Analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan Kab.Bogor, Prov. Jawa Barat

(1)

i

ANALISIS TATANIAGA PADI VARIETAS CIHERANG

DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

FITRIANI H34104092

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

1 Paraf Dosen Pembimbing___________

MAKALAH SEMINAR

ANALISIS TATANIAGA PADI VARIETAS CIHERANG DI KECAMATAN PAMIJAHAN, KABUPATEN BOGOR,

PROVINSI JAWA BARAT ¹Fitriani ²Tintin Sarianti

¹Mahasiswa Departemen Agribisnis FEM IPB, H34104092 ²Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM IPB, SP, MM

ABSTRACK

Indonesia is one of high rice consumer country in the world. Indonesia has large rice field. Almost of that field is managed if traditional way. Best alternative to get maximum result of farming is changing the way of farming from conventional to modrn way. The problem is, this changging is not easy. We must ensure farmer about the advantages of modern farming. Gapoktan (Gabungan kelompok tani) is a group built by goverment to lead farmer’s farming aim from traditional to comercial. This Gapoktan direct farmer to sell their rice.

This research analise farmer in Bogor, West Java and use thirty five samples. Sample is a farmer who use Ciherang rice kind in their field. Based on research and analisist, could be conclude there are many distribution way, distribution fungtion, kind of market an market stucture of rice comodity.


(3)

2 Paraf Dosen Pembimbing___________


(4)

1 Paraf Dosen Pembimbing___________

MAKALAH SEMINAR

ANALISIS TATANIAGA PADI VARIETAS CIHERANG DI KECAMATAN PAMIJAHAN, KABUPATEN BOGOR,

PROVINSI JAWA BARAT ¹Fitriani ²Tintin Sarianti

¹Mahasiswa Departemen Agribisnis FEM IPB, H34104092 ²Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM IPB, SP, MM

ABSTRAK

Paradigma petani tradisional ke tahap petani modern walau masih sulit diterapkan di pedesaan Kecamatan Pamijahan, akan tetapi dengan bantuan penyuluh dan diadakan gabungan kelompok petani (gapoktan) maka para petani diarahkan untuk komersial/menjual hasil produksi padi walau masih bertahap hanya sebagian dari hasil keseluruhan hasil panen.

Penarikan sample menggunakan metode Judgment sampling proses random menggunakan undian nama-nama petani berdasarkan rujukan ketua penyuluh sehingga diambil sebanyak 30 nama petani. Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, maka dapat disimpulkan setiap saluran tataniaga padi varietas ciherang masing-masing lembaga tataniaga berbeda-beda yang dilihat berdasarkan fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar.


(5)

2 Paraf Dosen Pembimbing___________


(6)

ii

RINGKASAN

FITRIANI. Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan Tintin Sarianti).

Penduduk Indonesia dengan beragam suku dan budaya juga memiliki ciri khas tersendiri dalam mengkonsumsi makanan pokok, seperti jagung, sagu, dan beras. Makanan pokok rata-rata dari keseluruhan penduduk Indonesia adalah beras yang berasal dari olahan padi. Komoditi beras merupakan produk pangan dari hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat Indonesia sebagai kebutuhan jasmani yang mengandung karbohidrat untuk energi dalam melakukan aktivitas. Total penduduk Indonesia secara update tepat pada tahun 2011 tercatat mencapai 241 juta jiwa dan pengkonsumsi beras tertinggi di dunia dengan rata-rata per orang mengkonsumsi 130-140 kg/tahun. Komoditas pangan untuk beras di Negara Indonesia adalah pengkonsumsi tertinggi dibandingkan Malaysia, RRC, Jepang, Amerika Serikat (AS), dan dunia yang hanya mengkonsumsi beras 30-50 persen terlebih lagi AS yang hanya mencapai delapan persen dari Indonesia.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pertanian telah mengeluarkan kebijakan prioritas Tahun 2009 yaitu menjamin ketersediaan pangan yang berasal dari produk dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani. Tujuan tersebut apabila tercapai maka Indonesia akan memiliki beras yang berdaya saing tinggi dengan stok yang mencukupi masyarakat. Hal ini akan mewujudkan bahwa produk beras lokal tidak kalah bersaing dengan beras impor dan volume permintaan beras impor pun secara berangsur-angsur diharapkan menurun. Kecamatan Pamijahan yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang terdiri dari lima belas desa, mayoritas penduduk di pedesaan ini berprofesi sebagai petani dikarenakan pendidikan yang rendah yang secara umum hanya memiliki keterampilan dan pengalaman di bidang pertanian juga didukung lahan di desa-desa masih banyak tersedia dibandingkan di kota-kota yang sudah mengalami perkembangan untuk kepentingan pemukiman maupun pembangunan industri-industri. Kesuburan lahan masih dinyatakan mendukung memproduksi tanaman padi, sehingga wilayah ini sebagai potret yang penting dalam memperlihatkan dan menyumbangkan hasil produksi padi dengan mengingat perkembangan Kabupaten Bogor yang telah mengarah pengembangan pembangunan, namun di Kecamatan Pamijahan lahan-lahan yang dimiliki para petani mulai dari 0,1 ha ditanami tanaman padi yang cukup berpotensi sebagai sentra penghasil padi.

Paradigma petani tradisional ke tahap petani modern walau masih sulit diterapkan di daerah ini, akan tetapi dengan bantuan penyuluh dan diadakan gabungan kelompok petani (gapoktan) maka para petani diarahkan untuk komersial/menjual hasil produksi padi walau masih bertahap hanya sebagian dari hasil keseluruhan hasil panen, namun hasil produksi padi yang diolah menjadi beras untuk diproses menjadi nasi juga merupakan kebutuhan dasar sebagai makanan pokok para petani yang menanam komoditi tersebut. Harga gabah per kilogram berkisar Rp 3.000,- hingga Rp 4.000,- dan setelah menjadi beras yang


(7)

iii diproses oleh para pelaku atau lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat menjadi Rp 7.500,- hingga Rp 9.000,- yang harus dibayar oleh petani-petani yang termasuk konsumen akhir untuk mendapatkan satu kg beras.

Penjelasan ini akan mendasari rumusan permasalahan yang akan dibahas untuk kepentingan penelitian yang berkaitan dengan analisis tataniaga padi yaitu : Bagaimana saluran tataniaga padi dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ? Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga yang terlibat ? dan Bagaimana tingkat efesiensi saluran tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya ? Penelitian ini bertujuan Menganalisis saluran tataniaga serta fungsi-fungsi tataniaga komoditi padi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Mengidentifikasi struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga padi yang terlibat. Menganalisis tingkat efesiensi tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang mengkaji rantai tataniaga hasil produksi padi di tiga desa Kecamatan Pamijahan yaitu Desa Ciasmara, Ciasihan, dan Gunung Sari berdasarkan lahan sawah yang terluas (BPS 2011). Penarikan sample menggunakan metode Judgment sampling proses berdasarkan rujukan ketua penyuluh yaitu Pak Adang Wahidin, Sp yang mengemukakan terdapat petani-petani penghasil produksi padi varietas ciherang juga berdasarkan informasi ketua gapoktan (gabungan kelompok petani) yang masing-masing per kelompok memiliki 30-50 anggota petani di Desa Ciasmara, Ciasihan, dan Gunung Sari pada Kecamatan Pamijahan, sehingga diambil sebanyak 30 nama petani dengan alasan sesuai data statistik yang telah mewakili dari keseluruhan sampel.

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, maka dapat disimpulkan : saluran tataniaga padi varietas ciherang hingga sampai ke konsumen akhir terdapat tiga saluran yaitu :

Petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen akhir Petani – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen akhir Petani – pedagang pengumpul – konsumen akhir.

Setiap saluran tataniaga padi varietas ciherang masing-masing lembaga tataniaga berbeda-beda yang dilihat berdasarkan fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar. Struktur pasar setiap lembaga tataniaga cenderung pasar persaiangan sempurna dikarenakan komoditi bersifat homogen dan penjual pembeli banyak juga mudah keluar masuk pasar. Analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan dengan pendekatan margin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya menunjukkan bahwa tingkat efisiensi oleh masing-masing lembaga tataniaga setiap saluran berbeda-beda. Berikut tingkat efisiensi setiap saluran tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 : saluran tataniaga I total margin Rp 6.200,- Rasio Li/Ci 1,61 farmer’s share 40,95 persen, saluran tataniaga II total margin Rp 4.000,- rasio Li/Ci 1,50 farmer’s share 48,72 persen, saluran tataniaga III total margin Rp 4.240,- rasio Li/Ci 1.46 farmer’s share 44,21 persen.


(8)

iv

ANALISIS TATANIAGA PADI VARIETAS CIHERANG

DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

PROVINSI JAWA BARAT

Fitriani

H34104092

Skripsi ini merupakan satu syarat untuk Memperoleh gelar sarjana pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(9)

v Judul Skripsi : Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang

di Kecamatan Pamijahan Kab.Bogor, Prov. Jawa Barat

Nama : Fitriani

NIM : H34104092

Disetujui, Pembimbing

Tintin Sarianti, SP, MM NIP 19750316 2005012 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002


(10)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa penelitian yang di mulai pada bulan Juni hingga Desember Tahun 2012 bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat” merupakan hasil karya penulis sendiri yang belum diajukan pada suatu perguruan tinggi manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang telah disebutkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Januari 2013

Fitriani H34104092


(11)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dengan nama lengkap Fitriani dilahirkan di Baturaja-Sumatra Selatan pada tanggal 11 Juni 1988. Penulis merupakan anak ke-10 dari dua belas bersaudara pasangan H. Masuni dan Hj. Rusniati (alm).

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri No. 8 Putri Baturaja pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Baturaja tahun 2001-2003 dan pindah ke SLTP NEGERI 1 Muara Bungo tepat pada tahun 2004 menyelesaikan pendidikan SLTP dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Muara Bungo lulus pada tahun 2007.

