Natrium Alginat TINJAUAN PUSTAKA

24 lingkungan dengan kelembapan yang tinggi, penambahan uap air akan diabsorbsi oleh kapsul dan kapsul keras ini akan rusak dari bentuk kekerasannya. Sebaliknya dalam lingkungan udara yang sangat kering, sebagian dari uap air yang terdapat dalam kapsul gelatin mungkin akan hilang, dan kapsul ini menjadi rapuh serta mungkin akan remuk bila dipegang Ansel, 2008. Laju pengeringan kapsul juga mempengaruhi kekerasan dan kerapuhan kapsul, kemampuan pelarutan, dan kecenderungan untuk melekat satu sama lain. Kondisi penyimpanan yang direkomendasikan untuk bentuk sediaan kapsul berkisar 15 - 30 o C dan 30 - 60 kelembaban relatif Margareth, et. al., 2009. Cangkang kapsul keras gelatin harus dibuat dalam dua bagian yaitu badan kapsul dan bagian tutupnya yang lebih pendek. Kedua bagian saling menutupi bila dipertemukan, bagian tutup akan menyelubungi bagian tubuh secara tepat dan ketat Ansel, 2008.

2.8 Natrium Alginat

Alginat sangatlah berlimpah dialam indonesia karena alginat ini sebagai kompoenen struktural yang terdapat dalam alga coklat Phaeophyceae, yang komponennya mencapai 40 dari bahan keringnya Draget, et al., 2005 Natrium Alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat Phaeophyceae dengan menggunakan basa lemah. Natrium alginat larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental, tidak larut dalam etanol dan eter. Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria, Aschophyllum dan Sargassum Belitz, et. al., 2009. Alginate komersil umumnya diproduksi dari Laminaria hyperborean, Macrocystis pyrifera, Laminaria digitata, Ascophyllum nodosum, Laminaria Universitas Sumatera Utara 25 japonica, Edonia maxima, Lessonia nigrescens, Durvillea antarctica, dan Sargassum sp Draget, et al., 2005. Tabel dibawah ini menunjukkan perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga yang berasal dari alam dan ditentukan dengan spektroskopi NMR high-field. Tabel 2.3 Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga Draget, et al., 2005. Source F G F M F GG F MM F GG,MG Laminaria japonica 0.35 0.65 0.18 0.48 0.17 Laminaria digitata 0.41 0.59 0.25 0.43 0.16 Laminaria hyperborea, blade 0.55 0.45 0.38 0.28 0.17 Laminaria hyperborea, stipe 0.68 0.32 0.56 0.20 0.12 Laminaria hyperborea, outer cortex 0.75 0.25 0.66 0.16 0.09 Lessonia nigrescens 0.38 0.62 0.19 0.43 0.19 Ecklonia maxima 0.45 0.55 0.22 0.32 032 Macrocystis pyrifera 0.39 0.61 0.16 0.38 0.23 Durvillea antarctica 0.29 0.71 0.15 0.57 0.14 Ascophyllum nodosum, fruiting body 0.10 0.90 0.04 0.84 0.06 Ascophyllum nodosum, old tissue 0.36 0.64 0.16 0.44 0.20 Asam alginat merupakan kopolimer biner yang terdiri dari residu β-D- mannuronat M dan α-L-asam guluronat G yang tersusun dalam blok-blok yang membentuk rantai linier Grasdalen, et al., 1979. Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu MM dan GG dan suatu blok heteropolimer dari dua residu MG Thom, et al., 1980. Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat Universitas Sumatera Utara 26 dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel dengan ion kalsium, disebabkan oleh adanya ikatan silang membentuk khelat antara ion kalsium dan anion karboksilat pada blok G-G melalui mekanisme antar rantai. Natrium alginat mempunyai rantai poliguluronat yang menunjukkan sifat pengikatan ion kalsium yang lebih besar Morris, et al., 1980. Gambar 2.6 Struktur Alginat a monomer alginat b ikatan antar monomer c gambaran blok monomer alginat Asam alginat bersifat asam, dan sering digunakan dalam granulasi asam atau netral. Jika digunakan dalam garam basa atau garam asam organik, zat ini cenderung membentuk alginat yang larut atau tidak larut yang mempunyai sifat gel dan memperlambat desintegrasi. Asam alginat biasa digunakan pada Universitas Sumatera Utara 27 konsentrasi 1 sampai 5, sedangkan natrium alginat digunakan antara 2,5 sampai 10. Asam alginat dan garamnya merupakan suatu kombinasi yang baik dengan pengembangan yang cukup dengan kelekatan minimal dan konsentrasi serendah mungkin antara 4 sampai 5 sudah memadai dalam memberikan sifat pengembangan tersebut Siregar dan Wikarsa, 2010. Kelarutan alginat dalam air ditentukan dan dibatasi oleh tiga parameter berikut, antara lain: i pH pelarut merupakan parameter penting karena akan menentukan adanya muatan elektrostatik pada residu asam uronat. ii Kekuatan ionik total zat terlarut juga berperan penting terutama efek salting-out kation-kation non-gelling, dan iii Kandungan dari ion-ion pembentuk gel dalam pelarut membatasi kelarutan Draget, et al., 2005. Kegunaan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada jumlah ion karboksilat, berat molekul dan pH. Kemampuan mengikat air meningkat bila jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium alginat kurang dari 500, sedangkan pH dibawah 3 terjadi pengendapan. Secara umum, alginat dapat mengabsorpsi air dan dapat digunakan sebagai pengemulsi dengan viskositas yang rendah Zhanjiang, 1990. Dilaboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi USU dalam beberapa tahun terakhir telah dikembangkan kapsul yang tahan terhadap asam lambung. Dimana cangkang kapsul tersebut dibuat dengan bahan dasar berupa natrium alginat dengan kalsium klorida menggunakan cetakan. Telah terbukti bahwa cangkang kapsul alginat tahan atau tidak pecah dalam cairan lambung buatan Universitas Sumatera Utara 28 pH 1,2. Utuhnya cangkang kapsul alginat di dalam medium lambung buatan pH 1,2 disebabkan komponen penyusun cangkang kapsul alginat yaitu kalsium guluronat masih utuh Bangun, dkk., 2005. 