Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan Tahun 2013

(1)

(2)

(3)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN

Skripsi, Juni 2015

Prima Deca Trisnawan, NIM : 1110101000082

Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan Tahun 2013 xiv+81 Halaman, 12 Tabel, 3 Bagan, 2 Lampiran

ABSTRAK

Perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku orang atau masyarakat yang sedang mengalami sakit atau masalah kesehatan yang lain, untuk memperoleh pengobatan sehingga sembuh atau teratasi masalah kesehatannya. Menurut teori Health Belief Model, perilaku kesehatan dipengaruhi oleh persepsi individu itu sendiri yaitu persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), persepsi kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan persepsi hambatan yang dirasakan (perceived barrier).

Studi pendahuluan terhadap 20 mahasiswa FKIK, 30% mahasiswa tidak mencari pengobatan ketika merasakan gejala sakit atau gangguan kesehatan. Untuk menghindari perbedaan pengetahuan dan karakterisitik maka penelitian ini mengambil responden pada mahasiswa angkatan 2013 dengan jumlah sampel 126 mahasiswa.Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi Cross Sectional. Sumber data penelitian adalah data primer dengan menggunakan kuesioner. Analisis statistik menggunakan uji Chi Square dilakukan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang melakukan pencarian pengobatan sebesar 35,7%. Berdasarkan hasil uji statistik analisis bivariat diketahui persepsi keseriusan yang dirasakan tidak memiliki hubungan dengan perilaku pencarian pengobatan mahasiswa (P Value=0,749), persepsi kerentanan yang dirasakan memiliki hubungan dengan perilaku pencarian pengobatan mahasiswa (P Value=0,01), persepsi manfaat yang dirasakan tidak memiliki hubungan dengan perilaku pencarian pengobatan mahasiswa (P Value=0,055), dan persepsi hambatan yang dirasakan tidak memiliki hubungan dengan perilaku pencarian pengobatan mahasiswa (P Value=0,069).

Bagi mahasiswa, diharapkan menerapkan ilmu-ilmu kesehatan yang telah didapat dalam perilaku pencarian pengobatan yang baik, agar dapat menjadi contoh bagi orang disekitarnya.

Kata Kunci: Model Kepercayaan Kesehatan (Healh Belief Model), Perilaku Pencarian Pengobatan


(4)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES/FKIK STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH

HEALTH PROMOTION

Undergraduate Thesis, June 2015

Prima Deca Trisnawan, NIM: 1110101000082

Determinant Of Health Seeking Behavior Among Students In Faculty Of Medicine And Health Sciences Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Class of 2013

xiv+81Pages, 12 Tabels, 3 Chart, 2 Attachment ABSTRACT

Health seeking behavior is the behavior of the person or people who are experiencing illness or other health problems, to obtain the treatment that cured or overcome health problems. According to the Health Belief Model theory,health behavior is influenced by the individual's own perception which include the perception of perceived seriousness, the perception of perceived susceptibility, the perception of perceived benefits, and the perception of perceived barriers.

Preliminary study of the 20 students Faculty Of Medicine and Health Science/FKIK, 30% of students did not seek treatment when had feeling symptoms or health problems. To avoid differences in knowledge and characteristics, this study took a student of class 2013 as respondents with a sample of 126 students. This research used a quantitative research with cross sectional study design. Source of research data is a primary data using questionnaires. Statistical analysis using Chi Square test conducted to see what factors are associated with health seeking behavior FKIK students UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

The results showed that students who perform a search of treatment of 35.7%. Based on the results of the statistical test known bivariate analyzes perception of perceived seriousness were nort related with a students health seeking behavior (P Value = 0.749), perception of perceived vulnerability were related with students health seeking behavior (P Value = 0.01), the perception of the perceived benefits were not related with a student health seeking behavior (P Value = 0.055), and the perception of perceived barriers were not related with a student's health seeking behavior (P Value = 0.069).

For students, are expected to implement a health science that have been obtained for good health seeking behavior , in order to become an example for the people around.


(5)

(6)

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Prima Deca Trisnawan

Tempat, Tanggal Lahir : Blitar, 6 Agustus 1992

Alamat : Jl. H. Sarin, no135, RT 02 RW 03, Lebak

Wangi, Parung ,Bogor

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Email : primadecat@gmail.com

Telepon : 085774995354

Riwayat Pendidikan

1998–2004 SDN Duren Seribu 04, Kota Depok 2004–2007 SMPN 2 Depok, Kota Depok 2007–2010 SMAN 5 Depok, Kota Depok 2010–sekarang Peminatan Promosi Kesehatan

Jurusan Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan Tahun 2013”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Strata Satu (S1) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itulah, peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, MKes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, MKes, PhD, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat dan penanggung jawab skripsi.

3. Ibu Raihana Nadra Al-Kaff, SKM, MMA, selaku penanggung jawab Peminatan Promosi Kesehatan.

4. Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si dan Catur Rosidati, MKM, selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terima kasih atas arahan, nasehat, waktu serta bimbingannya selama peneliti mengerjakan skripsi ini.

5. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, ibu Fajar Ariyanti,Mkes, P.HD, dan ibu Julie Rostina, SKM, MKM selaku penguji sidang yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan pada skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi peneliti.

7. Kedua orang tuaku tercinta, yang tak pernah lelah mendukung dan mendoakanku. Terima kasih atas cinta, kasih sayang, kepercayaan, kesabaran, dan doa yang tiada henti selama ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kasih dan sayangnya kepada kalian.


(9)

8. Adikku tercinta Vivi, tumbuh dan berkembanglah lebih baik lagi melebihi kakakmu ini, gapailah mimpi-mimpimu dengan tekad yang kuat, dan jadilah anak yang lebih berbakti lagi kepada orang tua.

9. Kepada sahabat-sahabatku Randika, Alul, Richo, dan Supriadi yang selalu mendukung, menasihati, dan menghibur dikala peneliti sedang kehilangan semangat. Semoga Allah SWT melancarkan segala urusan kalian.

10. Seluruh teman-teman seperjuangan Promkes 2010 (Wahyunita, Furi, Zahrita, Siva, Yuli, Ayu, Ilmi, Sariyati, Hervina,dan Dita) yang selalu mendukung peneliti selama mengerjakan skripsi.

11. Kak Ida Farida yang telah memberikan banyak masukan serta berbagi ilmu dan pengalaman kepada peneliti.

12. Dan tak lupa kepada rekan-rekan lain yang telah membantu peneliti dalam proses penyetakan skripsi ini.

Skripsi yang telah dibuat oleh peneliti ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Jakarta, Juni 2015


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

PANITIA SIDANG... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3Pertanyaan Penelitian ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.4.1 Tujuan Umum ... 9

1.4.2 Tujuan Khusus ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

1.5.1Bagi Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ... 10

1.5.2 Bagi Peneliti Lain ... 11

1.5.3 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ... 11

1.5.4 Bagi Dinas Kesehatan ... 11


(11)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 12

2.1 Respon Terhadap Sakit ... 12

2.2 Perilaku Pencarian Pengobatan(Health Seeking Behavior) ... 15

2.2.1 Proses Perilaku Pencarian Pengobatan ... 16

2.2.2 Jenis Perilaku Pengobatan... 19

2.3 Perilaku ... 21

2.4 Persepsi ... 22

2.5 Model Kepercayaan Kesehatan(Health Belief Model)... 23

2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pencarian Pengobatan... 32

2.7 Kerangka Teori... 34

BAB IIIKERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS... 36

3.1 Kerangka Konsep ... 36

3.2 Definisi Operasional... 37

3.3 Hipotesis... 39

BAB IV METODELOGI PENELITIAN... 41

4.1 Jenis Penelitian... 41

4.2Tempat dan Waktu penelitian ... 41

4.3Populasi dan Sampel ... 41

4.3.1 Populasi... 41

4.3.2 Jumlah Sampel ... 42

4.3.3 Pengambilan Sampel... 43

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 44

4.5Istrumen Penelitian... 45

4.6 Validitas dan Realibitas Instrumen ... 46


(12)

BAB V HASIL... 50

5.1 Gambaran Umun Tempat Penelitian... 50

5.2 Analisis Univariat... 51

5.2.1 Gambaran Perilaku Pencarian Pengobatan ... 51

5.2.2 Gambaran Persepsi Keseriusan Yang Dirasakan (Perceived Seriousnees) ... 52

5.2.3 Gambaran Persepsi Kerentanan Yang Dirasakan (Perceived Susceptibility)... 53

5.2.4 Gambaran Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (Perceived Benefits) ... 54

5.2.5 Gambaran Persepsi Hambatan Yang Dirasakan (Perceived Barrier)... 55

5.3 Analisis Bivariat... 56

5.3.1 Gambaran Persepsi Keseriusan Yang Dirasakan (Perceived Seriousness) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa... 56

5.3.2 Gambaran Persepsi Kerentanan Yang Dirasakan (Perceived Susceptibility) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa... 57

5.3.3 Gambaran Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (Perceived Benefits) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa... 58

5.3.4 Gambaran Persepsi Hambatan Yang Dirasakan (Perceived Barriers) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa... 59

BAB VI PEMBAHASAN... 61

6.1 Keterbatasan Penelitian... 61

6.2 Persepsi Keseriusan Yang Dirasakan (Perceived Seriousness) terhadap perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa... 61

6.3 PersepsiKerentanan Yang Dirasakan (Perceived Susceptibillity) terhadap perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa... 66

6.4 Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (Perceived Benefits) terhadap perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa... 68

6.5 Persepsi Hambatan Yang Dirasakan (Perceived Barrier) terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa ... 72


(13)

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 76

7.1 Kesimpulan ... 76

7.2 Saran... 77

DAFTAR PUSTAKA... 78 LAMPIRAN...