Tahun 2007 penulis diterima menjadi mahasiswi pada Program Keahlian Manajemen Agribisnis Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI hingga mendapatkan gelar Ahli Madya (A. Md) pada Tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana pada program Alih Jenis di Institut Pertanian Bogor Departemen Agribisnis.


(12)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Tataniaga Padi Varietas Padi di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian di lapangan yang merupakan salah satu syarat kelulusan memperoleh gelar SE (Sarjana Ekonomi) pada Departemen Agribisnis.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan pada masa yang akan datang.

Akhir kata dengan segala kekurangan penulis berharap agar laporan ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis sendiri dan kepada para pembaca.

Bogor, Januari 2013

Fitriani H34104092


(13)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih secara tertulis sebagai bentuk penghargaan kepada :

1. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan, serta dukungan moril kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Ir Nunung Kusnadi, MS selaku dosen akademik yang telah memberi bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Amzul Rifin, PhD selaku dosen evaluator pada seminar proposal atas saran dan ilmu yang bermanfaat.

4. Ir. Juniar Atmakusuma, MS dan Rahmat Yanuar, SP, Msi selaku dosen penguji pada sidang atas saran dan ilmu yang bermanfaat.

5. Kedua orangtua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, dan materi yang mengantarkan penulis pada satu titik menuju masa depan. 6. Adang Wahidin, SP sebagai penyuluh di Desa Pemijahan yang telah

memberikan informasi dalam proses pengumpulan data.

7. Petani-petani di Desa Gunung Sari, Ciasmara, dan Ciasihan Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang telah menyediakan waktu sebagai responden.

8. Pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer yang turut membantu dalam memberikan informasi penyusunan skripsi.

9. Adhe Rahmana Fajrin, SE yang memberi dukungan serta semangat dan rekan-rekan Agribisnis Alih Jenis I yang telah memberikan banyak kritik dan saran yang membangun serta kebersamaan dan kerjasamanya.

10. Dwi Nursyamsiah, SE rekan yang merekomendasikan tempat penelitian sehingga membantu penulis dalam memutuskan judul penelitian.

11. Kholfiyatum Mujahidah, SE sebagai pembahas yang telah memberikan keritik dan saran.

12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.


(14)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2. 1 Gambaran Umum Komoditi ... 10

2.1.1 Deskripsi Umum Tanaman Padi ... 10

2.1.2 Deskripsi Umum Beras ... 12

2.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Tataniaga ... 14

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

3.1.1 Sistem Tataniaga ... 17

3.1.2 Saluran dan Lembaga Tataniaga ... 18

3.1.3 Fungsi-Fungsi Tataniaga ... 20

3.1.4 Struktur Pasar ... 21

3.1.5 Perilaku Pasar ... 23

3.1.6 Konsep Efisiensi Tataniaga ... 23

3.1.6.1 Konsep Biaya dan Marjin Tataniaga ... 24

3.1.6.2 Konsep Farmer’s Share pada Tataniaga ... 26

3.1.6.3 Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya pada Tataniaga ... 27

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 30

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 30

4.3 Metode Penentuan Sampel ... 31

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 32

4.4.1 Analisis Saluran Pemasaran dan Lembaga Pemasaran 32 4.4.2 Analisis Fungsi-Fungsi Pemasaran ... 32

4.4.3 Analisis Struktur Pasar ... 33

4.4.4 Analisis Perilaku Pasar ... 33

4.4.5 Analisis Efisiensi Pemasaran ... 33

4.4.5.1 Analisis Marjin Pemasaran ... 33

4.4.5.2 Analisis Farmer’s share ... 34

4.4.5.3 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya ... 35

4.5 Definisi Operasional ... 35

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 36


(15)

xi 5.2 Karakteristik Petani Responden Tataniaga Padi Varietas

Ciherang ... 38

5.2.1 Usia Petani Responden ... 38

5.2.2 Tingkat Pendidikan Formal ... 39

5.2.3 Pengalaman Usahatani Padi ... 40

5.2.4 Luas Lahan Produksi Padi ... 41

5.2.5 Status Kepemilikan Lahan ... 41

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

6.1 Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang ... 42

6.1.1 Pola Saluran Tataniaga I ... 43

6.1.1.1 Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga I .. 44

6.1.1.2 Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga I ... 45

6.1.1.3 Fungsi Fasilitas pada Saluran I ... 45

6.1.2 Pola Saluran Tataniaga II ... 46

6.1.2.1 Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga II 47

6.1.2.2 Fungsi Fisik pada Saluran II ... 48

6.1.2.3 Fungsi Fasilitas pada Saluran I I ... 49

6.1.3 Pola Saluran Tataniaga III ... 50

6.1.3.1 Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga III 51 6.1.3.2 Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga III ... 52

6.1.3.3 Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga III ... 53

6.2 Struktur Pasar ... 54

6.2.1 Struktur Pasar di Tingkat Petani ... 55

6.2.2 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul ... 55

6.2.3 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar ... 56

6.2.4 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer ... 56

6.3 Perilaku Pasar ... 57

6.3.1 Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga I ... 57

6.3.1.1 Praktik Pembelian dan Penjualan ... 57

6.3.1.2 Sistem Penentuan Harga ... 58

6.3.1.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 59

6.3.2 Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga II ... 60

6.3.2.1 Praktik Pembelian dan Penjualan ... 60

6.3.2.2 Praktik Penentuan Harga ... 60

6.3.2.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 61

6.3.3 Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga III ... 62

6.3.3.1 Praktik Pembelian dan Penjualan ... 62

6.3.3.2 Sistem Penentuan Harga ... 62

6.3.3.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 62

6.4 Keragaan Pasar ... 63

6.4.1 Margin Tataniaga ... 64

6.4.2 Farmer’s Share ... 66

6.4.3 Rasio Keuntungan dan Biaya ... 67

6.5Analisis Efisiensi Tataniaga ... 69

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

7.1 Kesimpulan ... 73

7.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(16)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Konsumsi Per Kapita/Tahun Komoditass Pangan Beberapa

Negara Tahun 2012 ... 2 2. Produksi Padi Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010-2011. 3 3. Luas Lahan, Produktivitas, dan Produksi Padi Kabupaten Bogor

2010.. ... 4 4. Rata-Rata Harga Eceran Beras di Pasar Tradisional di Kota-Kota

Pulau Jawa Tahun 2008-2011 (Rupiah/Kg) ... 7 5. Luas Lahan Sawah dan Jumlah Kelompok Tani di 15 Desa Kec.

Pamijahan, Kab. Bogor, Jawa Barat Tahun 2011 ... 37 6. Sebaran Petani Berdasarkan Usia di Kecamatan Pamijahan 2012 .. 38 7. Sebaran Responden Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Formal di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 39 8. Persentase Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kecamatan

Pamijahan Pada Tahun 2012 ... 40 9. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani

Padi di Kecamatan Pamijahan 2012 ... 40 10.Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani

Padi Di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 41 11.Sebaran Jumlah Responden Petani Padi Varietas Ciherang

Menurut Status Kepemilikan Lahan di Kecamatan Pamijahan 2012 ... 41 12.Fungsi Tataniaga Masing-Masing Lembaga Tataniaga dalam

Saluran Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kec. Pamijahan Tahun 2012 ... 54 13.Struktur Pasar pada Masing-Masing Lembaga Tataniaga Padi

Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 57 14.Perilaku Pasar yang Dihadapi oleh Lembaga Tataniaga Padi

Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 63 15.Presentasi Total Biaya Tataniaga, Keuntungan dan Margin

Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 64 16.Farmer’s share pada Saluran Tataniaga Padi Varietas Ciherang di

Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 67 17.Rasio Keuntungan dan Biaya pada Masing-Masing Saluran

Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 68 18.Nilai Efisiensi Tataniaga Pada Masing-Masing Saluran Tataniaga


(17)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Komoditas Penyumbang Utama Inflasi Tahun 2010 ... 3

2. Kurva Marjin Pemasaran ... 24

3. Kerangka Pemikiran Operasional... 29

4. Saluran Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 42

5. Penjemuran Padi ... 43

6. Penggilingan Padi ... 47

7. Hasil Panen Padi ... 47

8. Lahan Usahatani Padi ... 50

9. Lokasi Pedagang Pengumpul ... 51

10.Kegiatan Petani Setelah Panen Padi ... 52

11.Kegiatan Petani Sebelum Penjemuran Padi ... 52


(18)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Rata-Rata Harga Gabah (Rp/Kg) Berdasarkan Setiap Provinsi

Pada Tahun 2008-2009 ... 77 2. Luas Lahan, Produktivitas, dan Produksi Padi Kabupaten Bogor

2010 ... 79 3. Data Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Provinsi di

Indonesia Tahun 2008 ... 80 4. Rata-Rata dan Hasil Produksi Padi Kecamatan Pamijahan ... 81 5. Rincian Biaya Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan

Pamijahan Tahun 2012 ... 82 6. Biaya, Margin, dan Keuntungan Tataniaga Padi Varietas

Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 83 7. Deskripsi Varietas Padi Ciherang ... 84 8. Kuesioner Tataniaga Padi Varietas Ciherang ... 85


(19)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Menurut peraturan pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Food and Agriculture Organization (FAO) bertujuan untuk menaikkan tingkat nutrisi dan taraf hidup, meningkatkan produksi, proses, pemasaran dan penyaluran produk pangan dan pertanian, mempromosikan pembangunan di pedesaan, dan melenyapkan kelaparan sehingga peran pemerintah-pemerintah setiap negara yang pengkonsumsi pangan pokok yaitu beras harus terlibat fokus dalam memenuhi kebutuhan.

