di dunia (Srihartati, 2007).

Perkembangan internet dimulai pada tahun 1968, karena adanya kebutuhan di bidang militer, Amerika memulai rencana proyek jaringan (network) yang dinamakan the Advanced Research Project Agency Network (ARPANET). Proyek ini bertujuan menghubungkan beberapa pusat penelitian yang tersebar di berbagai tempat terpisah. Proyek ARPANET inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berkembangnya internet. Tahun-tahun berikutnya internet terus mengalami perkembangan.


(52)

Jaringan komputer tersebut pada awalnya bertujuan memberikan pelayanan di lingkungan institusi pendidikan. Saat ini, internet benar-benar merupakan sistem komputer lintas batas, lintas negara dan lintas industri. Di seluruh dunia, ada lebih dari ratusan negara, ratusan juta pengguna yang terhubung lewat jaringan ini.

3. Aplikasi yang Terdapat dalam Internet

Beberapa aplikasi yang sering digunakan dalam internet adalah (Setiyo, 2006) :

1. Chatting

Chatting adalah aplikasi yang merupakan system komunikasi yang memungkinkan individu melakukan percakapan melalui internet dan dalam bentuk teks. Percakapan dapat dilakukan oleh banyak pihak, beberapa, puluhan, dan bahkan ratusan orang pada saat yang bersamaan di seluruh dunia. Dalam perkembangannya, chatting sudah tidak lagi hanya dalam bentuk teks, namun juga menggabungkan suara ataupun video dalam percakapannya.

2. Game Online

Game online adalah aplikasi yang merupakan layanan game (permainan) yang tersedia di komputer. Layanan ini dapat menghubungkan berbagai orang melalui internet dalam memainkan jenis permainan yang sama dan dalam waktu yang bersamaan. Permainan dapat menjadi ajang kompetisi dan strategi serta keterampilan dalam memenangkan sebuah permainan.


(53)

3. E-mail (Electronic Mail)

E-mail atau Electronic Mail merupakan aplikasi yang memungkinkan untuk mengirimkan surat berupa teks ketikan di komputer ke penerima di manapun di belahan dunia dalam waktu sangat singkat. Saat ini, selain teks, e-mail juga memungkinkan mengirimkan aneka bentuk lain seperti berbagai dokumen elektronik, gambar, suara, video, dan sebagainya sebagai lampiran dalam mengirimkan surat elektronik tersebut.

4. WWW (World Wide Web)

Aplikasi WWW merupakan aplikasi internet yang paling banyak digunakan sebagai aplikasi multimedia saat ini. Melalui WWW, dapat diakses baik informasi berupa teks, gambar, suara, bahkan streaming

video. Aplikasi WWW atau website merupakan aplikasi yang paling digemari dan paling banyak digunakan saat ini.

5. Web Search

Aplikasi Web Search merupakan aplikasi internet yang memungkinkan untuk mendapatkan berbagai informasi mengenai berbagai macam hal yang terdapat di internet.

4. Pengertian Kecanduan Internet

Menurut Young (dalam Essau, 2008), kecanduan internet memiliki pengertian yang sama dengan perilaku kecanduan yang lainnya, dimana didalamnya melibatkan perilaku yang kompulsif, kurangnya ketertarikan pada aktivitas lain, berhubungan dengan ketergantungan yang lain, dan adanya


(54)

symptom fisik dan mental yang muncul ketika perilaku tersebut berusaha dihentikan. Individu yang dinyatakan telah kecanduan terhadap internet adalah individu yang menghabiskan banyak waktunya dalam fungsi interaktif internet dan juga terlibat dalam berbagai forum yang tersedia dalam internet.

Ketergantungan terhadap internet merupakan kondisi yang menunjukkan munculnya masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga, lingkungan sosial, serta dalam kehidupan sekolah atau pekerjaan yang diakibatkan karena penggunaan internet. Individu yang mengalami kecanduan internet akan mengalami masalah yang signifikan dalam hidupnya seperti masalah dalam kesehatan, pekerjaan, masalah sosial, dan keuangan. Semakin interaktif fungsi internet yang dirasakan oleh individu maka semakin besar kecenderungan individu tersebut mengalami kecanduan.