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1Definisi Operasional ... 37 Tabel 4.1 Penghitungan Sampel Minimum... 43 Tabel 4.2 Jumlah Sampel Per Program Studi Angkatan 2013 ... 44 Tabel 5.1 Gambaran perilaku pencarian pengobatan mahasiswa FKIK UIN Jakarta

tahun 2013... 51 Tabel 5.2 Gambaran persepsi keseriusan yang dirasakan oleh mahasiswa FKIK

UIN Jakarta tahun 2013 ... 52 Tabel 5.3 Gambaran persepsi kerentanan yang dirasakan oleh mahasiswa FKIK

UIN Jakarta tahun 2013 ... 53 Tabel 5.4 Gambaran persepsi manfaat yang dirasakan oleh mahasiswa FKIK

UIN Jakarta tahun 2013 ... 54 Tabel 5.5 Gambaran persepsi hambatan yang dirasakan oleh mahasiswa FKIK

UIN Jakarta tahun 2013 ... 55 Tabel 5.6 Gambaran persepsi keseriusan yang dirasakan terhadap perilaku

pencarian pengobatan mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2013... 56 Tabel 5.7 Gambaran persepsi kerentanan yang dirasakanterhadap perilaku

pencarian pengobatan mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2013... 57 Tabel 5.8 Gambaran persepsi manfaat yang dirasakan terhadap perilaku pencarian

pengobatan mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2013 ... 58 Tabel 5.9 Gambaran persepsi hambatan yang dirasakan terhadap perilaku


(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Health Belief Model... 32 Bagan 2.2 Kerangka Teori ... 35 Bagan 3.1 Kerangka konsep... 36


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam kerangka mencapai tujuan tersebut, pembangunan kesehatan dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai pentahapannya (Depkes RI, 2009).

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 1 poin kesatu, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kemudian pada pasal 1 poin ke 7 fasilitas pelayanan digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, baik peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).

Semua orang yang hidup tentu saja pernah mengalami sakit selama rentang hidupnya. Tidak ada manusia yang dapat menghindari dari mengalami sakit . Manusia yang mengalami sakit tentu saja akan berupaya untuk mengobati penyakitnya dengan berbagai macam cara, sehingga dapat kembali melakukan kegiatan atau aktifitasnya sehari-hari.


(17)

tahun sebesar 55,8% di seluruh Indonesia, sedangkan sisanya mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan apabila mengalami sakit. Kemudian pada Riskesdas tahun 2013 dibahas mengenai proporsi rumah tangga yang menyimpan obat untuk pengobatan sendiri (Swamedikasi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional (Yankestrad). Untuk rumah tangga yang menyimpan obat untuk melakukan pengobatan sendiri di indonesia sebesar 35,2% sedangkan untuk rumah tangga yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional (Yankestrad) sebesar (30,4%). Berdasarkan data Susenas BPS tahun 2009 diketahui sekitar 66 persen orang sakit di Indonesia melakukan Pengobatan Sendiri /Swamedikasi.

Penelitian Tinendung (2009) pada masyarakat Suku Pak-Pak di Kelurahan Sidikalang, dapat dilihat bahwa ada sebagian masyarakat yang langsung memberikan pengobatan langsung ketika sakit, ada juga yang tidak melakukan tindakan khusus untuk pengobatan. Terdapat empat pola pencarian pengobatan di suku tersebut yaitu, mengobati diri sendiri, berobat ke pengobatan tradisional (orang pintar), berobat ke pelayanan kesehatan dan kombinasi dari pengobatan tradisional dan pengobatan medis. Kemudian untuk akses pelayanan kesehatan oleh remaja di indonesia sebesar 29 persen, paling banyak pada kelompok 20-24 tahun (31%) dan 10-12 tahun (31%), banyak pada perempuan dan tinggal di perkotaan sebesar 29 Persen (Sulistyowati, 2007).

Perilaku pencarian pengobatan/penyembuhan adalah perilaku orang atau masyarakat yang sedang mengalami sakit atau masalah kesehatan yang lain, untuk memperoleh pengobatan sehingga sembuh atau teratasi masalah kesehatannya. Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak


(18)

apa-apa terhadap penyakit tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha (Notoadmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku pengobatan dan pelayanan kesehatan terkait dengan respon masyarakat terhadap sakit itu sendiri. Respon masyarakat terhadap sakit yang biasa terjadi antara lain yaitu, tidak bertindak atau tidak melakukaan kegiatan apa-apa (no action), tindakan mengobati sendiri ( self treatment atau self medication), mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisioanal (traditional remedy), dan mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern.

Sebagian anggota masyarakat dalam mencari pemecahan masalah kesehatan atau kebiasaan mencari pengobatan (health seeking behavior) dengan mencoba mengobati sendiri terlebih dahulu dengan menggunakan bahan tradisional yang sehari-hari dipergunakan di lingkungan keluarga. Kalau belum berhasil baru mereka pergi ke tempat-tempat pelayanan kesehatan, hasilnya akan jauh lebih baik daripada tidak mengobati (Agoes & Jacob, 1996).

Pengobatan sendiri (self medication) masih jauh dari praktek pengobatan yang benar-benar aman. Potensi risiko praktik pengobatan sendiri meliputi, salah diagnosis akibat diagnosis sendiri (self-diagnosis), keterlambatan dalam mencari nasihat medis, efek samping yang jarang namun parah, interaksi obat yang berbahaya, pengobatan dengan cara yang salah, dosis tidak tepat, pilihan terapi yang salah, penyakit menjadi parah dan risiko ketergantungan dan penyalahgunaan obat (Ruiz ,2010).


(19)

Menurut Notoatmodjo (2010), setelah seseorang melakukan pengobatan sendiri namun dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah kesehatannya maka pencarian pengobatan keluar menjadi pilihan berikutnya. Pada masyarakat pedesaaan mencari pengobatan ke fasilitas pengobabatan tradisional masih menjadi pilihan teratas. Sedangkan untuk masyarakat kota lebih banyak mengandalkan fasilitas pengobatan modern.

Penelitian Setyawan (2007) menyatakan ada hubungan antara sikap dan minat masyarakat untuk memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan modern, selain itu pencarian pengobatan juga berkaitan dengan faktor-faktor pendukung antara lain biaya pengobatan, hasil pengobatan, kepercayaan kepada sarana pengobatan, kondisi waktu berobat, keberadaan sarana, pelayanan pengobatan dan situasi di sarana pengobatan serta konsep sehat dan sakit yang dimiliki oleh masyarakat.

Penelitian El Kahi (2012) tentang perilaku pencarian pelayanan kesehatan terhadap mahasiswa di Lebanon didapatkan bahwa mahasiswa yang tercatat mengalami gangguan kesehatan secara fisik 61,9% mencari pertolongan informal dari anggota keluarga atau teman, sedangkan 35,7% mencari pelayanan kesehatan formal dari dokter atau fasilitas kesehatan. Kemudian penelitian Vaz (2012) tentang perilaku pencarian pengobatan terhadap mahasiswa medis di Universitas Goa India ditemukan bahwa 31,3% mahasiswa mengdiagnosa sendiri gejala sakitnya dan 66,3% melakukan pengobatan sendiri. Sedangkan Avolobi (2013) dalam penelitianya tentang perilaku pencarian pengobatan dan persepsi mahasiswa terhadap pelayanan kesehatan di komunitas universitas di Nigeria


(20)

pengobatan di fasilitas kesehatan universitas, 27% memilih apotek komunitas, dan 16,8% membiarkan saja tanpa melakukan penanganan medis.

Penelitian Ulvah (2011) tentang faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa kesehatan dan non kesehatan Universitas Jember menyatakan bahwa perilaku pencarian pengobatan mahasiswa dipengaruhi oleh bidang ilmu yang dipelajari. Raflis (2013) penelitian tentang pengaruh agen sosialisasi terhadap pola pencarian pengobatan mahasiswa rumpun fakultas non-eksata Universitas Sumatera Utara didapatkan 77,9% mahasiswa menyatakan segera mencari pengobatan jika sakit dan 61,1% mahasiswa akan segera mencari pengobatan jika merasakan gejala sakit. Hasil analisis bivariat pada penelitian tersebut menyatakan bahwa teman memberikan pengaruh terhadap pola pencarian pengobatan.

Penelitian-penelitian di atas menunjukkan beragamnya pencarian pengobatan oleh mahasiswa ketika mengalami sakit atau gangguan kesehatan. Walaupun bervariasinya jenis pengobatan pada individu ketika ia sakit, namun tidak dipungkiri keputusan dalam bertindak atau tidak untuk mencari pengobatan tetap tergantung pada masing-masing individu sendiri.