Bahan pangan pokok secara umum mengandung karbohidrat karena berfungsi sebagai sumber energi. Di Indonesia, bahan pangan berkabohidrat seperti padi-padian dan umbi-umbian. Penduduk Indonesia dengan beragam suku dan budaya juga memiliki ciri khas tersendiri dalam mengkonsumsi makanan pokok, seperti jagung, sagu, dan beras. Makanan pokok mayoritas dari keseluruhan penduduk Indonesia adalah beras yang berasal dari olahan padi. Komoditi beras merupakan produk pangan dari hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat Indonesia sebagai kebutuhan jasmani yang mengandung karbohidrat untuk energi dalam melakukan aktivitas. Beras yang diolah menjadi nasi merupakan makanan sehari-hari masyarakat Indonesia mulai dari sarapan hingga makan malam secara umum mengandung bahan baku dari komoditi beras yang sudah menjadi kebiasaan harus dikonsumsi.

Total penduduk Indonesia pada tahun 2011 tercatat mencapai 241 juta jiwa dan pengkonsumsi beras tertinggi di dunia dengan rata-rata per orang mengkonsumsi 130-140 kg/tahun. Komoditas pangan untuk beras di Negara Indonesia adalah pengkonsumsi tertinggi dibandingkan Malaysia, RRC, Jepang, Amerika Serikat (AS), dan dunia yang hanya mengkonsumsi beras 30-50 persen terlebih lagi AS yang hanya mencapai delapan persen dibandingkan Indonesia.


(20)

2 Tabel 1 memperlihatkan perbandingan konsumsi beras antara Indonesia dengan beberapa negara.

Tabel 1. Konsumsi Per Kapita/Tahun Komoditass Pangan Beberapa Negara Tahun 2012

Komoditas Pangan

Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun)

Indonesia Malaysia RRC Jepang AS Dunia

Beras 139,5 76,52 76,8 56,63 8,26 52,96

Daging 4,9 48,99 53,45 46,13 122,79 40,09

Susu 11,48 36,89 28,7 76,45 253,8 84,93

Telur 9,6 12,24 17,41 19,59 14,29 8,57

Ikan 31,64 50,08 26,46 60,78 24,05 16,69

Sayur 54,3 45,21 279,89 106,18 127,61 119,53

Buah 30,2 57,4 64,42 58,2 110,96 69,09

Sumber : FAOSTAT, untuk data Indonesia diolah BPS, Kementan, dan KK dalam Investor Daily (2012)

Beras dapat dimasak menjadi nasi, ketupat, bubur, bahkan diinovasi menjadi berbagai makanan sebagai pengembangan bisnis komersial yang bertujuan mencapai keuntungan juga turut memenuhi permintaan masyarakat dalam mendapatkan konsumsi beras secara lebih praktis. Ketergantungan mengkonsumsi beras mulai dari kelas atas maupun bawah dan sugesti yang sudah melekat di benak masyarakat maka segala upaya mendapatkan kebutuhan komoditi beras sesuai kebutuhan menyebabkan berbagai perilaku masyarakat misalkan menuntut kenaikan upah jika terjadi kenaikan harga pada komoditi ini dengan tujuan agar tetap mencapai proporsi sesuai kebutuhan, maka harga komoditi-komoditi yang lain pun mengalami kenaikan. Pernyataan ini menunjukkan suatu tahap yang menyebabkan komoditi beras sebagai penyumbang utama inflasi karena sangat mempengaruhi harga komoditi-komoditi yang turut juga mengalami kenaikan. Persentase komoditi beras menduduki posisi utama penyumbang inflasi tercatat pada data tahun 2010 yaitu sebesar 1,29 persen dibandingkan dengan komoditas tarif listrik, cabai merah, emas perhiasan, bawang merah, nasi dengan lauk, cabai rawit, jasa perpanjangan STNK, rokok kretek filter, dan daging ayam ras.


(21)

(22)

4 Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pertanian telah mengeluarkan kebijakan prioritas Tahun 2009 yaitu menjamin ketersediaan pangan yang berasal dari produk dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani.1 Tujuan tersebut apabila tercapai maka Indonesia akan memiliki beras yang berdaya saing tinggi dengan stok yang mencukupi masyarakat. Hal ini akan mewujudkan bahwa produk beras lokal tidak kalah bersaing dengan beras impor dan volume permintaan beras impor pun secara berangsur-angsur diharapkan menurun.

Tabel 3. Realisasi Intensifikasi Luas Panen, Produksi, dan Hasil Pertanian/Pangan di Kecamatan Pamijahan Tahun 2011

No. Jenis Tanam

Luas Tanam

Luas Panen

Produktivitas (Ku/Ha)

Produksi (Ton)

1. Padi 8.031 7.668 64,62 496

2. Ubi Kayu 126 122 120 15,0

3. Ubi Jalar 153 152 120 18,0

4. Talas 109 110 100 11,0

5. Jagung 490 484 13 6,0

6. Kacang Tanah 108 105 60 6,3

7. Kacang Merah 33 32 50 1,6

8. Kacang Panjang 64 62 80 4,9

9. Buncis 74 74 80 5,9

10. Daun Bawang 117 117 50 5,9

11. Petsai/Sawi 74 72 50 3,6

12. Terung 65 66 120 7,9

13. Tomat 79 80 80 6,4

14. Ketimun 109 111 80 8,9

15. Cabai Besar 119 117 60 7,0

16. Cabai Rawit 73 71 60 4,3

Sumber : Herna Djumhana, S. Sos (Camat Pamijahan)

1Arah kebijakan pembangunan TPH dalam http://www.Diperta.jabarprov.go.id/ diakses pada 25 Juni 2009


(23)

5 Tabel 3 menunjukkan jenis tanam padi memiliki luas tanam 8.031, luas panen 7.668, produktivitas 6.462 Ku/Ha, dan produksi yang terbesar yaitu 496 ton dibandingkan dengan produksi jenis tanam ubi kayu 15 ton, ubi jalar 18 ton, talas 11 ton, jagung 6 ton, kacang tanah 6,3 ton, kacang merah 1,6 ton, kacang panjang 4,9 ton, buncis 5,9 ton, daun bawang 5,9 ton, petsai/sawi 3,6 ton, terung 7,9 ton, tomat 6,4 ton, ketimun 8,9 ton, cabai besar 7 ton, dan cabai rawit 4,3 ton sehingga tanaman padi dapat dikatakan sebagai sentra atau penghasil produksi hasil pertanian/pangan yang menyumbangkan potensi besar di Kecamatan Pamijahan.

Lampiran 2 memperlihatkan Kecamatan Pamijahan memiliki luas panen yang terluas dan produksi padi yang tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Kecamatan Pamijahan yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang terdiri dari lima belas desa, mayoritas penduduk di pedesaan ini berprofesi sebagai petani dikarenakan pendidikan yang rendah yang secara umum hanya memiliki keterampilan dan pengalaman di bidang pertanian juga didukung lahan di desa-desa masih banyak tersedia dibandingkan di kota-kota yang sudah mengalami perkembangan untuk kepentingan pemukiman maupun pembangunan industri-industri. Kesuburan lahan di Kecamatan Pamijahan masih dinyatakan kondisi mendukung produksi tanaman padi, sehingga wilayah ini sebagai potret yang penting dalam memperlihatkan dan menyumbangkan hasil produksi padi dengan mengingat perkembangan Kabupaten Bogor yang telah mengarah pengembangan pembangunan namun di Kecamatan Pamijahan lahan-lahan yang dimiliki para petani mulai dari 0,1 ha ditanami tanaman padi yang cukup berpotensi sebagai sentra penghasil padi. Hasil produksi padi perlu dibahas terus menerus sebagai pengetahuan terkini sekalipun risiko telah dapat diminimalisasi, tetapi jika saluran tataniaga tidak efektif dan efesian maka perlu pengkajian sebagai upaya evaluasi dalam memperbarui rantai tataniaga Hasil panen padi yang diproduksi oleh petani-petani Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai gambaran kajian yang penting dianalisis yang bertujuan mencakup kesimpulan pola tataniaga beras di negara Indonesia karena komoditi beras memiliki demand yang tinggi dan berkelanjutan sehingga perlu menjaga ketepatan penyaluran beras hingga ke pihak konsumen akhir dengan harga yang tidak memonopoli.


(24)

6 1.2 Perumusan Masalah

Penelitian Mardiyanto (2005) petani padi sudah dapat menjual hasil panen secara mandiri, namun kelembagaan tataniaga di tingkat petani masih belum banyak berfungsi sebagai lembaga tataniaga. Keberadaan gabungan kelompok petani maupun koperasi tani masih lebih banyak terfokus untuk menangani aspek budidaya dan belum berfungsi sebagai lembaga tataniaga karena keterbatasan kemampuan dalam mengolah maupun mengevaluasi manajemen tataniaga, sehingga pengkajian menganalisis tataniaga padi diperlukan dalam berupaya memperbaiki rantai tataniaga hasil produksi padi pada Kecamatan Pemijahan Kabupaten Bogor, Jawa barat.

Pada lampiran 1 memperlihatkan harga gabah per kilogram pada Tahun 2008-2011 santara Rp 3.000,- hingga Rp 4.000,- dan setelah menjadi beras yang diproses oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat menjadi Rp 7.500,- hingga Rp 9.000,- yang harus dibayar oleh petani-petani yang termasuk konsumen akhir untuk mendapatkan satu kg beras yang siap dimasak menjadi nasi, sehingga perlu dianalisis rantai tataniga komoditi padi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ketepatan penyampaian komoditi terhadap konsumen akhir yang dituju serta dievaluasi dengan memberikan pemecahan solusi sekaligus menganalisis peran keberadaan gapoktan telah mengalihkan para petani atau belum untuk tidak menjual kepada tengkulak yang mematok harga terkadang tidak sesuai dengan harga pasaran sehingga para petani tidak mendapatkan keuntungan yang optimal. Penelusuran rantai-rantai tataniaga dengan sample yang berdasarkan metode akan memperlihatkan beberapa rantai tataniaga padi mulai dari petani hingga ke konsumen akhir.