Menurut Brenner (dalam Essau, 2008) individu dapat mengalami kecanduan ketika menghabiskan waktunya selama 19 jam per minggu, dimana dalam penggunaannya individu menunjukkan adanya keinginan untuk menambah waktu penggunaan internet, adanya ketidaknyamanan yang dirasakan ketika individu tersebut tidak menggunakan internet, dan adanya keinginan untuk secara terus-menerus menggunakan internet.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kecanduan internet merupakan suatu kondisi ketergantungan yang dirasakan oleh individu sehingga menghabiskan banyak waktu menggunakan internet, minimal 3 jam per hari, dimana melibatkan perilaku yang berulang-ulang untuk menggunakan internet dan tidak tertarik untuk melakukan aktivitas lainnya, merasa bahwa dunia


(55)

maya di layar komputer lebih menarik dan munculnya perasaan yang tidak menyenangkan ketika individu berusaha untuk menghentikan tingkah laku tersebut.

5. Gejala Kecanduan Internet

Individu yang mengalami kecanduan internet dapat dilihat dari beberapa simptom yang muncul. Beberapa simptom tersebut seperti selalu membayangkan aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan dalam menggunakan internet, merasa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet sehingga waktu untuk menggunakan internet lebih panjang dari waktu yang sudah direncanakan, merasa tidak memiliki kontrol untuk menggunakan internet, merasa tidak mampu untuk menghentikan penggunaan internet, munculnya masalah-masalah dalam hubungan dengan orang lain, dalam pekerjaan, pendidikan atau karir, serta merasa adanya perasaan tidak berguna, merasa bersalah, atau perasaan cemas ketika tidak menggunakan internet (Young dalam Essau, 2008).

Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Stefanescu et al (2007), remaja yang mengalami kecanduan internet akan merasa bahwa kepuasaan untuk menggunakan internet akan mereka peroleh ketika mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet. Ketika remaja yang mengalami kecanduan tidak dapat menggunakan internet, maka mereka akan mengalami simptom-simptom seperti menarik diri, merasa cemas, menjadi orang yang mudah marah, gelisah, memiliki pemikiran yang obsesif, memiliki perilaku


(56)

kompulsif terhadap internet dan juga selalu membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan internet.

Tingkatan kecanduan terhadap internet juga beragam pada individu dan akan jelas terlihat dari pola perilaku yang muncul, yang dimulai dari rentang perilaku yang tidak biasa, kronis, dan tingkat perilaku yang terus-menerus dimiliki oleh individu tersebut. West (dalam Essau, 2008) menyatakan, terdapat tiga hal yang dapat menunjukkan tingkatan seseorang yang mengalami kecanduan, yaitu:

1. Adanya sesuatu yang tidak biasa yang dirasakan individu ketika individu tersebut tidak lagi menggunakan internet, seperti mengalami kecemasan jika tidak menggunakan internet

2. Adanya kebutuhan yang tidak biasa yang muncul karena ketergantungan terhadap penggunaan internet, seperti keinginan untuk menggunakan internet terus-menerus

3. Terjadinya sesuatu yang tidak biasa yang muncul dalam lingkungan sosial individu tersebut, seperti munculnya tekanan dari lingkungan atau larangan untuk tidak menggunakan internet pada individu

6. Komponen Kecanduan Internet

Menurut Griffiths (dalam Essau, 2008) terdapat beberapa komponen inti dari kecanduan internet, yaitu:

1. Salience

Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pemikiran,


(57)

perasaan (merasa sangat butuh), dan perilaku (kemunduran dalam perilaku sosial) individu. Individu akan selalu memikirkan tentang internet, meskipun sedang tidak menggunakan internet.

2. Mood modification

Hal ini merupakan pengalaman subjektif yang disebutkan sebagai suatu konsekuensi yang menyenangkan dari penggunaan internet, dan dapat dilihat sebagai suatu strategi coping dari masalah yang dimiliki oleh individu.

3. Tolerance

Hal ini berarti individu akan meningkatkan jumlah waktu yang dihabiskan dalam penggunaan internet sehingga dapat memperoleh efek yang menyenangkan yang dirasakan dalam diri individu tersebut ketika menggunakan internet.

4. Withdrawal symptoms

Hal ini merupakan terbentuknya perasaan yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika penggunaan internet dihentikan atau dikurangi secara tiba-tiba (misalnya mudah marah dan cemas).