Mackian (2003) menyatakan bahwa perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) umumnya menggunakan dua pendekatan. Pendekatan pertama melihat dari perilaku pencarian pelayanan kesehatan (pendekatan sistem kesehatan) dan pendekatan kedua yaitu perilaku pencarian pengobatan (proses respon dari sakit) atau persepsinya. Studi perilaku pencarian pengobatan melihat


(21)

perilaku sakit yang lebih umum dan fokus, khususnya pada faktor persepsi penyakit dan kepercayaan kesehatan yang memotivasi (Grundy, 2010).

Health Belief Model (HBM) digunakan untuk memprediksi perilaku preventif dalam bentuk perilaku sehat dan juga respon perilaku terhadap pengobatan yang akan dilakukan. Rosenstock, Strecher, dan Becker menyatakan bahwa Health Belief Model adalah model kognitif yang menjelaskan perilaku sehat dengan fokus pada sikap dan kepercayaan (believe) pada individu (Taylor, 2006). Konsep mendasar dari model kepercayaan kesehatan yang asli adalah perilaku kesehatan ditentukan oleh kepercayaan individu atau persepsi tentang penyakit dan cara yang tersedia untuk mengurangi kejadiannya (Hocbhaum, 1958). Dapat disimpulkan bahwa teori Health Belief Model (HBM) dapat menjelaskan perilaku pencarian pengobatan melalui persepsinya.

Notoatmodjo (2010), menjelaskan bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan. Kedua pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit tenaga kesehatan, maka tentu saja masyarakat belum tentu atau tidak mau mencari pengobatan dan penggunanan fasilitas kesehatan.

Penelitian Kurnia (2012) tentang faktor-faktor HBM yang melatarbelakangi pasien patah tulang berobat ke pengobatan tradisional ahli patah tulang di sumedang menyatakan salah satu faktor yang paling berpengaruh pada responden untuk memilih tempat pelayanan kesehatan seperti apa yang akan


(22)

digunakan yaitu faktor persepsi manfaat (benefit perceived) dan persepsi rintangan (barrier perceived) dari tindakan yang dilakukan. Kemudian penelitian Yenita (2011) tentang faktor determinan pemilihan tenaga penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Desa Baru Kabupaten Pasaman Barat menyatakan adanya hubungan antara persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), manfaat yang dirasakan (perceived benefits) terhadap pemilihan tenaga penolong persalinan.

Penelitian pendahuluan yang dilakukan kepada 20 Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang perilaku mereka ketika mengalami gejala sakit. Diketahui sebanyak 10 orang mahasiswa mengobati sendiri (self treatment/self medication), 4 orang mahasiswa mencari pengobatan keluar/fasilitas kesehatan, dan 6 orang mahasiswa tidak melakukan apa-apa (no action) terhadap penyakitnya. Dari 20 orang responden penelitian pendahuluan diketahui hampir 80% hanya mengalami gejala penyakit ringan seperti sakit kepala, batuk, pilek, flu, maag, diare, dan juga radang. Sepuluh orang yang melakukan pengobatan sendiri diantaranya mencari pengobatan melalui minum obat warung, obat dari apotek, meminum vitamin, dan meminum obat herbal. Empat orang mahasiswa mencari pengobatan ke dokter. Sedangkan yang tidak melakukan apa-apa terhadap gejala penyakitnya lebih cenderung melakukan istirahat, menjaga pola makan, dan minum air putih. Dari hasil tersebut juga dapat terlihat bahwa ada perbedaan perilaku pengobatan oleh masing-masing mahasiswa di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(23)

Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik meneliti perilaku pencarian pengobatan menggunakan teorihealth belief modeluntuk melihat determinan dari persepsi individu dalam perilaku pencarian pengobatan. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta angkatan tahun 2013 untuk menghindari adanya perbedaan pengetahuan dan karakteristik yang besar antara angkatan 2011-2014 yang sedang aktif kuliah.

1.2 Perumusan Masalah

Menurut Notoadmodjo (2007) masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakit tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Berdasarkan penelitian pendahuluan diketahui bervariasinya perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ketika mengalami gejala sakit. Berdasarkan uraian di atas dan berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan , maka peneliti tertarik untuk mencari pengaruh persepsi keseriusan yang dirasakan , persepsi kerentanan yang dirasakan, persepsi manfaat yang dirasakan, dan persepsi hambatan yang dirasakan terhadap perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”


(24)

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013?

2. Bagaimana gambaran persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan persepsi rintangan yang dirasakan (perceived barrier) pada perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013?

3. Bagaimana hubungan persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan persepsi rintangan yang dirasakan (perceived barrier) pada perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan yahun 2013.


(25)

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013.

2. Mengetahui gambaran persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan persepsi rintangan yang dirasakan (perceived barrier) pada perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013.

3. Mengetahui hubungan persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan persepsi rintangan yang dirasakan (perceived barrier) pada perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menambah pustaka bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan mengenai perilaku pencarian pengobatan serta dapat memberikan masukan bagi mahasiswa dalam berperilaku pencarian pengobatan yang baik dan benar.


(26)

1.5.2 Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan serta acuan untuk penelitian perilaku pencarian pengobatan selanjutnya yang lebih baik.

1.5.3 Bagi Fakultas Kekokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Memberikan tambahan pustaka tentang salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku pencarian pengobatan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013.

1.5.4 Dinas Kesehatan

Dapat memberikan masukan bagi dinas kesehatan tentang perilaku pencarian pengobatan di masyarakat khususnya pada perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015 oleh mahasiswa semester 10 peminatan Promosi Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon Terhadap Sakit

Menurut Notoatmodjo (2010), masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapatkan penyakit, dan tidak dirasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macama perilaku dan usaha. Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:

a. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action).

Alasanya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak mengganggu kegiatan dan kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lainyang dianggap lebih penting daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya. Alasan lain seperti fasilitas kesehatan yang yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsif, takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut biaya menjadi beberapa alasan yang membuat masyarakat malas untuk melakukan pengobatan (Notoatmodjo, 2010).


(28)

b. Tindakan mengobati sendiri (self treatment atau self medication)

Terjadi karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya terhadap diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalau usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan. Mengobati sendiri yang dilakukan masyarakat melalui berbagai cara antara lain: kerokan, pijat, membuat ramuan sendiri, misalnya jamu, minum jamu yang ada di warung , minum obat yang bebas di warung obat atau apotek (Notoatmodjo, 2010).

c. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (tradisional remedy)

Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain. pada masyarakat yang masih sederhana, masalah sehat dan sakit adalah lebih bersifat budaya daripada gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu, pencarian pengobatan pun lebih berorientasi kepada sosial-budaya masyarakat daripada hal-hal yang dianggap masih asing.

Dukun, jamu, dan bermacam-macam obat herbal adalah pengobatan tradisonal yang merupakan bagian dari masyarakat, berada di tengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat,dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat daripada dokter, mantri, bidan, dan sebagainya yang masih asing bagi


(29)

mereka, seperti juga pengobatan yang dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan kebudayaan mereka (Notoatmodjo, 2010).

d. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern

Fasilitas pengobatan yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembahga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, rumah sakit, dan termasuk pencarian pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktik (Notoatmodjo, 2010).

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat sakit adalah berbeda dengan konsep tenaga kesehatan tentang konsep sehat sakit itu. Demikian juga persepsi sehat-sakit antara kelompok-kelompok masyarakat pun akan berbeda-beda pula.

Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan. Kedua pokok pikiran tersebut akan memepengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit tenaga kesehatan, maka tentu saja masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan fasilitas yang diberikan. Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah sama dengan pengertian sehat-sakit tenaga kesehatan, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan akan mereka pergunakan (Notoatmodjo, 2010).


(30)

2.2 Perilaku pencarian pengobatan/penyembuhan (Health Seeking Behavior)

Perilaku pencarian pengobatan telah didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh individu yang menganggap diri mereka memiliki masalah kesehatan atau sakit dan dimaksudkan untuk menemukan pengobatan yang tepat (Mackian, 2003). Mackian juga menyatakan peneliti-peneliti lain sudah lama tertarik dengan pelayanan kesehatan apa masyarakat mencari pengobatan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat berperilaku berbeda dalam perilaku kesehatan. Terdapat dua pendekatan untuk melihat perilaku pencarian pengobatan yaitu:

1. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan : Pemanfaatan Sistem

Studi ini menunjukkan bahwa keputusan untuk terlibat dengan pelayanan medis tertentu dipengaruhi oleh berbagai variabel sosio-ekonomi, jenis kelamin, usia, sosial status perempuan, jenis penyakit, akses ke layanan dan kualitas yang dirasakan dari layanan kesehatan (Tipping dan Segall 1995 dalam Mackian 2003).