Analisis tataniaga komoditi padi merupakan suatu rangkaian tahap kelanjutan pemecahan permasalahan dari hasil penelitian-penelitian yang telah membahas komoditi padi mulai dari studi kelayakan bisnis, analisis risiko, perilaku konsumen, analisis penawaran dan permintaan, optimalisasi persediaan maupun peramalan bila kesimpulan dari hasil penelitian menyatakan mencapai tujuan maka perlu pembahasan tataniaga sebagai dasar pembuktian ketepatan produk sudah sampai ke pihak konsumen akhir atau belum karena inti utama


(25)

7 pelaku agribisnis dalam memproduksi produk adalah bertujuan hasil produk dapat tersalurkan secara efektif dan efisien namun meraup keuntungan yang optimal.

Petani-petani Indonesia secara umum masih berpola tradisional yaitu hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan (dikonsumsi) keluarga petani itu sendiri jika ada kelebihan baru dijual ke pasar, paradigma peralihan dari pola pikir tradisional ke tahap pola pikir modern atau komersial masih sangat sulit diterapkan sehingga taraf kesejahteraan secara merata juga sulit dicapai oleh penduduk di desa-desa. Daerah pedesaan di Kecamatan Pemijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat identik mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani dengan didukung ketersediaan lahan untuk bercocok tanam. Produktivitas per ha mencapai 5,6-6,1 ton per musim yang secara mayoritas padi yang ditanam bervarietas ciherang.

Paradigma petani tradisional ke tahap petani modern walau masih sulit diterapkan di daerah ini, akan tetapi dengan bantuan penyuluh dan diadakan gabungan kelompok petani (gapoktan) maka para petani diarahkan untuk komersial/menjual hasil produksi padi walau masih bertahap hanya sebagian dari hasil keseluruhan hasil panen, namun hasil produksi padi yang diolah menjadi beras untuk diproses menjadi nasi juga merupakan kebutuhan dasar sebagai makanan pokok para petani yang menanam komoditi tersebut.

Tabel 4. Rata-Rata Harga Eceran Beras di Pasar Tradisional di Kota-Kota Pulau Jawa Tahun 2008-2011 (Rupiah/Kg)

Kota

Tahun (rupiah/kg)

2008 2009 2010 2011

Jakarta 5.838,09 6.143,26 7.982,68 9.229,87 Bandung 5.599,00 5.779,26 6.888,16 7.492,38 Serang 5.020,62 5.087,39 5.868,78 6.119,33 Semarang 5.469,96 5.644,64 6.668,52 7.316,85 Yogyakarta 5.241,32 5.563,05 6.357,81 6.722,56 Surabaya 5.240,08 5.578,45 6.673,45 7.239,18 Sumber : Hasil Survei Harga Konsumen, BPS/Based on Consumer Price Survey,

BPS-Statistics Indonesia (diolah).

Tabel 4 memperlihatkan rata-rata harga eceran beras di pasar tradisional di kota-kota Pulau Jawa yang dapat dijadikan acuan dalam menghubungkan


(26)

8 pendekatan kisaran harga-harga beras yang terjadi di tempat penelitian yang berlokasi di Kecamatan Pamijahan-Bogor yang termasuk bagian Pulau Jawa.

Tataniaga merupakan pembahasan inti yang penting dibahas secara terus menerus terutama tataniaga yang dibahas ini komoditi beras yang berkaitan kebutuhan pokok orang banyak, sehingga perlu mengetahui rantai tataniaga padi sekalipun sudah terjamah oleh peneliti lain untuk menganalisis sudah mendekati sistem tataniaga yang tepat atau perlu pembenahan rantai tataniaga yang lebih tepat lagi. Beras adalah komoditi pangan yang utama harus disediakan secara skala besar dan jangka panjang sekaligus berkelanjutan sehingga cadangan komoditi beras pun harus siap sedia tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat harga. Penjelasan ini akan mendasari rumusan permasalahan yang akan dibahas untuk kepentingan penelitian yang berkaitan dengan analisis tataniaga padi yaitu :

1) Bagaimana saluran tataniaga padi dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ?

2) Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga yang terlibat ?

3) Bagaimana tingkat efesiensi saluran tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian analisis tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai potret kecil dalam menganalisis sistem tataniaga padi di daerah pedesaan di Indoensia berdasarkan perumusan masalah yang bertujuan : 1) Menganalisis saluran tataniaga serta fungsi-fungsi tataniaga komoditi padi di

Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

2) Mengidentifikasi struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga padi yang terlibat.

3) Menganalisis tingkat efesiensi tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.


(27)

9 1.4 Manfaat Penelitian

Tahap perumusan masalah dan pembahasan hingga mendapatkan kesimpulan diharapkan sebagai sumbang saran maupun ide dasar memperbarui sistem tataniaga beras di Indonesia, sehingga dapat dimanfaatkan oleh pihak : 1) Petani sebagai produsen utama dapat menjadi referensi dalam memutuskan

saluran tataniaga yang efektif dan efisien sehingga dapat melakukan kebijakan yang lebih tepat dalam menmyalurkan hasil produksi padi.

2) Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab menjaga kestabilan ketahanan pangan dan harga beras, sehingga lebih mengetahui identifikasi sistem tataniaga padi hingga menjadi komoditi beras yang terjadi di lapangan sehingga pemerintah harus lebih fokus dalam mengatur sistem tataniaga padi di Indonesia sekaligus menciptakan program-program yang turut mencapai sistem tataniaga yang efektif dan efisien yang bertujuan meratakan keuntungan.

3) Peneliti sebagai pihak yang dapat mempersentasikan kepada masyarakat sebagai konsumen komoditi beras dalam menjelaskan alasan yang menyebabkan harga komoditas beras cukup tinggi dengan menghubungkan kondisi yang terjadi di lapangan dengan keterkaitan sistem tataniaga padi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian fokus membahas analisis tataniaga padi varietas ciherang. Lembaga pemasaran yang menjadi responden adalah lembaga yang terlibat langsung dalam proses tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan dan lembaga-lembaga yang berkaitan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio biaya dan keuntungan untuk melihat tingkat efisiensi tataniaga padi varietas ciherang hasil produksi Kecamatan Pemijahan, Kabupaten Bogor. Menganalisis sistem tataniaga hasil produksi padi dengan menelusuri saluran distribusi sehingga dapat ditindak lanjut mengambil keputusan dalam program kebijakan mengevaluasi rantai-rantai tataniaga yang bertujuan efektif dan efesien.


(28)

10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Gambaran Umum Komoditi

Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban, meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, disebut sebagai padi liar. Padi berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 sebelum masehi. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia.

Komoditi beras berasal dari tumbuhan padi (bahasa latin : Oryza sativa L.), secara biologi. Beras adalah bagian biji yang terdiri dari aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit, endospermia, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada, dan embrio yang merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Kandungan Beras : sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85 persen). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat : amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang dan amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket. Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20 persen yang membuat butiran nasi terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras.

2.1.1 Deskripsi Umum Tanaman Padi

Padi merupakan tanaman pertanian yang penting bagi Indonesia, terutama bagi petani merupakan penghasilan yang utama. Menurut para ahli di Indonesia terdapat beberapa jenis padi liar terutama terdapat di Sumatera, Jawa, dan Kangean. Padi tipe-tipe liar yang ada di Indonesia sering disebut tipe Javanica karena berbeda dari tipe Indica maupun tipe Japonica.


(29)

11 Menurut Siregar (1987), tumbuhan padi termasuk dalam golongan tumbuhan Graminae yang memiliki ciri khas khusus berupa batang yang tersusun dari beberapa ruas. Varietas tanaman padi terdapat ribuan yang satu sama lain memiliki ciri-ciri khas sehingga tidak ada dua jenis varietas padi yang memiliki bentuk tubuh (morphologic) yang sama dengan satu yang lain tetapi apabila ditinjau satu jenis varietas dengan jenis varietas lain memiliki persamaan sifat umum yang dapat digolongkan menjadi :

1) Golongan Indica

Jenis tanaman padi golongan Indica secara umum terdapat di negara-negara yang termasuk daerah tropis yang biasa tumbuh di daerah beriklim panas. Di Indonesia jenis ini biasa disebut varietas cere atau cempo.

2) Golongan Yaponica/Sub-Yaponica/Indo-Yaponica

Tumbuh di negara-negara di luar daerah tropis atau beriklim dingin, di Indonesia biasa disebut varietas bulu atau gundil.

Tahun 1986 Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Tanaman Pangan melalui Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) terus berupaya merakit varietas unggul baru dengan sifat-sifat yang lebih baik. Departemen Pertanian

hingga saat ini telah melepas lebih dari 175 varietas unggul padi yang sebagian

besar dihasilkan oleh Puslitbang Tanaman Pangan. Data survei pada MT 2002/03 di 12 propinsi penghasil padi membuktikan sekitar 90 persen dari 9,2 juta ha lahan sawah telah ditanami varietas unggul baru. Dari sekitar 80 varietas padi yang telah berkembang di petani, IR64, Way Apoburu, Ciliwung, Memberamo, dan Ciherang lebih disukai, masing-masing dengan luas tanam 4,20 juta ha, 0,80 juta ha, 0,62 juta ha, 0,43 juta ha, dan 0,41 juta ha. Di Jawa Barat, luas areal tanam varietas

Ciherang pada MT 2002/03 menduduki urutan kedua setelah IR64,

masing-masing 18 persen dan 33 persen dari total areal pertanaman padi di sentra produksi nasional ini. Lain halnya di Kabupaten Purwakarta, Subang, dan Indramayu Jawa Barat, varietas Ciherang menduduki posisi pertama dengan luas tanam 36-40 persen, sedangkan luas tanam IR64 hanya 14- 28 persen dari total areal pertanaman padi di ketiga kabupaten tersebut. Pada MT 2004, areal tanam varietas Ciherang terus meluas. Data survei di 20 propinsi penghasil padi (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung,


(30)

12 Banten, Jawa Barat Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur) menunjukkan varietas Ciherang telah menempati posisi kedua dengan luas tanam 16,7 persen dari total areal pertanaman padi. Posisi pertama masih ditempati oleh IR64 dengan luas tanam 33,2 persen.

