Teori Pemisahan Kekuasaan Sumber Bahan Hukum
masing masing berdiri sendiri, lepas dari kekuasaan lainnya. Satu kekuasaan mempunyai satu fungsi saja yaitu :
18
1. Kekuasaan legislatif, menjalankan fungsi membentuk Undang Undang 2. Kekuasaan eksekutif, menjalankan Undang Undang Pemerintahan
3. Kekuasan yudikatif, menjalankan fungsi peradilan Dengan adanya pemisahan kekuasaan ini maka tidak ada campur tangan
antara organ organ negara terhadap operasional kekuasaan masing masing. Dengan sistem yang demikian di dalam ajaran Trias Politica terhadap suasana checks
and balance, di mana di dalam hubungan antara lembaga-lembaga negara itu terdapat sikap saling mengawasi, saling menguji, sehingga tidak mungkin
masing-masing lembaga negara itu melampaui batas kekuasaan yang ditentukan. Dengan demikian terdapat hubungan kekuasaan antara lembaga-
lembaga negara tersebut.
19
Menurut
C.S.T Kansil,
bahwa negara dapat pula diartikan sebagai suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia-manusia yang berada di bawah
suatu pemerintahan yang sama. Pemerintah ini sebagai alat untuk bertindak demi kepentingan rakyat untuk mencapai tujuan organisasi negara, antara lain
kesejahteraan, pertahanan, keamanan, tata tertib, keadilan, kesehatan dan lain-lain. Untuk dapat bertindak dengan sebaik-baiknya guna mencapai tujuan
tersebut, pemerintah mempunyai wewenang, wewenang mana dibagikan lagi
18
Kotan Y. Stefanus, “Perkembangan Kekuasaan Pemerintahan, Dimensi Pendekatan Politik Hukum
Terhadap Kekuasaan Presiden Menurut UUD 1945”,Yogyakarta: Atmajaya 1998, h. 29
19
Dahlan Thaib, DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1994, h.7
kepada alat- alat kekuasaan negara, agar tiap sektor tujuan negara dapat bersamaan dikerjakan. Berkenaan dengan pembagian wewenang ini, maka terdapatlah suatu
pembagian tugas negara kepada alat-alat kekuasaan itu.
20
Adapun pengertian pembagian kekuasaan berbeda dari pengertian pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti bahwa kekuasaan negara itu terpisah-
pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai orangnya maupun fungsinya. Kenyataan menunjukkan bahwa suatu pemisahan kekuasaan yang murni tidak dapat
dilaksanakan. Oleh karena itu maka pilihan Indonesia jatuh kepada istilah pembagian kekuasaan, yang berati bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi
dalam beberapa bagian, tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa di antara bagian-bagian itu dimungkinkan adanya kerjasama.
21
Sedangkan inti dari ajaran trias politica ialah adanya pemisahan kekuasan dalam negara, sehingga dengan demikian penyelenggaraan pemerintahan negara tidak
berada dalam kekuasaan satu tangan. Sementara kekuasaan cenderung bersalah guna power tends to corrup.Pemegang kekuasaan ada kecenderungan untuk
menyalahgunakan kekuasaan, dan dalam konteks ini diperlukan adanya pembatasan kekuasaan.
22
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terkenal dengan naskah yang singkat, apabila dikaji dengan cermat, ternyata tidak
menganut sistem pemisahaan kekuasaan. Hal ini dapat dilihat dari
20
C.S.T Kansil,“Hukum Tata Negara Republik Indonesia”Jakarta: Bina Aksara,1986 h. 88
21
Muhammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Fakultas Hukum UI 1988 h.140
22
Sri Soemantri “Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia”, Bandung: Alumni, 1992 , h. 46
organisasi maupun sistem pemerintahan negara. Menurut UUD 1945, antara kekuasaan eksekutif dan legislatif tidak dipisahkan, ketentuan ini dapat dilihat
pada pasal 5 ayat 1 UUD 1945 yang menggariskan kerjasama antara Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dengan Dewan Perwakilan
Rakyat dalam tugas perundang-undangan.
23
Walapun dalam selanjutnya dalam perubahan pertama UUD 1945, ketentuan pasal tersebut berubah menjadi
”Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat
”.
Dalam perkembangannya, tugas negara yang semakin banyak dan kompleks mengakibatkan penerapan teori pemisahan kekuasan separation of
power sulit dipatuhi secara tajam. Pada zaman modern terjadi saling mengkombinasi antara konsep pemisahan kekuasaan separation of power dengan konsep check
and balances. Konsep seperti ini umumnya disebut dengan istilah pembagian kekuasaan distribution of powers. Dalam hal ini, kekuasaan tidak dipisah secara
tegas tetapi hanya dibagi-bagi, sehingga memungkinkan timbulnya overlapping kekuasaan.