2. Perilaku Pencarian Pengobatan : Proses Respon Penyakit

Berakar terutama dalam faktor psikologi, melihat perilaku mencari pengobatan lebih umum, menggambarkan faktor yang memungkinkan atau mencegah orang dari membuat 'pilihan yang sehat', baik dalam perilaku gaya hidup mereka atau menggunakan perawatan medis dan pengobatan. (Mackian,2003). Studi perilaku pencarian pengobatan melihat perilaku sakit yang lebih umum dan fokus, khususnya pada faktor persepsi penyakit dan


(31)

untuk pola sosial atau faktor-faktor penentu pengambilan keputusan mengacu pada konsep 'kognisi sosial'. Ini termasuk rasa kontrol lokal atas keadaan dan pengaruh kelompok dan masyarakat lokal terhadap pola pengambilan keputusan (Grundy, 2010).

Notoatmodjo (2010) menjelaskan perilaku pencarian penyembuhan/pengobatan (health seeking behavior) adalah perilaku kelompok atau orang sakit yang berupaya untuk mencari penyembuhan atau pengobatan guna membebaskan diri dari penyakit tersebut, serta memperoleh pemulihan kesehatannya. Oleh sebab itu perilaku penyembuhan ini mencakup:

1. Perilaku orang sakit untuk memperoleh kesembuhan dan cepat sembuh (perilaku kuratif)

2. Perilaku orang sakit memperoleh pemulihan kesehatannya atau cepat pulih kesehatannya (perilaku rehabilitatif)

2.2.1 Proses Perilaku Penyembuhan

Notoatmodjo (2010) menyatakan perilaku pencarian penyembuhan (health seeking behavior) adalah merupakan sebuah proses. Proses ini biasanya terdiri dari beberapa tahap antara lain mencakup:

1. Mengenali gejala penyakit dengan menggunakan caranya sendiri, misalnya pengalaman orang lain, atau pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2010).

2. Melakukan penyembuhan atau pengobatan sendiri (self tretment atau self medication), sesuai dengan pengetahuan, keyakinanan, atau


(32)

bentuk,baik secara tradisional dan modern. Bentuk perilaku penyembuhan sendiri sacara tradisional ini misalnya: kerokan, pijat, atau membuat ramuan atau minum jamu yang dibuat sendiri atau beli di warung. Sedangkan pengobatan sendiri dengan cara modern juga dilakukan berbagai cara misalnya, minum obat yang bebas dijual bebas di warung, toko obat atau apotek. Kadang-kadang juga minum obat paten yang dibeli di toko obat atau apotek. Sebab banyak obat-obat paten yang dijual bebas (tanpa resep) (Notoatmodjo, 2010).

3. Melakukan upaya memperoleh kesembuhan dan pemulihan dari luar, sesuai dengan pemahaman dan persepsi terhadap penyakitnya tersbut. Pilihan-pilihan jenis pelayanan kesehatan tersebut berbeda-beda urutannya. Pilihan pertama pelayanan kesehatan bagi masyarakat pada umumnya (terutama di pedasaan) adalah pelayanan kesehatan tradisioanal yaitu dukun dan paranormal kesehatan. Pelayanan kesehatan tradisional sebagai pilihan pertama , sebenarnya kurang tepat. Sebab pada umumnya pengobatan atau penyembuhan yang digunakan oleh para pengobatan tradisioanal tidak didasarkan pada diagnosis penyakit. Penyembuhan dan pengobatan biasanya didasarkan pada hasil diagnosis kebatinan atau para normal, yang sering kuarang masuk akal (Notoatmodjo, 2010).

Akibat dari proses penyembuhan dan pengobatan semacam ini kadang-kadang berakibat yang lebih buruk atau lebih parah bagi pasien. Setelah gagal ditangani oleh pengobatan tradisional, maka biasanya pasien dibawa ke pelayanan kesehatnan modern (Rumah Sakit, Puskesmas, dan Dokter).


(33)

Namun demikian karena sudah terlambat, maka pelayanan kesehatan modern pun tidak mampu menanganinya. Oleh sebab itu seyogyanya pelayanan kesehatan sebagai tempat pencarian penyembuhan atau pengobatan (health seeking behavior) ini sesuai dengan urutan di bawah ini:

a. Mencari Pengobatan ke pelayanan kesehatan, bentuknya puskesmas, dokter praktek, bidan atau mantri praktek. Apabila pelayanan kesehatan primer ini tidak berhasil menanganinya, maka baru mencari pelayanan kesehatan rujukan.

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama (rumah sakit D/C). Tetapi bagi masyarakat pedesaan, dimana bidan praktek atau mantri praktek sebagai tempat pelayanan kesehatan primer,maka dokter praktek dan puskesmas mungkin sebagai pelayanan kesehatan tingkat rujukan pertama ini. Apabila pelayanan kesehatan primer ini tidak berhasil menanganinya, maka baru mencari pertolongan pelayanan kesehatan rujukan tingkat dua. c. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat dua (rumah sakit tipe B atau A).

Adalah pelayanan kesehatan rujukan yang memepunyai sarana dan prasarana yang lebih lengkap, serta mempunyai tenaga medis maupun para medis yang lebih ahli. Bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan, di mana pelayanan kesehatan primer yang digunakan adalah bidan atau mantri praktek, maka rumah sakit (tipe C) pun sudah merupakan pelayanan kesehatan rujukan yang paling tinggi. Sebaliknya bagi golongan orang yang mampu utamnya dari kota besar, maka pelayanan rujukan yang digunakan adalah rumah sakit internasional, baik yang ada di Jakarta,


(34)

maupun di luar negeri Singapura, Malaysia, Cina, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

2.2.2 Jenis perilaku pencarian pengobatan/penyembuhan

Perilaku pencarian pengobatan/penyembuhan (Health Seeking Behavior) adalah perilaku orang atau masyarakat yang sedang mengalami sakit atau masalah kesehatan lain, untuk memperoleh pengobatan sehingga teratasi masalah kesehatannya. Perilaku ini dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan bagaimana untuk mendapatkan pengobatan, yaitu mengobati sendiri (self medication), dan mencari pengobatan keluar/pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

1. Perilaku penyembuhan/pengobatan sendiri (self medication)

Terjadi karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya terhadap diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu bahwa usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan. Terdapat 3 pola pengobatan sendiri (self medication) yang dilakukan oleh masyarakat saat, yaitu:

a. Obat-obat modern, baik dibeli diwarung maupun di apotek, seperti obat-obat untuk sakit kepala, sakit perut,sakit mata, luka, dan sebagainya. b. Obat-obat tradisional, baik yang diramu atau dibuat sendiri dari

daun-daunan, maupun yang dibeli di warung, seperti jamu atau jamu gendong keliling.


(35)

c. Obat-obat lainnya, yakni obat-obatan lain yang tidak termasuk dua jenis obat diatas. Obat-obat ini biasanya diberikan oleh para normal atau dukun, yang berupa air, atau benda-benda lain yang diberikan mantera-mantera.

Pola perilaku penyembuhan sendiri (self medication) pada masyarakat dapat saja dikombinasikan. Sesorang bisa saja mencari pengobatan dengan obat modern atau tradisioanal dalam waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan (Notoatmodjo, 2010).

2. Perilaku pencarian penyembuhan/pengobatan keluar

Perilaku pencarian pengobatan keluar (tidak diobati sendiri) pada waktu orang dewasa atau anak-anak sakit dibawa oleh keluarganya, terwujud dalm fasilitas atau pelayanan kesehatan yang digunakan oleh anggota masyarakat, dikelompokkan dalam:

a. Rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah maupun swasta b. Praktek Dokter

c. Puskesmas,Pustu, dan Balkesmas d. Petugas Kesehatan

e. Dukun atau pengobatan tradisioanal (batra) lainnya

Seperti halnya dengan pengobatan sendiri , maka pola pencarian pengobatan ini kemungkinan juga terjadi kombinasi. Artinya seseorang bisa saja dalam waktu sakit mencari penyembuhan atau berobat ke kedua fasilitas atau pelayanan kesehatan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan. Pola pencarian pengobatan masyarakat perkotaan sedikit berbeda


(36)

pedesaan , Puskesmas dan Pustu merupakan pilihan tertinggi tempat pencarian pengoabatan. Sedangkan pada masayarakat perkotaan, dokter praktek merupakan pilihan yang tertinggi. Peran dukun, baik pada masyarakat pedesaan maupun perkotaan memang masih ada, namun dalam persentase yang rendah (Notoatmodjo, 2010).

2.3 Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai kegiatan yang sangat luas sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,kuliah, menulis, membaca, dan seterusnya (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku pencarian pengobatan telah didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh individu yang menganggap diri mereka memiliki masalah kesehatan atau sakit dan dimaksudkan untuk menemukan pengobatan yang tepat (Mackian, 2003). Rosenstock dan Becker menjelaskan perilaku dalam teori Health Belief Model, bahwa munculnya suatu perilaku sehat merupakan kumpulan dari core belief yaitu persepsi individu yang berkaitan dengan susceptibility to illness, the severity of the illness, the cost involved in carrying out the behavior,


(37)

the benefit involved in carrying out the behavior dan cues to action. Health belief model digunakan untuk memprediksi perilaku preventif dalam bentuk perilaku sehat dan juga respon perilaku terhadap pengobatan yang dilakukan (Taylor, 2006).