Data survei pada MT 2005 menurut Badan Litbang Pertanian menunjukkan varietas Ciherang makin unggul di Jawa Barat dengan luas tanam 0,73 juta ha, atau 33 persen lebih luas dari areal tanam IR64. Di Jawa Tengah, luas tanam Ciherang masih di bawah IR64, masing-masing 0,35 juta ha dan 0,95 juta ha. Di Jawa Timur, areal tanam Ciherang juga lebih luas dari IR64, masing-masing 0,65 juta ha dan 0,45 juta ha. Varietas unggul lainnya yang cukup populer di ketiga propinsi penghasil utama beras ini adalah Widas, Way Apoburu, Cisadane, Memberamo, dan Cibogo. Di antara varietas unggul yang telah berkembang di petani, IR64 paling lama bertahan karena hasil dan mutu berasnya tinggi. Sebenarnya, Ciherang adalah hasil persilangan antara varietas IR64 dengan varietas lain. Sebagian sifat IR64 juga dimiliki oleh Ciherang, termasuk hasil dan mutu berasnya yang tinggi. Varietas Ciherang makin mendominasi areal pertanaman padi di Indonesia diitinjau dari perkembangan areal tanamnya, Ciherang yang dilepas pada tahun 2000 ini tampaknya akan terus meluas pengembangannya.

2.1.2 Deskripsi Umum Beras

Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia (2012) padi dipanen, bulir padi atau gabah dipisahkan dari jerami padi. Pemisahan dilakukan dengan memukulkan seikat padi sehingga gabah terlepas atau dengan bantuan mesin pemisah gabah. Gabah yang terlepas lalu dikumpulkan dan dijemur. "Gabah Kering Giling" (GKG) mengacu pada gabah yang telah dikeringkan dan siap untuk digiling. Gabah merupakan bentuk penjualan produk padi untuk keperluan ekspor atau perdagangan partai besar. Gabah yang telah kering disimpan atau langsung ditumbuk/digiling, sehingga beras terpisah dari sekam (kulit gabah). Beras


(31)

13 merupakan bentuk olahan yang dijual pada tingkat konsumen. Hasil sampingan yang diperoleh dari pemisahan ini adalah :

1) Sekam (atau merang), yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.

2) Bekatul, yakni serbuk kulit ari beras; digunakan sebagai bahan makanan ternak. 3) Dedak, campuran bekatul kasar dengan serpihan sekam yang kecil-kecil untuk

makanan ternak.

Nasi adalah beras (atau kadang-kadang serealia lain) yang telah direbus (dan ditanak). Proses perebusan beras dikenal juga sebagai tim. Penanakan diperlukan untuk membangkitkan aroma nasi dan membuatnya lebih lunak tetapi tetap terjaga konsistensi. Pembuatan nasi dengan air berlebih dalam proses perebusannya akan menghasilkan bubur. Warna nasi yang telah masak (tanak) berbeda-beda tergantung dari jenis beras yang digunakan. Warna nasi adalah putih bila beras yang digunakan berwarna putih. Beras merah atau beras hitam akan menghasilkan warna nasi yang serupa dengan warna beras. Kandungan amilosa yang rendah pada pati beras akan menghasilkan nasi yang cenderung lebih transparan dan lengket. Ketan yang patinya hanya mengandung sedikit amilosa dan hampir semuanya berupa amilopektin, memiliki sifat semacam itu. Beras Jepang (japonica) untuk sushi mengandung kadar amilosa sekitar 12-15 persen sehingga lebih lengket daripada nasi yang dikonsumsi di Asia Tropika, yang kadar amilosa sekitar 20 persen. Beras dengan kadar amilosa lebih dari 24 persen akan menghasilkan nasi yang pera (tidak lekat, keras, dan mudah terpisah-pisah). Keanekaragaman tipe beras/nasi :

1) Padi Pera adalah padi dengan kadar amilosa pada pati lebih dari 20 persen pada berasnya. Butiran nasinya jika ditanak tidak saling melekat. Lawan dari padi pera adalah padi pulen. Sebagian besar orang Indonesia menyukai nasi jenis ini dan berbagai jenis beras yang dijual di pasar Indonesia tergolong padi pulen. Penggolongan ini terutama dilihat dari konsistensi nasi.

2) Ketan (sticky rice), baik yang putih maupun merah/hitam, sudah dikenal sejak dulu. Padi ketan memiliki kadar amilosa di bawah satu persen pada pati berasnya. Pati didominasi oleh amilopektin, sehingga jika ditanak sangat lekat. 3) Padi Wangi (aromatic rice) dikembangkan orang di beberapa tempat di Asia,


(32)

14 2.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Tataniaga

Hasil kesimpulan penelitian-penelitian yang terdahulu sebagai dasar untuk melakukan penelitian di masa sekarang dengan mengkorelasikan keterkaitan penelitian terdahulu terhadap penelitian yang akan dibahas. Penelitian ini berjudul “Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat” maka untuk mengetahui tingkat kepentingan penelitian ini diyakinkan oleh penelitian Hatta Madia Kusumah (2011) yang mengangkat judul penelitian Analisis Tataniaga Beras di Indonesia (Kasus : Jawa Barat dan Sulawesi Selatan) sehingga sistem tataniaga beras di Indonesia pada kesimpulan dapat dianalisis untuk menuju sistem tataniaga beras yang efektif dan efisien walaupun di lingkup Jawa Barat dan Sulewesi Selatan yang termasuk sebagian wilayah Indonesia yang otomatis hasil penelitian membantu para pelaku mengevalusi sistem tataniaga sehingga memperoleh keuntungan yang merata.

Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul Nasional (Kasus : Varietas pada Gapoktan Tani Bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor) yang merupakan judul penelitian yang dibahas oleh Juniasti Zalukhu pada tahun 2009 yang telah menggunakan teknologi System of Rice Intensification (SRI) namun pada Kecamatan Pamijahan masih tahap semi SRI atau trend yang dikembangkan yaitu petani tanaman terpadu melalui sekolah lapang terpadu yang dipantau oleh Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) sebagai kelembagaan petani yang memberi konsultasi, informasi, tempat berkumpul penyuluh, dan memberikan pengaplikasian teknologi yang berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM), sehingga sistem tataniaga padi pada penelitian Juniasti Zalukhu dengan penelitian ini mungkin akan ditemukan perbedaan saluran-saluran tataniaga padi yang dapat dikarenakan hasil panen padi dipengaruhi juga oleh perbedaan antara penggunaan teknologi SRI dan semi SRI. Penelitian di Kecamatan Pamijahan pada tahun 2012 ini menunjukkan bahwa penelitian terdahulu kurang cukup menganalisis secara luas di daerah tersebut dan hasil penelitian yang berkesimpulan memberikan rekomendasi dalam memperbarui usahatani dan tataniaga padi tidak terealisasi dalam mentransferkan pada para petani di daerah tersebut sehingga kasus sistem tataniaga yang belum efektif dan efisien masih terjadi. Informasi yang terbaru mengenai sistem


(33)

15 tataniaga di Kecamatan Pamijahan yang menghasilkan produksi padi terutama yang bersumber dari desa Gunung Sari, Ciasiahan, dan Ciasmara akan memberikan potret kecil untuk Negara Indonesia kondisi sistem tataniaga yang sedang terjadi sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakan dalam program memperbaiki tataniaga padi yang merupakan komoditi pangan yang paling utama sebagai kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, namun tujuan paling khusus mensejahterakan petani secara merata.

Hubungan Persepsi Calo Beras Terhadap Peranannya dengan Fungsinya dalam Tataniaga Beras di Pasar Induk Cipinang (Rinaldi, 2002), penelitian yang dilakukan Rinaldi pada sepuluh tahun yang lalu menunjukkan pembahasan sistem tataniaga beras merupakan kajian yang harus dibahas terus menerus karena hasil kesimpulan penelitian ini dengan menggunakan uji korelasi spearman dengan hipotesa hubungan antara persepsi calo beras terhadap peranan pada fungsi-fungsi dan karakteristik personal calo berpengaruh terhadap peranan sistem tataniaga beras. Kesimpulan Rinaldi (2002) terjawab fakta ada ketidakkonsistenan para pelaku pemasaran komoditi beras sehingga perlu ada tindakan yang relevan maka dapat dikaitkan untuk penelitian sekarang dalam memperhatikan dan menganalisis secara tahap demi tahap peranan pelaku-pelaku pemasaran tataniaga sudah berdasarkan teori dan peraturan atau masih terdapat kekacauan dalam sistem tataniaga padi yang menjadikan para petani cenderung mengalami keuntungan yang sangat jauh dari keseimbangan yang diperoleh oleh setiap lembaga tataniaga. Ridwan (2008) yang menganalisis usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik menunjukkan bahwa sistem usahatani padi ramah lingkungan yang dilakukan di Kelurahan Situgede memiliki produktivitas lebih rendah daripada produktivitas padi anorganik. Usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik sama-sama menguntungkan. Berdasarkan analisis R/C rasio untuk usahatani padi ramah lingkungan diperoleh bahwa biaya tunai sebesar 2,392 untuk pemilik petani. Petani pemilik usahatani padi anorganik hanya sebesar 2,275 yang menunjukkan dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani pemilik usahatani padi ramah lingkungan dapat menghasilkan keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan petani pemilik usahatani padi anorganik sehingga usahatani padi ramah lingkungan lebih layak sebagai pola yang harus diterapkan pada usahatani


(34)

petani-16 petani Kecamatan Pamijahan yang baru akan menerapkan semi organik atau ramah lingkungan yang bertujuan meningkatkan keuntungan.