5. Conflict

Hal ini menunjukkan konflik yang muncul antara pengguna internet dengan orang-orang yang berada di sekitar mereka (konflik interpersonal), konflik dalam tugas yang dimiliki (pekerjaan, tugas sekolah, kehidupan sosial, hobi, dan ketertarikan) atau dengan diri individu itu sendiri (konflik dalam batin dan atau perasaan subjektif dari


(58)

kehilangan kontrol), yang disebabkan karena individu menghabiskan waktu yang terlalu banyak dalam penggunaan internet.

6. Relapse

Hal ini merupakan kecenderungan untuk berulangnya kembali pola penggunaan internet dan bahkan kecenderungan untuk menggunakan kembali internet secara berlebihan. Kondisi ini terjadi segera setelah usaha penghentian penggunaan internet atau setelah pengontrolan terhadap penggunaan internet dilakukan.

C.REMAJA

1. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yaitu adolescer, yang berarti “tumbuh” atau “bertumbuh menjadi dewasa”. Masa remaja mencakup kematangan mental, emosional, dan fisik (Hurlock, 1990). Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang melibatkan perubahan besar pada fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, 2007).

Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1990) secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang


(59)

khas dari cara berpikir remaja memungkinkan remaja untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang merupakan ciri khas dari periode perkembangan remaja.

2. Tugas Perkembangan pada Remaja

Menurut Hurlock (1990), seluruh tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Adapun tugas perkembangan remaja adalah:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa

lainnya

f. Mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

h. Memperoleh nilai-nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku dan mengembangkan ideologi

Tugas perkembangan tersebut berkaitan dengan domain identitas yang digunakan untuk melihat identitas diri remaja. Adapun domain identitas tersebut adalah pekerjaan, keyakinan idiologis dan keyakinan seksualitas.


(1)

memilih untuk bersenang-senang dan menghabiskan waktunya dengan teman-teman yang ikut terlibat dalam game online daripada secara langsung terlibat dengan orang-orang yang ada di lingkungan sekitarnya, tidak merasa bahwa interaksi sosial dengan orang lain penting dan merasa bahwa bermain game adalah hal yang paling menyenangkan dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Berkurangnya interaksi secara langsung tentunya dapat mengurangi kesempatan yang dimiliki individu tersebut untuk mencari informasi dan bertukar informasi dengan orang lain, yang berperan dalam perkembangan identitas diri individu tersebut.


(2)

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan diuraikan kesimpulan dari penelitian ini yang kemudian akan dilanjutkan dengan saran-saran praktis dan metodologis yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian yang akan datang yang berhubungan dengan penelitian ini.

A. KESIMPULAN

Berikut ini akan dipaparkan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pengolahan dan analisis data.

1. Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa mayoritas subjek penelitian berada pada status identitas achievement yaitu sebanyak 38 orang (35,19%), diikuti oleh subjek yang berada pada status identitas moratorium, yaitu sebanyak 29 orang (26,85%), subjek yang berada pada status identitas foreclosure, yaitu sebanyak 23 orang (21,30%), dan subjek yang berada pada status identitas diffusion yaitu sebanyak 18 orang (16,67%).

2. Berdasarkan hasil tambahan, dapat disimpulkan bahwa:

a. Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian baik laki-laki maupun perempuan paling banyak berada pada status identitas achievement, yaitu sebanyak 21 orang laki-laki (19,44%) dan sebanyak 17 orang (15,74%) perempuan.


(3)

b. Berdasarkan aplikasi internet yang digunakan, subjek penelitian yang menggunakan aplikasi website dan websearch paling banyak berada pada status identitas achievement, yaitu sebanyak 27 orang (22,22%) subjek pengguna website dan 5 orang (4,63%) subjek pengguna websearch., sementara subjek yang menggunakan aplikasi game online paling banyak berada pada status identitas diffusion yaitu sebanyak 10 orang (9,26%).

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet.

1. Saran Metodologis

Penelitian ini tidak luput dari kekurangan secara metodologis. Oleh karena itu peneliti menyampaikan beberapa saran metodologis yang diharapkan nantinya dapat menjadi bahan masukan yang cukup berarti untuk penelitian selanjutnya. Berikut ini adalah beberapa saran metodologis yang penting untuk dipertimbangkan :

a. Penelitian selanjutnya hendaknya memperbanyak jumlah sampel dalam penelitian dan juga memperhatikan proporsi sampel dari setiap aplikasi internet yang digunakan sehingga diperoleh data yang cukup komprehensif mengenai identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet.