Hocbaum dan Rosenstock menyatakan bahwa salah satu teori sikap yang paling berpengaruh dalam menjelaskan mengapa individu tersebut melakukan perilaku sehat adalah Health Belief Model. Individu melakukan perilaku sehat tertentu tergantung pada dua faktor yaitu apakah individu tersebut merasakan ancaman kesehatan dan apakah individu meyakini bahwa perilaku tertentu secara efektif dapat mengurangi ancaman yang dirasakan (Taylor, 2006).

Berdasarkan definisi teori-teori datas, dapat disimpulkan bahwa perilaku pencarian pengobatan tidak lepas dari persepsi seseorang tentang mencari pengobatan itu sendiri baik persepsi Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan rintangan yang dirasakan (perceived barrier).

2.4 Persepsi

Menurut Kotler (2000), persepsi adalah proses yang dipakai seseorang untuk memilih mengorganisasikan serta menginterpretasikan informasi guna menciptakan gambaran yang memiliki arti dan persepsi tidak tergantung pada rangsangan fisik tetapi juga tergantung pada lingkungan sekitar dan keadaan individu tersebut. Persepsi adalah bagaimana seorang individu tersebut


(38)

dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas obyek yang sama. Tiga proses persepsi:

a. Perhatian selektif; seorang tidak mungkin dapat menanggapi semua rangsangan karena itu rangsangan yang masuk akan disaring.

b. Distorsi selektif; kecenderungan seseorang untuk mengubah informasi menjadi bermakna secara pribadi Dan menginterpretasikan informasi itu dengan cara yang akan mendukung mereka.

c. Ingatan/retensi selektif: orang cenderung untuk mengingat hal-hal yang baik tentang produk yang disukai.

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan makna pada stimulus. Masalah kesehatan (penyakit) dalam masyarakat, akan dipersepsikan berbeda-beda oleh masing-masing orang. Bahkan beberapa orang yang menderita penyakit yang sama, pada sebagian orang dipersepsikan sebagai penyakit, tetapi bagi sebagian lain dipersepsika bukan sebagai penyakit (Notoatmodjo, 2010).

2.5 Model kepercayaan kesehatan (Health Belief Model)

Model kepercayaan kesehatan (Health Belief Model) adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosiopsikologis, munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider, kegagalan ini akhirnya memunculkan teori


(39)

yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventif health behavior), yang oleh Becker dikembangkan dari teori lapangan menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model) (Notoatmodjo,2010).

Rosesnstock (1988) menyatakan, hipotesis Health Belief Model (HBM) tergantung pada terjadinya simultan pada ketiga faktor yaitu:

1. Adanya motivasi yang cukup (masalah kesehatan) agar menjadi sebuah masalah kesehatan yang menonjol atau relevan.

2. Keyakinan bahwa seseorang rentan terhadap masalah kesehatan atau penyakit yang serius. Hal ini sering disebut Ancaman.

3. Keyakinan bahwa setelah melakukan perilaku kesehatan tertentu akan bermanfaat dalam mengurangi ancaman dan dengan biaya atau usaha yang dikeluarkan secara subjektif diterima. Biaya mengacu pada hambatan yang diraskan harus diatasi dalam berperilaku kesehatan, namun tidak terbatas pada pengeluaran biaya.

Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan sarana dan petugas kesehatan. Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit, dan adanya kepercayaan perubahan perilaku akan memberikan keuntungan. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang serupa.


(40)

Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) memiliki empat persepsi inti yang membentuk HBM itu sendiri yaitu Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan rintangan yang dirasakan (perceived barrier). Namun dalam perkembangannya faktor lain telah ditambahkan kedalam HBM seperti variabel modifikasi (modifying variable), isayarat untuk bertindak (cues to action), dan juga self efficacy. Setiap persepsi tersebut baik secara sendiri maupun dikombinasikan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kesehatan (Rosenstock, 1988). Berikut Komponen Dari Teori Health Belief Model (HBM);

1. Persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness)

Rosenstock dalam Glanz (1990) menyatakan keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) dapat diartikan sebagai perasaan tentang keseriusasn dari tertular penyakit atau meninggalkan penyakit yang tidak diobati, termasuk dalam konsekuensi medis dan klinis (kematian, cacat, dan rasa sakit) dan konsekuensi sosial (efek terhadap pekerjaan, keluarga, dan hubungan sosial).

Tindakan individu untuk menilai keseriusan kondisi dari penyakit yang dideritanya. Menurut Notoadmodjo (2010), Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit terhadap individu atau masyarakat tersebut. Penyakit, polio misalnya, akan dirasakan lebih serius bila dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu, tindakan pencegahan polio akan lebih banyak dilakukan bila dibandingkan dengan pencegahan dan pengobatan flu.


(41)

Konstruk dari keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) yaitu berbicara kepada keyakinan individu tentang keseriusan atau keparahan penyakit. Sedangkan persepsi keseriusan sering didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan, juga dapat berasal dari kepercayaan yang seseorang miliki tentang kesulitan dari penyakit akan membuat atau berefek kepada hidup seseorang secara umum (McCornick, 1999).

2. Persepsi kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)

Mengacu pada persepsi subjektif seseorang tentang resiko mengidap penyakit atau hal yang mengganggu kondisi kesehatan. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan (susceptible) terhadap penyakit tersebut. Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan tiba bila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut.

Menurut Belcher (2005) risiko atau kerentanan seseorang adalah salah satu persepsi yang lebih kuat dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku sehat. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan dalam perilaku untuk mengurangi risiko. Logis bahwa ketika orang percaya bahwa mereka berada pada keadaan risiko penyakit, mereka akan lebih cenderung untuk mencegah hal itu terjadi. Sayangnya, sebaliknya juga terjadi. Ketika orang percaya bahwa mereka tidak berisiko atau memiliki kerentanan risiko rendah, cenderung mengakibatkan perilaku tidak sehat (yep, 1993).


(42)

Kombinasi kerentanan yang dirasakan dan keseriusan disebut ancaman. Ancaman yang dirasakan memiliki komponen kognitif dan dipengaruhi oleh informasi. Ini menciptakan tekanan untuk bertindak, tetapi tidak menentukan bagaimana seseorang akan bertindak (G.M. Hochbaum, 1958).

3. Persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits)

Ketika penerimaan persepsi kerentanan (perceived susceptibility) diri dan juga diyakini keseriusaanya (perceived seriousness) sebagai ancaman (perceived threat), itu menentukan tindakan tertenetu yang mungkin diambil. Secara hipotesis bergantung keyakinan seseorang tentang efektivitas berbagai tindakan yang tersedia (ada) dalam mengurangi ancaman penyakit atau manfaat yang diterima dari melakukan perilaku kesehatan. Seseorang yang menunjukan tingkat optimal keyakinan dalam kerentanan dan keparahan tidak akan melakukan tindakan kesehatan kecuali tindakan itu dianggap layak dan manjur (Glanz, 1990).

Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang dianggap gawat(serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung manfaat yang dirasakan apabila melakukan tindakan tersebut. (Notoatmodjo, 2010). Konstruksi atau manfaat yang dirasakan adalah opini seseorang dari nilai atau kegunaan dari perilaku baru dalam mengurangi risiko pengembangan penyakit. Orang-orang cenderung mengadopsi perilaku yang lebih sehat ketika mereka percaya perilaku baru akan mengurangi kesempatan mereka untuk terserang penyakit. Apakah orang-orang berusaha untuk makan lima porsi buah-buahan yang sayuran sehari jika mereka tidak


(43)

percaya itu adalah menguntungkan? Akan orang berhenti merokok jika mereka tidak percaya itu bahwa lebih baik untuk kesehatan? Apakah orang menggunakan tabir surya jika mereka tidak percaya itu terbukti? Mungkin tidak (Frank & Swedmark, 2004).

Begitu pula dengan tindakan mengobati. Seseorang akan mengambil tindakan mengobati baik dari manfaat yang akan didapat besar atau tidak. Apabila mengobati sendiri sudah dapat menyembuhkan penyakitnya, maka mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan kurang dirasa membrikan banyak keuntungan atau manfaat.

4. Persepsi hambatan yang dirasakan (perceived barrier)

Aspek potensial dari suatu tindakan kesehatan dapat menjadi hambatan utnuk melakukan tindakan yang disarankan. Secara tidak sadar, analisis biaya dan manfaat terhadap efeketifitas dari tindakan kesehatan, berbahaya (memiliki efek samping negatif dan iatrogenik), tidak menyenangkan (menyakitkan, sulit, menjengkelkan), tidak nyaman, memekan waktu, dan lainnya (Glanz, 1990).

Penilaian individu mengenai seberapa besar hambatan yang akan ditemui apabila melakukan suatu tindakan. pada umumnya manfaat dari tindakan (perceived benefits) lebih menentukan daripada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan suatu tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Karena perubahan bukanlah sesuatu yang datang dengan mudah bagi kebanyakan orang, konstruk terakhir dari HBM mengatasi masalah hambatan


(44)

mengadopsi perilaku baru. Dari semua konstruksi, hambatan yang dirasakan adalah yang paling signifikan dalam menentukan perubahan perilaku (Janz & Becker, 1984).