Gandhi (2008) menganalisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang dihasilkan oleh petani pemilik jumlah pendapatan lebih besar dibandingkan dengan petani penggarap. Hal tersebut dapat dilihat dari besar R/C rasio atas biaya tunai maupun biaya total petani pemilik (2,42 dan 1,19) dari petani penggarap (1,07 dan 1,08). Berdasarkan analisis pendapatan, penerimaan dan R/C rasio atas biaya tunai dan atas biaya total, usahatani yang dilakukan oleh kedua jenis yaitu petani pemilik penggarap dan penggarap masih menguntungkan karena R/C rasio lebih besar dari satu. Hasil analisis tataniaga yang dilakukan adalah (1) saluran tataniaga yang terbentuk dialokasi penelitian adalah saluran tataniaga beras pandan wangi murni dan beras pandan wangi campuran. Jumlah saluran tataniaga beras pandan wangi campuran (10 saluran) lebih banyak dibandingkan dengan yang murni (6 saluran). Analisis margin tataniaga, biaya dan keuntungan tidak dilakukan pada saluran-saluran yang menjual beras pandan wangi campuran. Lembaga-lembaga yang terkait dalam penyaluran beras dari tingkat petani hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan luar daerah, pasar swalayan dan pedagang pengecer daerah dan daerah luar. Sebaran nilai margin tataniaga beras pandan wangi murni jenis super dan kepala adalah 46,48 hingga 58,04 persen. Besar biaya dan keuntungan untuk beras jenis super adalah 13,12 dan 43,41 persen. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah komoditi yang diteliti dan lokasi penelitian. Penelitian analisis tataniaga beras ini juga menggunakan alat analisis kualitatif dan analisis kuantitatif sehingga pembuktian teori terhadap fakta yang terjadi dapat semakin dikaji dalam menghubungkan penelitian yang lalu dan sekarang.


(35)

17

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Fungsi kerangka pemikiran dalam penelitian adalah untuk menguraikan nalar dari peneliti dalam upaya menjawab tujuan penelitian secara deduktif. Kerangka pemikiran dari sumber bacaan baik dari buku teks, jurnal, dan logika peneliti yang telah terbangun dari pengalaman penelitian yang terdahulu sehingga kualifikasi peneliti harus relevan dengan topik penelitian. Penelitian analisis tataniaga padi ini memerlukan konsep kerangka pemikiran teoritis maupun pemikiran operasional sebagai pelengkap kajian untuk pembahasan penelitian yang bertujuan menarik kesimpulan.

3.1.1 Sistem Tataniaga

Definisi tataniaga adalah serangkaian fungsi yang diperlukan dalam penanganan atau pergerakan input ataupun produk mulai dari titik produksi primer sampai ke konsumen akhir (Hammond dan Dahl, 1977). Limbong dan Sitorus (1987) menyatakan bahwa tataniaga mencakup segala aktivitas yang diperlukan dalam pemindahan hak milik yang menyelenggarakan saluran fisiknya termasuk jasa-jasa dan fungsi-fungsi dalam menjalankan distribusi barang dari produsen sampai ke konsumen termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan-perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yanng lebih tinggi kepada konsumen sehingga tataniaga dapat didefinisikan sebagai fungsi yang digunakan untuk menggerakan produk jadi dari produsen hingga konsumen akhir. Sistem tataniaga merupakan keterkaitan antara sub-sub sistem dalam aliran tataniaga tersebut,mulai dari aliran produk atau jasa yang melibatkan semua perusahaan, industri dengan berbagai aktifitas bisnis (fungsi-fungsi tataniaga) yang sasarannya kepuasan konsumen (Asmarantaka, 2009).

Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa tataniaga adalah seluruh aktivitas bisnis yang terlibat dalam arus produk dan pelayanan dari titik awal produk tersebut dihasilkan hingga produk tersebut sampai ke tangan konsumen juga menyatakan bahwa untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan sebagai berikut :


(36)

18

a) Pendekatan fungsi (Functional approach), ,menganalisis sistem tataniaga dengan menitikberatkan yang dilakukan dalam mengantarkan produk pertanian dari produsen hingga ke pihak konsumen.

b) Pendekatan kelembagaan (Instutional approach), pendekatan yang memfokuskan kajian pada orang maupun organisasi bisnis yang terlibat dalam proses tataniaga produk pertanian.

c) Pendekatan perilaku (Behavioral-system approach), pendekatan yang menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga seperti perubahan dan perilaku lembaga tataniaga.

3.1.2 Saluran dan Lembaga Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) saluran tataniaga dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan atau perorangan atau serangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang mengambil alih hak atas barang dan jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Penyaluran produk yang dihasilkan oleh produsen tidak dapat dilakukan oleh produsen itu sendiri dikarenakan jarak antara produsen dengan konsumen berjauhan, maka fungsi lembaga tataniaga sangat diharapkan untuk menggerakkan produk dari produsen hingga ke konsumen. Perantara ini bisa dalam bentuk perseorangan, perserikatan ataupun perseroan.

Penggolongan lembaga tataniaga didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta berdasarkan bentuk usaha. Penggolongan lembaga berdasarkan fungsi yang dilakukan, yaitu : (1) Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer dan grosir; (2) Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik, seperti badan pengangkutan/transportasi, pengolahan, dan penyimpanan; dan (3) Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga, seperti informasi pasar dan kredit desa. Lembaga ini dapat berupa Koperasi Unit Desa (KUD) atau Bank Unit Desa. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang, yaitu : (1) Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan, seperti pedagang pengecer, grosir, pengumpul, dan tengkulak; (2) Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang


(37)

19 dipasarkan, seperti agen, makelar, dan lembaga pelanggan; (3) Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti lembaga pengangkutan, pengolahan, dan perkreditan. Fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas ini akan dilakukan oleh lembaga-lembaga perantara tersebut. Lembaga tataniaga ini harus tepat waktu dalam penyaluran barang dan jasa terutama produk pertanian karena sifat dari produk tersebut adalah mudah rusak, volume yang besar dan cepat busuk sehingga dibutuhkan penanganan khusus terhadap produk tersebut.

Limbong dan Sitorus (1987) menyebutkan beberapa faktor penting yang menjadi dipertimbangkan produsen ketika memilih pola penyaluran, yaitu :

1) Pertimbangan pasar meliputi siapa yang menjadi konsumen produk (rumah tangga atau industri), berapa besar pembeli potensial, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa besar jumlah pesanan, bagaimana kebiasaan konsumen dalam melakukan pembelian.

2) Pertimbangan barang meliputi beberapa besar nilai per unit barang tersebut, berapa besar dan berat barang, apakah mudah sobek atau tidak, bagaimana sifat teknis dari barang tersebut, apakah berupa barang standar atau pesanan, dan bagaimana luas produk lain perusahaan yang mempengaruhi.

3) Pertimbangan dari segi perusahaan meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan oleh penjual.

4) Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi pelayanan yang dapat diberikan lembaga perantara, kegunaan perantara, sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen serta volume penjualan dan pertimbangan biaya.

Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses menjadikan produk atau jasa siap digunakan untuk dikonsumsi (Kotler, 2002). Menurut Kohl dan Uhl (2002) lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses tataniaga digolongkan menjadi lima kelompok diantaranya : 1) Pedagang perantara (merchant middlemen) adalah perantara yang memiliki hak

dan menguasai produk yang mereka tangani. Mereka membeli dan menjual produk tersebut untuk mendapatkan keuntungan sendiri.


(38)

20 2) Agen perantara (agent middlemen) adalah perwakilan dari institusi atau lembaga mereka tidak memiliki kekuasaan atas produk tersebut. Agen perantara mendapatkan keuntungan komisi dari penanganan atas produk yang dikehendaki oleh lembaga atau institusi. Agen perantara meliputi pencari komisi (commission men) dan broker.

3) Spekulator (speculative middlemen) adalah perantara yang melakukan pembelian dan penjualan atas produk dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari pergerakan harga.

4) Pengolahan dan pabrikan (processors and manufacture) adalah lembaga yang menangani produk dan merubah bentuk produk yaitu bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau produk akhir.

5) Organisasi (facilitative organizations) adalah lembaga yang membantu agar aktivitas berjalan dengan lancar.

3.1.3 Fungsi-Fungsi Tataniaga

Fungsi-fungsi tataniaga Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen diperlukan tindakan-tindakan untuk memperlancar kegiatan tersebut dinamakan fungsi tataniaga. Konsep fungsi tataniaga memiliki peranan dalam Agribisnis yaitu : (1) penghubung gap antara kebutuhan produsen dan konsumen; (2) Membantu produsen memahami lebih baik kebutuhan konsumen sehingga produsen dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan tepat; dan (3) Membantu produsen memutuskan apa yang diproduksi dan kapan harus diproduksi.2

Menurut Kohl dan Uhl (2002) fungsi-fungsi tataniaga dikelompokan menjadi tiga fungsi utama sebagai berikut :

1) Fungsi pertukaran (exchange function) adalah kegiatan yang berhubungan dengan pemindahan kepemilikan barang dan jasa yang dipasarkan mulai dari produsen kepada konsumen. Fungsi pertukaran meliputi fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian dimulai dengan pencarian pemasok kemudian mengubah bahan baku menjadi produk jadi yang akan dijual kepada konsumen untuk memenuhi permintaan akhir konsumen.

2

Seperich GJ, et.al.1994. Introduction to Agribusiness Marketing. New Jersey : Prentice-Hal, inc. Hlm 18


(39)

21 Fungsi penjualan merupakan kegiatan yang meliputi pencarian tempat, waktu, pengemasan, saluran tataniaga yang tepat untuk melakukan penjualan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen.