2.9 Uji Disolusi Pelepasan obat dari bentuk sediaan dan absorbsi dalam tubuh dikontrol oleh sifat fisika kimia dari obat dan bentuk yang diberikan, serta sifat-sifat fisika kimia dan fisiologis dari sistem biologis. Konsentrasi obat, kelarutan dalam air, ukuran molekul, bentuk kristal, ikatan protein, dan pKa adalah faktor-faktor fisiko kimia yang harus dipahami untuk mendesain sediaan pelepasan terkontrol controlled release atau terkendali sustained release. Lepasnya suatu obat dari bentuk sediaan meliputi faktor disolusi atau difusi Martin, dkk., 2008. Disolusi merupakan percobaan secara in vitro yang mengukur kecepatan dan tingkat kelarutan suatu obat di dalam medium air dimana di dalam obat mengandung satu atau lebih bahan tambahan lainnya. Masalah bioavailabilitas dapat ditemukan dalam metode disolusi ini. Akan tetapi, dalam percobaan disolusi dapat dinyatakan masalah bioavailabilitas yang berbeda untuk setiap formulasi obat Shargel dan Yu, 1998. Sejumlah metode untuk menguji disolusi secara in vitro telah dilakukan. Bila suatu sediaan obat dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air atau dimasukkan ke dalam saluran cerna saluran gastrointestin, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut diberikan. Tahapan-tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 2.7. Universitas Sumatera Utara 29 Disintegrasi Disolusi Absorpsi in vivo Deagregasi Gambar 2.7 Tahap-tahap disintegrasi, deagregasi, dan disolusi ketika obat di dalam tubuh Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu: a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi: i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat. ii. Efek ukuran parrtikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi akan meningkat. b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi: i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah. Sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi. Hal ini kaitannya dengan kelarutan bahan tambahan yang digunakan. TABLET ATAU KAPSUL GRANUL ATAU AGREGAT PARTIKEL- PERTIKEL HALUS OBAT DALAM LARUTAN in vitro atau in vivo OBAT DALAM DARAH, CAIRAN TUBUH LAINNYA DAN JARINGAN Universitas Sumatera Utara 30 ii. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan dapat menambah laju disolusi. c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi: i. Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan ke dalam medium disolusi. ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskostas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat. iii. pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu akan mempercepat laju disolusi Gennaro, 2000. United States Pharmacopeia USP XXI memberi beberapa metode resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu: a. Metode Keranjang Basket Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37 o C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia standar Universitas Sumatera Utara 31 kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi. b. Metode Dayung Paddle Metode dayung terdiri dari suatu dayung yang dilapisi bahan khusus, yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan pada suhu 37 o C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan. c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP “Basket and Rack” dirakit untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk uji pelarutan maka cakram dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan partikel tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat Shargel dan Yu, 1998. Universitas Sumatera Utara 32

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pencetak kapsul yang terbuat dari batang stainless steel berbentuk silindris dengan panjang 10 cm serta berdiameter 5,5 mm untuk bagian badan cangkang kapsul dan berdiameter 6,0 mm untuk bagian tutup cangkang kapsul, alat disolusi metode dayung Erweka, beker glass Pyrex, buret Pyrex, capsule shell impact tester, gelas ukur Pyrex, jangka sorong Tricle, labu tentukur Pyrex, lemari pengering, mikrometer Delta, neraca analitis Ohaus Pioneer, penunjuk waktu Stopwatch, pH meter Hanna, pipet mat MBL, pipet volum MBL, spektrofotometer Shimadzu UV 1800, termometer, termostat dan waterbath.

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, buffer pH asam Hanna, buffer pH netral Hanna, gliserin, HCl p Merck , kalsium klorida dihidrat Merck, metronidazol PT. Mutifa, natrium alginat 80 - 120 cP Wako pure chemical industries, Ltd Japan, natrium alginat 500 - 600 cP Wako pure chemical industries, Ltd Japan, natrium klorida Merck, natrium metabisulfit, nipagin dan titanium dioksida. Universitas Sumatera Utara