Rosenstock (1974) dalam Glanzs (1990) menyatakan "tingkat gabungan kerentanan dan keparahan menyediakan energi atau kekuatan untuk bertindak dan persepsi manfaat (tanpa hambatan-hambatan) menyediakan jalur yang disukai untuk bertindak". Keseimbangan antara keuntungan dan hambatan kemungkinan mensugesti seseorang untuk mendapatkan perilaku yang diinginkan, tetapi tidak selalu menentukan bahwa mereka akan bertindak. Jika skor manfaat dan hambatan yang dirasakan seseorang untuk berperilaku mendekati seimbang, orang tersebut akan merasa bimbang untuk bertindak (Hocbhaum, 1958).

5. Variabel Modifikasi (modifying variables)

Keempat konstruk utama dari empat persepsi di pengaruhi oleh variabel yang lain, seperti budaya, tingkat pendidikan, pengalaman masa lalu, keahlian, dan motivasi. Hal tersbut adalah karakteristik individual yang mempengaruhi persepsi personal (Hayden, 2009). Diyakini bahwa beragam demogarafik, sosiopsikologis, dan variabel struktural, seperti contoh yang diberikan, mempengaruhi persepsi individu dan secara tidak langsung mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, misalnya faktor sosiodemografi, terutama pendidikan diyakini memiliki efek tidak langsung pada persepsi kerentanan, keparahan, manfaat, dan hambatan (Glanz, 1990).


(45)

6. Isyarat untuk Bertindak (cues to action)

Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kagawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa factor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut, misalnya pesan-pesan pada media masa, nasehat atau anjuran kawan-kawan anggota keluarga lainnya dari si sakit dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

7.Self-Efficacy

Bandura Menjelaskan Self efficacy adalah kepercayaan seseorang tentang kemampuannya untuk melakukan sesuatu . Orang-orang pada umumnya tidak akan mencoba sesuatu yang baru tanpa mereka berpikir mereka dapat melakukanya. Jika seseorang percaya perilaku yang baru berguna (manfaat yang dirasakan), tetapi tidak berpikir ia mampu untuk melakukannya (hambatan yang dirasakan), maka kesempatan itu tidak akan dicoba. Self efficacy di tambahkan ke dalamhealth belief model yang asli pada tahun 1988 (Rosenstock, Strecher, & becker 1988).

Penelitian Kurnia (2012) tentang faktor-faktor yang melatar belakangi pasien patah tulang berobat ke pengobatan tradisional ahli patah tulang di sumedang didapatkan tiga faktor dari teori HBM yang paling berpengaruh utnuk responden dalam menentukan keputusaanya untuk memilih tempat pelayanan kesehatan untuk mengobati sakitnya, yaitu faktor motivasi untuk menyembuhkan sakitnya, faktor persepsi manfaat (benefit perceived) dan persepsi rintangan (barrier perceived), serta kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan.


(46)

Kemudian penelitian Sri Yenita (2011) tentang faktor determinan perilaku pemilihan tenaga penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Desa Baru Kabupaten Pasaman Barat menyatakan adanya hubungan antara persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits) terhadap pemilihan tenaga penolong persalinan.

Penelitian Andham (2013) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pencarian pengobatan pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pancoran mas depok didapatkan bahwa ada hubungan antara persepsi keseriusan terhdapa perilaku ibu memiilih pengobatan pneumonia tersebut. Meskipun responden tidak mengetahui bahwa gejala sesak napas dan napas cepat adalah gejala pneumonia, namun responden memiliki persepsi bahwa gejala tersebut berbahaya maka dapat mendorong responden untuk mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan.

Dari ketiga penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pesrsepsi-persepsi yang ada di dalam teori health belief model berpengaruh terhadap perilaku individu dalam berbagai perilaku pengobatan.


(47)

(48)

bidang: perilaku kesehatan preventif, perilaku peran sakit dan penggunaan klinik. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa komponen dari Model Kepercayaan Kesehatan dapat terkait dengan Perilaku Pencarian Pengobatan pada mahasiswa.

1. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness)

Menurut Notoadmodjo (2010), bahwa tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit terhadap individu tersebut. Persepsi seseorang tentang penyakit dan gejala penyakit dapat berdampak buruk terhadap dirinya sehingga dibutuhkan tindakan pengobatan.

2. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)

Resiko atau kerentanan seseorang merupakan salah satu persepsi yang kuat dalam mendorong orang untuk berperilaku sehat. Persepsi seseorang tentang kerentanan penyakit atau gejala penyakitnya dapat bertambah parah sehingga butuh tindakan pengobatan

3. Manfaat yang dirasakan (perceived benefits)

Persepsi seseorang tentang manfaat yang didapatkan dari tindakan pengobatan. Seseorang akan mengambil tindakan mengobati baik dari manfaat yang akan didapat besar atau tidak. Apabila dengan dibiarkan saja sudah dapat menyembuhkan penyakitnya, maka pencarian pengobatan kurang dirasa memberikan banyak keuntungan atau manfaat.


(49)

4. Hambatan yang dirasakan (perceived barrier)

Persepsi seseorang tentang hambatan atau rintangan dari tindakan pengobatan yang akan diambilnya. Hocbhaum (1958) menyatakan keseimbangan antara keuntungan dan hambatan kemungkinan mensugesti seseorang untuk mendapatkan perilaku yang diinginkan, tetapi tidak selalu menentukan bahwa mereka akan bertindak. Jika skor manfaat dan hambatan yang dirasakan seseorang untuk berperilaku mendekati seimbang, orang tersebut akan merasa bimbang untuk bertindak.

2.7 Kerangka Teori

Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku pencarian penyembuhan atau pengobatan adalah perilaku kelompok orang sakit yang berupaya untuk mecari penyembuhan atau pengobatan guna membebaskan diri dari penyakit tersebut, serta memperoleh pemulihan kesehatannya.

Penelitian Pendahuluan yang telah dilakukan kepada 20 Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tentang perilaku mereka ketika mengalami sakit. Diketahui sebanyak sepuluh orang mahasiswa mengobati sendiri (self treatment/self medication), empat orang mahasiswa mencari pengobatan keluar/ ke fasilitas kesehatan, dan enam orang mahasiswa tidak melakukan apa-apa (no action) terhadap penyakitnya.


(50)

(51)

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Dalam Mackian (2003) menyatakan pendekatan studi mengenai perilaku pencarian pengobatan ada dua macam yaitu pertama perilaku pencarian pelayanan kesehatan (pemanfaatan sistem) yang menitik beratkan pada hubungan pasien terhadap fasilitas kesehatan dan kemudian pendekatan perilaku pencarian pengobatan (proses dari respon penyakit) yang menitik beratkan pada persepsi dan kepercayaan kesehatan seseorang untuk memutuskan tindakan pengobatan.

Kerangka konsep terdiri dari variabel independen dan dependen. Pada penelitian ini yang menjadi variabel independenadalah persepsi kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefit), persepsi hambatan yang dirasakan (perceived barrier). Sedangkan sebagai variabeldependenadalah perilaku pencarian pengobatan.

Bagan 3.1 Kerangka konsep

Kerentanan yang dirasakan

Perilaku Pencarian Pengobatan

Keseriusan yang dirasakan


(52)

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel Definisi Cara

Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Perilaku pencarian pengobatan Perilaku

kelompok atau seseorang yang menganggap diri mereka memiliki masalah

kesehatan atau

sakit dan

berupaya untuk mencari

penyembuhan atau pengobatan guna

membebaskan diri dari penyakit tersebut, serta memperoleh pemulihan kesehatannya. Pengisian Kuesioner sendiri Kuesioner 0.Tidak Mencari Pengobatan 1.Mencari pengobatan Ordinal


(53)

(Notoatmodjo,20 10 dan Mackian, 2003) 2 Persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) Persepsi

seseorang tentang penyakit dan gejala penyakit dapat berdampak buruk terhadap dirinya sehingga dibutuhkan tindakan pengobatan Pengisian Kuesioner sendiri

Kuesioner 0. Tidak serius 1. Serius Ordinal 3 Persepsi kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibilit y) Persepsi seseorang tentang kerentanan

penyakit atau gejala

penyakitnya dapat bertambah parah sehingga butuh tindakan pengobatan

Pengisian Kuesioner sendiri

Kuesioner 0. Tidak rentan 1. Rentan


(54)

4 Persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefit) Persepsi

seseorang tentang manfaat yang didapatkan dari perilakumencari pengobatan Pengisian Kuesioner sendiri Kuesioner 0.Tidak bermanfaat 1. Bermanfaat Ordinal 5 Persepsi hambatan yang dirasakan (perceived barrier) Persepsi

seseorang tentang hambatan atau rintangan untuk mencari

pengobatan

Pengisian Kuesioner sendiri

Kuesioner 0. Terhambat 1.Tidak terhambat

Ordinal

3.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Adanya hubungan antara kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013

2. Adanya hubungan antara kerentanan keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas


(55)

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013

3. Adanya hubungan antara manfaat yang dirasakan (perceived benefit) terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013

4. Adanya hubungan antara hambatan yang dirasakan (perceived barrier) terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013


(56)

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode deskriptif dan analitik. Peneltian ini menggunakan desain studi Cross Sectional yaitu pada penelitian ini varabel independen dan dependen diamati pada waktu (periode) yang sama.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Kesehatan Masyarakat dan dilaksanakan pada bulan April tahun 2015. Pemberian kuesioner kepada sampel dilakukan pada saat jam kuliah kosong atau di luar jam kuliah.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa fakultas kodekteran dan ilmu kesehatan UIN Jakarta dari angkatan 2013. Peneliti memilih angkatan 2013 agar tidak ada perbedaan pengetahuan kesehatan yang besar dan karena peneliti mengasumsikan bahwa mahasiswa dan mahasiswi pada angkatan tersebut sudah terpapar informasi mengenai kesehatan dengan cukup.