24
Tidak diragukan lagi bahwa teori trias politica sangat perlu diaplikasikan dalam suatu sistem pemerintahan yang baik. Sejarah ketatanegaraan menunjukkan
penerapan teori ini dengan berbagai variasi dapat mengantarkan umat manusia ke arah kehidupan yang lebih demokratis sehingga dapat menopang sendi sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan
23
Dahlan Thaib, “DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”, h.8
24
Munir Fuady, “Teori Negara Hukum Modern rechtstaat”,Bandung: Refika Aditama, 2009 h.105
manusia. Bahkan, penerapan doktrin trias politica merupakan satu satunya pilihan bagi setiap negara yang demokratis, maju dan modern.
25
Posisi Komisi Yudisial dalam Sistem Ketatanegaraan. Pada saat perumusan pasal mengenai Komisi Yudisial dalam perubahan Undang Undang Dasar 1945,
muncul berbagai perdebatan konsepsi tentang posisi Komisi Yudisial dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Diantaranya beberapa catatan
yang berkembang dalam perdebatan yaitu sebagai berikut :
a. Kekuasaan Kehakiman sebagai kekuasaan yang independen merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Jadi independensi penyelenggaraan peradilan hanya dibatasi oleh hukum dan keadilan
itu sendiri. b.
Pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka itu adalah : Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Kedua lembaga inilah sebagai representasi kekuasaan
yudikatif dalam kerangka konsep trias politica. Adapun lembaga-lembaga lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dengan Undang
Undang antara lain Polisi sebagai penyidik, kejaksaan sebagai penuntut, notaris, advokat dan lain-lain pasal 24 ayat 3 UUD 1945.
c. Independesi kekuasaan kehakiman tidak dapat diganggu atau dipengaruhi oleh
kekuasaan lembaga negara lainnya dan dari pengaruh manapun eksekutif dan atau Legislatif. Independensi ini hanya dibatasi oleh hukum dan keadilan sendiri.
Penghormatan masyarakat terhadap lembaga yudikatif dan kewibawaanya sangat
25
Munir Fuady, “Teori Negara Hukum Modern Rechtstaat”, h., 108
tergantung pada ketataatan dan konsistensinya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
d. Dengan dasar pandangan yang demikianlah pada draft perubahan UUD tahun
2000 yaitu padal draft Pasal 25A Lihat TAP IXMPR2000 menghapus kewenangan Komisi Yudisial untuk menjaga dan menegakkan kehormatan,
martabat dan perilaku hakim. e.
Pada perkembangan selanjutnya Komisi Yudisial diposisikan berada dalam lingkungan kekuasaan kehakiman. Posisi seperti ini dimaksudkan agar kekuasaan
kehakiman itu tidak diganggu atau diintervensi oleh kekuasaan negara yang lain sehingga prinsip-prinsip kebebasan peradilan independency and impartiality
dari lembaga peradilan. Komisi Yudisial bukan pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, akan tetapi sebagai supporting sistem dalam menegakkan
kekuasaan kehakiman yang merdeka agar kewibawaan dan kehormatan lembaga peradilan tetap terjaga dan tidak kebablasan karena kebebasan dan
kemerdekaannya. Pengawasan oleh Komisi Yudisial adalah bentuk pengawasan eksternal hakim yang mengimbangi pengawasan yang hanya dilakukan oleh
Dewan Kehormatan Hakim yang bersifat internal. Karena itulah anggota komisi Yudisial disyaratkan harus mempunyai pengalaman dan pengetahuan di bidang
hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela pasal 28B ayat 2 UUD 1945.
f. Dalam kerangka konsep seperti ini, Komisi Yudisial dan pelaku kekuasaan
kehakiman Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi harus dapat berjalan bersama untuk membangun kekuasaan kehakiman yang berwibawa. Komisi
Yudisial sebagai institusi luar hakim mengawasi dan mengawal perilaku para hakim agar martabat dan kehormatannya tetap terjaga. Diantara institusi dalam
lingkungan kekuasaan kehakiman ini tidak dapat saling menjatuhkan atau meminta intervensi kekuasaan lain sehingga dapat merusak independensi lembaga
peradilan.
38
BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG
KONSTITUSIONAL KOMISI YUDISIAL