(4)

b. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan melihat gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan pada aplikasi internet tertentu, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih spesifik.

c. Penelitian selanjutnya hendaknya memperhatikan pemilihan aitem dalam menggunakan skala subjek. Jika salah satu pilihan dari aitem yang ada memiliki indeks diskriminasi < 0,30 sebaiknya aitem tersebut dinyatakan gagal dan tidak dapat digunakan dalam penelitian. Aitem yang digunakan sebaiknya adalah aitem yang semua pilihan jawabannya memiliki indeks diskriminasi > 0,30. Hal ini dilakukan agar setiap aitem yang digunakan dalam skala benar-benar memiliki daya pembeda yang baik.

d. Penelitian selanjutnya hendaknya benar-benar memperhatikan kriteria yang digunakan dalam menentukan apakah subjek mengalami kecanduan internet, mengingat saat ini banyak remaja yang menghabiskan banyak waktu untuk menggunakan internet dengan berbagai tujuan.

2. Saran Praktis

Selain saran metodologis, peneliti juga menyampaikan beberapa saran praktis yang diharapkan dapat berguna bagi pihak :

a.Bagi Remaja

1. Remaja yang menggunakan internet harus dapat menyadari adanya kemungkinan mengalami kecanduan internet ketika menggunakan internet. Oleh karena itu, remaja diharapkan tetap dapat mengontrol pola penggunaan internet dan waktu yang digunakan dalam menggunakan


(5)

internet sehingga remaja tetap dapat melakukan aktivitas sosial dan interaksi secara langsung dengan lingkungan yang berperan dalam proses pembentukan identitas diri.

2. Remaja yang menggunakan internet sebaiknya tetap dapat memperhatikan tujuan dari penggunaan internet, sehingga penggunaan internet dapat membawa dampak positif bagi perkembangan remaja, seperti menggunakan aplikasi yang bertujuan untuk menambah wawasan dan informasi bagi remaja, namun diharapkan tetap dapat mengontrol waktu penggunaannya.

b.Bagi Orang Tua

1. Orang tua hendaknya tetap dapat menjalin komunikasi yang baik dengan remaja, karena hubungan orang tua dan remaja memiliki peran dalam perkembangan identitas diri, serta dengan adanya keterbukaan antara anak dan orang tua melalui komunikasi tentunya dapat mengurangi kecenderungan remaja untuk mengalami kecanduan internet.

2. Orang tua sebaiknya juga tetap dapat memperhatikan penggunaan internet yang digunakan oleh remaja, seperti aplikasi yang digunakan dan waktu yang dihabiskan untuk menggunakan internet. Hal ini bukan berarti orang tua harus memberikan aturan yang ketat, akan tetapi orang tua diharapkan tetap memberikan pengontrolan terhadap penggunaan internet yang dilakukan oleh remaja sehingga penggunaannya dapat memberikan dampak yang positif.


(6)

_____________ (2004). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

_____________ (2004). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Berk, Laura E. (2007). Development Through The Lifespan. United State of America: Pearson Education.

Brian & Wiemer. (2005). Addiction to The Internet and Online Gaming. Journal of Cyberpsychology & Behavior, 8 (2).

Buranda, Ocha. (2010, April). Chatting Melalui Internet. [On-line]. http://ocha-buranda.blogspot.com/2010/04/chatting-melalui-internet_19.html

Cobb, Nancy. (2007). Adolescene. Continuity, Change and Diversity. New York: McGraw-Hill.

Dacey, J & Kenny M. (1997). Human Development- Second Edition. United State of America:Times Mirror Higher Education Group Inc.

Dariyo, Agoes. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor:Penerbit Ghalia Indonesia

Essau, Cecilia A. (2008). Adolescent Addiction:Epidemiology, Assessment and Treatment. New York : Elsevier Inc.

Fodeman & Monroe. (2009). The Impact of Facebook on Our Students. Teacher Librarian. Volume 36. [22 Oktober 2010]

Ghazali, Hassan Mohd. (2006). Kelebihan dan Kelemahan penggunaan sumber dan Perkhidmatan Internet dalam Pengajaran dan Pembelajaran [On line].scribd.com/doc/16660458.

Goede, Ph.D., Spruijt, Ph.D., Iedema, Ph.D, Meeus, Ph.D. (1999). How Do Vocational and Relationship Stressors and Identity Formation Affect Adolescent Mental Health? Journal of Adolescent Health, 25, 14–20. Hadi, S. (2000). Metodologi Research [Jilid I, edisi I]. Yogyakarta: Andi Offset.