(57)

4.3.2 Jumlah Sampel

Untuk jumlah sampel pada penelitian ini digunakan rumus besal sampel untuk uji beda dua proporsi 2 sisi (two tail).

n = Z1-α/2 2P(1-P)+Z1-β P1(1-P1)+ P2(1-P2) 2

(P1- P2)2

Keterangan:

n1 = Jumlah sampel minimal

Zα = Nilai Z pada derajat kemakanaan α Zβ = Nilai Z pada kekuatan uji 1-β P = Proporsi rata-rata = (P1+P2)/2

P1 = Proporsi yang berperilaku pengobatan baik P2 = Proporsi yang berperilaku pengobatan tidak baik

Peneliti menginginkan derajat kemaknaan sebesar 5% dan kekuatan uji sebesar 95% pada penelitian ini. Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini, digunakan data proporsi satu (P1) dan Proporsi dua (P2) variabel yang sama dari penelitian serupa yang telah dilakukan sebelumnya, berikut tabel jumlah penghitungan sampel:


(58)

Tabel 4.1

Penghitungan Sampel Minimum

No Variabel Peneliti P1 P2 N

1 2 3 Persepsi Kerentanan Persepsi Keseriusan Persepsi Manfaat

dan Rintangan Kurnia,Susi (2012) Dewi,Andham(2013) Kurnia,Susi (2012) 50% 65,5% 61,76% 50% 34,5% 38,24% -65 115

Tabel diatas menunjukan jumlah sampel penelitian yang dapat diambil dalam peneltian kali ini. Kemudian peneliti memutuskan jumlah sampel untuk penelitian ini yaitu sebesar 115 responden. Sampel ditambah 10% dari total sampel seluruhnya sehingga didapatkan jumlah sebesar 126 responden.

4.3.3. Pengambilan Sampel

Langkah pertama adalah menentukan sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti, Sampel yang akan dipilih yaitu responden yang mengalami sakit paling lama atau kurang dari 3 bulan sebelum pengambilan data dilakukan,karena peneliti mengasumsikan bahwa responden masih dapat mengingat tindakan yang dilakukan ketika sakit saaat itu.


(59)

Kemudian setelah didapatkan jumlah sampel yang sesuai kriteria, jumlah sampel dibagi per program studi yaitu program studi kesehatan masyarakat,farmasi, pendidikan kedokteran, dan keperawatan. Sampel ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah mahasiswa masing-masing program studi di Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan memakai rumus:

Jumlah sampel = Jumlah Populasi Masuk Kriteria /Programstudi X Total Sampel Total Populasi

Tabel 4.2 Jumlah Sampel Per Program Studi Angkatan 2013

Jurusan Populasi Masuk

Kriteria

Sampel

Kesehatan Masyarakat 70 35

Farmasi 62 31

Kedokteran 79 39

Keperawatan 40 21

Total 251 126

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Instrumen penelitian berupa


(60)

tentang perilaku pencarian pengobatan, keseriusan yang dirasakan, kerentanan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan dan hambatan yang dirasakan.

Sebelum dilakukannya penelitian, peneliti melakukan uji kuesioner. hasil uji kuesioner digunakan untuk memeriksa pertanyaan yang kurang dimengerti, sehingga peneliti mengganti kata-kata pertanyaan yang lebih mudah dipahami.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penlitian yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner diisi langsung oleh responden tanpa intervensi dari enumerator. Adapun isi kuesioner berdasarkan variabel yang telah ditentukan yaitu:

a. Perilaku pencarian pengobatan berisi empat pertanyaan

b. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) berisi tujuh pertanyaan

c. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibilty) berisi enam pertanyaan

d. Manfaat yang dirasakan (perceived benefit) berisi sembilan delapan pertanyaan

e. Hambatan yang dirasakan (perceived barrier) berisi sembilan pertanyaan


(61)

4.6 Validitas dan Realibitas Instrumen

Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian perlu uji validitas dan reliabilitas. Untuk itu kuesioner tersebut harus dilakukan uji coba pada 20 orang mahasiswa FKIK. Untuk mengetahui sejauhmana kesamaan antara yang diukur peneliti dengankondisi yang sebenarnya di lapangan, maka dilakukan uji validitas terhadap kuesioneryang telah dipersiapkan, dengan melihat nilai koefisien korelasi item pertanyaandengan total nilai pertanyaan pada setiap variabel (corrected item total correlation).Item pertanyaan dalam kuesioner dikatakan valid apabila nilai corrected item total> nilai r tabel (0,444) pada α =5%.

Untuk mengetahui sejauhmana konsistensi hasil penelitian jika kegiatantersebut dilakukan berulang-ulang, maka dilakukan uji reliabilitas terhadap kuesioneryang telah dipersiapkan dengan formula cronbach alpha. Item pertanyaan dalamkuesioner dikatakan reliabel apabila nilaicronbach alpha> 0,6.

Hasil uji coba kuesioner terhadap 20 orang untuk menguji validitas dan realibilitas menunjukan 80% pertanyaan untuk variabel persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat dan rintangan yang dirasakan memperoleh nilai corrected item total >0,444 dan nilai croncbach alpha>0,6. Untuk sisa pertanyaan yang belum valid dikarenakan responden kesulitan untuk menerjemahkan arti kata dari pertanyaan sehingga peneliti mengubah kalimat yang lebih mudah dimengerti untuk responden agar diperoleh pertanyaan yang valid.


(62)

4.7 Pengolahan Data

Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun sekunder menggunakan sistem komputerisasi yang akan diolah melalui tahap-tahap berikut:

1. Mengkode data (data coding)

Kode data dilakukan dengan memberi kode pada tiap jawaban responden. pemberian kode dimaksudkan untuk memudahkan dalam memasukkan data.

2. Menyunting data (data editing)

Pada tahap ini peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah terkumpul. Pemerikasaan meliputi pengisian, konsistensi, validitas, dan jumlah pertanyaan yang dijawab.

3. Memasukkan data (data entry)

Daftar pertanyaan yang telah dilengkapi dengan pengisian kode jawaban selanjutnya dimasukkan ke dalam program software komputer berupa kode-kode.

4. Membersihkan data (data cleaning)

Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut siap diolah dan dianalisis.


(63)

4.8 Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel independen dan dependen yang dikehandaki dari tabel distribusi melalui nilai rata-rata, serta proporsinya. Dalam penelitian ini meliputi perilaku pencarian pengobatan, keseriusan yang dirasakan, kerentanan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan, dan hambatan yang dirasakan.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan vairabel dependen. Karena semua variabel dependen dan independen pada penelitian ini berbentuk kategorik, maka analisis bivariat yang digunakan adalah uji Chi square dengan membuat tabel silang antara variabel independen dengan variabel dependen. Dalam analisis bivariat ini akan dicari apakah variabel keseriusan yang dirasakan, kerentanan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan, dan hambatan yang dirasakan mempunyai hubungan dengan perilaku pencarian pengobatan menggunakan ujiChi-Squaredengan rumus;

RumusChi Square:

χ

2

2

1

(

o

e

)

e

i i

i i


(64)

Keterangan:

k : banyaknya kategori/sel, 1,2 ... k

oi : frekuensi observasi untuk kategori ke-i

ei : frekuensi ekspektasi untuk kategori ke-i

Penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan (α) sebesar 0,05 (derajat kepercayaan 95%), sehingga apabila hasil uji chi- squaredidapatkan nilai p< 0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan diantara kedua variabel tersebut. Namun jika nilai p> 0,05 maka dapat dikatakan tidak ada hubungan signifikan antara kedua variabel tersebut.


(65)

BAB V HASIL

5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan merupakan salah satu fakultas UIN syarif hidayatullah jakarta yang berdiri pada tahun 2005. Terletak di wilayah Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Jakartayaitu Kertamukti kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Tangerang Selatan Saat ini Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan terdiri dari empat program studi yaitu program studi pendidikan kedokteran, program studi kesehatan masyarakat, program studi farmasi, dan program studi keperawatan.

Mahasiswa yang aktif melakukan perkuliahan adalah angkatan 2011-2014 dengan jumlah mahasiswa berjumlah 1375 orang. Mahasiswa angkatan 2011 berjumlah 408 orang, angkatan 2012 berjumlah 331 orang, angkatan 2013 berjumlah 291 orang, dan angkatan 2014 berjumlah 335 orang. Latar belakang pendidikan mahasiswa di FKIK cukup bervariasidari Sekolah Menengah Atas (SMA),Madrasah Aliyah (MA), dan Pesantren.