2) Fungsi fisik (physical function) adalah semua tindakan yang berhubungan dengan barang dan jasa sehingga proses tersebut menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Fungsi fisik terdiri dari : (1) fungsi penyimpanan, merupakan kegiatan untuk membuat produk selalu tersedia pada waktu yang dibutuhkan; (2) fungsi pengangkutan, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen menurut waktu, jumlah dan mutu; (3) fungsi pengolahan, merupakan kegiatan untuk meningkatkan nilai tambah pada barang dan jasa dengan cara mengolah bahan baku menjadi komoditi yang dibutuhkan oleh konsumen.

3) Fungsi fasilitas (facilitating function) adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran barang dan jasa antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi : (1) fungsi standarisasi merupakan suatu keseragaman dalam penentuan kualitas dan kuantitas produk yang akan diproduksi, sedangkan grading adalah pengelompokkan atau pengklasifikasian hasil-hasil produk menurut standarisasi yang diinginkan; (2) fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk berbagai keperluan produksi dan tataniaga; (3) fungsi penanggungan risiko adalah penerimaan kemungkinan kehilangan selama proses tataniaga produk akibat dari risiko fisik maupun risiko pasar; (4) fungsi informasi pasar merupakan kegiatan mengumpulkan informasi pasar dan menafsirkan informasi tersebut.

3.1.4 Struktur Pasar

Struktur pasar adalah karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar yang akan memperngaruhi perilaku pasar dan keragaan pasar. Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategis mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar (Asmarantaka, 2009). Struktur pasar (market structure) dapat dijelaskan sebagai


(40)

22 suatu kerangka pasar yang menunjukan bagaimana suatu sistem pasar diorganisasikan. Kohl dan Dahl (2002) mengelompokkan pasar ke dalam empat struktur pasar yang berbeda, yaitu (1) pasar persaingan sempurna (perfect competition), (2) pasar monopoli atau monopsoni (monopoly/monopsony), (3) pasar oligopoli atau oligopsoni (oligopoly/oligopsony), (4) pasar persaingan monopolistik (monopolistic competition), berikut penjelasan empat pasar yang dimaksud :

1) Struktur pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana terdapat banyak pembeli dan penjual yang memperdagangkan komoditi dimana output yang dihasilkan merupakan sebagian kecil dari total komoditi di pasar oleh karena itu komoditi memiliki sifat homogen sehingga pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga di pasar. Tidak ada hambatan untuk memasuki dan keluar pasar baik hambatan dari teknologi, hukum, dan keuangan. Pengetahuan yang dimiliki oleh pembeli dan penjual relatif sempurna dan lengkap.

2) Struktur pasar monopoli adalah keadaan pasar dimana hanya terdapat satu penjual atau satu pembeli. Seorang monopoli dapat menentukan harga dari output yang dihasilkan karena kurva permintaan dari perusahaan sama dengan kurva permintaan dari pasar selain itu penjual juga bebas untuk menentukan tingkatan output yang dihasilkan untuk memaksimalkan keuntungan. Penjual juga memiliki keterbatasan dalam menentukan harga jual dari produk mereka. Dilihat dari sisi permintaan jika harga yang ditetapkan terlalu tinggi maka konsumen akan mencari produk subtitusi. Dilihat dari sisi produksi jika profit yang didapat terlalu tinggi maka perusahaan lain akan mencoba masuk ke dalam pasar. Perusahaan monopoli mempunyai penguasaan terhadap bahan baku dan hak paten yang diberikan karena skala ekonomi yang besar dan tindakan pemerintah.

3) Struktur pasar oligopoli adalah kondisi pasar didominasi oleh beberapa perusahaan besar dalam suatu wilayah. Harga pasar berada di tangan beberapa perusahaan besar dan perusahaan–perusahaan kecil hanya mengikuti perubahan yang terjadi. Perusahaan besar dapat mempengaruhi harga melalui keputusan output yang dihasilkan oleh mereka. Setiap perusahaan yang berada dalam


(41)

23 pasar tersebut dalam menetapkan jumlah produksi dan harga harus mempertimbangkan dampak kepada harga pasar dan reaksi pesaing.

4) Struktur pasar persaingan monopolistik adalah keadaan pasar yang berada diantara pasar persaingan sempurna dan oligopoli. Setiap perusahaan berusaha membuat produk atau layanan yang unik dan berbeda dari perusahaan lain. Penjual mengajukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli dan dengan bebas menggunakan merek, periklanan dan personal selling.

3.1.5 Perilaku Pasar

Perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli utnuk mencapai tujuannya masing-masing (Asmarantaka, 2009). Menurut Dahl dan Hammond (1977) perilaku pasar merupakan pola atau tingkah laku lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga.

Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa ada empat hal yang perlu yang diperhatikan dalam menggambarkan perilaku pasar, yaitu (1) Input-output system, digunakan untuk menerangkan bagaimana perusahaan mengembangkan input yang dimiliki untuk menghasilkan output bagi perusahaan; (2) Power system, menjelaskan bahwa perusahaan mengembangkan kualitas, pemimpin pasar, dan memiliki pertumbuhan yang cepat sehingga dapat menentukan harga; (3) Communications system, menjelaskan bagaimana mendirikan saluran informasi yang efektif; (4) System for adapting to internal and exsternal change, menerangkan bagaimana perusahaan beradaptasi dalam suatu sistem tataniaga dan dapat bertahan di pasar.

3.1.6 Konsep Efisiensi Tataniaga

Menurut Cramer dan Jensen (1991) efisiensi harga merupakan akurasi dan kecepatan dalam penetapan harga produk yang secara tepat menggambarkan permintaan konsumen yang ditransmisikan melalui saluran tataniaga untuk meningkatkan efisiensi harga dengan meningkatkan informasi pasar dan persaingan. Menurut Dahl dan Hammond (1977) efisiensi teknis atau operasional


(42)

24 merujuk pada kondisi biaya minimum yang dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar tataniaga yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan dan pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik, serta fasilitas. Menurut Kohl dan Uhl (2002) cara meningkatkan efisiensi operasional adalah penerapan teknologi baru termasuk substitusi modal kerja. Pendekatan efisiensi harga melalui tingkat keterpaduan pasar, sedangkan pendekatan efisiensi operasional melalui analisis terhadap biaya/marjin tataniaga, farmer’s share, rasio biaya dan keuntungan tataniaga.

3.1.6.1 Konsep Biaya dan Marjin Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) harga semua barang serta penambahan aktivitas dan fungsi keragaan dari tataniaga perusahaan. Harga tersebut termasuk biaya tataniaga juga keuntungan tataniaga perusahaan. Marjin tataniaga juga merupakan perbedaan harga dari tingkat produsen dengan harga di tingkat lembaga pertama, atau perbedaan harga yang terjadi antara lembaga yang satu dengan lembaga tataniaga berikut dalam saluran tataniaga komoditi yang sama. Marjin tataniaga adalah perbedaan antara apa yang konsumen bayar untuk suatu barang dan jasa dan apa yang petani/produsen terima.

Gambar 2. Kurva Marjin Pemasaran

Sumber : Hammond dan Dahl, 1977 Keterangan :

Sd : Derived supply (kurva penawaran turunan sama dengan penawaran produk di tingkat pedagang)


(43)

25 Sp : Primary suppy (kurva penawaran primer atau penawaran produk di tingkat

petani)

Dd : Derived demand (kurva permintaan turunan atau permintaan pedagang) Dp : Primary demand (kurva permintaan primer atau kurva permintaan di tingkat

konsumen akhir)

Pr : Harga di tingkat pedagang pengecer Pf : Harga di tingkat petani

Q*: Jumlah produk di tingkat petani dan pedagang pengecer.

Gambar 2, menunjukkan marjin tataniaga adalah perbedaan harga di tingkat pedagang dan petani (Pr-Pf). Nilai marjin tataniaga (value of marketing marjin) merupakan perbedaan harga di tingkat pedagang dan petani kemudian dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Nilai tersebut terdiri dari marketing cost dan marketing charge. Pendekatan marjin tataniaga dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu return to factor dan return to institution. Return to factor adalah penerimaan terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses tataniaga seperti wages, interest, rent, dan profit. Return to institution adalah pengembalian (return) terhadap jasa atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan setiap lembaga dalam proses tataniaga (Hammond dan Dahl, 1977).

Terkadang tinggi atau rendahnya marjin tataniaga menjadi salah satu tolak ukur apakah kegiatan tataniaga tersebut sudah efisien atau belum. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) tinggi atau rendahnya marjin tataniaga tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan tataniaga. Tingginya marjin tataniaga dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan tataniaga antara lain : ketersediaan fasilitas fisik tataniaga meliputi pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, dan risiko kerusakan. Nilai marjin tataniaga merupakan hasil kali dari perbedaaan harga di tingkat pedagang dan harga di tingkat petani dengan jumlah yang diperdagangkan.

Nilai dari perbedaan nilai marjin antara harga di tingkat pedagang dan di tingkat petani diukur berdasarkan komoditi per unit. Marjin tataniaga terdiri dari dua komponen yaitu biaya dan keuntungan tataniaga. Biaya tataniaga adalah semua jumlah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam


(44)

26 tataniaga suatu komoditi mulai dari produsen hingga ke konsumen. Rumus yang dapat ditulis : Mi = Pri - Pfi

Keterangan :

Mi : Marjin tataniaga pada lembaga ke-i

Pri : Harga di tingkat pedagang pada lembaga ke-i Pfi : Harga di tingkat petani pada lembaga ke-i

3.1.6.2 Konsep Farmer’s Share pada Tataniaga

Farmer’s Share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dapat dilihat dari sisi pendapatan petani. Saluran tataniaga yang tidak efisien akan menyebabkan marjin/biaya tataniaga yang lebih besar. Marjin/biaya tataniaga ini kecenderungan dibebankan kepada petani dan konsumen melalui penetapan harga di tingkat petani (Pf) yang rendah dan harga di tingkat konsumen (Pr) yang tinggi. Perbedaan harga di tingkat petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen yang besar akan menurunkan nilai farmer’s share. Saluran tataniaga yang efektif dan efisien, marjin/biaya tataniaga menjadi lebih rendah sehingga perbedaan harga di tingkat petani dengan konsumen lebih kecil maka akan menyebabkan nilai farmer’s share meningkat.

