BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat tiap tahunnya menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Peningkatan ini diikuti oleh
peningkatan kebutuhan pangan, sandang dan papan yang dapat diperoleh dari hasil hutan dan hasil pertanian. Penurunan kuantitas lahan pertanian membuat
masyarakat melakukan kegiatan alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian. Namun banyaknya kegiatan alih fungsi lahan hutan tersebut membuat kualitas
lahan ikut menurun sehingga mempercepat terjadinya degradasi lahan. Pengelolaan lahan yang diperlukan ialah jenis upaya yang dapat mengatasi
beberapa masalah, di antaranya pengelolaan lahan yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk namun juga mampu menjaga kondisi tanah dan lingkungan.
Salah satu solusi yang telah dikembangkan saat ini adalah penerapan sistem agroforestri.
Agroforestri adalah suatu sistem penggunaan lahan yang merupakan perpaduan kegiatan kehutanan, perkebunantanaman industri, tanaman pangan,
peternakan dan perikanan ke arah usaha tani terpadu sehingga tercapai optimalisasi penggunaan lahan. Pengembangan sistem agroforestri diharapkan
dapat memecahkan masalah penggunaan lahan sehingga kebutuhan manusia yang beraneka macam seperti pangan, sandang, obat-obatan, kayu dan lingkungan
hidup yang sehat dapat terpenuhi Satjapradja 1982. Agroforestri adalah salah satu sistem penggunaan lahan yang berfungsi
produktif dan protektif sehingga sering kali dijadikan sebagai suatu sistem pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Namun penggunaan sistem agroforestri
selalu dihadapkan pada berbagai tantangan seperti tingkat naungan yang cukup tinggi dan kemungkinan terjadinya kompetisi ruang, air, nutrisi dan kelembaban.
Hal ini menyebabkan tanaman tumpangsari yang dibudidayakan di bawah tegakan pohon memperoleh intensitas cahaya yang rendah dan dapat menurunkan
produktivitas dari tanaman tumpangsari atau bahkan pohon itu sendiri. Permasalahan ini dapat dikendalikan dengan pemilihan jenis tanaman tumpangsari
yang sesuai dengan tanaman pokok. Kesesuaian tersebut dapat dilihat dari kondisi fisiologis pohon seperti kondisi tajuk dan perakaran yang nantinya berpengaruh
terhadap pengaturan jarak tanam yang ideal. Salah satu tanaman kehutanan yang saat ini banyak dikembangkan menjadi
hutan tanaman atau hutan rakyat adalah jabon Anthocephalus cadamba. Jabon merupakan jenis pionir asli Indonesia dan memiliki penyebaran alami yang luas
dari Aceh sampai Papua. Jenis pohon ini banyak dijumpai di lahan terbuka bekas tebangan atau di kanan-kiri jalan logging. Jabon juga banyak dijumpai di lahan-
lahan bekas tambang khususnya di Kalimantan, tumbuh alami di tempat-tempat terbuka maupun di sela-sela Acacia mangium yang telah ditanam terlebih dahulu
sebagai upaya reklamasi lahan bekas tambang. Saat ini jabon merupakan salah satu tanaman komersial di Indonesia Mansur dan Tuheteru 2010. Namun
penelitian yang berkaitan dengan tanaman jabon, khususnya perkembangan jabon dalam sistem agroforestri masih sangat minim dengan perkembangan jabon yang
cukup pesat. Berdasarkan uraian maka diperlukan suatu penelitian mengenai panjang dan kedalaman akar latera jabon A. cadamba di Desa Cibening
Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor untuk mengetahui jenis tanaman tumpangsari atau tanaman pertanian yang sesuai dengan kondisi perakaran jabon.
1.2 Perumusan Masalah