Berdasarakan BPJS, Fasilitas kesehatan terdaftar pada tahun 2014 yang ada di tangerang selatan yaitu 25 puskesmas, 18 rumah sakit, dan 20 klinik. UIN Jakarta pun memiliki sebuah fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit yang dapat diakses gratis oleh mahasiswa untuk melakukan pengobatan apabila sedang mengalami sakit.


(66)

5.2 Analisis Univariat

5.2.1 Gambaran Perilaku Pencarian Pengobatan

Perilaku pencarian pengobatan adalah upaya untuk mencari kesembuhan atau pengobatan guna membebaskan diri dari penyakit atau gejala sakit. Dalam penelitian ini diukur tindakan pertama kali yang dilakukan oleh mahasiswa ketika mengalami gejala sakit atau .gangguan kesehatan.

Tabel 5.1

Gambaran perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013

Kategori Jumlah (orang) Persentase

Tidak Mencari

Pengobatan

81 64,3%

Mencari Pengobatan 45 35,7%

Total 126 100%

Dari tabel 5.1 dapat diketahui pengelompokan responden dibagi menjadi dua, yaitu mencari pengobatan dan tidak mencari pengobatan saat mengalami gejala sakit atau gangguan kesehatan. Responden yang langsung melakukan pencarian pengobatan saat mengalami gejala sakit atau gangguan kesehatan ada sebanyak 45 orang (35,7%).


(67)

5.2.2 Gambaran Persepsi Keseriusan Yang Dirasakan (Perceived Seriousnees)

Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian data diskoring dan dikategorikan sesuai dengan cut off point dari median data tersebut yaitu 19, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut;

Tabel 5.2

Gambaran persepsi keseriusan yang dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013

Kategori Jumlah (orang) Persentase

Tidak Serius 57 45,2

Serius 69 54,8

Total 126 100

*cutoffpoint=median(19)

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) oleh responden ketika mengalami gejala sakit atau gangguan kesehatan yaitu sebanyak 57 orang (45,2%) merasa tidak serius dengan gejala sakit atau gangguan kesehatanya.

Dari kuesioner juga diketahui responden yang merasa gejala penyakit berat sebanyak 24,6%, sakitnya dapat mengancam hidupnya sebanyak 14,3%, sakitnya dapat mengganggu aktifitas sehari-hari sebanyak 90,5%, cemas jika sakit terlalu lama 93,6%, penyakitnya dapat menular sebanyak 70,6%, takut


(68)

5.2.3 Gambaran Persepsi Kerentanan Yang Dirasakan (Perceived Susceptibility)

Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian data diskoring dan dikategorikan sesuai dengan cut off point dari median data tersebut yaitu 19, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut;

Tabel 5.3

Gambaran persepsi kerentanan yang dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013

Kategori Jumlah (orang) Persentase

Tidak Rentan 55 43,7%

Rentan 71 56,3%

Total 126 100%

*cutoffpoint=median(16)

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa persepsi kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) oleh responden ketika mengalami gejala sakit atau gangguan kesehatan yaitu sebanyak 55 orang (43,7%) merasa tidak rentan dengan gejala sakit dan gangguan kesehatan.

Dari kuesioner juga diketahui responden yang menyatakan sakitnya mempunyai kemungkinan untuk bertambah parah sebanyak 34,1%, merasa takut apabila sakitnya bertambah parah sebanyak 74,6%, merasa memiliki imunitas yang rendah 35,8%, yakin sakitnya akan sembuh dengan sendirinya sebanyak 71,4%, dengan istirahat sudah cukup untuk mengatasi sakitnya sebanayak 61,9% , dan tahu cara mengobati penyakitnya sebanyak 87,3%.


(69)

5.2.4 Gambaran Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (Perceived Benefits)

Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian data diskoring dan dikategorikan sesuai dengan cut off point dari median data tersebut yaitu 21, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut;

Tabel 5.4

Gambaran Persepsi Manfaat yang dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013

Kategori Jumlah (orang) Persentase

Tidak Bermanfaat 52 41,3%

Bermanfaat 74 58,7%

Total 126 100%

*cutoffpoint=median(21)

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits) oleh responden terhadap perilaku pencarian pengobatan sebanyak 74 orang (58,7%) merasa memiliki manfaat.

Dari kuesioner juga diketahui, mahasiswa yang merasa dengan tidak diobati (dibiarkan atau istirahat) dapat langsung sembuh sembuh sebesar 88,3%, langsung sembuh dengan minum obat warung 44,5%, langsung sembuh dengan minum obat apotek 63,5%, langsung sembuh dengan jamu atau obat herbal 27%, langsung sembuh dengan pergi ke pelayanan kesehatan 80,9%, melakukan pengobatan ke pelayanan kesehatan dapat dengan cepat mencegah penyakit berbahaya sebanyak 88,1%, lebih aman diobati tenaga kesehatan sebanyak 91,2%, dan dengan istirahat tidak mengeluarkan usaha yang lebih 52,3%.


(1)

94

ANALISIS BIVARIAT

persepsi keseriusan * Perilaku Pengobatan

Crosstab

Perilaku Pengobatan

Total Tidak Melakukan

Pengobatan

Melakukan Pengobatan

persepsi keseriusan tidak merasa serius Count 38 19 57

% within persepsi keseriusan 66.7% 33.3% 100.0%

merasa serius Count 43 26 69

% within persepsi keseriusan 62.3% 37.7% 100.0%

Total Count 81 45 126

% within persepsi keseriusan 64.3% 35.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .257a 1 .612

Continuity Correctionb .103 1 .749

Likelihood Ratio .258 1 .612

Fisher's Exact Test .709 .375

Linear-by-Linear Association .255 1 .614 N of Valid Casesb 126

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20,36. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

persepsi kerentanan * Perilaku Pengobatan

Perilaku Pengobatan

Total Tidak Melakukan

Pengobatan

Melakukan Pengobatan

persepsi kerentanan tidak merasa rentan Count 28 27 55

% within persepsi kerentanan 50.9% 49.1% 100.0%

merasa rentan Count 53 18 71

% within persepsi kerentanan 74.6% 25.4% 100.0%

Total Count 81 45 126

% within persepsi kerentanan 64.3% 35.7% 100.0% Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 7.607a 1 .006

Continuity Correctionb 6.608 1 .010

Likelihood Ratio 7.618 1 .006

Fisher's Exact Test .008 .005

Linear-by-Linear Association 7.547 1 .006

N of Valid Casesb 126

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,64. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

96

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for persepsi

kerentanan (tidak merasa rentan / merasa rentan)

.352 .166 .747

For cohort Perilaku Pengobatan = Tidak Melakukan Pengobatan

.682 .509 .914

For cohort Perilaku Pengobatan = Melakukan Pengobatan

1.936 1.197 3.134

N of Valid Cases 126

persepsi manfaat * Perilaku Pengobatan

Crosstab

Perilaku Pengobatan

Total Tidak Melakukan

Pengobatan

Melakukan Pengobatan

persepsi manfaat merasa tidak bermanfaat Count 39 13 52

% within persepsi manfaat 75.0% 25.0% 100.0%

merasa bermanfaat Count 42 32 74

% within persepsi manfaat 56.8% 43.2% 100.0%

Total Count 81 45 126


(4)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.427a 1 .035

Continuity Correctionb 3.668 1 .055

Likelihood Ratio 4.530 1 .033

Fisher's Exact Test .040 .027

Linear-by-Linear Association 4.392 1 .036 N of Valid Casesb 126

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,57. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for persepsi

manfaat (merasa tidak bermanfaat / merasa bermanfaat)

2.286 1.050 4.977

For cohort Perilaku Pengobatan = Tidak Melakukan Pengobatan

1.321 1.026 1.702

For cohort Perilaku Pengobatan = Melakukan Pengobatan

.578 .337 .990


(5)

98

persepsi hambatan * Perilaku Pengobatan

Crosstab

Perilaku Pengobatan

Total Tidak Melakukan

Pengobatan

Melakukan Pengobatan

persepsi hambatan merasa terhambat Count 51 20 71

% within persepsi hambatan 71.8% 28.2% 100.0%

tidak merasa terhambat Count 30 25 55

% within persepsi hambatan 54.5% 45.5% 100.0%

Total Count 81 45 126

% within persepsi hambatan 64.3% 35.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.033a 1 .045

Continuity Correctionb 3.316 1 .069

Likelihood Ratio 4.027 1 .045

Fisher's Exact Test .061 .034

Linear-by-Linear Association 4.001 1 .045 N of Valid Casesb 126

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,64. b. Computed only for a 2x2 table


(6)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for persepsi

hambatan (merasa terhambat / tidak merasa terhambat)

2.125 1.013 4.458

For cohort Perilaku Pengobatan = Tidak Melakukan Pengobatan

1.317 .993 1.746

For cohort Perilaku Pengobatan = Melakukan Pengobatan

.620 .387 .992