Nilai farmer’s share ditentukan oleh besar rasio harga yang diterima produsen (Pf) dan harga yang dibayarkan konsumen (Pr), secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : Fs = (Pf/Pr) x 100%

Keterangan : Fs : Farmer’s share

Pf : Harga ditingkat petani Pr : Harga ditingkat konsumen

Farmer’s share adalah selisih antara harga retail dan marjin tataniaga. Hal ini digunakan untuk mengetahui porsi harga di tingkat konsumen yang dinikmati oleh petani (Kohl dan Uhl, 2002). Besarnya farmer’s share dipengaruhi oleh (1) tingkat pemrosesan; (2) biaya transportasi; (3) keawetan produk; dan (4) jumlah produk. Farmer’s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem tataniaga, tetapi farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa suatu sistem tataniaga berjalan secara efisien. Hal ini


(45)

27 berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan dalam suatu produk (value added) yang dilakukan oleh lembaga perantara untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor penting yang perlu diperhatikan adalah total penerimaan yang didapatkan oleh produsen dari hasil penjualan produk yang mereka hasilkan. Farmer’s share merupakan suatu alat analisis untuk menentukan efisiensi tataniaga suatu komoditi selain marjin tataniaga dan analisis keuntungan atas biaya yang menunjukan bagian yang diterima oleh petani.

3.1.6.3 Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya pada Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) rasio keuntungan terhadap biaya dapat digunakan untuk melihat efisiensi suatu sistem tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian, semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka secara teknis (operasional) sistem tataniaga akan semakin efisien.

Besar rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rasio keuntungan dan biaya = Li/Ci Keterangan :

Li : Keuntungan Lembaga tataniaga ke-i Ci : Biaya tataniaga

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Paradigma petani tradisional ke tahap petani modern masih sulit dikembangkan di daerah-daerah pedesaan karena hasil produksi padi yang diolah menjadi beras untuk diproses menjadi nasi juga merupakan kebutuhan dasar sebagai makanan pokok para petani yang menanam komoditi tersebut. Beras yang diolah menjadi nasi merupakan makanan sehari-hari masyarakat Indonesia mulai dari sarapan hingga makan malam secara umum mengandung bahan baku dari komoditi beras yang sudah menjadi kebiasaan harus dikonsumsi. Beras adalah komoditi pangan yang utama harus disediakan secara skala besar dan jangka


(1)

81 Lampiran 4. Rata-Rata dan Hasil Produksi Padi Kecamatan Pamijahan

Desa

Tahun 2011/2012

(Rata-Rata 1-2 kali Tanam/Tahun) Luas Tanam

(Ha)

Rata-Rata (Ton/Ha)

Produktivitas (Ton)

Pasarean 341 6,3 2.148,3

Pamijahan 503 6,3 3.168,9

Cibitung Kulon 361 6,0 2.166,0

Cibitung Wetan 265 6,1 1.616,5

Ciasihan 689 6,6 4.547,4

Ciasmara 665 6,8 4.522,0

Purwabakti 330 6,8 2.244,0

Cibunian 498 6,5 3.237,0

Cimayang 224 5,9 1.321,6

Gunung Meyan 235 6,0 1.410,0

Cibening 444 6,2 2.752,8

Gunung Picung 423 6,2 2.622,0

Gunung Sari 654 6,4 4.184,6

Gunung Bunder I 334 6,2 2.027,8

Gunung Bunder II 302 6,2 1.872,4


(2)

82 Lampiran 5. Rincian Biaya Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan

Pamijahan Tahun 2012

Jenis Biaya

Jumlah Biaya Rata-Rata (Rp/Kg) Pada Saluran

I II III

Pedagang Pengumpul

Biaya Penyusutan* 1.385 1.210

Biaya Penggilingan 125 120

Biaya Tenaga Kerja 65 55

Biaya Pengemasan 500 265

Biaya Pengangkutan 100 75

Jumlah Biaya Tataniaga 2.175 1.725

Pedagang Besar

Biaya Penyusutan* 1.368

Biaya Penggilingan 120

Biaya Pengangkutan dan Tenaga Kerja 65

Jumlah Biaya Tataniaga 1.553

Pedagang Pengecer

Biaya Pengangkutan 0 25

Biaya Pengemasan 200 20

Jumlah Biaya Tataniaga 200 45

Total Biaya Tataniaga 2.375 1.598 1.725

Keterangan * : Biaya penyusutan gabah kering giling menjadi beras 37-40 persen. Konversi Gabah Menjadi Beras

Data produksi padi yang diperoleh, kualitasnya masih merupakan gabah kering giling (GKG), belum berupa beras sehingga diperlukan konversi dari GKG menjadi beras. Angka konversi GKG menjadi beras sebesar 62,74 persen yang sering disebut juga angka rendemen penggilingan lapangan merupakan angka yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian. Angka tersebut merupakan hasil dari Survei Susut Panen dan Pasca Panen Gabah/Beras yang dilakukan oleh BPS dan Kementerian Pertanian tahun 2005 hingga 2007 yang diintegrasikan. Istilah rendemen sendiri mengandung pengertian persentase berat hasil penggilingan terhadap berat gabah (GKG) yang digiling. Ada juga penyusutan yang disebut susut penggilingan, sebesar 3,25 persen. Artinya ketika penggilingan dilakukan ada potensi beras yang hilang sebanyak 3,25 persen.


(3)

83 Lampiran 6. Biaya, Margin, dan Keuntungan Tataniaga Padi Varietas Ciherang di

Kecamatan Pamijahan Tahun 2012

No.

Lembaga Pemasaran

Saluran I

Saluran II

Saluran III

Rp/Kg % Rp/Kg % Rp/Kg %

1. Petani

Harga Jual 4.300 40,95 3.800 48,72 3.360 44,21

2. Pedagang Pengumpul

Harga Beli 4.300 40,95 3.360 44,21

Harga Jual 9.000 85,71 7.600 100

Biaya Tataniaga 2.175 20,71 1.725 22,70

Keuntungan 2.525 24,05 2.515 33,09

Margin Tataniaga 4.700 44,76 4.240 55,79

Rasio Li/Ci 1,16 1,46

3. Pedagang Besar

Harga Beli 3.800 48,72

Harga Jual 7.500 96,15

Biaya Tataniaga 1.553 19,91

Keuntungan 2.147 27,53

Margin Tataniaga 3.700 47,44

Rasio Li/Ci 1,38

4. Pedagang Pengecer

Harga Beli 9.000 85,71 7.500 96,15

Harga Jual 10.500 100 7.800 100

Biaya Tataniaga 200 1,90 45 0,58

Keuntungan 1.300 12,38 255 3,27

Margin Tataniaga 1.500 14,29 300 3,85

Rasio Li/Ci 6,5 5,67

Total Biaya 2.375 22,62 1.598 20,49 1.725 22,70

Total Keuntungan 3.825 36,43 2.402 30,79 2.515 33,09

Total Margin 6.200 59,05 4.000 51,28 4.240 55,79

Rasio Li/Ci 1,61 1,50 1,46


(4)

84 Lampiran 7. Deskripsi Varietas Padi Ciherang

Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1

Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64

Golongan : Cere

Umur tanaman : 116-125 hari

Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 107-115 cm

Anakan produktif : 14-17 batang

Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna

Warna lidah daun : Tidak berwarna

Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar pada sebelah bawah

Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Panjang ramping

Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Sedang

Tekstur nasi : Pulen

Kadar amilosa : 23 persen

Indeks Glikemik : 54

Bobot 1000 butir : 28 g

Rata-rata hasil : 6,0/ha

Potensi hasil : 8,5 t/ha

Ketahanan terhadap

Hama Penyakit : a) Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak

Biotipe 3

b) Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV

Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah

Sampai 500 m dpl

Pemulia : Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi dan Aan A. Daradjat


(5)

(6)

86 B. Tanya jawab pilihan

1. Kegiatan perdagangan yang dilakukan : a. Sepanjang tahun

b. Musiman, bulan ... s/d bulan ... 2. Sifat usaha yang dijalani:

a. Usaha pokok

b. Usaha sampingan, pokoknya ...

3. Bagaimana responden mendapatkan padi atau beras yang dibeli: a. Datang sendiri ke petani

b. Pesan dari pedagang perantara, dari ...

4. Apakah responden memperhitungkan jumlah yang dibeli untuk menyediakan stok:

a. Tidak b. Ya

5. Siapa yang menentukan harga padi atau beras yang dibeli :

a. Responden c. Tawar-menawar

b. Pemasok d. Mengikuti harga pasar

6. Harga yang menjadi pedoman penentuan harga beli padi atau beras : a. Petani lain c. Lainnya, yaitu ... b. Pembeli

7. Siapa yang menentukan harga padi atau beras yang dijual:

a. Responden c. Tawar-menawar

b. Pemasok d. Mengikuti harga pasar

8. Harga yang menjadi pedoman penentuan harga jual padi atau beras : a. Pedagang lain c. Lainnya, yaitu ... b. Pembeli

9. Apakah responden mengikuti perubahan harga padi /beras : a. ya, dari siapa ?

b. tidak

10. Bagaimana perubahan harga tersebut: a. Berubah dengan persentase yang sama b. Berubah dengan persentase yang lebih besar c. Berubah dengan persentase yang lebih kecil 11. Apa yang paling sering menyebabkan perubahan harga :

a. Permintaan pembeli

b. Kondisi pasokan padi atau beras c. Kondisi masuknya komoditas impor

12. Apakah ada grade/tingkatan kualitas dan apakah ada perbedaan harganya? a. Ada, yaitu ....

b. Tidak ada